PENGARUH VULKANISME TERHADAP KONDISI ALAM
DAN PENDUDUK DATARAN TINGGI DIENG
Karya Tulis Ilmiah Ini Dibuat guna Memenuhi Tugas Outdoor Learning
Oleh:
Annisa Noor Azizah 3/MIA 5.3
Devita Ayuni K 10/MIA 5.3
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SALATIGA
2015
ABSTRAK
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat membuat karya tulis ilmiah dengan judul Pengaruh Vulkanisme terhadap Kondisi Alam dan Penduduk Dataran Tinggi Dieng. Hal tersebut berkaitan dengan kegiatan outdoor learning yang dilakukan di Dataran Tinggi Dieng pada 8 Oktober 2015.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, karya tulis ilmiah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Ibu Wahyu Tri Astuti selaku Kepala SMA Negeri 1 Salatiga
Ibu Siti Khomisatun selaku guru pembimbing, yang telah membimbing penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.
Orang tua tercinta yang telah ikut berperan dalam pembiayaan pembuatan karya tulis ilmiah.
Teman-teman yang senantiasa memberikan bantuan, pendapat, dan saran kepada penulis.
Pihak-pihak lain yang telah membantu, yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum sempurna. Maka dari itu penulis mohon saran dan kritik yang bersifat membangun guna menambah pengetahuan dalam pembuatan tugas yang sejenis supaya lebih baik lagi di lain kesempatan.
Penulis mohon maaf setulus-tulusnya atas segala kekurangan yang ada. Namun penulis tetapberharap semoga karya tuis ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Vulkanisme merupakan aktivitas penerobosan magma dari perut bumi menuju permukaan bumi atau sering diartikan erupsi gunung api. Aktivitas ini bisa terjadi secara lemah, lalu semakin kuat, dan berpuncak pada letusan. Gejala pasca vulkanis bisa berupa sumber gas, sumber mineral, makdani, dan geyser. Hal tersebut bisa banyak kita jumpai di Indonesia, tak terkecuali Dataran Tinggi Dieng.
Kawasan Dataran Tinggi Dieng ini masih melakukan aktivitas vulkaniknya. Sekitar 10 ribu tahun yang lalu terjadi letusan Gunung Prahu dan Butak Petarangan yang terpotong dan membentuk sejumlah kaldera. Maka terbentuklah beberapa gunung kecil, kawah, danau asam, dan sebagainya. Hingga saat ini, desakan magma dari perut bumi masih terjadi dalam bentuk uap panas.
Tekanan magma dari dalam terus mendesak, memanaskan air, lalu keluar melewati celah-celah, menjadi kawah, mengeluarkan gas-gas seperti sulfur dan asam arang. Uap panas tersebut dimanfaatkan untuk dijadikan sumber pembangkit listrik tenaga panas bumi yang menggerakkan baling-baling listrik yang menerangi wilayah Dieng.
Hal itu tentu berdampak positif bahkan negatif bagi penduduknya. Wilayah pertanian subur, objek wisata dengan pemandangan yang menakjubkan, hingga budaya dan aktivitas penduduk yang cukup unik. Namun pernah pula terjadi letusan di Kawah Sinila dan Timbang pada 1979 yang menewaskan banyak penduduk.
Maka dari itu, sampai saat ini masih terus dilakukan pemanatauan oleh petugas di sejumlah kawah dan beberapa tempat lainnya. Keunikan-keunikan itulah yang mendorong penulis mengambil topik pengaruh vulkanisme terhadap kondisi alam dan penduduk Dataran Tinggi Dieng.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses pembentukan Dataran Tinggi Dieng?
Apa saja gejala pasca vulkanis yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng?
Bagaimana pengaruh vulkanisme terhadap kondisi alam Dataran Tinggi Dieng?
Bagaimana pengaruh vulkanisme terhadap kehidupan penduduk Dataran Tinggi Dieng?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini antara lain:
Mengetahui proses pembentukan Dataran Tinggi Dieng.
Mengetahui gejala pasca vulkanis yang terjadi di Datraan Tinggi Dieng.
Mengetahui pengaruh vulkanisme terhadap kondisi alam Dataran Tinggi Dieng.
Menegetahui pengaruh vulkanisme terhadap kehidupan penduduk Dataran Tinggi Dieng.
Metodologi Penelitian
KerangkaTeori
Aktivitas vulkanisme terjadi ketika magma dari dalam perut bumi terus mendesak keluar. Beberapa gunung api di Indonesia masih melakukanaktivitas vulkanisme hingga saat ini seperti Dataran Tinggi Dieng atau Plato Dieng. Dalam melakukan aktivitasnya, gunung api tersebut mulai secara lemah lalu meningkat dan berpuncak pada sebuah letusan seperti yang terjadi pada tahun 1979 di Kawah Sinila dan Timbang.
Sekitar 10.000 tahun lalu, Gunung Prahu meletus dan bagian puncaknya terlempar membentuk kaldera. Disekelilingnya terdapat Gunung Sindoro, Sumbing, Prahu, Pakuwaja, Sikunir dan beberapa kawah seperti Kawah Sikidang, Sibanteng, Candradimuka, Sikendang, Sinila, Timbang, dan Sileri. Meskipun Rangkaian Pegunungan Dieng sudah tidak pernah meletus lagi, namun masih menunjukkan gejala-gejala pasca vulkanis seperti sumber gas alam, uap air, dan air mineral.
Gejala pasca vulkanisme tersebut tentunya memberi dampak yang penting baik terhadap kondisi alam maupun terhadap kehidupan penduduknya. Dataran Tinggi Dieng yang berada pada ketinggian di atas 2000 mdpl dan bersuhu rata-rata 15 C dan bisa mencapai suhu 0 C pada malam hari ini, memiliki sebuah pemandangan yang sangat khas. Di sana sektor pertanian dan perkebunannya sangat maju didukung dengan aktivitas penduduk pedesaan yang sangat ulet dan tipikal pekerja keras.
Pola pemukimannya linier cukup unik didukung budaya dan tradisi yang menjadikan Dataran Tinggi Dieng sebagai objek wisata alam dan penelitian. Di situ, terdapat pula kompleks candi yang ramai dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Hasil-hasil sumber daya alam yang melimpah, dan diolah oleh sumber daya manusia kreatif, dalam bentuk industri kecil rumah tangga yang menjadi andalan kota atas awan tersebut.
