PENGARUH SUHU TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Mikrobiologi yang Dibina oleh Agung Witjoro, S.Pd, M.Kes
Oleh: Kelompok 5 / offering B Atika Firda
(120341421988) (120341421988)
Dewa Ayu Swaratri
(120341421961) (120341421961)
Nadhia Kirana Dias
(120341421996) (120341421996)
Pipit Tri Handayani
(120341421987) (120341421987)
Putri Islamingtias
(120341421991) (120341421991)
Whi Whan Wenda
(120341421977) (120341421977)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI November 2014
A. Topik
Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri B. Tujuan
1. Untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri. 2. Untuk menentukan titik kematian termal bakteri. C. Tanggal
03 November 2014 D. Dasar Teori
Pertumbuhan bagi suatu mikroba merupakan penambahan secara teratur semua komponen sel suatu mikroba. Pembelahan sel adalah hasil pertumbuhan sel. Pada mikroba bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau perbanyakan sel merupakan pertambahan jumlah individu. Pada mikroba bersel banyak (multiseluler) pembelahan sel tidak menghasilkan pertambahan jumlah individunya, tetapi hanya merupakan
pembentukan
jaringan
atau
bertambah
besarnya
suatu
mikroba
(Suharjono, 2006). Kehidupan mikroorganisme pada umumya sangat tergantung pada faktor lingkungan. Faktor lingkungan itu meliputi faktor abiotik dan faktor biotic. Faktor abiotik adalah faktor luar seperti suhu, pH, tekanan osmosis. Sedangkan faktor biotik adalah dari mikroorganisme itu sendiri (Tim Dosen, 2003). Untuk pertumbuhan tiaptiap jasad mempunyai suhu pertumbuhan yang berbeda-beda, yaitu ada maksimum dan optimum (Dwijoseputro, 1994). Daya tahan terhadap temperature tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada temperature 60oC, sebaliknya bakteri yang membentuk spora genus Bacillus dan genus Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100 oC atau lebih selama kira-kira setengah jam (Dwijoseputro, 1994). Temperatur maut (Termal Death Point) adalah temperature yang serendahrendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada dalam standar medium selama 10 menit. Tidak semua individu dari suatu spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur tertentu. Biasanya individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap suatu pemanasan sehingga tepat bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu temperatur (Termal Death Rate) (Dwijoseputro, 1994).
Mengenai
pengaruh
temperatur
terhadap
kegiatan
fisiologi,
maka
mikroorganisme dapat bertahan di dalam suatu batas temperatur tertentu. Berdasarkan atas batas temperatur itu, bakteri dapat dibagi atas (Dwijoseputro, 1994): 1. Bakteri termofilik (politermik) yaitu bakteri yang tumbuh baik sekali pada temperature 55o-60oC. 2. Bakteri mesofil (mesotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup dengan baik antara 5o-60oC, temperature optimumnya 25 o-40oC. 3. Bakteri psikofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0-30 oC, temperature optimumnya 10 o-20oC. (Dwijoseputro, 1994) Akan tetapi diatas suhu tertentu, protein, asam nukleat, dan komponenkomponen sel lainnya mengalami kerusakan permanen. Selain berpengaruh pada laju pertumbuhan, temperatur yang ekstrim dapat membunuh mikroorganisme (Brooks, 2005). E. Alat dan Bahan ALAT: Beaker glass, tabung kultur, termometer, laminar air flow (LAF), jarum
inokulasi, inkubator, kompor. BAHAN: biakan murni bakteri, medium nutrien cair, medium NA
F. Prosedur Kerja disediakan 7 tabung kultur berisi medium nutrien cair, diberi kode A1-A7.
dinokulasikan 1 ose biakan murni bakteri yang tersedia ke dalam medium cair tersebut, lalu diinkubasikan pada suhu 370C selama 1x24 jam.
disediakan 2 buah medium lempeng NA, lalu dibuat garis pada bagian luar dasar cawan petri membentuk 4 kuadran. Diberi kode A1-A4 pada cawan 1, kode A 5-A8 pada cawan 2.
