Pengertian ERCP
ERCP (Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography)merupakan suatu perpaduan antara pemeriksaan endoskopi dan radiologi untuk mendapatkan anatomi dari sistem traktus biliaris (kolangiogram) dan sekaligus duktus pankreas (pankreatogram) dengan bantuan media kontras positif dan menggunakan peralatan fiber optik endoskopi untuk menegakkan diagnosa. Atau suatu teknik yang mengkombinasikan endoskopi dan flouroscopy untuk mendiagnosa dan menangani masalah yang berkaitan dengan duktus biliaris dan duktus pankreatikus. Peran endoskopi yakni masuk dan melihat bagian dalam gaster dan duodenum dan peran flouroscopy yakni menginjeksikan zat radiokontras radiokontras ke dalam duktus biliaris dan pankreatikus agar bisa dilihat X-ray. Untuk kasus tertentu seperti endoscopic sphincterotomy, pengangkatan batu, pemasangan stent dan dilatation dilatat ion of stricture dilakukan ERCP terapeutik. Prinsip dari ERCP terapeutik adalah memotong sfingter papila Vateri dengan kawat yang dialiri arus listrik sehingga muara papila menjadi besar (spingterotomi endoskopik). Kebanyakan tumor ganas yang menyebabkan obstruksi biliaris sering sekali inoperabel pada saat diagnosis ditegakkan. Tindakan operasi yang dilakukan biasanya paliatif dengan membuat anastomosis bilio-digestif. Pada penderita dengan usia lanjut atau dengan penyulit operasi, drainase bilaer dapat dilakukan dengan ERCP terapeutik yaitu memasang endoprostesis parendoskopik. Prinsip dari teknik ini adalah setelah dilakukan small
sphingterotomy kemudian dimasukkan prostesis yang terbuat dari tenon dengan bantuan guide wire melalui papila Vateri ke dalam duktus koledokus sehingga ujung proksimal prostesis terletak di bagian proksimal dari lesi obstruksi dan ujung distal terletak di duodenum. Dengan cara ini akan diperoleh drainase empedu internal melalui endosprotesis yang mempunyai lubang-lubang di sampingnya (side holes)
Indikasi Pemeriksaan ERCP
1. Ikterus obstruktif 2. Batu saluran empedu 3. Keganasan pada sistem hepatobilier dan pancreas 4. Pancreas dan kista pancreas 5. Divertikel duodenum sekitar papil 6. Metastase tumor kesistem bilier dan pancreas 7. Gallstone dan Pancreatitis 8. Oral dan intravena cholecystography gagal 9. Pancreatic disease 10. Jaundice obstruktif 11. Batu empedu 12. Tumor saluran empedu 13. Bile Duct Injury (TraumaTerapeutik/Iatrogenik) 14. Disfungsi (Sphincter of Oddi) 15. Tumor pankreas
Kontraindikasi Pemeriksaan ERCP
1. Infark Miokard 2. Alergi zat radiokontras 3. Penyakit kardiopulmonal 4. Pyloric Stenosis dapt menghalangi endoskopi 5. Acute pancreatitis 6. Glaucoma 7. Pseudocyst
Tujuan Pemeriksaan ERCP
ERCP digunakan untuk melihat secara langsung keadaan didalam saluran cerna bagian atas (SCBA)terutama ( SCBA)terutama untuk mendiagnosa dan mengobati kondisi saluran empedu, termasuk batu termasuk batu empedu, empedu, penyempitan inflamasi (bekas luka), kebocoran (dari trauma dan operasi), dan kanker. ERCP dapat dilakukan untuk alasan diagnostik dan terapi, meskipun pengembangan lebih aman dan relatif tidak invasif seperti Magnetic Resonance Cholangio Pankreatografi (MRCP) dan USG endoskopi berarti endoskopi berarti bahwa ERCP sekarang jarang dilakukan tanpa maksud terapi. Pemeriksaan ERCP juga ditujukan untuk visualisasi secara retrograde dan mengetahui langsung saluran empedu dan duktus pankreatikus dengan memakai suatu duodenoskop yang dimasukan melalui mulut dan mempunyai pandangan samping.