Metode Pengumpulan Data
Data-data dalam pembuatan karya tulis ilimiah ini penulis peroleh melalui pengarahan oleh guide lokal dan petugas PLTU Geodipa. Selain itu, penulis juga memperoleh data melalui video dokumentasi Dieng Plateau Theater, pustaka-pustaka dan internet. Data yang diperoleh, penulis kumpulkan, olah, lalu penulis simpulkan.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Dataran Tinggi Dieng, meliputi PLTU Geodipa, Dieng Plateau Theater, Candi Arjuna, Kawah Sikidang, dan Telaga Warna yang berada di kawasan Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah.
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal Kamis, 8 Oktober 2015 mulai pukul 10.00 sampai dengan selesai. Hal ini berkenaan dengan Kegiatan SMA Negeri 1 Salatiga yakni Outdoor Learning untuk kelas XI program Pengayaan dan Akselerasi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini antara lain sebagai berikut :
Manfaat bagi penulis sendiri adalah mendapat tambahan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman sehingga bisa lebih baik lagi di dalam pembuatan tugas yang serupa.
Manfaat bagi pembaca adalah bisa mengetahui pengaruh vulkanisme terhadap kondisi alam dan penduduk Dataran Tinggi Dieng. Penulis juga berharap, pihak pemerintah setempat bisa mengadakan perbaikan sarana-prasarana objek wisata alam tersebut. Di samping itu, penduduk setempat diharapkan bisa lebih mengembangkan potensi alam dan budayanya.
Sistematika
Bab I Pendahuluan
latar belakang masalah
rumusan masalah
tujuan penelitian
metodologi penelitian
manfaat penelitian
sistematika
Bab II Pengaruh Vulkanisme Terhadap Kondisi Alam dan Penduduk Dataran Tinggi Dieng.
proses pembentukan Dataran Tinggi Dieng
gejala pasca vulkanisme yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng
pengaruh vulkanisme terhadap kondisi alam Dataran Tinggi Dieng
pengaruh vulkanisme terhadap kehidupan penduduk Dataran Tinggi Dieng
Bab III Penutup
simpulan
saran
BAB II
PENGARUH VULKANISME TERHADAP KONDISI ALAM
DAN PENDUDUK DATARAN TINGGI DIENG
Proses Pembentukan Dataran Tinggi Dieng
Tenaga pembentuk muka bumi secara umum ada dua macam, yakni tenaga endogen (dari dalam bumi bersumber dari magma) yang meliputi tektonisme, vulkanisme, dan seisme serta tenaga eksogen (faktor luar seperti air, angin, makhluk hidup, dan sebagainya). Tenaga endogen menyebabkan pergerakan kerak bumi yang disebut diatropisme memunculkan kerak benua dan kerak samudera.
Salah satu bentuk tektonisme ialah patahan, yaitu terjadi akibat tenaga endogen yang relatif cepat baik vertikal atau horizontal. Sementara itu, salah satu jenis patahan ialah horst (tanah naik) yang membentuk Plato Dieng.
Gambar pembentukan Plato Dieng berupa patahan
Horst ialah dataran yang letaknya lebih tinggi dari daerah sekelilingnya karena dataran sekelilingnya itu patah. Tanah naik ini terjadi akibat gerak tektogenesa horizontal memusat pada dua arah tekanan atau lebih yang menimbulkan naiknya kerak bumi.
Magma dari dalam perut bumi terus mendesak menimbulkan tekanan yang amat kuat sehingga daratan di atasnya pun ikut bergerak merekah lalu terjadi patahan. Sementara itu ada dataran yang naik sehingga letaknya menjadi lebih tinggi dari daerah sekelilingnya yang telah patah tersebut.
Bentuk muka bumi yang terjadi karena patahan dan lipatan antara lain sebagai berikut pegunungan, dataran tinggi, plato, depresi, shelf, palung laut, ambang laut, dan sebagainya, tetapi yang bisa ditemui di Kawasan Dieng adalah sebagai berikut
Pegunungan
Yaitu kumpulan gunung-gunung yang membentuk permukaan bumi seolah bergelombang dengan lembah serta lekukan di antara gunung-gunung tersebut. Di Indonesia ada dua deretan pegunungan besar yakni Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania yang memunculkan deretan gunung api aktif.
Rangakaian Pegunungan di Dieng terdiri atas gunung-gunung kecil yang berdekatan terbentang luas di empat wilayah administratif Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Batang, dan Kendal. Gunung tersebut meliputi Gunung Prahu, Pakuwaja, Petarangan, Sikunir, Seroja, dan lainnya.
Dataran Tinggi
Adalah daerah datar berada pada ketinggian 700 mdpl, bisa terbentuk dari dataran rendah yang mengalami pengangkatan dengan bentuk datar. Saat ini kerap terjadi erosi (pengikisan) pada datarn tinggi meskipun tidak berpengaruh signifikan karena puncak-puncak yang menjadi sisa erosi ini memiliki ketinggian yang tetap sama.
Plateau atau Plato
Merupakan datarn tinggi dengan bagian atasnya relatif rata dan telah mengalami erosi.
Dataran Tinggi Dieng sendiri terbentuk ketika Gunung Prahu purba meletus amat dahsyat hingga mengosongkan dapur magma sekitar 10.000 tahun lalu. Akibatnya sebagian tubuh gunung itu ambruk membentuk kaldera seluas 14 x 6 km2. Dari kaldera ini terbentuk pula Gunung Bisma di selatan sebagai kerucut vulkanis tertua pasca-kaldera yang diperkirakan pernah mengalami erupsi lateral. Kemudian berturut-turut muncul kerucut Seroja, Menjer, Pangonan, Merdada, Dringo, Butak Petarangan, dan Igir Binem yang kawahnya menjadi Telaga Warna saat ini.