7 tabung kultur dipanaskan di dalam beaker glass berisi air. A 1 sampai suhu 400C, A2 sampai suhu 500C, A3 sampai suhu 600C, A4 sampai suhu 700C, A5 sampai suhu 800C , A6 sampai suhu 900C, dan A7 sampai suhu 100 0C. Pemanasan selama 10 menit.
setelah pemanasan, tabung kultur diletakkan pada rak tabung dan dibiarkan pada suhu kamar.
biakan bakteri dari ketujuh tabung diinokulasikan pada medium lempeng NA secara zig-zag dengan jarum inokulasi sesuai kode kuadran.
biakan bakteri diinkubasi pada medium lempeng NA pada suhu 370C selama 1x24 jam.
pertumbuhan bakteri pada tiap kuadran diamati.
G. Data Pengamatan Pertumbuhan Bakteri Pada Suhu No
Bakteri
Control 0
0
0
0
0
0
0
40 C
50 C
60 C
70 C
80 C
90 C
100 C
1
E. coli
+++
+++
+++
+++
+++
++
-
+
2
S. aur eus
+++
+++
+++
+++
+++
++
-
-
Keterangan: +++
: pertumbuhan bakteri sangat banyak
++
: pertumbuhan bakteri banyak
+
: pertumbuhan bakteri sedikit
-
: tidak ada pertumbuha bakteri
H. Analisis Data
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan utuk menentukan titik kematian termal bakteri. Pada praktikum kali ini, sebenarnya mengamati 2 jenis bakteri yaitu E. coli dan S. aureus, tapi tidak semua kelompok mengamati ke dua bakteri tersebut, jadi pengamatannya dibagi, untuk kelompok ganjil menggunakan bakteri E. coli dan untuk kelompok genap menggunakan bakteri S. aureus. Berdasarkan hasil pengamatan, bakteri E. coli pada suhu 40 0C-700C pertumbuhan bakterinya sangat banyak, hal ini ditunjukkan dengan tanda +++ pada data pengamatan. Naik 10 0 yaitu pada suhu 80 0C pertumbuhan bakteri E. coli sudah tidak sebanyak pada pertumbuhan bakteri pada suhu 80 0C. Pada perlakuan suhu 90 0 pertumbuhan bakteri E. colitidak tampak, tetapi pada suhu 100 0Cpada pengamatan kelompok kami ada bakteri yang tumbuh di medium lempeng nutrien agar walau hanya sedikit. Hasil pengamatan untuk bakteri S. Aureusyang kami dapatkan sedikit berbeda dengan bakteri sebelumnya. Pada suhu 40 0C -700C bakteri S. aureus pertumbuhannya pada medium lempeng nutrien agar sangat banyak, pada suhu 80 0C pertumbuhan bakteri S. aureustidak sebanyak jika dibandingkan dengan suhu 40 0C-700C, dan pada suhu 900C-1000C tidak ada bakteri yang tumbuh di medium lempeng nutrien agar. Kami mengatakan berbeda karena pada suhu 100 0C S. aureus tidak ada pertumbuhan bakteri. I. Pembahasan
Menurut Hastuti (2012) beberapa faktor abiotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri, antara lain adalah suhu, kelembaban, cahaya, pH dan nutrisi. Apabila faktor abiotik tersebut memenuhi syarat sehingga optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak. Praktikum yang telah dilaksanakan oleh kelompok kami berkaitan dengan faktor abiotik yaitu suhu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri yang digunakan yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Menurut Hastuti (2012) daya tahan terhadap suhu tidak sama antara spesies. Suhu maut atau titik kematian termal adalah suhu terendah yang dapat membunuh bakteri yang berada dalam standard medium selama 10 menit. Pada umumnya bakteri lebih tahan terhadap suhu rendah daripada suhu tinggi. Untuk mengetahui daya tahan