Manfaat Pemeriksaan ERCP
ERCP dapat dipakai untuk pemeriksaan diagnosis maupun terapeutic. Diagnosis untuk melihat dan mengidentifikasi kelainan pada ductus bilier, sisticus, kandung empedu dan ductus pankreaticus. Sedangkan untuk terapeutic antara lain untuk : 1. Pemasangan stent bilier dan stent pancreas 2. Sfingterotomi atau papilotomi Endoscopic 3. Ekstrasi batu dan cacing dari Saluran Empedu 4. Pemasangan nasal biliary drainage(NBD) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen melihat saluran kencing (BNO atau KUB) dalam hal ini kotoran dalam usus sangat mengganggu hasil photo sehingga harus dibersihkan sebelumnya. Foto polos abdomen dengan persiapan untuk melihat keadaan ginjal dan salurannya serta bagian belakang abdomen , Dalam hal ini kita harus membersihkan sisa makanan (faecal material) dari usus yang akan mengganggu gambaran di film. Sehingga diperlukan penanganan sebelum pemeriksaan dengan mempersiapkan penderita dengan makanan yang bebas serat selama beberapa hari, kemudian dibersihkan dengan pencahar agar kotoran makanan dalam usus yang ada dikeluarkan semua dengan demikian usus akan bersih dari kotoran sisa makanan/faecal material yang menutupi daerah dibelakangnya. Hal ini tidak dapat kita kerjakan sendiri terutama penderita rawat inap, perlu bantuan rekan kerja terkait. Anatomi Radiografi
Abdomen membentang dari diafragma hingga pelvis. Hanya lambung dan kolon yang dalam keadaan normal mengandung udara di dalam lumennya. Usus halus biasanya tidak mengandung udara di dalamnya. Batas udara cairan normal terdapat di dalam lambung, duodenum dan kolon, namun tidak lazim ditemukan di dalam usus halus. Hati, kandung empedu dan limpa merupakan organ padat intraperitoneum yang terletak berturut-turut di daerah subkostalis kanan dan kiri. Di dalam retroperitoneum, terdapat ginjal dan fasia perirenalis, kelenjar adrenal, kelenjar getah bening, pancreas, aorta, vena cava inferior dan muskulus psoas. Abdomen atau lebih dikenal dengan perut berisi berbagai organ penting dalam sistem pencernaan, endokrin dan imunitas pada tubuh manusia. Ada sembilan pembagian regio (daerah) di abdomen berdasarkan regio organ yang ada didalamnya, yaitu : 1. Hypochondrium kanan: sebagian hati, kantung empedu dan bagian atas ginjal kanan 2. Epigastrium : ginjal kanan dan kiri, sebagian hati dan lambung serta sebagian kantung empedu 3. Hypochondrium kiri: limpa, sebagian lambung, bagian atas ginjal kiri, sbagian usus besar 4. Lateralis kanan: sebagian hati dan usus besar serta bagian bawah ginjal kanan 5. Umbilicalis: sebagian besar usus halus, pankreas, ureter bagian atas, usus besar, serta bagian bawah kantung empedu 6. Lateralis kiri: sebagian kecil usus besar dan bagian bawah ginjal kiri
7. Inguinalis kanan: sebagian kecil usus besar 8. Pubic : usus buntu, sebagian usus halus dan usus besar, ureter kanan dan kiri, serta sebagian kantung kemih 9. Inguinalis kiri: sebagian kecil usus besar
Gambar 2.5. Pembagian Regio Abdomen
Berdasarkan pembagian regio abdomen, maka penyakit yang terjadi pada masing-masing region dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Hypochondrium kanan: hepatomegali, sirosis hepatik.
2.
Epigastrium : gastritis, hepatomegali, batu empedu dan batu ginjal, sirosis hepatik.
3.
Hypochondrium kiri: spleenomegali.
4.
Lateralis kanan: batu empedu, batu ginjal.
5.
Umbilicalis: ulcus usus halus 12 jari, kerusakan usus halus batu ureter
6.
Lateralis kiri: batu ginjal
7.
Inguinalis kanan: hernia, KET, appendisitis.
8.
Pubic : appendisitis (agak kekanan), hernia, batu ureter
9.
Inguinalis kiri: hernia, KET.
Gambar 2.6. Anatomi Radiografi Foto Polos Abdomen Persiapan Penderita untuk Foto Polos Abdomen ;
-
Tujuan : membersihkan usus dari faecal material, agar photo polos
abdomen bebas dari bayangan faecal material yang menutupi bayangan organ abdomen, yaitu : bayangan ginjal, limpa, psoas shadow dan adanya kalsifikasi/batu didaerah tractus urinarius dan di kandung empedu. -
Dasar : faecal material adalah bentukan sisa makanan berserat
didalam usus, terutama colon yang dapat hilang sesudah 2-3 hari keluar bersama defecasi.