Sekitar 8.500 tahun yang lalu, aktivitas erupsi magma pun mendadak berhenti digantikan oleh aktivitas letusan lemah dengan dampak lokal berskala letusan <3 VEI (Volcanic Explosivity Index). Kalau dihitung keseluruhan, terdapat sekitar 26 kawah di Dataran Tinggi Dieng ini. Pada abad-18 sampai abad-20 kawah-kawah tersebut pernah meletus dengan urutan keaktifan sebagai berikut, yakni Kawah Sileri, Pakuwaja, Petarangan, Sikidang, Candradimuka, Timbang, Sinila, lalu Sigludug.
Tragedi menyedihkan yang terjadi pada 22 Februari 1979 yaitu meletusnya Kawah Sinila dan memicu letusan Kawah Timbang. Kawah Sinila yang mengeluarkan CO2 beracun yang dapat mematikan makhluk hidup. Terhitung 149 korban jiwa mati karena asfiksia (keracunan gas karbondioksida) dalam tragedi itu.
Gas asam arang ini merupakan reaksi air magmatik silikat dengan batuan setempat yang kompleks sehingga membebaskan CO2 bersuhu rendah yang terkumpul dalam reservoir sedalam 1 km. Padahal reservoir geothermal saja mencapai suhu 330˚C, sehingga gas CO2 diemisikan melalui dua hal antara lain:
Melalui letusan yang diawali tanda khas seperti terbentuknya retakan disertai dengan gempa.
Langsung keluar begitu saja tanpa ada tanda-tandanya, khususnya di kawah yang mengandung fumarol (sumber uap air ) dan solfatar (sumber gas belerang).
Tidak mengherankan pula jika Kawasan Dataran Tinggi Dieng ini memiliki banyak gunung api dan kawah yang masih aktif. Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia ini berada pada lintasan ring of fire atau cincin api yakni zona rawan terjadi aktivitas seismik dan vulkanik atau yang dikenal dengan sabuk gempa Pasifik.
Indonesia sendiri bahkan secara geologis terletak pada pertemuan tiga lempeng besar di dunia, yakni Lempeng Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia. Pertemuan ini sewaktu-waktu bisa saling bertubrukan mengakibatkan aktivitas seismik serta merangsang desakan magma dari dalam perut bumi.
Gambar letak Indonesia di pertemuan tiga lempeng
Gejala Pasca Vulkanisme yang Terjadi di Dataran Tinggi Dieng
Vulkanisme merupakan sebuah aktivitas yang berkaitan dengaan penerobosan magma dari perut bumi menuju permukaan bumi. Aktiitas magma ini diidentikkan dengan erupsi gunung api padahal sebenarnya vulkanisme tidak terbatas pada keluarnya lava saj tetapi beberapa fenomena lainnya.
Magma ialah batuan cair pijar bersuhu tinggi yang terdapat di dalam perut bumi, terbentuk dari berbagai mineral dan gas yang terlarut. Magma ini terjadi akibat tekanan di dalam bumi sangat besar, jika tekanan berkurang misalnya karena ada retakan maka magma yang tadinya berwujud batuan padat bersuhu tinggi akan meleleh menjadi cair pijar.
Magma ini bisa bergerak ke berbagai arah, ada yang mencapai permukaan bumi yang disebut ekstrusi magma dan tidak mencapai permukaan bumi (intrusi magma). Ekstrusi ini yang menyebabkan gunung api melakukan aktivitas vulkanisnya.
Ketika gunung berapi meletus, memuntahkan material yang berwujud sebagai berikut
Wujud padat (efflata) seperti batu besar, batu kecil, batu apung, pasir, dan abu vulkanis.
Wujud cair (effusif) seperti lava dan lumpur panas.
Wujud gas (ekshalasi) seperti gas belerang (sulfur), gas nitrogen, gas asam arang, dan uap air.
Gunung api melakukan aktivitasnya mulai kegiatan lemah, meningkat menjadi lebih kuat, sampai berpuncak pada sebuah letusan, lalu akhirnya akan berhenti untuk gunung api yang dinyatakan telah mati. Gunung api yang mati bukan berarti hilang seluruh aktivitasnya, tetapi mengalami pendinginan magma dan masih tetap menunjukkan sisa aktivitas vulkanisnya.
Berbeda kasus dengan Pegunungan Dieng yang gunungnya masih dikatakan aktif meskipun sudah tidak meletus lagi, tetapi magma dari daam perut bumi masih terus beraktivitas dan memperlihatkan gejala pasca vulkanis atau post vulkanis.
Pasca vulkanisme adalah gejala yang terjadi setelah gunung api meletus atau gunung api yang mati. Peristiwa pasca vulkanisme meliputi makdani (sumber air panas yang mengandung mineral), geyser (mata air panas yang memancar kuat), dan gas fumarol. Berikut ini merupakan gejala-gejala pasca vulkanis antara lain:
Sumber gas alam
Gas yang dikeluarkan bisa berupa sumber gas belerang, gas asam arang, dan gas uap air. Berikut ini merupakan penjelasannya
Sumber gas belerang atau sulfur (solfatar)
Banyak ditemukan gas belerang di kepundan gunung api dan beberapa kawah. Bau belerang yang cukup khas seperti telur busuk ini bisa kita lihat salah satunya di Kawah Sikidang. Solfatar ialah gas sulfur atau belerang yan keluar dai dalam perut bumi dan jika dalam tingkat konsentrasi yang cukup tinggi dapat berbahaya bagi makhluk hidup.
Meskipun baunya tidak sedap, ternyata belerang ini juga ada manfaatnya. Batuan sulfur yang terdapat di sekitar kawah banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk dijual kepada wisatawan. Konon belerang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kulit seperti gatal-gatal dan jerawat.
Gambar solfatar
Sumber gas uap air (fumarol) atau zat lemas
Sumber uap air yang keluar dengan tekanan tinggi dikenal sebagai tenaga geothermal. Fumarol adalah uap air yang keluar dari rekahan-rekahan bumi atau mata air panas yang terdapat di permukaan bumi. Kawasan Dieng yang masih aktif dari sisi geologi ini banyak memiliki sumber energi hidrothermal, seperti Pakuwaja, Sileri, dan Sikidang sebagai basis utama. Di ketiganya ada fumarol, kolam lumpur, dan lapangan uap.
