BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sungai memiliki peran strategis sebagai salah satu sumber daya alam yang mendukung kehidupan masyarakat. Peranan sungai di dalam konteks perkotaan menjadi sangat penting, khususnya dalam upaya mempertahankan sumber daya air yang berkelanjutan. Pengelolaa Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu aspek dari Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) pada suatu Wilayah Pengembangan Sumber Air (WPSA) yang merupakan upaya pendayagunaan sumber air secara terpadu dengan upaya pengendalian dan pelestariannya. Pengelolaan DAS tidak terlepas dari berbagai permasalahan, antara lain masalah penurunan sumberdaya alamiah, polusi dari berbagai sumber, serta konflik penggunaan lahan di sekitar DAS. Kondisi DAS saat ini di sebagian besar daerah di Indonesia cenderung menurun. Salah satu DAS yang mengalami penurunan kualitas air sungai adalah DAS Siak. DAS Siak termasuk DAS kritis, kawasan rawan bencana banjir dan longsor, erosi dan pendangkalan, serta terjadi berbagai macam pencemaran. Perubahan ekosistem pada DAS siak diindikasikan dengan kejadian banjir di Provinsi Riau akibat meluapnya Sungai Siak dan anak-anak sungainya. Perubahan ekosistem tersebut disebabkan oleh wilayah dalam DAS Siak merupakan daerah yang potensial berkembang bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Di sepanjang Sungai Siak terutama di Pekanbaru ke arah hilirnya mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembangnya kegiatan sosial dan ekonomi. Perubahan ekosistem Sungai Siak secara signifikan dipengaruhi oleh perkembangan
penduduk
dan
ekonomi
yang
kemudian
mendorong
berkembangnya kawasan budi daya dan pemukiman. Sejalan dengan fungsi dan kegunaan sungai tersebut, maka diperlukan upaya pemantauan untuk menjaga kuantitas, kontinuitas, dan kualitas badan air tersebut. Pada saat
ini,
terjadi
kecenderungan bahwa
aspek ekonomi lebih
mendapat penekanan dibanding aspek sosial dan lingkungan. Hal ini terkait dengan kewenangan setiap
wilayah
kabupaten/kota
atau
propinsi
dalam
1
mengatur wilayahnya wila yahnya sendiri melalui otonomi daerah dan kecenderungan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing. Akibatnya, setiap daerah dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada tanpa adanya perencanaan kelestarian lingkungannya. Pengelolaan DAS pun tidak luput dari kecenderungan ini. Hal ini tentunya menjadi masalah terutama karena DAS umumnya melintasi beberapa wilayah administrasi, baik kabupaten/kota ataupun propinsi sehingga pengelolaan yang berbasis otonomi daerah dapat mengancam kesinambungan DAS. Sementara di lain pihak, DAS yang terdiri dari wilayah hulu, tengah dan hilir merupakan sebuah kesatuan DAS yang mempunyai keterkaitan baik secara biofisik maupun hidrologis, sehingga dalam pengelolaannya harus adanya keterpaduan antar sektor dan wilayah yang tercakup dalam DAS tersebut . Berdasarkan uraian ini, terdapat permasalahan keberlanjutan DAS yang terkait dengan kondisi sosial masyarakat sekitar DAS dan juga pengelolaan DAS itu sendiri secara kelembagaan. Kedua isu utama inilah yang diangkat lebih lanjut dalam tulisan ini. Secara khusus, tujuan dari penulisan ini adalah untuk: a) membahas sejauh mana peran pengelolaan DAS dalam mengantisipasi berbagai keadaan yang berbeda-beda di sepanjang DAS; b)
membahas
kondisi
masyarakat di wilayah sekitar sungai. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang permasalahan DAS yang terkait dengan pengelolaan dan perilaku manusia, khususnya dalam kerangka keterkaitan wilayah hulu dan hilir. Secara umum hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi praktek penataan dan pengelolaan lingkungan perkotaan yang mengutamakan keterkaitan pada kawasan DAS, serta keterkaitan antara lingkungan fisik DAS dengan dengan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penyajian makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui beban pencemar yang berada di wilayah DAS Siak 2. Mengetahui pengelolaan DAS Siak secara terpadu
2
3. Mengetahui penyebab kerusakan DAS Siak 4. Mengetahui perencanaan pengelolaan secara terpadu yang dapat dilakukan dalam pemecahan masalah pengelolaan sumber daya air 5. Mengetahui tantangan dalam pengelolaan DAS Siak secara terpadu
3
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1
Analisa Zat Pencemar Sungai Siak
Wilayah Kota Pekanbaru sangat strategis, terletak di tengah-tengah Pulau Sumatera yang dapat dilalui dengan perhubungan darat ke seluruh kawasan. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak antara 101 0 14‟-1010 34‟ Bujur Timur dan 00 25‟-00 45‟ Lintang Utara. Dari hasil pengukuran/pematokan di lapangan oleh BPN Tingkat I Riau, ditetapkan luas wilayah Kota Pekanbaru 632,26 km 2 (Kasri dan Hendrik, 1993). Kota Pekanbaru dialiri oleh Sungai Siak yang membelah kota menjadi dua wilayah, yaitu sebelah utara Sungai Siak dan sebelah selatan Sungai Siak. Sungai Siak merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Riau yang mempunyai fungsi sangat strategis sebagai sumber air minum, jalur transportasi dan sumber air bagi industri dengan kedalaman rata-rata 15-20 meter dan lebar