-
Cara : makan bebas serat 2-3 hari sebelum pemeriksaan dilanjutkan
dengan
pencahar/laxant/urus-urus
malam
sebelum
pemeriksaan
(dengan minum banyak air sebagai pembantu untuk mengencerkan faecal material, sekitar 1-1,5 liter air pada malam tersebut), sesudah itu puasa pada pagi hari pemeriksaan dan diberikan pencahar suppositoria per anum pada pagi hari tersebut untuk merangsang defekasi dan menghabiskan sisa makanan dalam rektum dan kolon sigmoid. Diingatkan agar jangan merokok dan banyak bicara (aerophagia) -
Obat-obatan :
Garam inggris (sulfas magnesicus) atau pencahar lain yang relatif kuat.
Suppositoria per anum, seperti Dulcolax supposutoria atau Microlax.
-
Pemeriksaan radiologi yang memerlukan persiapan ini :
Colon inloop / Barium enema.
I.V.P. ( Intravenous Pyelography).
Teknik Pemeriksaan
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu : 1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi antero posterior (AP).
Posisi AP untuk melihat distribusi usus, preperitonian fat, ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus diproksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance) 2. Tiduran miring ke kiri ( Left Lateral Decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan dikolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diagfragma dan air fluid level. 3. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP. Posisi setengah duduk atau berdiri untuk melihat gambaran radiologis adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial , air fluid level, dan herring bone appearance. Posisi AP supine
Persyaratan teknis : ukuran film 35x43 cm/30x40 cm, posisi memanjang menggunakan grid yang bergerak maupun statis, dengan variasi 70-80 kV dan 20-25 mAs.
Posisi pasien : Pasien tidur terlentang dengan MSP (Mid Sagital Plane) pada garis tengah meja atau kaset, lengan pasien diletakkkan di
samping tubuh, garis tengah badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan, kedua tungkai ekstensi.
Posisi obyek : tengah kaset setinggi crista iliaca, dengan batas bawah pada sympisis pubis, tanpa ada rotasi pelvis atau shoulder ( dengan melihat kedua SIAS mempunyai jarak yang sama pada kedua sisi
Central ray : CR tegak lurus dan langsung pada kaset (film) setinggi crista iliaca, FFD minimal 100 cm.
Kolimasi : Kolimasi meliputi pada tepi atas dan bawah kaset.
Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi kira-kira 1 detik setelah ekspirasi menyebabkan terhentinya pergerakan usus.
Posisi Left Lateral Decubitis (LLD)
Penting : Pasien harus pada posisi LLD minimal 5 menit sebelum eksposi (supaya udara naik atau cairan yang abnormal terakumulasi) ; 10 sampai 20 menit dipilih jika memungkinkan untuk menampakkan yang paling baik potensial small amount udara intraperitoneum.
Left lateral Decubitus paling baik untuk menampakkan udara bebas intraperitoneum pada daerah liver abdomen atas bagian kanan ( right upper abdomen) terpisah dengan udara gaster
Faktor teknik : Kaset 35 x 43 cm, moving atau stationary grid .
Shielding : gunakan gonad shield pada pasien laki-laki.
Posisi pasien : pasien ditempatkan pada permukaan yang keras dimana hepar berada dibawah, hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi “ anatomy cutoff ”. Lutut ditekuk dan pada salah satu lutut saling
superposisi dengan yang lain untuk sabilisasi pasien. Kedua lengan berada didekat kepala dan diganjal dengan bantal.
Posisi obyek : Atur pasien dan ditengah kaset kira-kira 5 cm setinggi crista iliaca (termasuk diafragma), margin proximal kaset kira-kira setinggi axilla. dengan batas bawah pada sympisis pubis, tanpa ada rotasi pelvis atau shoulder ( dengan melihat kedua SIAS mempunyai jarak yang sama pada kedua sisi. Atur tinggi kaset ditengah MSP pasien menuju tengah Film (Image reseptor), tetapi pastikan bagian atas abdomen masuk dalam film ( Image Reseptor / IR)
Central ray : CR horizontal, langsung menuju tengah film kira-kira 5 cm setinggi Krista iliaca, menggunakan sinar horizontal untuk memperlihatkan air-fluid levels dan udara bebas intraperitoneum. FFD minimal 100 cm.
