PENGAMATAN FAKTOR FISIKA-KIMIA DAN ANALISIS KUALITAS PERAIRAN WADUK DILINGKUNGAN UNIVERSITAS RIAU BERDASARKAN BIOINDIKATOR PLANKTON Rika Efirianti E-mail:
[email protected], Phone: +6285265224095 Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau 28293
ABSTRAK Telah dilakukan percobaan di Perairan Kolam Rektorat Universitas Riau dan Laboratorium Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan PMIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau pada tanggal 9 Maret 2016 yang bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hewan yang hidup di beberapa kolam Universitas Riau khususnya plankton dan benthos serta menganalisis kualitas perairan berdasarkan bioindikator plankton dan bentos. Percobaan ini dilakukan dengan metode eksperimen yang dilaksanakan di 3 stasiun dimana stasiun 1 kolam samping Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Riau, stasiun 2 kolam belakang UP2B Universitas Riau, dan stasiun 3 dikolam depan Rektorat Universitas Riau. Untuk pencuplikan biota hewan di lingkungan akuatik dilakukan dengan menggunakan plankton net (pencuplikan plankton) dan Ekman Grab (pencuplikan benthos). Parameter yang diamati yaitu meliputi faktor fisika dan kimia perairan, komposisi jenis, kepadatan/kelimpahan, indeks keanekaragaman jenis, dominansi jenis dan kemerataan. Dari hasil praktikum didapat hasil bahwa kualitas perairan di lingkungan akuatik. Universitas Riau sangat tercemar, hal ini sesuai dengan rendahnya Disolved Oksigen (DO) yaitu berkisar antara 4,0cc/L-4,6 cc/L serta rendahnya indeks keanekaragaman jenisnya (H’) yaitu H’<1 berarti keanekaragaman rendah, tingkat pencemaran air berat dan kualitas air sangat buruk. Kata Kunci : Pencuplikan, Plankton, Benthos, Analisis, Perairan PENDAHULUAN Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ekosistem. Perairan merupakan kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. ( Ekosistem perairan termasuk ekosistem air tawar, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam ekosistem ini, faktor-faktor tersebut akan saling mempengaruhi melalui hubungan timbal balik dan membentuk suatu karakteristik perairan. Faktorfaktor tersebut adalah kimia, fisika, dan biologi. Organisme akuatik adalah kelompok makhluk hidup yang hidup di perairan. Organisme akuatik dapat digolongkan menurut bentuk kehidupan atau kebiasaan hidupnya yaitu : (1) Plankton, organisme yang melayang-layang di dalam air dan gerakannya kurang lebih tergantung pada arus. (2) Benthos, organisme yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang hidup di dalam
sedimen di dalam perairan. (3) Peripython, organisme baik hewan ataupun tumbuhan yang melekat pada di dalam air atau permukaan lain yang ada di atas dasar perairan. (4) Nekton, organisme yang dapat berenang serta dapat menentukan arah sesuai dengan kehendak. (5) Neuston, organisme yang berenang atau sedang beristirahat di permukaan air (Suwondo dan Yuslim Fauziah, 2015). Menurut Romimohtarto et al. (2001), plankton adalah biota yang hidup di mintakat pelagik dan mengapung, menghanyut atau berenang sangat lemah, artinya mereka tak dapat melawan arus. Plankton ini terdiri dari fitoplankton (phytoplankton) atau tumbuh-tumbuhan/ plankton nabati dan zooplankton atau plankton hewan. Di dalam kelompok fitoplankton terutama adalah diatom, dinoflagellata, coccolithophore, cyanophyceae dan chlorophyceae. Sedangkan ke dalam kelompok plankton hewan dimasukkan jutaan zooplankton mulai dari Filum Protozoa sampai Filum Chordata. Plankton terbagi 2 yaitu fitoplaankton dan zooplankton mereka terdiri dari mikroorganisme tumbuhan dan hewan dengan kemampuan bergerak terbatas. namun ada juga yang memiliki kemampuan bergerak hingga mencapai jarak yang relatif jauh dibanding ukuran tubuhnya, disebut hetoplankton (Aditya Marwenda, 2014). Benthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan. Benthos mencakup biota yang menempel, merayap atau meliang di dasar perairan. Bermacam-macam jenis hewan invertebrata banyak dijumpai di dalam benthos. Benthos umumnya terdiri dari filum annelid, molusca, arthropoda, dan echinodermata. Benthos mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas yaitu dari yang berukuran mikroskopis hingga berukuran makro yang dapat dilihat secara kasat mata. Ukuran ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pengklasifikasian benthos. Kelompok benthos berdasarkan ukurannya dibagi menjadi makrobenthos (>0,5 mm), meiobenthos (10500µm) dan mikrobenthos (<10 µm). Benthos juga memiliki peranan penting dalam dekomposisi materi organik sebagai makanan alami bagi ikan-ikan di dasar dan juga sebagai indikator kualitas air (Rudy Haryanto, 2015). Dalam penilaian kualitas suatu perairan, pengukuran keanekaragaman jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Benthos lebih sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organism karena benthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik kimia maupun fisik (Odum dalam Wijaya, 2009). Hal ini disebabkan oleh kesensitifitasannya terhadap bahan kimia serta habitatnya yang melekat pada substrat, yang tidak mampu bergerak secara cepat, sehingga bila suatu lingkungan tercemar maka akan berdampak kepada kelimpahan dan keanekaragamannya. METODOLOGI Praktikum ini dilakukan pada tanggal 9 Maret 2016 di beberapa kolam disekitar lingkungan Universitas Riau dan Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Metode yang digunakan adalah survey langsung ke lapangan dan pengamatan di Laboratorium. Praktikum ini dilakukan dengan pencuplikan plankton dan bentos yang dilakukan dengan 3 stasiun yang berbeda. Stasiun 1 kolam samping Pusat Studi Lingkungan Hidup
(PSLH) Universitas Riau, stasiun 2 kolam belakang UP2B Universitas Riau, dan stasiun 3 dikolam depan Rektorat Universitas. Parameter yang diamati yaitu meliputi faktor fisika dan kimia perairan, komposisi jenis, kepadatan/kelimpahan, indeks keanekaragaman jenis, dominansi jenis dan kemerataan. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah plankton net, eckman grab, botol koleksi, plastik sample, mikroskop, lup, saringan bentos, buku identifikasi plankton dan bentos, karet, spidol permanen. Sedangkan bahan yang digunakan adalah formalin 4%, dan pH universal. Metode yang digunakan adalah metode ekperimen, dimana langkah kerjanya yang utama yaitu untuk pencuplikan plankton, menentukan batas daerah pencuplikan yang terdiri dari 3 daerah pada tiap stasiunnya. Rangkaikanlah mulut planktonnet (yang berbentuk kerucut) dengan silinder penampung air sampel. Pasangkan penyumbat pada silinder penampung. Air dapat disaring melalui mulut plankton net, volume air contoh yang akan disaring diambil dengan ember dan air yang disaring harus diketahui. Dengan membuka penyumbat silinder tampunglah sampel plankton ke dalam botol. Penyaringan dilakukan untuk smua stasiun dan dibeli label, serta ditetesi 3 tetes formalin setiap botol. Kemudian lakukan pengamatan air sampel dengan menggunakan mikroskop guna mengetahui berapa jenis plankton yang hidup di dalam air sampel yang telah diambil pada kedalaman suatu perairan. Adapun cara-caranya antara lain: Letakkan 4 tetes air sampel ke atas gelas objek dengan menggunakan pipet tetes.Tutup gelas objek yang di atasnya telah ditetesi air dengan menggunakan cover glass. Amatilah preparat tersebut dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran tertentu sehingga bisa diamati plankton yang hidup di air sampel tersebut. Sesuaikan jenis plankton dengan buku identifikasi planton yang digunakan. Untuk pencuplikan hewan benthos, langkah kerja yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pencuplik eckman grab, pasa (terbuka) secara hati-hati, sementara tali beserta logam pemancunay dipegang, pencuplik diturunkan kedasar perairan sesuai stasiun. Setelah menyentuh dasar, logam pemancunya dilepas meluncur sepanjang jala yang terbentang lurus. Kemudian angkat dan tumpahkan semua substrat perairan kedalam kantong plastik, kemudian beri 5 tetes formalin. Pengerjaan selanjutnya yaitu identifikasi benthos dengan menggunakan saringan benthos. Subtrat perairan disaring sedikit-sedikit dengan air mengalir hingga lumpurnya hilang, identifikasi jenis benthos yang terdapat pada perairan tersebut. Pada saat pencuplikan plankton dan benthos juga dilakukan pengukuran pH, kecerahan, suhu, serta DO pada masing-masing stasiun di kolam Rektorat Universitas Riau. Hal ini dilakukan untuk menganalisis kualitas perairan di daerah tersebut. Analisis perairan juga dilakukan dengan menganalisis data plankton dan benthos serta menghitung komposisi jenis, kepadatan atau kelimpahan, dan indeks keanekaragaman jenis untuk masing-masing stasiun. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis secara deskriptif terhadap data praktikum yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut: Tabel.1 Pengukuran Faktor Fisika Kimia Di Lingkungan Akuatik Universitas Riau