100-150
meter. Secara geografis DAS Siak membentang melalui ibu kota Provinsi Riau yaitu Pekanbaru dengan DAS seluas 1.061.577 ha. Perairan sangat dipengaruhi oleh pasang surut dari muaranya dan juga dipengaruhi oleh anak-anak sungai yang berasal dari daerah rawa dan gambut sekitarnya. Hal ini menyebabkan warna air Sungai Siak agak coklat kekuningkuningan sehingga pH perairan Sungai Siak umumnya bersifat asam (pH 4,5-6). Perairan Sungai Siak yang berada di Kota Pekanbaru merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak yang menjadi salah satu daerah tampungan yang penting dari daur hidrologi yang berasal dari berbagai kegiatan perkotaan, industri, pertanian, pertambangan, perkebunan/kehutanan, dan lain sebagainya. Keadaan ini membawa konsekuensi pada beban lingkungan yang diterima oleh DAS Siak juga semakin besar. Kegiatan industri yang berada di sekitar DAS Siak antara lain, meliputi industri penambangan minyak bumi PT. CPI, industri Pulp and Paper Indah Kiat, industri kelapa sawit, industri crumb rubber , industri plywood , dan industri lem. Perkembangan yang pesat di Kota Pekanbaru yang merupakan Ibukota Provinsi menimbulkan aktivitas kegiatan produksi dan industri yang sangat tinggi,
4
selain itu menyebabkan pula daya tarik yang sangat kuat bagi seluruh masyarakat di Provinsi Riau sehingga menimbulkan tingkat laju urbanisasi yang sangat tinggi. Secara historis masyarakat Riau (daratan) adalah
merupakan
tipikal
“masyarakat Sungai” yang artinya dalam kehidupan sehari -harinya dan perkembangan sangat menggantungkan hidupnya pada sungai (terutama Sungai Siak), masyarakat sungai memilih lokasi permukiman di pinggir (bantaran) sepanjang sungai. Dengan perkembangan dan daya tarik Pekanbaru yang sangat luar biasa, maka dampak terhadap masyarakat adalah timbulnya ledakan populasi (urbanisasi) yang menyebabkan kepadatan penduduk yang sangat tinggi, dan pada akhirnya akan menghasilkan limbah cair dan padat (domestik) dalam jumlah besar yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi hidrologi dan kualitas air sungai. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, bahwa pencemaran yang terjadi pada Sungai Siak sebesar 60 % dari total limbah yang mencemari sungai disebabkan oleh limbah domestik. Pencemaran limbah Rumah Tangga dan pencemaran lain yang diakibatkan dari peningkatan dan perluasan kegiatan produksi,
industri
dan
perubahan
tata guna
lahan
(perkebunan
besar,
perkebunan rakyat dan pertanian lahan kering) banyak ditemukan di sepanjang sungai (Bapedal Propinsi Riau, 2002). Perairan Sungai Siak yang berada di Kota Pekanbaru merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak yang menjadi salah satu daerah tampungan yang penting dari daur hidrologi yang berasal dari berbagai kegiatan perkotaan, industri, pertanian, pertambangan, perkebunan/kehutanan, dan lain sebagainya. Keadaan ini membawa konsekuensi pada beban lingkungan yang diterima oleh DAS Siak juga semakin besar. Kegiatan industri di sekitar DAS Siak meliputi industri penambangan minyak bumi PT. CPI, industri Pulp and Paper Indah Kiat, industri kelapa sawit, industri crumb rubber , industri plywood , dan industri lem. Tingginya
aktivitas
yang
terdapat
di
sekitar
daerah
sungai
akan
menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan. Bahan pencemar ini berasal dari aktifitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off ), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas fisik,
5
kimia dan biologi pada perairan sungai yang pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada badan air yang terjadi secara kontinu akan mengakibatkan turunnya kualitas air sampai ketingkat tertentu dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sumber pencemar yang terdapat di sepanjang aliran Sungai Siak antara lain: 1. Limbah Organik, dapat bersumber dari limbah pasar, rumah tangga, restoran/rumah makan, industri perkayuan dan sebagainya. Kandungan limbah organik yang tinggi pada perairan sungai dapat meyebabkan terjadinya proses eutrofikasi (penyuburan perairan) 2. Limbah anorganik (logam berat), dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan kualitas sumberdaya air seperti Cu, Zn, Hg, Cd, Cr, Pb dan sebagainya. Polutan yang masuk ke perairan sungai juga mengalami proses pengendapan pada sedimen dasar yang dapat bersifat toksik sehingga berpotensi untuk mencemari sumber-sumber air yang ada bila tidak dikelola secara bijaksana. Berdasarkan hasil analisa laboratorium terhadap kualitas air sungai Siak diperoleh sebagai berikut :