Kolimasi : Kolimasi meliputi pada keempat sisi jangan ada “ cut off ” pada abdomen bagian atas.
Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi
Gambar 2.2. Posisi LLD
Posisi Setengah Duduk/ berdiri
Faktor teknik : Kaset 35 x 43 cm, moving atau stationary grid .
Shielding : gunakan gonad shield pada pasien laki-laki.
Posisi pasien : Berdiri tungkai pada posisi meregang, punggung menempel pada buck stand atau grid (posisi ini bukan untuk pasien yang KU-nya kurang baik). Lengan berada pada samping tubuh. MSP tubuh pasien berada ditengah meja dan bucky stand.
Posisi obyek : Tidak boleh ada rotasi pada pelvis dan shoulder. Atur ketinggian film / IR sehingga tengah-tengahnya kira-kira 5 cm diatas Krista iliaca (termasuk diafragma). Dimana rata-rata pasien akan ditempatkan diatas film / IR kira-kira setinggi axilla.
Central ray : Horisontal menuju tengah pada kaset film / IR FFD minimal 100 cm.
Kolimasi : Kolimasi meliputi pada keempat tepi kaset. Jangan ada cut off abdomen atas
Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi
Gambar 2.3. Posisi AP
2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen
Dengan penggunaan USG dan CT scan, pemeriksaan abdomen menjadi jauh lebih mudah. Walaupun demikian, foto polos abdomen masih merupakan pemeriksaan yang sangat berguna terutama pada pasien akut abdomen. Kriteria hasil foto polos abdomen yang baik antara lain : 1.
Tampak diafragma sampai dengan tepi atas simphisis pubis
2.
Alignment kolom vertebra di tengah, densitas tulang costae, pelvis dan panggul baik.
3.
Processus spinosus terletak di tengah daan crista iliaca terletak simetris
4.
Pasien tidak bergerak saat difoto yang ditandai dengan tajamnya batas gambar costae dan gas usus
5.
Foto dapat menggambarkan batas bawah hepar, ginjal, batas lateral muskulus psoas dan procesus transversus dari vertebra lumbal.
6.
Marker yang jelas untuk mengindikasi posisi pasien saat pemeriksaan
Gambar 2.7. Hasil Foto Polos Abdomen Normal Posisi Supine
Gambar 2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen Normal
Penilaian Kualitas: nama pasien yang sebenanya, pajanan yang baik, tanpa
rotasi dan penanda anatomis (L atau R) pada foto. Foto telentang (AP) termasuk foto abdomen yang rutin dilakukan. Foto tegak atau dekubitus abdomen diperlukan untuk mendeteksi batas cairan (fluid level). Untuk medeteksi udara bebas intraperitoneum dapat digunakan foto tegak thorak atau foto dekubitus kiri abdomen.
Penilaian gambaran gas usus: normalnya, lambung dan usus besar
mengandung gas. Satu-satunyagambaran batas cairan yang normal terdapat didalam lambung dan kadang-kadang di dalam duodenum proksimal.
