BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).Tanaman kopi biasanya dipangkas daunnya agar tidak menyulitkan hasil pemanenan. Daun kopi hasil pemangkasan biasanya terbuang begitu saja sehingga perlu pemanfaatan lebih lanjut karena selain memiliki kadar tannin yang cukup tinggi, Berdasarkan uji laboratorium dalam Scribd (2011) bahwa kandungan protein dalam teh daun kopi sebesar 8,75 %, lemak 2,0 %, air 3,02 %, tanin 3,12 %, dan abu sebesar 4,27 %. Daun kopi juga memiliki rasa yang tak kalah nikmat dari biji kopi. Daun kopi dapat dimanfaatkan sebagai pengganti daun teh dalam pembuatan teh (Siringoringo, 2012). Teh merupakan minuman kedua yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air (Hilal dan Engelhardt, 2007; Ho dkk., 2009). Berdasarkan proses pengolahannya, teh digolongkan menjadi empat jenis, yaitu teh hitam, teh oolong, teh hijau, dan teh putih. (Rohdiana, 2015). Teh adalah minuman yang mengandung kafein yang biasanya diperoleh dengan menyeduh daun atau pucuk daun camellia sinensis menggunakan air panas (Wikipedia, 2011). Adanya permintaan teh yang semakin meningkat, dimana menurut data statistik dewan teh Indonesia jumlah konsumsi teh dunia saat ini adalah sebesar 6.096.403 ton sedangkan produksi teh Indonesia hanya sebesar 120.000 ton atau sebesar 5,87% dari konsumsi dunia, maka tanaman penghasil teh tersebut dinilai belum mampu untuk memenuhi kebutuhan permintaan tersebut. Belum adanya pemanfaatan bahan baku lain menjadi produk teh tersebut membuat perkembangan produk teh menjadi terhambat. Proses pengolahan teh meliputi proses pemetikan, pelayuan, penggulungan dan pengeringan. Ke empat proses ini akan mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan terutama aromanya. Pengeringan bertujuan untuk menghentikan proses oksidasi 1
polifenol teh pada saat hasil antara oksidasi maupun produk akhir oksidasi berada dalam imbangan tertentu yang memberikan mutu teh yang baik (Setyamidjaja, 2008). Proses pengeringan biasanya juga digunakan untuk menghentikan proses fermentasi dimana suhu yang semakin tinggi biasanya menyebabkan kadar air yang rendah dan mutu teh yang lebih buruk serta waktu simpan yang lebih lama (Alf, 2004). Terdapat beberapa macam pengeringan untuk pembuatan teh yaitu misalnya dengan menggongseng, menjemur, menghembuskan udara panas, atau memanggangnya. Namun masyarakat lokal biasanya lebih banyak melakukan pengeringan dengan teknik penjemuran menggunakan sinar matahari. Pengeringan dengan matahari langsung merupakan proses pengeringan yang paling ekonomis dan paling mudah dilakukan (Winangsih, 2013). Menurut Maryani dan Kristina (2008), bahan baku yang digunakan dalam pengolahan teh ini adalah kelopak dari buah yang masih segar dan dilakukan pengeringan. Pengeringan secara tradisional atau dengan menggunakan sinar matahari secara langsung akan menyebabkan warna teh menjadi kehitaman. Waktu pengeringan yang di butuhkan untuk mengeringkan daun kopi yaitu 3-5 hari di bawah sinar matahari penuh tanpa mendung. Namun, apabila mendung atau hujan, proses pengeringan dapat mencapai 7 hati atau lebih. Dan hal ini akan berpengaruh terhadap sifat organoleptik dan gizinya. Menurut Henderson et al., (1976), pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Heldman et al., (1981), menyatakan beberapa keuntungan pengeringan, yaitu : memperpanjang umur simpan dan penurunan mutu sekecil-kecilnya, memudahkan pengangkutan karena berat bahan lebih ringan dan volume menjadi kecil, menimbulkan aroma yang khas pada bahan lebih ringan dan volume menjadi kecil dan mutu lebih baik serta nilai ekonomi lebih tinggi. Selain rasanya yang nikmat dan segar ketika dijadikan minuman, daun kopi juga memiliki berbagai manfaat, yaitu diantaranya: mengobati penyakit kurap, menurunkan tekanan darah tinggi bagi penderita hipertensi, menghangatkan badan dan melancarkan saluran pernafasan serta menambah stamina dan vitalitas. Ciri khas 2