6
Sumber : BLH Kota Pekanbaru, 2011 Dari tabel diatas dapat di jelaskan bahwa : nilai pH di sebagian lokasi pemantauan dapat
dikatakan tidak layak untuk
dikonsumsi masyarakat,
karena tidak
memenuhi standar baku mutu yang di tetapkan. Dari hasil analisi kelima lokas nilai BOD dan COD sangat tinggi, pengambilan sampel semuanya telah melewati baku mutu yang telah
ditetapkan, sehingga memerlukan
penganan yang serius agar limbah yang dibuang ke badan sungai tidak membahayakan kehidupan organisme di perairan tersebut, berdasarkan hasil analisis minyak dan lemak dapat diketahui bahwa kandungan minyak dan lemak sangat tinggi yaitu dari 1,3- 13,6 mg/L sedangkan ambang batas baku mutu menurut PP No.82 Tahun 2001 hanya 1,0 mg/L, sehingga dapat disimpulkan
7
bahwa kandungan minyak dan lemak telah melewati baku mutu yang ditetapkan, amoniak merupakan gas yang tidak berwarna dengan kadar 50 mg/L memberikan bau yang menyengat. Konsentrasi amoniak tertinggi ditemukan pada ST 2 (Jembatan Siak II) dengan kandungan 0,503 mg/L. Parameter Nitrat masih sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan, sedangkan pada parameter Fosfat konsentrasi tertinggi ditemukan pada ST 4 (pelita Pantai) dengan kandungan mencapai 1,304 mg/L, sedangkan ambang batas baku mutu menurut PP No.82 Tahun 2001 hanya 0,2. Dengan demikian untuk parameter Fosfat telah melewati baku mutu, padatan tersusupensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Hasil analisis Total Padatan Tersuspensi (TSS) dengan konsentrasi 58,0-76,0mg/L, sedangkan baku mutu hanya 50 mg/L. Sehingga untuk parameter TSS telah melewati ambang batas dan tidak layak digunakan sebagai bahan baku air minum, hasil pengukuran kandungan logam berat di sepanjang sungai siak memperlihatkan bahwa logam arsen, selenium, dan merkuri belum terdeteksi. Sedangkan logam – logam yang lain seperti seng, krom, kadmium, timbal dan tembaga telah melewati ambang batas baku mutu, dari hasil analisis yang dilakukan terhadap coliform dapat diketahui bahwa pada semua tempat pengambilan sampling telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan dengan jumlah kandungan 1800-5200 MPN, sedangkan baku mutu hanya 1000 MPN. Berdasarkan hasil analisis pada semua parameter, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan Sungai Siak ruas Kota Pekanbaru dalam kondisi yang memprihatinkan, sehingga diperlukan penanganan serius agar kelestarian sungai tersebut tetap terjaga. Berdasarkan visualisasi keadaan air sungai pada umumnya berwarna kuning kecoklatan dan semakin pekat warnanya sampai kearah hilir dengan bau air yang menyengat. Walaupun tidak dirasa akan tetapi dapat dipastikan bahwa kualitas air pada sungai ini sangat tidak mungkin dikatakan baik untuk kesehatan. Sepanjang sungai terlihat banyak sampah-sampah organik seperti sisa-sisa makanan, daundaunan, kayu, tinja dan bangkai hewan dan juga banyak terlihat sampah-sampah anorganik seperti plastik, kaca, kaleng dan minyak-minyak. Keadaan ini hampir
8
merata dan terus meningkat jumlah kearah hilir sungai. Hal ini disebabkan oleh semakin padat dan meningkatnya aktivitas manusia di sekitar sungai tersebut. Kondisi seperti ini, apabila terus dibiarkan maka akan berefek buruk terhadap kesehatan manusia, biota-biota, air sungai serta lingkungan di sekitar sungai. Limbah-limbah yang dibuang ke sungai apabila mengandung bahan-bahan pencemar maka akan menjadikan lingkungan tersebut tidak bagus lagi bagi kehidupan hewan alami air seperti ikan, plankton dan organism lainnya. Selain itu, manusia yang hidup di sekitar sungai, kesehatannya menjadi terancam disebabkan karena adanya wabah penyakit sebagai akibat daripada pencemaran lingkungan.
2.2 Potensi Sumber Daya Air Sungai Siak melalui Analisa Kualitas, Kuantitas dan Kontiniutas
Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air merupakan upaya dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sehingga sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antarsektor, dan antar generasi. Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Pada UU No.7 Tahun 2004 Bab 3 telah diatur tentang konservasi sumber daya air, yang bertujuan untuk melindungi ketersediaan sumber daya air secara berkelanjutan.Daerah-daerah yang masuk dalam UU ini adalah danau, rawa, sungai, waduk, cekungan, kawasan suaka alam,cagar alam. Keberadaan sumber daya air mengikuti siklus yang tidak pernah berhenti. Siklus
tersebut
kemudian
dinamai
siklus
hidrologi.
Berdasarkan
fakta
tersebut,maka teknologi pengelolaannya pun tidak terlepas dari sifat kodrati SDA. Karena itu lingkup wilayah pengelolaan SDA harus berdasarkan wilayah hidrografis yang kemudian dikenal dengan sebutan Daerah Aliran Sungai (DAS).