Uap air tersebut dimanfaatkan sebagai sumber listrik melalui PLTU Geodipa. Jadi dalam lapisan tanah, panas yang berasal dari dalam perut bumi terus menekan bagian di atasnya, memanaskan sumber air, kemudian keluar melewati celah-celah menjadi kawah. Yang dipakai adalah uapnya bukan airnya, jadi uap panas itu bisa menggerakkan baling-baling listrik.
Setelah mencari tempat yang memiliki dasar potensi panas bumi, dilakukan pemboran, dibangun sumur injeksi, lalu uap air dislurkan melalui pipa raksasa dan digunakan untuk memutar turbin yang nantinya hasil listriknya akan dinikmati oleh penduduk Dieng dan sekitarnya.
Gambar potensi fumarol dan PLTU Geodipa
Sumber gas asam arang atau CO2 (mofet)
Seperti yang kita ketahuibahwa gas karbondioksida dalam konsentrasi tinggi bisa membahayakan karena beracun dan bahkan menyebabkan kematian makhluk hidup. Mofet ini bisa muncul kapanpun di sebarang kepundan gunung api dan tidak bisa diprediksi.
Maka dari itu, selalu dilakukan penelitian rutin oleh petugas Dinas Pengawasan Gunung Api dari pos pengamatan Karangtengah agar sewaktu-waktu bisa memperingatkan penduduk saat gunung mengeluarkan gas beracun itu.
Pada tahun 1979 pagi hari, Kawah Sinila meledak memicu ledakan Kawah Timbang, keduanya mengeluarkan gas karbondioksida beracun. Penduduk yang baru saj bangun langsung berlarian tanpa arah dan tanpa disadari ternyata mereka malah berlari mendekati sumber gas tersebut. Akibatnya sekitar 149 korban jiwa meninggal dalam tragedi itu.
Gambar mofet
Sumber mata air panas (thermal)
Air tanah berasal dari air hujan meresap ke tanah. Di kawasan gunung api, air hujan pun meresap ke dalam bergerak ke bagian yang makin dalam hingga mendekati batuan yang masih panas, sisa aktivitas vulkanis. Hal ini mengakibatkan air mendidih menjadi sangat panas dan keluar melalui celah bebatuan di bagian bawah dan keluarlah sebagai mata air panas. Mata air panas bisa ditemukan di Bitingan, Siglagah, Pulosari, dan Jojogan dengan suhu 25˚-58˚C.
Geyser
Geyser merupakan semburan air panas yang berasal dari perut bumi dan disebabkan oleh tekanan yang tinggi di bawah permukaan bumi. Sumber mata air panas yang memancar secara berkala ini terjadi karena gas panas yang asalnya dari batuan magma memanaskan bagian bawah air yang terdapat dalam celah di dalam bumi. Uap air yang terjadi tidak dapat mengadakan sirkulasi sampai ke permukaan bumi sehingga terjadi akumulasi uap air setempat. Ketika ada jalan keluar ke permukaan bumi terjadilah pancaran air dengan suhu yang cukup tinggi.
Kawah
Sebuah kawah terbentuk kaena letusan gunung api yang sangat dahsyat, menimbulkan bagian atas (puncak) gunung tersebut menghilang dan terbentuklah kawah. Kawah yang indah dapat dijadikan sebagai objek wisata menarik contohnya Kawah Sikidang. Namun adaklanya pula kawah membawa dampak buruk seperti bencana ledakan Kawah Sinila dan Timbang yang memakan banyak korban baik manusia maupun hewan ternak.
Sumber air mineral
Sama seperti sumber air panas, sumber air mineral terjadi karena pemanasan air oleh sisa kegiatan vulkanik. Namun dalam sumber air ini ada zat kimia produk gunung api, sehingga air itu mengandung belerang atau zat kimia lain. Sumber air mineral ini banyak ditemukan di daerah sekitar gunung api yang aktif atau yang sudah istirahat.
Pengaruh Vulkanisme terhadap Kondisi Alam Dataran Tinggi Dieng
Setelah terjadi vulkanisme, maka sebuah gunung berapi akan menampakkan gejala pasca vulkanis, seperti yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng tersebut tentunya akan memberikan dampak signifikan bagi kondisi alamnya. Hal ini bisa kita lihat sendiri ketika berkunjung ke Dieng.
Dataran Tinggi Dieng, 55 km di sebelah timur laut Kabupaten Banjarnegara dan 26 km sebelah utara Kabupaten Wonosobo. Sebuah kawasan wisata seluas 8.359 Ha. Dilihat dari sudut pandang geologis, dataran setinggi 2.093 mdpl, berawal dari sebuah gunung berapi yang meletus dengan dahsyat, melemparkan badan puncaknya ke daerah sekelilingnya lalu membentuk perbukitan, seperti rangkaian Gunung Perahu (2.565 m), Jurang Grawah (2.450 m), Gunung Kendil (2.326 m), serta perbukitan lain, diantaranya Gunung Pakuwojo, Bismo Pangonan, dan Sipendu dengan ketinggian antara 2.245 m – 2.395 m.
Plato Dieng merupakan dataran tinggi yang tertinggi kedua di dunia setelah Tibet / Nepal, dan yang terluas di Jawa. Dieng terletak pada posisi geografis 7' 12' LS dan 109 ' 54' BT, dengan ketinggian 6.802 kaki atau 2.093 mdpl.
Batas wilayah Dataran Tinggi Dieng adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal, barat laut berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, barat berbatasan dengan Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Secara administratif, Dieng mencakup Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Dan Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Hingga tahun 1990-an wilayah ini tidak terjangkau listrik dan menjadi wilayah terpencil di Jawa Tengah.
Sejak 1971 Dieng ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Moenadi, sebagai daerah wisata dengan wilayah yang terbagi menjadi dua, enam desa (Dieng Kulon, Kepakisan, Pekasiran, Bakal, Karang Tengah, dan Kepucukan) di Banjarnegara dan dua desa (Dieng Wetan dan Sembungan) di Wonosobo.