ini pula yang membuat teh daun kopi terasa lebih nikmat dan harum. Tidak seperti kopi yang umumnya berwarna hitam pekat dengan serbuk biji-bijiannya yang mengendap, teh daun kopi kandungan kafeinnya lebih ringan dibandingkan dengan air kopi biasa. Minuman satu ini cocok dijadikan minuman kopi alternatif yang bersahabat bagi mereka yang memiliki alergi terhadap kopi biasa karena biasanya mengalami pening dan jantung berdetak kencang. I.2. Tujuan Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui adanya pengaruh pengeringan konvensional terhadap mutu dan daya simpan teh daun kopi. 1.3. Kegunaan Adapun kegunaan dari penulisan topik khusus ini yaitu diharapkan dapat memberikan
informasi
bagi
masyarakat
mengenai
pengaruh
pengeringan
konvensional terhadap mutu dan daya simpan teh daun kopi.
3
BAB II GAGASAN 2.1. KOPI 2.1.1. Sejarah Kopi Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika. Dimuka telah dikemukakan bahwa tanaman kopi ini dibawa ke pulau Jawa pada tahun 1696, tetapi pada waktu itu masih dalam taraf percobaan. Di Jawa, tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya baru pada tahun 1699, karena tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi baik. Bibit kopi Indonesia didatangkan dari Yaman. Pada waktu itu jenis yang didatangkan adalah kopi arabika (AAK, 1988). Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis dikawasan Afrika. Kopi arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya, kopi robusta di Ivory Coast dan Republik Afrika Tengah. Hal ini membuktikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992). Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor non-migas di Indonesia. Tahun 2014, luas perkebunan rakyat 1,300,802 Ha, perkebunan besar Negara 25,573 Ha dan perkebunan swasta 27,825 Ha sehingga total perkebunan kopi di Indonesia seluas 1,354,000 Ha. Dan Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai lebih kurang 738.000 ton. (Ditjenbun–Departemen Pertanian, 2014). Tanaman kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi ada sekitar 60 spesies di dunia. Sistematika tanaman kopi menurut Rahardjo (2012), adalah sebagai berikut: Klasifikasi Tanaman Kopi Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiaceae Genus : Coffea 4
Spesies : Coffea spp 2.1.2. Jenis-jenis Kopi 1. Kopi arabika Kopi ini ditanam pada dataran tinggi sekitar 1350-1850 m dari permukaan laut, sedangkan di Indonesia kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian 1000 – 1750 m dari permukaan laut(Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi pada umumnya memiliki dua keping biji. Biji kopi arabika berbentuk agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, celah tengah dibagian datar tidak lurus memanjang kebawah tetapi berlekuk. Untuk biji yang sudah dikeringkan, celah tengah terlihat putih (Pangabean, 2012). 2. Kopi robusta Kopi robusta berasal dari kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Bahkan kopi ini merupakan jenis yang mendominasi perkebunan kopi di Indonesia hingga saat ini (Najiyanti dan Danarti, 1997). Kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian 1.700 m dari permukaan laut dan dapat juga tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dibandingka dengan lokasi perkebunan arabika. Jenis kopi ini berasal dari Afrika (Aak, 1988). Kopi robusta juga disebut kopi Canephora. Kopi robusta memiliki biji yang agak bulat, lengkungan biji lebih tebal dibandingkan kopi arabika dan garis tengah dari atas kebawah hampir rata (Pangabean, 2012).