9
Keberadaan sebuah DAS ada yang sepenuhnya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, bisa juga lintas kab/kota ataupun lintas provinsi dan lintas negara. Konsepsi pengelolaan terpadu SDA yang berbasis DAS ataupun wilayah sungai dikenal oleh masyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Pengelolaan Terpadu SDA dan terkadang disebut juga Pengelolaan SDA Terpadu bahkan ada pula yang menyebut Pengelolaan SDA Menyeluruh dan Terpadu. Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di sekitar garis khatulistiwa mendapatkan sebaran curah hujan yang variatif dari yang paling basah sampai dengan yang kering. Variasi curah hujan tahunan di berbagai wilayah kepulauan di Indonesia tergolong ekstrim ada pulau-pulau yang curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan ada pula pulau yang curah hujannya sampai dengan 4000 mm/tahun. Curah hujan sebesar ini terkonsentrasi selama kurang lebih 5 (lima) bulan dari bulan November s/d Maret sehingga banjir sering terjadi pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan pada 7 (tujuh) bulan yang lainnya curah hujan sangat kecil dan jarang sehingga mengakibatkan ketersediaan air terbatas dan di lain pihak kebutuhan air tidak berkurang sehingga bencana kekeringan sering terjadi selama musim kemarau. Rerata ketersediaan air diatas daratan Indonesia saat ini lebih dari 15.000 m3/kapita/tahun. Angka tersebut memang terasa sangat besar, yaitu hampir 25 kali lipat dari rata-rata ketersediaan air per kapita dunia yang besarnya 600 m3/kapita/tahun. Untuk wilayah Riau memiliki rata – rata curah hujan berkisar antara 1300 – 3500 mm pertahun. Dimana Kota Pekanbaru adalah daerah yang paling sering ditimpa hujan selama tahun 2010 yaitu 230 kali. Jumlah curah hujan Kota Pekanbaru merupakan curah hujan tertinggi di wilayah Riau yaitu sebesar 3.592,3 mm. Analisa kualitas, kuantitas dan kontinuitas (K-3) dapat dilihat pada analisa fish bone berikut :
10
Gambar 1. Analisa Fish Bone
Dari gambar diatas dapat diuraikan beberapa aspek yang mempengaruhi K-3 pada Sungai Siak, yaitu : 2.2.1
Sumber Daya Manusia
Pola perilaku masyarakat di sekitar daerah aliran sungai mempengaruhi kondisi sungai. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai masih sangat minim. Tidak sedikit warga yang membuang sampah ke sungai, hal ini terpaksa dilakukan warga karena masyarakat di wilayah pinggiran sungai yang rata – rata berpenghasilan rendah belum mendapatkan akses untuk pengangkutan sampah dari dinas terkait. Selain itu tidak sedikit masyarakat yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan MCK. Untuk keperluan mandi masyarakat di sepanjang aliran sungai biasanya langsung mandi di sungai ataupun dialirkan melalui kran menuju tempat mandi mereka. Begitupun untuk kegiatan mencuci dan buang air besar ataupun kecil dilakukan masyarakat secara langsung diatas badan air. Masyarakat yang menggunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci dan mandi juga menjadi salah satu penyebab pencemaran air sungai Siak. Karena sabun yang digunakan mengandung berbagai macam zat kimia yang bisa mengganggu biota air sungai Siak. Kegiatan BAB di sungai juga menjadi penyebab utama pencemaran air karena e-coli, sebab sungai Siak sudah beralih fungsi menjadi WC terpanjang.
11
Beberapa kegiatan masyarakat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
1. 2. 3. 4.
Gambar 1. Pengunaan sungai untuk MCK oleh masyarakat Selain penggunaan untuk keperluan MCK, beberapa masyarakat setempat yang membuka usaha di sepanjang sungai seperti tempat makan juga menggunakan air sungai secara langsung, baik untuk keperluan cuci piring ataupun untuk pembuangan limbah hasil cucian seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Penggunaan air untuk keperluan usaha tempat makan masyarakat setempat
12
Kebiasaan masyarakat ini menjadi „budaya lokal‟ bagi sebagian masyarakat yang tinggal dibantaran sungai. Pendidikan yang minim pun turut andil dalam pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Selain itu pertambahan jumlah penduduk yang sebarannya tidak merata menjadi salah satu faktor penyebab ketimpangan neraca air di berbagai pulau. Berdasarkan profil Kota Pekanbaru, wilayah Kota Pekanbaru sendiri terdapat 897.767 jiwa atau sekitar 16,21% dari seluruh penduduk Riau. Sehingga kebutuhan akan air bersih sebesar 121.198.545 liter/hari. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 135 liter/orang/hari. Namun PDAM Kota Pekanbaru baru dapat memproduksi sebanyak 53.568.000 liter/hari. Sehingga masih dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 67.630.545 liter/hari, atau 783 liter/detik. Masyarakat miskin dikawasan pinggiran sungai harus berjuang untuk mendapatkan air bersih dengan harga lebih mahal dibanding kelompok yang lebih mampu di perkotaan. Dimana penduduk setempat harus membeli air kemasan isi ulang untuk keperluan air minum, ataupun kegiatan me masak. Untuk pelayanan air bersih di tahun 2011 baru mencukupi sekitar 8% dari total penduduk dengan fokus area pelayanan disekitar Pusat Kota Pekanbaru, sedangkan pelayanan untuk wilayah Pekanbaru bagian selatan masih sangat minim. 2.2.2 Sarana dan Prasarana
Sejak dulu Sungai Siak merupakan urat nadi ekonomi di dataran Riau. Berbagai alat angkutan sungai dengan berbagai ukuran dan kecepatan, hilir mudik setiap harinya di Sungai ini. Intensitas transporatsi yang tinggi tersebut telah menimbulkan berbagai masalah. Ukuran kapal, kecepatan kapal dan jumlah kapal yang lewat adalah penyebab terjadinya kerusakan tebing dan bantaran sungai. Demikian pula dengan dibangun pelabuhan-pelabuhan untuk kebutuhan industri kayu dan perkebunan sawit, peningkatan fungsi kota Pekanbaru semakin meningkatkan volume lalu lintas terutama dari kota Pekanbaru ke arah hilirnya. Jembatan Siak setinggi 23 meter yang melintasi sungai Siak dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Siak sejak 31 Desember 2002, selain dimaksudkan untuk menghubungkan ibukota Siak dengan daerah seberangnya, juga untuk membatasi
13
kapal yang melintasi sungai karena pencemaran dan abrasi di sungai Siak sudah sangat parah, telah menjadi polemik pro dan kontra. Untuk jangka panjang, keberadaan jembatan Siak secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap lingkungan sekitar. Kegiatan bongkar muat barang yang menggunakan transportasi berupa kapal barang, bunker, speed boat, dan lain-lain juga menyebabkan pencemaran karena tumpahnya bahan bakar pada saat pengisian BBM dan bocornya tangki minyak.