Tentukan posisi lambung di kuadran kiri atas dan kolon yang membingkai tepi-tepi abdomen pada foto terlentang. Pada foto tegak, kolon
dilekatkan pada fleksura hepatic dan splenik oleh ligamentum hepatokolikum dan frenikokolikum yang bersifat konstan. Bila terdapat gas di dalam usus halus atau dicurigai terdapat dilatasi usus halus, dianjurkan melakukan foto tegak atau dekubitus abdomen untuk memperlihatkan batas cairan. Jejenum mengalami dilatasi bila diameternya >3,5 cm, usus halus pertengahan mengalami dilatasi bila diameternya >3 cm dan ileum dilatasi bila diameter yang terdilatasi terdapat plika sirkularis (valvulae coniventes) atau lipatan yang menyilang diameter jejunum secara transversal. Bila kolon tampak dilatasi, haustra harus ditemukan untuk memastikan bahwa kolon tersebut mengalami dilatasi. Haustra tampak saling mengunci (interdigitasi) dan tidak menyilang diameter kolon, berbeda dengan plika sirkulasi (valvulae coniventes) di jejunum. Kolon mengalami dilatasi bil;a diameter kolon transversum >3,5 cm atau diameter sekum pada dasarn ya >8 cm. Bayangan psoas diperiksa secara bilateral: seharusnya simetris dengan tepi lateral sedikit konkaf. Periksa bayangan ginjal, seharusnya memiliki panjang normal 10-12 cm atau panjang longitudinal sepanjang 3,5 vertebra. Bayangan hati dan limpa. Tepi inferior hati berbatas tegas, khususnya di bagian lateral. Cairan adanya pengumpulan atau cairan bebas intraperitoneum. Garis lemak (fat line) properitoneal bergeser kearah lateral oleh cairan bebas. Cari adanya batu radioopak dan kalsifikasi di daerah kandung empedu, ginjal dan
ureter. Hati-hati dengan phlebolith vena pelvis yang dapat menyerupai batu. Phlebolith berbentuk oval, halus dan terdapat bayangan lusen kecil di dalamnya. Batu tampak padat dengan tepi tidak teratur. Kalsifikasi pancreas berbentuk titiktitik dan aksis oblik. Kalsifikasi vascular sering ditemukan di aorta pada pasien usia lanjut, penderita diabetes dan penderita aortitis yang disebabkan oleh penyakit Takayashu. Carilah adanya massa jaringan lunak dan gas ekstraluminal. Udara akan terlihat hitam karena meneruskan sinar-X yang dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan sehingga pada film akan tampak putih. Diantara udara dengan tulang misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar X yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabu-abuan yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X. Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat djumpai pada lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan bawah. Dua air fluid level atau lebih dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau kaliber merupakan kondisi abnormal dan selalu dihubungkan dengan pertanda adanya ileus baik obstruktif atau paralitik.
Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar tergantung banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak bicara, tertawa, merokok dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu misalnya asma atau pneumonia akan terjadi peningkatan jumlah udara dalam lumen usus halus dan usus besar secara dramatik sehingga untuk pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan perut kembung sebaiknya juga difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar kemungkinan penyebab kembungnya berasal dari pneu-monia di paru. Beberapa penyebab lain yang mempunyai gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis, pulmonary infarct, myocardial infarct, kebocoran atau diseksi aorta torakalis, payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks. Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua ginjal dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi kontur dari ginjal atau m.psoas dapat menujukkan keadaan patologis di daerah retroperitoneal. Foto radiografi polos abdmen biasa dikerjakan dalam posisi pasien terlentang (supine). Apabila keadaan pasien memungkinkan akan lebih baik lagi bila ditambah posisi berdiri. Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi supine, tegak dan miring kekiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda.
2.9. Gambaran Patologis Foto Polos Abdomen
A. Gambaran udara bebas intraperitoneum
Foto toraks tegak dan foto dekubitus kiri abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi udara bebas intraperitoneum dalam volume kecil (<5 ml). Penyebab tersering gambaran ini adalah perforasi usus akibat luka tau trauma tembus, dan infark dinding usus. Pada foto toraks tegak, udara berbentuk bulan sabit tampak dibawah diafragma. Udara subdiafragmatik harus dibedakan dengan pneumotoraks subpulmonal.
Bila
tidak
yakin
apakah
terdapat
udara
bebas
intraperitoneum atau tidak, foto dekubitus kiri pada abdomen bagian atas akan menunjukkan udara bebas dalam bentuk bulan sabit dengan densitas rendah disebelah lateral dari tepi lateral lobus kana hati. Pada foto terlentang abdomen, udara bebas sulit dideteksi. Ada dua tanda yang dapat membantu : tanda Rigler, yaitu adanya gas di dinding usus sisi manapun, dan tanda garis ligamentum falsiform hepatis yang terbentuk di kuadran kanan atas oleh udara bebas.
Gambar 2.9. Foto terlentang abdomen menunjukkan udara bebas
intraperitoneum. Perhatikan ligamentum falsiforme di kuadran kanan atas dan gambaran kedua sisi dinding usus di bagian tengah.
Gambar 2.10. Foto ini menegaskan adanya udara bebas subdafragma pada
foto toraks tegak. B. Gambaran gas di luar usus Gas dapat dideteksi di dinding kandung empedu pada kolesistitis emfisematosa dan di dalam lumen kandung empedu bila terdapat fistula dengan usus atau bila terdapat anastomosis dengan percabangan bilier. Gas berada di dalam parenkim ginjal disebabkan oleh pielonefritis emfisematosa. Hal ini biasanya akibat infeksi ginjal berat oleh E. Coli pada penderita diabetes.