3. Kopi liberika Jenis ini tumbuh di dataran rendah dekat Monrovia di Liberika, tetapi penyebarannya disana sini khususnya di Afrika Barat hanya berlangsung dalam waktu yang singkat saja. Kopi liberika cocok di dataran rendah yang beriklim panas dan basah, dapat hidup pada tanah yang agak kurus, dan tidak menuntut pemeliharaan yang istimewa (AAK, 1988). 5
2.1.3. Daun Kopi Kopi mempunyai bentuk daun bulat telur, ujungnya agak meruncing sampai bulat. Daun tersebut tumbuh pada batang, cabang dan ranting-ranting berdampingan. Pada batang atau cabang-cabang yang tumbuhnya tegak
tersusun lurus,
susunan pasangan daun itu berselang-seling pada ruas-ruas berikutnya. Sedang daun yang tumbuh pada ranting-ranting dan cabang-cabang mendatar, pasangan daun itu terletak pada bidang yang sama, tidak berselang-seling (AAK, 1988).
Gambar 1. daun kopi Kandungan kimia daun kopi adalah sebagai berikut : a. Alkaloida. Senyawa Alkoloida yang terdapat dalam Kopi berupa senyawa Xantine , antara lain 1.3 dimetil xantine (Theophilin), 3,7 dimetil Xantine ( Theobromine) 1,3, 7 trietil Xantine. b. Flavonoida Terdiri dari kaemferol ,quersetin dan sirisetin c. Polifenol. Golongan polifenol berupa senyawa tannin terdiri dari katekhin dan eternya dengan asam galat seperti : katekhin, katekhin-galat, epikhatekhin, epikatekhin galat, epigalokatekhin,epigalokatekhin galat dan lain-lain. (Armita :1980) 6
Table 1. komposisi kimia bubuk teh daun kopi
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan.Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat alkaloid dan gelatin. Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein (Wordpress, 2010). Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang. Kafein banyak memiliki manfaat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam dunia medis. Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh, dan cokelat. Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme susunan saraf manusia (Hodgson dan Levi, 1987). Kadar kafein yang terkandung dalam teh daun kopi terbilang sangat rendah yaitu sebesar 0,812%, sehingga kadar kafein pada teh daun kopi masih aman untuk dikonsumsi. Table 2. komposisi teh
7
2.2. Pengeringan Pengeringan adalah proses perpindahan massa air atau pelarut lainnya dari suatu zat padat atau semi padat dengan menggunakan penguapan. Pengeringan pada teh bertujuan untuk menurunkan kadar air dari pucuk yang digulung hingga 3-4%, memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat, dan memperbaiki bentuk gulungan teh jadi. Terdapat 4 metode pengeringan yang umumnya di gunakan di masyarakat yaitu: 1. Sinar matahari Pengeringan dengan sinar matahari sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan membutuhkan waktu yang lama, sekitar 3-5 hari di bawah sinar matahari penuh tanpa diselingi mendung. Namun, bila mendung atau hujan, proses pengeringan dapat mencapai 7 hari atau lebih (Widyanto dan Nelistya, 2008). 2. Oven Mardiah (2009) menyatakan, salah satu alat pengering mekanis yang bisa digunakan adalah menggunakan oven listrik. Dalam menggunakan pengeringan secara oven, tinggi-rendahnya suhu harus dapat di perhatikan, karena penggunaan suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat menyebabkan kandungan bahan organik yang terdapat dalam teh menjadi berkurang
8
Cara pengeringan ini membutuhkan waktu yang relatif cepat tetapi memerlukan biaya yang besar dan penggunaan suhu tidak melebihi 60-70°C. 3. Sangrai Pengeringan dengan menggunakan metode sangrai telah lama di lakukkan di kalangan masyarakat dalam proses pembuatan teh ataupun pembuatan kopi. Penyangraian biasanya di lakukkan di atas tungku api dan masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya. Daun kopi disangrai hingga mudah diremas dan beraroma. 4. Panggang Metode pengeringan yang sangat sederhana yaitu dengan menusukkan pada lidi atau dijepit dengan sebilah bambu dan meletakkannya dekat perapian kayu bakar selama beberapa hari sampai kering dan mudah dihancurkan menjadi remahan kecil atau bubuk daun kopi. (Rubiyo, 2013)