Gambar 3. Sarana dan Prasarana di sekitar sungai 2.2.3 Pemerintah
Institusi pemerintah baik di Pusat maupun di daerah yang sehari-hari memiliki kaitan wewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan SDA, masih lebih dominan berperan pada tugas-tugas pembangunan dan rehabilitasi prasarana SDA. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut urusan pengaturan dan pelayanan air, serta urusan monitoring dan evaluasi kondisi SDA masih belum cukup memadai baik dari segi kapasitas kelembagaannya maupun kualitas personilnya. Lembaga pengelola sumber daya air pada wilayah sungai yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat pun sudah mulai terbentuk melalui Per. Men. PU No.12/ PRT/ M/ 2006 dan Per.Men.PU No.15/ PRT/ M/ 2006 (sebanyak 30 Balai Wilayah Sungai) sebagai Unit Pelaksana Teknis Pusat yang merupakan kepanjangan tangan Direktorat Jenderal SDA, disamping Perum Jasa Tirta. UPT Pusat ini melaksanakan fungsi operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, sekaligus fungsi pembangunan di bidang SDA (menggantikan satuan kerja pelaksana
14
proyek yang ada sekarang). UPT Pusat ini baru mulai berfungsi pada tahun 2007, dan tantangannya saat ini adalah mempersiapkan personil yang handal. Sedangkan untuk pemerintah Kota Pekanbaru sendiri terdapat beberapa instansi terkait pengelolaan sumber daya air seperti Badan Wilayah Sungai (BWS), PDAM Tirta Siak, Departemen Pekerjaan Umum, Badan Lingkungan Hidup dan dinas – dinas terkait lainnya. Namun dalam pelaksanaannya masih kurangnya koordinasi antar dinas terkait dan antar pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Selain itu kurangnya sumber daya manusia dalam pengelolaan sumber daya air dan keterbatasan dana membuat pengelolaan sumber daya air di Kota Pekanbaru masih belum maksimal. Pemerintah Provinsi Riau telah menetapakan program pengendalian pencemaran air Sungai Siak terdiri dari 12 program. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dari 12 Program yang dilaksanakan ternyata hanya 9 program yang terlaksana dan 3 Program tidak terlaksana sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, adapun waktu pelaksanaan dari program pengendalian pencemaran air sungai siak ini dimulai pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Adapun 9 Program pengendalian pencemaran air sungai siak yang terlaksana yaitu: 1. Program pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah komunal, 2. Penyediaan sarana sanitasi pedesaan, 3. Pelatihan pengelolaan lingkungan untuk masyarakat, 4. Pengembangan tempat pengolahan samah terpadu, 5. Peningkatan kinerja pengolahan air limbah industri, 6. Pengembangan dan penerapan Teknik Produksi Bersih untuk industri, 7. Pengendalian limbah cair dan sludge kegiatan pertambangan, 8. Pengembangan sistem informasi lingkungan, 9. Pengawasan dan evaluasi implementasi program dan revisi program Tiga Program pengendalian pencemaran air sungai siak yang tidak terlaksana yaitu : 1. Program pengembangan Instalasi pengolahan air limbah terpadu untuk industri kecil/ menengah,
15
2. Evaluasi dan penyempurnaan implementasi pemantauan kualitas air yang telah berjalan, 3. Pemantauan rutin kualitas limbah cair dan Pengembangan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air dan limbah cair, serta laboratorium terakreditasi. 2.2.4 Manajemen
Kondisi dan penggunaan ruang di daerah aliran sungai mempunyai andil besar terhadap kelangsungan aliran air sepanjang waktu serta kualitasnya. Tingkat kekritisan DAS sangat berpengaruh terhadap distribusi aliran permukaan bulanan. DAS kritis yang semula berjumlah 22 DAS pada tahun 1984 secara dramatis makin meningkat jumlahnya yaitu menjadi 39 DAS pada tahun 1992, dan meningkat lagi menjadi 282 DAS kritis dimana 62 DAS dinyatakan sebagai DAS kritis prioritas I pada tahun 1998. DAS Siak pada saat sekarang ini juga telah tercatat sebagai DAS kritis. Indikator kritis DAS Siak dicirikan dengan adanya penurunan kualitas dan kuantitas sungai Siak yang sudah berada di bawah ambang batas ketentuan sungai yang lestari dan tingginya sendimentasi. Dari data peta pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau tahun 2001 – 2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang di wilayah DAS Siak bagian hulu sebagian besar merupakan kawasan budidaya dalam bentuk peruntukan perkebunan besar dan kawasan hutan produksi, kawasan perkebunan rakyat, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan pertanian lahan basah hanya sebagian kecil kawasan Hutan lindung. Di bagian hilir sungai sebagian besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan sebagian lagi berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawang dan Siak Sri Indrapura). Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, dan kawasan hutan resapan air. Data peta ini cukup memberikan gambaran perlunya penataan kembali penggunaan lahan di kawasan DAS Siak, dalam arti perlu arahan-arahan yang lebih jelas, agar kawasan-kawasan budidaya yang ada di DAS Siak apabila memungkinkan dapat dikonversi sebagai kawasan lindung atau arahan – arahan agar usaha budidaya di kawasan tersebut dapat berfungsi lindung. Namun dalam