Gambar 2.11. Gas bebas perirenal dan renal pada penderita diab etes yang
mengalami infeksi E. Coli pada ginjalnya
C. Gambaran gas intramural Gas di dalam dinding usus tampak sebagai bayangan lusen linear di dalam dinding usus. Ini biasanya disebabkan oleh infark dinding usus. Pada bayi bayi prematur, gas intramural dapat terlihat pada keadaan necrotizing enterocolitis (NEC). Pada bayi-bayi ini juga sering terdapat gas di dalam vena porta.
Gambar 2.12. Pandangan setempat kolon pada bayi prematur
menunjukkan udara intramural yang disebabkan oleh NEC. D. Obstruksi usus Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto polos. Foto terlentang, tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan.
Penyebab tersering obstruksi usus halus adalah adhesi akibat pembedahan sebelumnya, peritonitis, apendisitis, hernia inkarserata, intusepsi, volvulus, kelainan kongenital berupa stenosis atau atresis, tumor, dan batu empedu yang masuk ke dalam usus. Terlepasnya batu empedu pada lumen intestinal dapat menimbulkan keadaan seperti ileus dan disebut sebagai gallstone ileus yang pada pencitraan menunjukan gambaran seperti ileus obtruktif namun tanpa disertai air fluid levels yang signifikans dan biasanya ditemukan batu radiopak yang berasal dari batu empedu. Gambaran radiologis obstruksi usus pada foto polos abdomen diantaranya adalah : a) Single bubble appearance Terjadi pada kondisi kelainan kongenital hipertrofi pilorus, yakni adanya hipertrofi pada lapisan sirkular otot pilorus, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Pada foto polos abdomen tampak adanya single bubble appearance, yaitu terdapat satu gelembung udara akibat pelebaran lambung.
Gambar 2.13. Atresia pylorum pada neonatus.
Foto supine menunjukkan gambaran distensi dari lambung dan tidak adanya gas dalam usus ( single bubble appearance)
b) Double bubble appearance Terjadi pada kondisi kelainan kongenital obstruksi duodenum berupa atresia, stenosis, atau malrotasi, pankreas anuler atau membran duodenum. Pada foto polos abdomen tampak adanya double bubble appearance, yaitu pelebaran duodenum dan lambung secara bersamaan dan tidak tampak udara mengisi usus halus dan kolon.
Gambar 2.14. Foto supine abdomen pada neonatus dengan atresia
duodenum menunjukkan adanya double bubbles apperance : distensi dari lambung (S) dan duodenum proksimal (D) c) Coiled spring appearance
Terjadi
pada
kondisi
intususepsi
atau
invaginasi
yang
menggambarkan masuknya segmen proksimal usus (intueuseptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens). Paling sering sering terjadi di daerah ileokolika, tetapi dapat juga yeyuno-ileal, dan kolokolika. Pada foto polos abdomen tampak tanda obstruksi usus halus berupa bayangan seperti sosis di bagian tengah abdomen dan bayangan per mobil (coiled spring appearance).
Gambar 2.15. Coiled spring appearance pada usus halus.
d) Herring bone sign Terjadi pada kondisi ileus obstrukstif. Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi akibat pengumpulan gas dalam lumen usus memberikan gambaran herring bone appearance pada foto polos abdomen, karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra (dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya.
Gambar 2.16. Herring bone apperance
e) Step ladder appearance
Terjadi pada kondisi ileus obstruksi. Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak. Pada foto polos abdomen tampak gambaran air fluid level yang pendek-pendek dan bertingkat-tingkat seperti tangga disebut juga step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang mengalami distensi.
Gambar 2.17. Step ladder appearance
f) Coffee bean sign Terjadi
pada
kondisi
kelainan
kongenital
volvulus,
yakni
pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di bagian ileum dan kolon. Pada foto polos abdomen tampak gambaran patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di tengah perut yang disebut coffee bean sign. Gambaran ini merupakan gambaran khas volvulus dari usus (sigmoid).
Gambar 2.18. Coffee bean sign pada volvulus sigmoid
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos abdomen tiga posisi pada kondisi obstruksi usus adalah : 1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (herring bone appearance). 2. Posisi
setengah
duduk
atau
berdiri.