Gambar 2. Daun kopi yang telah kering 2.3. Proses pengolahan teh daun kopi Proses pembutan teh daun kopi dalam topik khusus ini memiliki beberapa tahapan yaitu pemetikan, pelayuan, penggulungan, pengeringan. 1. Pemetikan Yang dimaksud dengan petikan adalah panen yang dilakukan dengan memetik daun-daun yang cocok untuk pengolahan. Tujuan dari petikan adalah untuk mendapatkan produksi daun muda yang mempunyai kualitas maupun kuantitas 9
sebaik-baiknya serta memenuhi syarat-syarat untuk pengolahan. Suatu sistem petikan teh dapat mempengaruhi mutu bubuk teh yang dihasilkan, jumlah produksi teh yang akan datang, menentukan waktu pemetikan teh selanjutnya serta mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman teh itu sendiri. Dari ketiga macam sistem petikan teh yang dihasilkan, sistem petikan halus akan memberikan mutu yang lebih baik pada bubuk teh yang dihasilkan daripada yang menggunakan sistem petikan lainnya karena semakin banyak jumlah daun mudanya, maka kandungan senyawa kimia penentu flavor khas teh jumlahnya lebih banyak dibandingkan pada daun teh yang sudah tua sehingga kualitas seduhan teh yang dihasilkan akan lebih baik dan terasa flavor khas tehnya (Danang, 2011). 2. Pelayuan Pelayuan dilakukan untuk menghilangkan terbuangnya air dari daun dan memungkinkan oksidasi sesedikit mungkin. Daun teh dapat dijemur atau ditiriskan di ruangan berangin lembut untuk mengurangi kelembaban. Daun kadang-kadang kehilangan lebih dari seperempat massanya akibat pelayuan (Danang, 2011). Tujuan Pelayuan adalah untuk mengurangi kadar air daun teh hingga 70% (persentase ini bervariasi dari satu wilayah dengan yang lain). Daun teh ditempatkan diatas loyang logam (wire mesh) dalam ruangan (semacam oven). Kemudian udara dialirkan untuk mengeringkannya secara keseluruhan. Proses ini memakan waktu 12 hingga 17 jam. Pada akhir pemrosesan daun teh menjadi layu dan lunak hingga mudah untuk dipilih (Foodinfo, 2009). Persyaratan pelaksanaan pelayuan antara lain : - Kadar air harus diturunkan sedemikian rupa sehingga mempermudah proses fermentasi. - Suhu udara panas harus sedemikian rupa sehingga reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung dengan baik, umumnya temperatur yang baik 28-30oC. - Pembalikan daun sebanyak 2-3 kali. - Waktu untuk melayukan harus cukup lama, sehingga reaksi-reaksi kimia dapat berlangsung dengan leluasa yaitu antara 16-18 jam dalam keadaan normal. 10
- Umumnya persentase daun layu berkisar antara 47-49%, kondisi dan mutu dari daun sangat menentukan lama pelayuannya dan kadar air daun setelah pelayuan (Hamdani et al, 2009). Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digengam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak (Andrianis, 2009). 3. Penggulungan atau penggilingan Penggilingan untuk mengajukan dan mempercepat oksidasi, daun boleh dimemarkan dengan memberinya sedikit tumbukan pada keranjang atau dengan digelindingkan dengan roda berat atau juga dapat dilakukkan dengan daun sedikit demi sedikit ditaruh di atas tampah kemudian digulung dengan telapak tangan.Ini juga menghasilkan sedikit jus, yang membantu oksidasi dan memperbaiki cita rasa teh (Danang, 2011). Tujuan utama penggilingan dalam pengolahan teh hitam adalah : - Mememarkan dan menggiling seluruh bagian pucuk agar sebanyak mungkin sel-sel daun mengalami kerusakan sehingga proses pengolahan dapat berlangsung secara merata - Memperkecil daun agar tercapai ukuran yang sesuai dengan ukuran gradegrade teh yang diharapkan oleh pemasaran - Memeras cairan sel daun keluar sehingga menempel pada seluruh permukaan partikel-partikel teh (PTM, 2011). 4. Pengeringan Pengeringan akan menghentikan proses oksidasi pada saat jumlah zat-zat bernilai yang terkumpul mencapai kadar yang tepat. Suhu 45-58 oC yang dipakai pada 11
pengeringan akan mengurangi kandungan air teh menjadi 2-3% membuat tahan disimpan. Beberapa perubahan kimia lain selain aktivitas enzim adalah pembentuk rasa, warna, dan bau spesifik (karena pembentukan karamel dari karbohidrat), walaupun minyak essensial yang sudah terbentuk 75-80% akan hilang (Alf, 2004). Suhu pengeringan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen ekstrak daun kering. Semakin tinggi suhu pengeringan, semakin tinggi rendemen ekstrak. Semakin tinggi panas yang digunakan dalam pengeringan, semakin tinggi kerusakan protein, karbohidrat termasuk serat selulosa penyusun dinding sel seperti terdapat dalam daun teh (Alf, 2004).