16
pelaksanaannya masih kurangnya koordinasi antar dinas terkait dan antar pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Selain itu kurangnya sumber daya manusia yang sadar terhadap lingkungan dan keterbatasan dana membuat pengelolaan tata ruang di Kota Pekanbaru masih belum maksimal. Dalam Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai agar selalu memperhatikan peraturan dan Perundangan yang terkait dengan penataan wilayah sungai yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi serta petunjukan pelaksanaannya. Melihat kenyataan bahwa DAS - DAS di Riau semakin kritis, maka sudah sepatutnya pengelolaan wilayah sungai mendapat perhatian yang memadai dengan membentuk wadah kordinasi tersendiri. Berdasarkan UU No. 7 tahun 2004 maka pemerintah Provinsi Riau mempunyai kewenangan membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi. Dewan sumber daya air ini bertugas
untuk
penghijauan,
mensinkronkan
pencegahan
program
pembalakan,
penataan
ruang,
pengendalian
reboisasi
pencemaran
dan serta
pendayagunaan air sungai Siak. Dengan di bentuknya Forum Daerah Aliran Sungai Siak, selanjutnya dapat dijadikan embrio sebagai Dewan Sumber Daya Air sebagaiman dimaksud dalam Undang-Undang 2.2.5
Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh cukup besar pada kualitas, kuantitas, dan kontinuitas suatu wilayah sungai. Pengaruh iklim seperti curah hujan yang turun mempengaruhi pasang surut di daerah sungai siak, ketika musim kemarau, sungai siak lebih dangkal dan sampah-sampah yang dibuang kesungai oleh masyarakat sekitar menumpuk dipinggiran sungai. Hal ini tentu berpengaruh terhadap masyarakat yang tinggal dibantaran sungai. Jenis vegetasi yang tumbuh disekitar bantaran sungai juga mempengaruhi kapasitas infiltrasi terhadap curah hujan. Dimana laju peresapan air ke dalam tanah amat dipengaruhi oleh tingkat kelebatan vegetasi pada tanah tersebut. Oleh sebab itu vegetasi pada kawasan hutan harus dijaga dengan cara reboisasi pada kawasan hutan yang gundul serta pencegahan pembalakan pada hutan yang telah
17
lebat. Pada kawasan perkebunan serta lahan-lahan kosong lainnya dilakukan penghijauan sehingga peresapan air ke dalam tanah dapat berlangsung optimal.
Gambar 4. Kondisi Lingkungan sekitar sungai Siak 2.2.6
Industri
Penyebab utama penurunan kualitas Sungai Siak adalah limbah industri baik industri besar, menengah maupun kecil yang berada di sepanjang alur sungai Siak. Selain itu tingginya erosi yang disebabkan semakin intensif pengelolaan sumberdaya alam yang ada di hulu, seperti adanya penebangan liar (illegal logging), penebangan hutan berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), konversi hutan menjadi kawasan perkebunan (besar dan kecil), kegiatan pertambangan dan kegiatan budidaya lainnya juga menyebabkan DAS Siak semakin kritis. Pembuangan air limbah hasil industri secara langsung ke badan air. Seperti yang dapat dilihat, disepanjang kawasan sungai Siak yang melintasi Kota Pekanbaru terdapat berbagai pabrik yang bergerak dalam pengelolaan sawit ataupun karet. Dimana limbah hasil pabrik ini dialirkan langsung ke lingkungan. Selain itu proses transportasi yang dilakukan di sepanjang bantaran sungai Siak juga mencemari sungai. Hal ini disebabkan adanya tumpahan minyak ke bagian aliran sungai. Menurut keterangan penduduk setempat, tidak jarang mereka menemui kondisi air yang berminyak dan berbau. Bahkan masyarakat telah memaklumi dan mengetahui jam – jam pembuangan limbah oleh pabrik ke badan sungai, yaitu sekitar jam 01.00 WIB (malam). Kondisi air yang berminyak disebabkan oleh pembuangan air limbah yang dilakukan oleh beberapa industru kecil pengelola minyak dan bahan bakar. Akibatnya, banyak ikan yang mati keesokan harinya, dan air sungai menjadi berminyak. Ada beberapa pabrik yang
18
kami ketahui berdasarkan informasi dari warga yaitu pabrik kayu yang bernama RGM dan RWS, pabrik karet, dan pabrik sawit.