Kabupaten Wonosobo memiliki kawasan Dieng Plateau bagian timur atau lazim disebut Dieng Wetan. Di kawasan tersebut terdapat objek wisata Tuk Bima Lukar, Telaga warna, Telaga Pengilon, Gua Semar, Kawah Sileri, Kawah Candradimuka, dan Sumur Jalatunda. Desa Dieng Wetan masuk dalam wilayah administratif kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Desa ini dapat dijangkau dengan mudah dari berbagai arah karena tersedia prasarana dan sarana perhubungan yang cukup memadai, meskipun jalannya agak sulit dan berkelok-kelok. Jarak desa ke kota kecamatan 9 km, ke kota kabupaten 26 km, ke ibu kota propinsi 156 km, dan ke ibu kota negara 248 km.
Kawasan ini berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng adalah wilayah vulkanik aktif yang memiliki banyak kawah kepundan. Suhunya berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau, suhu udara mencapai 0 °C di pagi hari disebut bun upas ("embun racun") yang merusak tanaman pertanian.
Gambar Dataran Tinggi Dieng
Wilayah menakjubkan tersebut merupakan sebuah kompleks gunung berapi dengan kerucut-kerucutnya terdiri dari Bisma, Seroja, Binem, Pangonan Merdada, Pagerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja, Kendil Sikuunir dan Prambanan. Lapangan fumarol terdiri atas Kawah Sikidang, kawah Kumbang, kawah Sibanteng, Kawah Upas, Telogo Terus, Kawah Pagerkandang, Kawah Sipandu, Kawah Siglagah dan Kawah Sileri.
Perbukitan sekunder berupa potongan atau irisan badan puncak gunung yang terlempar, antara lain membentuk Gunung Naga Sari, Pangamun-amun, Gajah Mungkur serta perbukitan dengan ketinggian antara 1.630 m – 2.154 m yang kini nampak seperti gelombang raksasa di tengah lautan lepas dan dimanfaatkan penduduk sebagai lahan subur penghasil kentang terbesar di Indonesia.
Sementara itu tubuh gunung yang tersisa, berubah menjadi dataran luas dengan bekas-bekas kawah yang aktif mengepulkan asap belerang disertai lumpur panas. Sementara itu kawah-kawah yang sudah mati berubah menjadi telaga dan sumur raksasa dengan lubang permukaan antara 200 m2 sedalam 100 meter seperti sumur Jalatunda dan kawah Sinila, yang pernah menyemburkan gas beracun hingga menewaskan 149 penduduk sekitarnya pada tahun 1979.
Keadaan alam Dataran Tinggi Dieng sangat cocok dijadikan objek wisata alam dan untuk kepentingan penelitian, tanahnya yang subur pun dipergunakan oleh penduduk sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Hasil sumber daya alam itu diolah sendiri oleh penduduk melalui industri kecil rumah tangga dan dijual hingga keluar daerah. Tempat-tempat di Dieng yang terbentuk akibat vulkanisme atau gejala pasca vulkanis adalah sebagai berikut
Penampakan berupa Kawah
Kawah Sikidang
Kawah yang satu ini terbentuk dari letusan gunung-gunung yang mengelilinginya. Kawah Sikidang ini menyemburkan air dan lumpur panas serta mengeluarkan aroma busuk yang berasal dari kandungan belerang yang ada di dalamnya (kandungan belerang di kawah ini masih dalam taraf aman bagi para pengunjung).
Di sekitar tempat ini terdapat banyak lubang yang mengeluarkan air panas bercampur belerang, sehingga anda harus berhati-hati saat berjalan. Selain Kawah Sikidang, ada juga Kawah Candradimuka dan Kawah Sileri, yang letaknya tidak jauh dari Kawah Sikidang.
Sikidang adalah kawah yang paling populer dikunjungi wisatawan karena mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa).
Kawah Sikidang berlokasi di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Kawah Sikidang memberikan nuansa lain pada pariwisata Dieng. Pemandangan alam segar berwarna hijau mendadak lenyap, hanya hamparan tanah tandus dikelilingi perbukitan dengan kolam yang terus menerus mengepulkan asap nun jauh di ujung sana.
Kawah Sibanteng
Sibanteng terletak di Desa Dieng Kulon. Kawah ini pernah meletus freatik (erupsi freatik adalah gejala alam menyerupai letusan vulkanik dan meningkatkan tekanan uap air) pada bulan Januari 2009 (15/1), menyebabkan kawasan wisata Dieng harus ditutup beberapa hari untuk mengantisipasi terjadinya bencana keracunan gas. Letusan lumpurnya terdengar hingga 2 km, merusak hutan, dan menyebabkan longsor yang membendung Kali Putih, anak Sungai Serayu. Kawah Sibanteng pernah pula meletus pada bulan Juli 2003.
Kawah Sileri
Sileri adalah kawah yang paling aktif dan pernah meletus beberapa kali (berdasarkan catatan: tahun 1944, 1964, 1984, Juli 2003, dan September 2009). Pada aktivitas freatik terakhir (26 September 2009) muncul tiga celah kawah baru disertai dengan pancaran material setinggi 200 meter.
Kawah Sinila
Sinila terletak di antara Desa Batur, Desa Sumberejo, dan Desa Pekasiran, Kecamatan Batur. Kawah Sinila pernah meletus pada pagi hari tahun 1979, tepatnya 20 Februari 1979. Gempa yang ditimbulkan membuat warga berlarian ke luar rumah, namun mereka terperangkap gas racun yang keluar dari Kawah Timbang akibat terpicu letusan Sinila. Sejumlah warga (149 jiwa) dan ternak tewas keracunan gas karbondioksida yang terlepas dan menyebar ke wilayah pemukiman.
Kawah Candradimuka
Kawah ini bukan merupakan kawah gunung berapi, melainkan pemunculan solfatar dari rekahan tanah. Terdapat dua lubang pengeluaran solfatar yang masih aktif, salah satunya mengeluarkan solfatar secara terus menerus.