pertumbuhan bakteri pada suhu tertentu, maka pada praktikum ini digunakan beberapa suhu yaitu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC dan 100oC. Pada bakteri Escherichia coli dapat tumbuh pada suhu 40 oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, dan 100 oC, sedangkan pada suhu 90 oC tidak dapat tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa titik kematian termal bakteri Escherichia coli adalah antara suhu 80°C hingga 90°C. Jika dibandingkan dengan referensi menurut Supardi dan Sukamto (1999), Escherichia coli tumbuh pada suhu 10-40°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini mempunyai pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 – 7,5. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi. Pelczar dan Chan (2007), menambahkan bahwa bakteri ini termasuk ke dalam bakteri anaerobik fakultatif, yang artinya bakteri ini secara terbatas dapat hidup dalam keadaan aerobik ataupun anaerobik serta merupakan bakteri Gram negatif dan dapat bertahan hidup hingga suhu 60°C selama 15 menit atau pada 55°C selama 60 menit. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang menunjukkan pada suhu 40°C, 50°C, 60°C, bakteri Escherichia coli dapat tumbuh. Menurut Jay (2000) bahwa bakteri Escherichia coli akan mati pada suhu di atas 70°C pada waktu 10 menit. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum pada suhu 70°C bakteri masih dapat hidup, tetapi pada suhu 80 oC pertumbuhan bakteri Escherichia coli mulai berkurang. Ketidaksesuaian terjadi pada suhu100 oC bakteri Escherichia coli dapat tumbuh (hanya berupa titik putih), hal ini diduga disebabkan adanya semut yang terdapat pada medium yang digunakan, kelompok kami menduga semut yang terdapat pada medium membawa bakteri dari kuadran yang dapat ditumbuhi bakteri. Pada suhu 90 oC bakteri Escherichia coli tidak dapat tumbuh dikarenakan menurut Sutiamiharja (2008), pada suhu tinggi enzim atau protein yang terdapat di dalam tubuh bakteri akan terdenaturasi, sehingga akan menggangu metabolisme bakteri dan menyebabkan bakteri mati. Pada bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 40 oC, 50 oC, 60oC, 70oC, dan 80 oC, sedangkan pada suhu 90 oC dan 100 oC tidak dapat tumbuh. Pada suhu 50 oC, 60oC, 70oC, dan 80 oC menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada umumnya, Staphylococcus aureus tumbuh pada kisaran suhu 7-47°C dengan suhu optimum untuk pertumbuhan 30-37°C. Staphylococcus aureus mengalami penurunan viabilitas pada suhu rendah antara -100°C. Staphylococcus aureus mempunyai ketahanan yang cukup tinggi pada kondisi pembekuan, pengeringan dan pemanasan. Bakteri ini tahan pada lingkungan beku
sampai beberapa tahun dan tahan pengeringan selama beberapa minggu. Sel vegetatif Staphylococcus aureus dapat diinaktivasi pada suhu >46°C namum sporanya masih mampu bertahan pada pemanasan 100-120°C (Schlegel, 2004). Hal ini didukung oleh Adam & Moss (1995) yang menyatakan bahwa Staphylococcus aureus merupakan tipe mesofil yang tumbuh pada temperatur antara 7-48°C dan optimal pada suhu 37°C dengan pH 6-7. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data yang kurang sesuai dengan teori yaitu Staphylococcus aureus masih mampu tumbuh pada suhu 5080°C. Kesalahan ini dapat terjadi diduga karena kesalahan praktikan dalam melaksanakan prosedur praktikum, misalnya saat member perlakuan 50°C suhu tidak stabil atau waktu merendam tidak tepat 10 menit sehingga bakteri yang diinokulasikan tetap hidup. J. Diskusi
1. Jelaskan pengaruh ketujuh macam suhu tersebut dalam percobaan ini terhadap pertumbuhan bakteri! Jawab: Pengaruh ketujuh suhu ini terlihat pada saat bakteri sudah di