Pemetikan daun kopi
Pelayuan daun kopi
penggulungan
Pengeringan Teh daun kopi
Gambar 3.. Diagram alir pembatan teh daun kopi
12
Gambar 4. Teh daun kopi 2.4. Metode dan Rancangan Percobaan 2.4.1. Metode Percobaan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. 2.4.2. Rancangan Percobaan. Rancangan penelitian yang di lakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari satu Variabel yaitu lama pengeringan daun kopi (F) menggunakan sinar matahari yang terdiri dari 4 aras yaitu: F1= pengeringan 0 hari F2= pengeringan 2 hari F3= pengeringan 4 hari F4= pengeringan 6 hari F5= pengeringan 8 hari Setiap unit perlakuan akan diulang tiga kali sehingga diperoleh 15 sampel percobaan. Setiap satuan percobaan menggunakan 200 g daun kopi. Waktu pengeringan daun kopi yaitu dari jam 08.00-15.00. Data hasil pengamatan kimia dan organoleptik dianalisis dengan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf 13
nyata 5 % dengan menggunakan software CoStat. Apabila terdapat beda nyata, data kimia dan organoleptik dilakukan uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (Hanafiah, 2002). Seluruh data pengamatan mulai dilakukan pada hari ke-0, uji kadar air dilakukan setelah proses pengeringan, uji total mikroba dan uji total jamur. 2.5. Analisis Percobaan 2.5.1. Parameter Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air, total bakteri, warna, aroma, rasa. Mutu yang diamati meliputi sifat; kimia, mikrobiologi, fisik dan organoleptic 2.5.2. cara analisis 1. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan metode thermogravimetri dengan prosedur kerja dapat dijelaskan sebagai berikut (sudarmadji, haryono dan suhardi, 1984): a. Di timbang bahan sebanyak 2 gr, kemudian dimasukkan ke botol timbang yang telah diketahui beratnya. b. Di keringkan dalan oven pada suhu 1050C selama 4 jam. c. Di lakukkan pendinginan dalam desikator selama di timbang. d. Di panaskan kembali selama 1 jam, pemanasan diulang sampai berat bahan konstan, yaitu selisih penimbangan 0,02 mg. Perhitungan Kadar air (%) =
x 100 %
Katerangan: a = berat bahan sebelum dikeringkan (gr) b = berat bahan setelah dikeringkan (gr) 2. Uji Mutu Organoleptik Warna dan Aroma (Scoring) dan Hedonik 14
Uji organoleptik meliputi parameter warna dan aroma yang dilakukan secara inderawi. Pengujian organoleptik parameter warna dan aroma dilakukan dengan menggunakan metode uji scoring. Data hasil uji scoring diolah menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) dan jika terdapat perbedaan diantara sampel maka pengujian dilanjutkan dengan analisa beda nyata jujur (BNJ) (Rahayu, 1998). Adapun prosedur kerja dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Disiapkan sampel (teh daun kopi) dalam piring/wadah yang telah diberi motasi angka tiga digit yang diacak. 2. Sampel diletakkan pada piring/wadah sesuai dengan notasi yang diberikan. 3. Panelis yang digunakan adalah panelis kurang terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna dan aroma dengan mengisi kuisioner yang disediakan. Skor uji scoring warna dan aroma dinyatakan dalam angka 1-5. (Terlampir) 3. Uji Total Mikroba Pengamatan total mikroba dapat dilakukan dengan memodifikasi metode tuang atau pour plate (ferdiaz, 1992) adapaun prosedur kerja dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Dihaluskan sampel daun kopi secara aseptis dengan menggunakan mortar yang telah disterilkan.