2.3 Rencana perwujudan IWRM di DAS SIAK
Dalam perwujudan rencana IWRM dan menjaga keberlanjutan ketersediaan air di Sungai Siak, maka dapat dikelompokkan menjadi beberapa aspek sebagai berikut: 2.3.1
Dari segi teknis
2.3.1.1 Konservasi DAS Siak Daerah disepanjang pinggiran sungai saat ini banyak digunakan untuk perkebunan sawit. Banyak dari petani yang memiliki perkebunan sawit tidak mengetahui dampak negatif dari usaha perkebunan mereka terhadap ketersediaan air sungai. Jika dilakukan konversi perkebunan sawit untuk dihutankan kembali sebesar 30% dari luas DAS, maka dapat berguna untuk
melestarikan dan meningkatkan kualitas air disekitar sungai Siak
serta meminimalisasi dampak pencemaran oleh limbah industri. Konservasi DAS Siak dan pengembalian fungsi menjadi fungsi yng sebenarnya dapat menciptakan kontiniutas ketersediaan air di Sungai Siak, dan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitasnya 2.3.1.2 Tempat pembuangan sampah Masyarakat di pinggiran sungai masih membuang sampahnya ke aliran sungai. Maka dengan disediakannya tempat pembuangan sampah secara komunal jadi masyarakat bisa mengumpulkan sampah mereka di satu wadah dan membuangnya di tempat sampah yang telah di sediakan di masing-masing gang perumahan mereka, supaya masyarakat tidak lagi membuang sampah rumah tangga yang mereka hasilkan ke sungai Siak. Dan dilakukan
pemungutan
retribusi
bagi
masyarakat
untuk
mengelola
persampahannya. 2.3.2
Dari Segi Sosial
2.3.2.1 Penyuluhan masyarakat Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan wilayah sungai dapat ditanggulangi dengan melakukan penyuluhan kepada
19
masyarakat. Penyuluhan ini dapat diadakan atas kerjasama antara Pemerintah dan LSM. Penyuluhan kepada masyarakat dapat berfungsi untuk meningkatkan pelayanan air bersih disekitar DAS Siak serta subsidi dari pemerintah
untuk
membangun
MCK
umum
guna
meminimalisasi
pencemaran sungai Siak sehingga dapat meningkatkan kualitas air sungai Siak. 2.3.3
Dari Segi Kelembagaan
2.3.3.1 Kelembagaan Masyarakat Demi keberlanjutan ketersediaan sumber daya air, maka pemerintah ataupun
masyarakat
dapat
membentuk
lembaga – lembaga
yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan DAS Siak .Sehingga dengan adanya partisipasi dari berbagai pihak diharapkan pengelolaan sumber daya air di Kota Pekanbaru dapat berjalan lancar dan memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat perkotaan. 2.3.3.2 Pemantauan sumber daya air ,penggunaannya dan pencemarannya. Menerapkan sistem pengawasan yang efektif yang menyediakan informasi pengelolaan yang penting dan mengidentifikasi dan merespon atas pelanggaran terhadap hukum, peraturan dan izin. 2.3.3.3 Sistem informasi Masih minimnya informasi terhadap kualitas dan kuantitas Sungai Siak juga mempengaruhi dalam keberlanjutan ketersediaan airnya. Dimana fenomena yang ditemukan di masyarakat, mereka masih menggunakan air sebagai sumber daya alam yang tiada batas. Dengan kurangya sistem penginformasian kepada masyarakat dan pihak – pihak terkait akan dapat menimbulkan miskomunikasi dan kurangnya koordinasi dan partisipasi masyarakat dan dinas terkait untuk pengelolaan DAS. Sehingga diharapkan dengan adanya sistem informasi yang baik akan membantu masyarakat untuk lebih cermat dalam penggunaan air dan pihak – pihak yang ingin membantu dalam pengembangan DAS Siak dapat dengan mudah mengetahui hal apa yang harus dibantu dalam pengelolaan air secara terpadu.
20
2.3.4
Dari Segi Ekonomi
2.3.4.1
Retribusi masyarakat
Untuk menunjang aspek ekonomi atau financial dalam keberlanjutan pengelolaan sumber daya air secara terpadu maka pemerintah dapat melakukan pemungutan retribusi bagi masyarakat sekitar hilir untuk masyarakat yang tinggal di hulu sungai agar keberlangsungan air bersih tetap terjaga. Pemungutan retribusi ini dilaksanakan dengan sistem subsidi silang, sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan pihak pengelola sumber daya air juga tidak mengalami kerugian. 2.3.5
Dari Segi Lingkungan
2.3.5.1 Pengendalian daya rusak Adanya berbagai aktifitas yang dilakukan di sepanjang aliran sungai tentunya akan memberikan dampak terhadap kualitas dan kuantitas air sungai. Sehingga diperlukan perencanaan terhadap kegiatan – kegiatan yang menimbulkan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap lingkungan. Untuk perlindungan kerusakan lingkungan bantaran sungai, diusulkan adanya pembatasan kecepatan maksimum kapal
serta
pembatasan bobot/jenis kapal agar transportasi sungai tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu juga diperlukan pengelolaan limbah oleh industri sebelum dibuang ke lingkungan.
2.4 Tantangan dan kendala dalam menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan pengelolaan sungai, meliputi: 1. Ketidakjelasan peran dan batasan wewenang antara kebupaten, kota, propinsi, dan pusat dalam penanganan, pengelolaan dan pembiayaan sungai . 2. Kecenderungan peningkatan potensi konflik pemanfaatan air di daerah dan wilayah\sungai. 3. Tidak terkendalinya penambangan galian pasir di badan sungai sehingga menurunkan fungsi bangunan pengambilan air.