inokulasikan pada medium lempeng NA. Pada suhu 40ºC-70ºC, bakteri E. coli masih bisa tubuh dengan baik, akan tetapi pada suhu 80ºC pertubuhan bakteri mulai berkurang dan tidak tumbuh pada suhu 90ºC-100ºC. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 80ºC merupakan titik kematian termal. Dan pada saat suhu mencapai 90ºC-100ºC bakteri E. coli tidak bisa tumbuh lagi. 2. Suhu berapakah yang merupakan titik kematian termal bakteri-bakteri yang digunakan dalam percobaan ini? Jawab: Bakteri E. coli dan S. aureus memiliki titik kematian yang sama yakni
pada suhu 800C - 900C. 3. Jelaskan mekanisme kematian bakteri akibat perlakuan dengan suhu tinggi? Jawab: Mekanisme Kerusakan Oleh Panas. Inaktivasi bakteri oleh panas
tidak dapatdigambarkan dalam peristiwa biokimia sederhana.Meskipun efek letal panas lembabsuatu temperatur tertentu biasanya dihubungkan dengan denaturasi dan koagulasiprotein, pola kerusakan oleh panas tersebut cukup kompleks, dan secara tidakdiragukan koagulasi menyembunyikan suatu perubahan kecil yang menginduksi selsebelum koagulasi menjadi nyata. Peristiwa
yang
mematikan
terutama
produksi
rantai-tunggal
(terlepasnyarantai) DNA. Hilangnya viabilitas (kelangsungan hidup) sel oleh
panas
sedang,
dapat
dihubungkan
dengan
pelepasan
rantai
DNA
tersebut.Kerusakan DNA terlihatbersifat enzimatik, sebagai akibat dari aktivasi nuklease. Kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan dan memperoleh viabilitasnya bergantung pada tempatfisiologik dan susunan genetik organisme. Panas
juga
dapat
menghilangkan
kekuatan
fungsional
membran,
membocorkan molekul kecil dan 260 nm pengabsorbsi materi.Materi tersebut berasal dari degradasi ribosom oleh ribonuklease yang teraktivasi karena perlakuan panas.Dari keadaan tersebut, dapat dilihat adanya hubungan antara degradasi RNA ribosomal dengan hilangnya viabilitas sel karena temperatur tinggi. Mekanisme kerusakan mikroorganisme oleh panas kering berbeda dengan kerusakan oleh panas lembab. Efek letal panas kering, atau desikasi (pengawetan melalui pengeringan) secara umum, biasanya karena denaturasi protein,
kerusakan
oksidatif,
dan
efek
toksik
dari
meningkatnya
elektrolit.Dalam keadaan tidak ada air, terjadi pengurangan sejumlah grup polar pada rantai peptida, dan banyak energy dibutuhkan untuk melepaskan molekul tersebut. K. Kesimpuan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri tipe mesofil dan akan tumbuh optimum pada suhu 37°C dengan pH 6-7. Titik kematian termal bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus adalah antara suhu 80°C hingga 90°C. L. Daftar Rujukan
Adams, MR, and Moss, M.O., 1995. Food Microbiology.The Royal Society of Chemistry, New York. Brooks, Geo F, dkk . 2005. Mikrobiologi Kedokteran . Salemba Medika: Jakarta. Dwijoseputro. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta Hastuti, U. S. 2012. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Malang : UMM Press. Jay.
2000.
Tinjauan
Pustaka
Mikrobiologi,
(Online),
(http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47393/F11jha_BAB %20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=6), November 2014.
diakses
tanggal
7
Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2007. Dasar-DasarMikrobiologi (terj.). Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia. Produk Pangan. Bandung : Penerbit Alumni. 9. Schlegel, Hans. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Suharjono. 2006 . Komunitas Kapang Tanah di Lahan Kritis Berkapur DAS Brantas Pada Musim Kemarau. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Brawijaya: Malang. Supardidan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Tim Dosen, 2003. Buku Pegangan Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi UNHAS: Makassar.