2.
Dimasukkan sebanyak 1 g sampel daun kopi yang telah dihaluskan kedalam 9 ml larutan pengencer dan dilakukkan pengenceran hingga 10-9
3.
Dipipet 1 ml sampel dari pengenceran 10-7, 10-8, 10-9, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri masing-masing secara duplo.
4.
Di tuang media PCA (suhu 47-50oC sebanyak 15-20 ml)
5.
Digoyang-goyangkan cawan petri agar sampel menyebar.
6.
Dibiarkan cawan petri hingga agar sampel membeku.
7.
Diinkubasi cawan petri pada suhu 370c selama 48 jam secara terbalik.
8.
Dihitung koloni pada cawan dengan kisaran jumlah 25-250 koloni. 15
9.
Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan dinyatakan dalam CFU/g CFU= Colony Forming Uniis)
4. Uji Total Jamur Pengamatan total jamur dapat dilakukan dengan memodifikasi metode tuang atau pour plate (ferdiaz, 1992) adapaun prosedur kerja dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Dihaluskan sampel daun kopi secara aseptis dengan menggunakan mortar yang telah disterilkan.
2.
1 g sampel daun kopi yang telah dihaluskan kedalam 9 ml larutan pengencer dan dilakukkan pengenceran hingga 10-3
3.
3 pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, diambil dan dipipet sebanyak 0,1 ml ke dalam cawan petri berisi media potato deztrose agar (PDA) masing-masing secara duplo.
4.
Sampel diratakan (disebar) menggunakan drigalski kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. 5.
Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan dinyatakan dalam CFU/g CFU= Colony Forming Uniis)
16
BAB III KESIMPULAN Solusi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah limbah daun kopi yaitu dengan pengembangan produk baru yaitu teh daun kopi sebagai minuman teh terbarukan dengan aroma kopi. Pengeringan yang digunakan dalam pembuatan teh daun kopi yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Yang dimana masyarakat lokal lebih banyak menggunakan pengeringan ini di karenakan harga yang ekonomis dan alat yang digunakan juga sangat sederhana. Diharapkan dengan adanya produk teh daun kopi dapat mengatasi masalah petani mengenai pemanfaatan limbah teh daun kopi.
17
DAFTAR PUSTAKA Maryani, H. dan Kristina. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela. Agromedia. Jakartaun kopi menjadi lestari hingga sekarang. AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta. Wikipedia3 , 2011. Asal Usul Teh. http://id.wikipedia.org. (5 Desemberi 2016). Alf, R. 2004. Tanaman Perkebunan Teh Camelia sinensis L.. USU-Press, Medan. PTM, 2011. Proses Produksi Teh. http://www.tenggaramaleber.com Sudarmadji, S., Haryono. B dan Suhardi., 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Food-info, 2009. Produksi Teh. http://www.food-info.net (4 Desember 2012). Danang, K.H., 2011. Pengolahan Teh. http://danaang.blogspot.com (5 desember 2016). Siswoputranto, P.S., Yogyakarta.
1992.
Kopi
Internasional
dan
Indonesia.
Kanisius,
Rahardjo, Pudji. 2012. Kopi Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta Hilal Y, U. Engelhardt. 2007. Characterisation of white tea – comparison to green and black tea. Braunschweig University, Department of Food Chemistry, Braunschweig, Germany. Scribd, 2011. Laporan Akhir Kopi. http://www.scribd.com. (15 Februari 2012). Setyamidjaja, D., 2000. Teh Budi Daya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta. Andrianis, Y. 2009. Pengolahan Teh. http://y-andria.blogspot.com. (21 Januari 2012). Ho, C.T., J.K. Lin and F. Shahidi. 2009. Tea and Tea Product : Chemistry and healthpromoting properties. CRC Press Taylor & Francis Group. Boca Raton.