Kawah Timbang
Timbang adalah kawah yang terletak di dekat Sinila dan beraktivitas sedang. Meskipun kurang aktif, kawah ini merupakan sumber gas CO2 berkonsentrasi tinggi yang memakan ratusan korban pada tahun 1979. Kawah ini terakhir tercatat mengalami kenaikan aktivitas pada bulan Mei 2011 dengan menyemburkan asap putih setinggi 20 meter, mengeluarkan CO2 dalam konsentrasi melebihi ambang aman (1.000 ppm, konsentrasi normal di udara mendekati 400 ppm) dan memunculkan gempa vulkanik. Pada tanggal 31 Mei 2011 pagi, kawah ini kembali melepaskan gas CO2 hingga mencapai 1% v/v (100.000 ppm) disertai dengan gempa tremor. Akibatnya semua aktivitas dalam radius 1 km dilarang dan warga Dusun Simbar dan Dusun Serang diungsikan.
Gambar Kawah Sikidang, Sileri, Sinila, dan Timbang
Penampakan Berupa Danau Vulkanik dan Sumber Mata Air
Telaga Warna dan Telaga Pengilon
Telaga Warna dan Telaga Pengilon itu letaknya berdekatan berada di ketinggian 2000 mdpl. Diberi nama Telaga Warna karena telaga ini memantulkan berbagai warna. Kandungan belerang yang cukup tinggi dalamnya memantulkan warna kehijauan, jenis ganggang merah yang berada di dasarnya pun memantulkan cahaya kemerahan, dan jernihnya air telaga yang berwarna biru muncul dari pantulan gradasi sinar matahari.
Sementara itu, nama Telaga Pengilon sendiri artinya telaga cermin karena sangat jernih dan bisa memantulkan bayangan benda yang ada di sekitarnya. Telaga warna terletak di Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Wonosobo.
Telaga Merdada
Telaga ini dahulunya merupakan kepundan atau kawah gunung berapi yang terisi oleh air hujan secara kontinu. Air dari telaga ini dipergunakan oleh penduduk setempat yakni Karngtengah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Telaga Sewiwi
Berbeda dengan Telaga Merdada tadi, telaga yang satu ini bukan merupakan bekas kawah, melainkan melalui pemunculan air tanah dari bukit-bukit sekelilingnya kemudian teraliri oleh air hujan dan terbentuklah sebuah telaga.
Telaga Balekambang
Telaga tersebut berada di Kompleks Candi Pandawa, untuk menghindari bahaya banjir yang dapat merusak candi, oleh penduduk dibuat saluran pembuangan air ke Sungai Dolok yang diberi nama Gangsiran Aswatama.
Sumber Jalatunda
Salah satu Objek Wisata yang ada di Dataran Tinggi Dieng yang terletak di sebelah barat Pegunungan Dieng ini adalah Objek Wisata Alam yang terbentuk akibat letusan Gunung purba ratusan tahun silam, hingga kini menyisakan sebuah lubang raksasa yang terisi air hujan dan mata air di sekitar sumur tersebut , bisa dikatakan sumur raksasa karena sumur tersebut berdiameter kurang lebih 90 meter dan mempunyai kedalaman ratusan meter.
Sumber mata air sungai Serayu (Tuk Bimalukar)
Di kawasan wisata Dieng Plateu terdapat sebuah mata air yang terkenal sebagai sumber mata air sungai Serayu, dengan nama Tuk Bimalukar. "Tuk" berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang artinya mata air, sedangkan "bimalukar" diambil dari mitos yang beredar di daerah ini.
Gambar Telaga Warna, Pengilon, Merdada, dan Tuk Bimalukar
Penampakan Berupa Gunung atau Bukit
Satuan pegunungan yang tersusun dari barisan gunung-gunung api strato vulkanik yang umumnya memiliki kawah terbuka maupun tertutup yaitu:
Gunung Seroja, memiliki dua buah kawah, kawah tertua berbentuk tapal kuda terbuka ke timur, sedangkan yang termuda berbentuk sirkular.
Gunung Kendil, Kunir, dan Prambanan, memiliki kawah tertutup diisi oleh lava dalam bentuk lubang yang tersumbat.
Gunung Pakuwaja, mempunyai danau kembar yang berbentuk sirkular, punggung lava setinggi 20 m terletak berhubungan dengan kedua kawah.
Gunung Prahu, merupakan puncak tertinggi di Dataran Tinggi Dieng berupa padang rumput sabana luas dengan sedikit pepohonan membentang dari barat k timur.
Gunung Butak, Petarangan, Juranggrawah, Blumbang, Bisma, Nagasari, Patakbanteng, dan sebagainya.
Satuan dataran tinggi atau plato, berada pada ketinggian 2000 mdpl terletak di antara barisan gunung api dan kerucut soliter yang sebagian besar terisi material vulkanik dan umumnya memiliki danau-danau vulkanik.
Gunung Prahu dan Bukit Sikunir
Selain itu, kondisi alam Dataran Tinggi Dieng yang berada pada ketinggian >2000 mdpl dengan suhu udara yang cukup dingin ini sangat berpotensi terutama di bidang pertanian dan perkebunan. Sayur dan buah dapat tumbuh subur sehingga hasilnya pun melimpah. Misalnya tanaman purwaceng dan carica yang hanya bisa hidup di tempat dengan ketinggian tertentu seperti Dieng. Jadi tak mengherankan pula jika Dieng menjadi sentra penghasil kentang terbesar. Kawasan ini juga cocok untuk lahan perkebunan seperti teh, kopi, tembakau, dan sebagainya.
Gambar bun upas yang merusak tanaman
Suhu udara Dieng yang sangat dingin ini ternyata memiliki dampak buruk juga. Ketika pagi hari, suhunya sangat ekstrem mencapai 0˚C bahkan di bawahnya, hal ini menyebabkan adanya embun salju atau oleh masyarakat dinamakan 'bun upas'. Diberi nama demikian karena embun yang mirip salju ini dapat merusak tanaman pertanian terutama kentang sehingga merugikan para petani.
Pengaruh Vulkanisme terhadap Kehidupan Penduduk Dataran Tinggi Dieng
Segala sesuatu pasti memiliki dampak entah itu positif maupun negatif. Sama halnya dengan vulkanisme yang terjadi di Dieng dan berlanjut pada gejala pasca vulkanisme. Kondisi alam yang sedemikian rupa dengan penampakan kawah, kerucut perbukitan, danau vulkanik, bahkan sumber mata air juga gejala pasca vulkanisme seperti sumber gas alam, sumber uap air, geyser, dan kawah tentu berpengaruh terhadap kehidupan penduduknya. Pengaruh tersebut bisa dilihat dari pola permukiman, budaya tradisi, dan aktivitas ekonomi masyarakat.