21
4. Sedimentasi tinggi akibat rusaknya daerah hulu/catchment area . 5. Makin cepatnya penurunan kapasitas pengaliran air sungai dan bangunan pengendali banjir 6. Makin besarnya perbedaan aliran dasar sungai pada musim hujan dan musim kemarau (Qmax-Qmin). 7. Makin menurunnya kualitas air sungai, khususnya di daerah aliran tengah dan hilir 8. Tidak terkendalinya permukiman penduduk di daerah bantaran sungai sehingga meningkatkan risiko banjir. 9. Belum memadainya database sungai. Sehingga didapatkan bahwa faktor-faktor penghambat pelaksanaan program pengendalian pencemaran air Sungai Siak adalah sebagai berikut : 1. Koordinasi
tidak
berjalan
lancar
antara
pemerintah
Propinsi
dengan
Kabupaten/Kota. 2. Rapat koordinasi tidak berjalan lancar antar pemerintah kabupaten/kota dengan pihak propinsi. 3. Ketidaktahuan pemerintah daerah tentang program yang dibuat propinsi. 4. Kurangnya sumber daya manusia. 5. Kurangnya dana. 6. Sumber daya alam untuk penempatan IPAL yang belum tersedia
22
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1.
Beban pencemar yang berada di wilayah DAS Siak sudah sangat tinggi. Ini dapat dilihat dari nilai pH, BOD-COD, minyak dan lemak, amoniak, Fosfat, Total Padatan Tersuspensi (TSS), coliform, dan kandungan logam – logam seperti seng, krom, kadmium, timbal dan tembaga yang telah melewati ambang batas baku mutu. Sehingga kondisi perairan Sungai
Siak
memprihatinkan,
ruas
Kota
sehingga
Pekanbaru diperlukan
dalam
kondisi
penanganan
serius
yang agar
kelestarian sungai tersebut tetap terjaga. 2. Penyebab kerusakan DAS Siak dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu : a. Sumber Daya Manusia b. Pemerintahan c. Lingkungan d. Sarana dan prasarana e. Manajemen f.
Industri
3. Perencaan pengelolaan sumber daya air secara terpadu dapat ditinjau dari aspek : 1. Teknis a. Konservasi DAS Siak b. Tempat pembuangan sampah 2. Sosial a. Penyuluhan masyarakat 3. Kelembagaan a. Kelembagaan Masyarakat b. Pemantauan sumber daya air, penggunaan nya dan pencemarannya c. Sistem informasi 4. Ekonomi
23
a. Retribusi masyarakat 5. Lingkungan a. Pengendalian daya rusak 4. Tantangan dalam penerapan pengelolaan sumber daya terpadu : a. Ketidakjelasan peran dan batasan wewenang wilayah sungai b. Kecenderungan peningkatan potensi konflik pemanfaatan air di daerah dan wilayah\sungai. c. Tidak terkendalinya penambangan galian pasir di badan sungai sehingga menurunkan fungsi bangunan pengambilan air. d. Sedimentasi tinggi akibat rusaknya daerah hulu/catchment area e. Cepatnya penurunan kapasitas pengaliran air sungai dan bangunan pengendali banjir f.
Besarnya perbedaan aliran dasar sungai pada musim hujan dan musim kemarau (Qmax-Qmin).
g. Menurunnya kualitas air sungai, khususnya di daerah aliran tengah dan hilir h. Tidak terkendalinya permukiman penduduk di daerah bantaran sungai sehingga meningkatkan risiko banjir. i.
Belum memadainya database sungai.
3.2 Saran
a. Perlunya peningkatan koordinasi antara pihak – pihak terkait dalam pengelolaan sumber daya air Sungai Siak b. Perlunya implementasi yang nyata dari peraturan – peraturan yang telah dibuat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Imam. 2009. Konsepsi Pengelolaan Sumber Daya Air Menyeluruh dan Terpadu. Diakses melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=& esrc =s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDIQFjAB&url=http%3A%2F% dsdan.go.id%2Findex.php%3Foption%3Dcom_rokdownloads%26view%3D file%26task%3Ddownload%26id%3D58%253Akonsepsi-psdamenyeluru hdan-terpadu%26Itemid%3D59&ei=GT9UUtL7DIyJrAfB-oCgDA&usg= AF QjCNGzFz4O8_lu41Frp3V71A9PbwXELg&bvm=bv.53760139,d.bmk. Diakses tanggal 3 Oktober 2013 BPS Riau. 2011. Pekanbaru dalam Angka. Badan Pusat Stat istik: Pekanbaru Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak Provinsi Riau. Diakses melalui http://www.penataanruang.net/ taru akalah56pdf. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 Putri, N.A Dwi . 2011. Kebijakan Pemerintah dalam Pengendalian Pencemaran Air Sungai Siak (Studi pada daerah aliran sungai siak bagian hilir). Diakses melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=1&cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Ffisip.umrah.ac id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2012%2F03%2FJURNAL-ILMU-PEME RINTAHAN-BARU-KOREKSIlast_74_85.pdf&ei=C0FUUv7AG4nqrQeq q4HgCw&usg=AFQjCNGGPec7nbpn_6uWSm-g01i_Wnyt3w&bvm=bv. 53760139,d.bmk. Diakses tanggal 3 Oktober 2013 Profil Kota Pekanbaru Kodoatie, Robert J dan M Basoeki. 2005. Kajian Undang – Undang Sumber Daya Air. Andi Offset : Yogyakarta
25