18
Mardiah., Sawarni, R.W. Ashadi dan A. Rahayu. 2009. Budidaya dan Pengolahan Rosela.Agromedia Pustaka. Jakarta. Najiyati, S., dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. Widyanto, Poppy dan A. Nelistya. 2008. Rosella Aneka Olahan, Khasiat dan Ramuan. Depok: Penebar Swadaya. Rohdiana, D. 2005. Evaluasi daya hambat tablet effervescent Teh Hijau pada oksidasi asam linoleat. Majalah Farmasi Indonesia 16 (2): 76-80. Yuningsih, ririn. 2012. Pengaruh Berat Dan Lama Waktu Penyeduhan Terhadap Kadar Kafein The. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol 4, , hlm 82-87. Hilal, Y., dan U. Engelhardt. 2007. Characterisation of white teacomparison to green and black tea. Journal of Consumer Protection and Food Safety : 414421. Rohdiana, dadan. 2015. Proses, karakteristik dan komponen fungsional. Foodreview Indonesia Vol. X/NO 8. Setiawan,Agus E. 2015. Pengaruh Penyangraian Daun Kopi Robusta (Coffea Robusta) Terhadap Karakteristik Kimia Dan Sensory Minuman Penyegar. Jurnal Teknosains Pangan Vol 4 No.2 Ferdiaz, S., 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Insitut Pertanian Bogor. Bogor. Rahayu, w., 1998. Penentuan Praktikum Penilaian Organoleptic. Fakultas Teknologi Pertanian. Institute pertanian bogor. Bogor. Henderson, S.M., and R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering 3rd ed. The A VI Publ. Co. Inc. Wesport, Conn. USA. Heldman, S.M., and R.P. Singh. 1981. Food Process Engineering. Westport Connecticut The AVI Publ. Company. USA.
Rubiyo. 2013. “Kawa Daun” Minuman Teh Dari Daun Kopi Potensial Meningkatkan Pendapatan Petani. Balai penelitian tanaman industry dan penyegar.vol 1 ISSN: 2337-7941. 19
Armita, (1980 ). Penentuan kadar kofeina pada pucuk,daun tua dan ranting tanaman teh ( camellia Sanensis Linn ).(Skripsi ). Padang : Universitas Andala. Rahardjo, Pudji. 2012. Kopi Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta Najiyati, S., dan Danarti, 1997. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. Hodgson, E., and Levi, 1987. Modern Toxicology. Elseiver Science Publishing Co. Inc, New York.
20
Lampiran 1. Kartu Kontrol Mata Kuliah Topik Khusus.
21
Lampiran 2. Kuisioner Uji Organoleptik teh daun kopi Kuisioner Uji Organoleptik teh daun kopi Nama panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : - Berikan penilaian terhadap warna dan aroma sampel uji - Nyatakan penilaian saudara sebagai berikut: Penilaian Warna dan Aroma Uji Hedonik Kode produk
Parameter Aroma
Warna
053 135 271 252 431 Skala Penilaian = 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Agak suka 4. Suka 5. Sangat suka. Komentar:
22
Lampiran 3. Kuisioner uji organoleptik teh daun kopi Kuisioner uji organoleptik teh daun kopi “Pengaruh Pengeringan Konvensional Terhadap Mutu Dan Daya Simpan Teh Daun Kopi” Nama Panelis: Nim: Tanggal Pengujian: Petunjuk:
Dihadapan anda disajikan teh daun kopi, anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna dan aroma teh daun kopi.
Penilaian Warna dan Aroma Uji skoring Kode produk
Aroma Skoring
053 135 271 252 431 Skala nilai aroma Skoring:
Kode Produk
Warna Skoring
053 135 271 252 431 Skala nilai warna skoring:
1. Sangat tidak beraroma teh daun kopi
1. Sangat coklat pekat
2. Agak beraroma teh daun kopi
2. Coklat
3. Normal
3. Agak coklat
4. Sangat beraroma teh daun kopi
4. Hitam
5. Amat sangat beraroma teh daun kopi
5. Sangat hitam
23