Pola Permukiman Penduduk
Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah tempat yang cukup tinggi dan berupa kawasan pegunungan sehingga tanahnya tidak datar tetapi bersusun-susun sehingga pola permukiman penduduknya adalah linier memusat. Linier di sini maksudnya ialah permukiman atau rumah penduduk berjajar mengikuti sebuah alur jalan yang dibangun di Dieng, kalau diilustrasikan hampir menyerupai undakan. Jadi kalau semakin naik ke puncak, posisi rumahnya juga akan semakin tinggi (mengikuti alur).
Sementara itu yang dinamakan memusat artinya permukiman penduduk itu letaknya sangat berdekatan satu sama lain (bukan memencar). Hal ini bisa kita hubungkan dengan keberadaan sumber daya alam misalnya tanah untuk lahan pertanian, sumber mata air, dan daerah pertambangan.
Selain hal itu, umumnya penduduk kawasan pegunungan yang notabene adalah orang pedesaan masih sangat kental dengan gotong royong dan memiliki rasa sosial yang sangat tinggi. Mereka cenderung lebih senang hidup dekat dengan khalayak umum dibandingkan menyendiri. Sehingga tak heran kalau pola permukiman dibuat memusat atau konsentris untuk mempermudah komunikasi dan interaksi dalam masyarakat.
Singkatnya pola permukiman penduduk Dieng adalah linear memusat karena dari segi letak, tuntutan kepentingan pekerjaan, dan kondisi alam serta kebiasaan masyarakat di lingkungan pedesaan.
Budaya dan Tradisi Masyarakat Dieng
Penduduk di kawasan Dieng ini memiliki sejumlah kebiasaan, budaya, dan tradisi yang cukup unik dibandingkan wilayah lainnya seperti yang kita ketahui bahwa adat budaya di setiap daerah itu berbeda-beda. Budaya dan tradisi itu bisa kita lihat dari cara berpakaian, logat berbicara, interaksi masyarakat, bahkan melalui kesenian tradisional.
Penduduk di kawasan Dieng ini mayoritas adalah pemeluk agama islam yang sangat teguh dan sering dihubungkan dengan upacara adat kejawen. Buktinya adalah di sana kita dapat menjumpai cukup banyak tempat ibadah berupa masjid dan mushola, sedangkan gereja hanya ada satu-dua saja itupun di daerah bawah yakni kota kecamatan (belum sampai ke puncak). Selain itu, banyak pula dijumpai pondok pesantren dan sekolah madrasah islam.
Meskipun beragama islam, rasa toleransi penduduk juga tinggi, mereka hidup membaur satu sama lain dan menghormati pemeluk agama lain sehingga tercipta sebuah kerukunan dalam masyarakat yang harmonis. Misalnya ketika ada pemeluk agama hindu melakukan doa di candi, penduduk yang muslim tidak mengganggu apalagi melarangnya.
Penduduk Dieng dikatakan sebaga pemeluk islam yang sinkretisme, masih sangat kental memegang nilai tradisi kejawen (animisme-dinamisme) seperti melaksanakan upacara adat di tempat keramat. Jadi mereka memegang teguh nilai-nilai agama juga nilai-nilai adat budaya tanpa meninggalkan salah satu dari keduanya.
Kondisi alam ternyata juga menuntut penduduk untuk menyesuaikan diri yaitu suhu udara yang dingin membuat penduduk lebih memilih pakaian yang berbahan tebal dan panjang. Uniknya lagi, ketika pagi hari suhu mencapai titik beku para kaum lelaki sering memakai sarung untuk membalut tubuh dan sebagian kepala sambil meminum kopi untuk menghangatkan badan. Sementara para kaum ibu biasanya lebih memilih untuk memasak di dapur atau pawon menggunakan tungku api tradisional sekaligus menghangatkan badan.
Gambar tungku di pawon
Karena masyarakat masih teguh memegang adat, maka tak boleh ketinggalan juga kebiasaan dan budaya masyarakat Dieng, yaitu sebagai berikut
Tradisi pemotongan rambut gimbal atau gembel
Menurut kepercayaan masyarakat, anak yang berambut gimbal itu harus diruwat agar tidak membawa sial. Jadi pemotongan rambut harus melalui ritual yang sakral dan permintaan si anak harus dipenuhi.
Di sisi lain, ternyata prosesi ritual pemotongan rambut gimbal ini menyedot ribuan wisatawan domestik bahkan mancanegara. Tetua adat yang dipercaya untuk mencukur rambut si anak gimbal menuturkan bahwa upacara ini mendatangkan keberkahan. Para pedagang sayur-buah, souvenir, dan makanan pun ikut meraup keuntungan yang luar biasa, ditambah lagi pemasukan dari penjualan tiket menambah keuntungan bagi masyarakat Dieng.
Kesenian tradisional tari lengger
Tarian ini menceritakan kisah percintaan Panji Asmara Baangun dan Sekartaji. Konon katanya tarian ini juga menjadi media Sunan Kalijaga mengundang perhatian para pemuda dalam misi beliau untuk menyebarkan agama islam. Kesenian tersebut juga tidak boleh sampai ketinggalan dalam upacara ritual-ritual keagamaan seperti hari besar, bersih desa, dan bahkan hiburan.
Upacara adat
Upacara adat yang dimaksud di sini misalnya yang pertama adalah satu suran untuk memperingati 1 muharram dengan mandi di sendang atau padusan. Yang kedua ialah suran iyanti dengan berziarah ke makam sesepuh membawa sesajian setiap jumat kliwon bulan Sura. Kemudian ada hak-hakan, baritan, dan nyadran.
Logat berbicara
Penduduk di kawasan pegunungan pedesaan umumnya memiliki logat bicara yang unik dan khas. Logat Dieng sendiri adalah logat ngapak tetapi berbeda dengan ngapak Tegal-Banyumasan dan terkesan lebih jelas.