Faktor Fisika Kimia Stasiun I Stasiun II Stasiun III 5 5 5 Ph 4,5 4 4,6 Do(cc/L) 27 31 30,1 Suhu (0C) 48 45 95 Kecerahan Keterangan: Stasiun I: Waduk disamping Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Riau, Stasiun 2: Waduk belakang UP2B Universitas Riau, Stasiun 3: Waduk depan Rektorat Universitas. Bila dilihat dari indikator kecerahannya maka kualitas perairan pada stasiun III yang terbaik dan kualitas yang terendah teradapat pada stasiun II. Hal ini disebabkan karena pada stasiun III memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi . Tingginya nilai kecerahan mengindikasikan tingginya kandungan oksigen terlarut di dalam perairan tersebut. Hal itu terjadi karena kecerahan yang tinggi memberi peluang yang tinggi juga kepada fitoplankton untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen di dalam perairan. Sehingga kualitas perairan tersebut dapat dikatagorikan masih dalam keadaan yang baik. Sedangkan perairan yang memiliki kecerahan yang rendah mengindikasikan kualitas perairan tersebut rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1988) dimana makin tinggi kecerahan, maka intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan akan semakin besar. Bila dilihat dari indikator kecerahannya maka kualitas perairan pada stasiun II yang terbaik dan kualitas yang terendah teradapat pada stasiun I. Hal ini disebabkan karena pada stasiun II memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi . Tingginya nilai kecerahan mengindikasikan tingginya kandungan oksigen terlarut di dalam perairan tersebut. Hal itu terjadi karena kecerahan yang tinggi memberi peluang yang tinggi juga kepada fitoplankton untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen di dalam perairan. Sehingga kualitas perairan tersebut dapat dikatagorikan masih dalam keadaan yang baik. Sedangkan perairan yang memiliki kecerahan yang rendah mengindikasikan kualitas perairan tersebut rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1988) dimana makin tinggi kecerahan, maka intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan akan semakin besar. Disolved oksigen (DO) pada ketiga stasiun memiliki kadar yang hampir sama yaitu berkisar antara 4,0cc/L-4,6 cc/L. Sesuai dengan kandungan DO pada semua stasiun dapat diketahui bahwa lingkungan akuatik termasuk kedalam pengelompokan perairan tercemar sedang karena DO dalam kisaran 2,0 – 4,4 mgr/l. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, maka pengelompokan kualitas perairan air laut dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tidak tercemar (> 6,5 mgr/l ), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mgr/l), tercemar sedang (2,0 – 4,4 mgr/l) dan tercemar berat (< 2,0 mgr/l) (Odum, 1998). Selain itu suhu juga dapat mempengaruhi kualitas perairan. Dimana suhu pada setiap stasiun berkisar diatas 30oC. Kisaran suhu ini tergolong kurang bagus untuk kehidupan biota di dalam perairan. Hal ini dikarenakan, suhu optimum menurut Effendi (2003) dalam suatu perairan yaitu 200C-300C. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas perairan di kolam Rektorat Universitas Riau tergolong kurang baik. Dimana nantinya faktor fisika kimia