Gambaran
radiologis
didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance. 3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level . E. Batu radioopak Gambaran radioopak pada foto polos abdomen merupakan tanda adanya kalsifikasi berupa batu. Gambaran batu ini biasanya terjadi pada kondisi nefrolithiasis, ureterolithiasis, vesicolithiasis, kolelithiasis, dan kolelistitis. Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radioopak. Penilaian batu ginjal pada foto polos abdomen yang penting diperhatikan adalah : jumlah, densitas, bayangan batu, lokasi, komplikasi (obstruksi, parut ginjal, atau pembentukan striktur), terjadinya anomali, dan nefrokalsinosis.
Berdasarkan opasitasnya batu pada traktus urinarius dibagi menjadi tiga : batu opak (batu kalsium), batu semiopak (batu magnesium-amoniumfosfat atau MAP), dan batu radiolusen (batu asam urat dan batu sistin). Batu radiolusen adalah batu dengan kandungan kalsium yang minimal sehingga tidak dapat dilihat pada foto polos abdomen yang biasanya mengandung komponen asam urat. Dalam keadaan demikian dapat dilakukan pemeriksaan CT scan polos tanpa media kontras untuk mengevaluasinya. Batu pada traktus urinarius biasanya bersifat multilayer dan permukaannya dapat kasar atau halus. Batu pada vesica urinaria lebih bulat dengan permukaan regular sedangkan batu pada ureter atau uretra biasanya berbentuk irregular. Kadang-kadang dijumpai batu yang mengisi dan menyerupai pelviocalices ginjal yang disebut staghorn stone. Batu kecil dan halus yang dijumpai pada calices minores kedua ginjal dijumpai pada kelainan yang disebut nephrocalcinosis.
Gambar 2.19. Bayangan Radioopak pada Nefrolithiasis dan
Vesicolithiasis
Batu pada kandung empedu dan salurannya biasa dijumpai pada kuadran kanan atas dan biasanya berbentuk poligonal. Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10 15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Gambar 2.20. Bayangan batu empedu kalsium di dalam lumen kandung
empedu yang berasal dari endapan kalsium karbonat.
F. Cairan bebas intraperitoneal Akumulasi dari cairan bebas intraperitoneal di abdomen merupakan tanda adanya suatu ascites. Penyebab ascites antara lain : hipoproteinemia, sirosis hepatik, CHF, pankreatitis, keganasan dengan metastase peritoneal, limfoma, dan sumbatan vena cava inferior.
Gambar 2.21. Foto polos abdomen dengan ascites tanpa adanya massa
atau kalsifikasi Pada foto polos abdomen dalam posisi supine akan tampak gambaran sebagai berikut : a) Usus akan tampak melayang di dalam cairan ascites.
b) Abdomen berbentuk bulging . c) Gambaran abu-abu atau ground-glass appearance karena kontras berkurang dan warna abu-abu yang disebabkan hamburan sinar radiasi dari cairan di dalam abdomen. d) Bayangan liver, garis psoas, ginjal tampak kabur karena adanya cairan di sekitar organ tersebut. e) Peningkatan hemidiafragma kanan dan kiri. G. Massa jaringan lunak Abses tampak sebagai massa jaringan lunak yang dapat mengandung gas. Abses dapat dikelirukan dengan gambaran kolon pada foto polos. Cairan intraperitoneum dan abses berkumpul di bagian yang paling rendah di rongga peritoneum : ruang subfrenik, ruang subhepatik (antara lobus kanan hati dan ginjal), dan di dalam pelvis di ekskavasio retrovesikalis atau cavum douglas (ekskavasio retrouterina).
Gambar 2.22. Bayangan Limpa Membesar (Splenomegaly)
H. Psoas line asimetris Bayangan garis otot psoas yang asimetris menunjukkan adanya suatu abses iliopsoas. Abses iliopsoas biasanya berasal dari penyebaran hematogen dari infeksi lokal pada tulang, seperti tulang-tulang columna vertebralis, ileum, dan sendi sakroiliaka. Otot psoas kaya akan pembuluh darah, sehingga sangat mudah terjadi infeksi akibat penyebaran hematogen dari organ lain. Otot psoas berawal dari prosesus transversus vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis kemudian meluas ke bawah dan bergabung dengan otot iliaka pada level L5-S2, membentuk otot iliopsoas. Otot iliopsoas berjalan melewati ligamen inguinal yang kemudian berinsersi di trokanter minor dari tulang femur.
Gambar 2.23. Bayangan Garis Psoas Kanan Menghilang