Gambar anak berambut gimbal dan Tari Lengger
Aktvitas Masyarakat Dieng
Dieng berada pada kawasan pegunungan dengan suhu udara dingin, tempat yang tinggi, dan iklim yang bagus untuk pertanian dan perkebunan. Tak mengherankan jika sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Sisanya berdagang, membuka industri kecil rumah tangga, dan menjadi karyawan di pemerintahan setempat.
Masyarakat yang tinggal di dataran tinggi ini biasanya adalah tipikal pekerja keras, kuat, dan kreatif. Mereka rajin bangun pagi hari berangkat ke sawah dengan berjalan kaki padahal seperti yang kita tahu medan di dataran tinggi cukup melelahkan. Berjalan saja rupanya belum cukup, para petani mencangkul sendiri lahannya, menanami, memelihara, hingga akhirnya panen.
Gambar para petani Dieng dan Pohon Carica
Pola kehidupan masyarakat pedesaan di Dieng ini menunjukkan adanya rasa kepedulian sosial yang tinggi. Budaya bermusyawarah, gotong-royong, dan saling berbagi ini juga mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat. Bisa kita hubungkan pula dengan pola permukiman di dataran tinggi yang konsentris ini memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah berinteraksi satu sama lain.
Kalau kita melihat lahan pertanian di Dieng tidak ada yang menganggur semua dimanfaatkan agar memberikan suatu keuntungan. Tanah yang subur dengan iklim yang cocok bisa mempercepat pertumbuhan tanaman khususnya sayur dan buah berkualitas baik. Semua itu juga tak lepas dari kegigihan, keuletan, dan kesabaran para petani Dieng dalam mengolahnya.
Salah satu bentuk gejala pasca vulkanis di Dieng yang menyebabkan kawasan ini memiliki banyak telaga dan mata air yang bisa selalu mengaliri sawah penduduk dan dipergunakan untuk aktivitas sehari-hari. Para petani mengolah lahannya secara tradisional, namun tidak meutup kemungkinan pemakaian teknologi pertanian juga.
Kemudian di samping sektor pertanian, di Dieng ini juga banyak dijumpai industri rumah tangga seperti produksi minuman carica, opak combro, keripik, manisan, dan jenis makanan lainnya bahkan kerajinan-kerajinan tangan.
Sektor perdagangan di kawasan ini juga terbilang cukup baik, banyak sekali toko dan pusat oleh-oleh yang menjual makanan khas Dieng, pasar-pasar tradisional yang unik, dan sayur-buah yang dijual hingga keluar daerah. Hal itu menunjukkan bahwa sayur dan buah dari Dieng itu memang berkualitas baik kemungkinan didukung oleh kesuburan tanah dan keuletan sang petani.
Potensi gas alam dan uap air sebagai hasil dari gejala pasca vulkanisme pun tidak ketinggalan. Di sumber terdapatnya uap air dari dalam perut bumi itu dibuat sumur pemboran lalu uap airnya dialirkan melalui pipa dan dibawa untuk memutar baling-baling (turbin) dan menjadi listrik seperti pada PLTU Geodipa Dieng.
Pemanfaatannya dilakukan oleh sumber daya manusia yang terdidik, melakukan yang terbaik, ramah lingkungan, dan untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi dengan adanya PLTU tersebut uap air tidak terbuang percuma, justru malah menguntungkan penduduk dalam bentuk listrik untuk kegiatan sehari-hari.
Sementara itu, hasil vulkanisme dan gejala pasca vulkanis di Dieng telah menciptakan sebuah pemandangan alam yang begitu menakjubkan. Pesona danau vulkanik, kawah, perbukitan, dan kompleks candi juga berdampak positif yaitu menjadikan Dieng sebagai objek wisata alam budaya dan penelitian.
Dengan dibukanya sektor pariwisata ini akan sangat berpengaruh terhadap sektor-sektor lainnya. Selain pemasukan yang bertambah, dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung juga menguntungkan para pedagang, pemandu wisata, dan yang lainnya.
Maka dari itu, hendaknya pemerintah lebih meningkatkan kinerja dan memusatkan perhatian terhadap wisata alam ini dengan lebih menggali potensi yang ada, memperbaiki infrastruktur, sarana-prasarana, dan memajukan kesejahteraan penduduknya.
Gambar objek wisata alam dan budaya Dataran Tinggi Dieng
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, hal-hal yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut
Dataran Tinggi Dieng berupa patahan horst yang dibentuk oleh tenaga endogen disusul letusan Gunung Prahu yang membentuk kaldera.
Gejala pasca vulkanisme Dataran Tinggi Dieng berupa sumber gas alam, air panas, geyser, dan air mineral.
Vulkanisme yang terjadi di Dieng berpengaruh terhadap kondisi alam seperti terbentuk bukit, danau vulkanik, kawah, telaga, dan mata air.
Vulkanisme yang terjadi di Dieng berpengaruh terhadap pola permukiman, budaya tradisi, dan aktivitas penduduk.
Saran
Saran-saran yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut
Sebaiknya pemerintah setempat menyediakan sarana-prasarana yang cukup memadai di Dataran Tinggi Dieng seperti memudahkan akses dan merenovasi jalan.
Alangkah baiknya jika pemerintah setempat lebih memperhatikan objek wisata alam dan penelitian di Dieng dengan melakukan upaya promosi untuk menyedot kunjungan wisatawan.
Hendaknya masyarakat di Dieng lebih memperbaiki cara pengolahan lahan pertanian maupun perkebunan seperti penggunaan teknologi.
Alangkah baiknya jika pemerintah dan masyarakat saling bekerja sama mengembangkan potensi yang melimpah di Dataran Tinggi Dieng secara berkelanjutan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
www.diengplateau.com
www.kompasiana.com
https://agnazgeograph.wordpress.com/2013/01/15/vulkanisme-dan-gejalanya/
http://wahidinsng.page.tl/GEJALA-PASCA-VULKANISME.htm
http://www.volcanodiscovery.com/id/dieng.html
http://baitunur.blogspot.co.id/
http://www.sejarahnegara.com
http://bersyukur-itu-nikmat.blogspot.co.id/2014/10/7-fakta-unik-tentang-dataran-tinggi.html
http://emoyuni.blogspot.com/2012/01/sejarah-dataran-tinggi-dieng.html
http://poespha714.blogspot.co.id