lingkungan akan mempengaruhi keberadaan plankton dan benthos di perairan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Pengukuran Faktor Biologi Jenis Plankton Di Lingkungan Akuatik Universitas Riau Stasiun No Karakteristik Komunitas 1 2 3 80.666,667 1.903.733,333 1.193.866,667 1 Kelimpahan plankton 2,996 1,836 2,304 2 Keanekaragaman (H’) 0,072 0,239 0,133 3 Dominansi Jenis (C) 0,872 0,624 0,873 4 Kemerataan (E) Untuk angka kelimpahan plankton pada semua stasiun sangat besar yaitu pada stasiun 1 : 80.666,667, stasiun 2 : 1.903.733,333, dan stasiun 3 : 1.193.866,667. Dapat dilihat bahwa kelimpahan planton yang paling besar berada pada stasiun 3. Kemerataan pada jenis plankton pada setiap stasiun juga berada dalam keadaan normal yaitu terdapat jenis spesies pada semua stasiun hampir merata yaitu kisaran 0,624-0,873. Jika nilai E mendekati 0, maka penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama atau tidak merata dan jika nilai E mendekati 1, maka penyebaran individu tiap jenis merata. Indeks keanekaragaman plankton berkisar antara 0,072-0,239. Hal ini menunjukan bahwa kenakeragaman plankton berada pada kriteria rendah yaitu H’<1. Dominansi jenis (c) pada plankton berada dalam kedaaan normal yaitu tidak ada jenis yang mendominasi karena nilai dominansi setiap stasiun berada dalam kisaran 0-0,5. Nilai indeks dominansi simpson berkisar antara 0-1. Jika nilai C mendekati 0 (0-0,5) berarti tidak ada jenis yang mendominasi, dan jika nilai C mendekati 1 (0,5-1) berarti terdapat jenis yang mendominasi suatu perairan (Odum, 1998). Pertumbuhan plankton di pengaruhi oleh ketersediaan makanan didalam perairan dan juga pertumbuhan plankton dipengaruhi oleh unsur hara yang terkandung di dalam kolam karena unsur hara ini di manfaatkan oleh fitoplankton untuk mendukung terjadinya proses fotosintesis dan sekaligus unsur hara merupakan makanan utama bagi phytoplankton (Effendi, H. 2003). Tabel. 3 Keanekaragaman Jenis Benthos di Perairan Waduk Universitas Riau STASIUN NO KELAS SPESIES JUMLAH I II III 1 Gastropoda Pomacea canaliculata 50 25 1 76 2 Oligochaeta Tubifex tubifex 35 2 4 41 3 Bivalvia Pilsbryoconcha exilis 7 3 1 11 JUMLAH JENIS 3 3 3 JUMLAH INDIVIDU 92 30 6 128 Dapat di lihat jumlah yang paling banyak yaitu Pomacea canaliculata kelas dari gastropoda. Dimana di setiap stasiun spesies Pomacea canaliculata ada dengan jumlah 50. Dan yang paling sedikt adalah kelas Bivalvia dimana hanya berjumlah 1-7 dari keseluruhan stasiun. Jadi dapat dikatakan bahwa perairan waduk sebelah
PSLH dan sebelah UPPB Universitas Riau di kategorikan kedalam perairan yang sudah tercemar. Tabel 4. Pengukuran Faktor Biologi Jenis Benthos di Waduk Universitas Riau No
Karakteristik Komunitas
Stasiun 1
2
3
981,333
160,000
32,000
1
Kepadatan Benthos
2
Keanekaragaman (H’)
0,895
0,549
0,235
3
Dominansi Jenis (C)
0,446
0,075
0,002
4
Kemerataan (E)
0,815
0,500
0,214
Kepadatan setiap stasiun berkisar antara 32,000 – 981,333. Kepadatan tertinggi itu terdapat pada stasiun I dan kepadatan terendah terdapat pada stasiun III. Keanekaragaman pada benthos di perairan waduk Universitas Riau berkisar antara 0,235 - 0,895. Keanekaragaman paling tinggi terdapat pada stasiun I sedangkan pada stasiun I dan III memiliki keanekragaman yang rendah. Indeks kemerataan benthos berkisar antara 0,214 - 0,815. Stasiun yang memliki tingkat keanekragaman paling tinggi adalah stasiun I sebesar 0,815 sedangkan yang memiliki indeks kemratan paling rndah adalah stasiun III sebesar 0,214. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kemerataan antar spesies bentos rendah sehingga distribusi antar spesies bentos tidak seragam. Menurut Odum (1993), menyatakan bahwa Nilai E = 0 berarti kemerataan antar spesies rendah, sehingga distribusi antar spesiesnya tidak seragam. E = 1, menyatakan bahwa distribusi antar spesies relatif seragam. Indeks dominansi jenis pada benthos berkisar antara 0,002 - 0,446. Stasiun yang memiliki indeks dominansi jenis tertinggi adalah stasiun I sebesar 0,446 sedangkan stasiun yang memiliki indeks dominansi jensi terendah adalah stasiun III sebesar 0,002. Nilai tersebut menandakan terdapat spesies yang mendominasi sehingga struktur komunitas bentos pada perairan waduk Universitas Riau dalam keadaan labil. Menurut odum (1993), D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi atau struktur komunitas dalam keadaan stabil dan D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainya ataustruktur komunitas dalam keadaan labil
Tabel. 5 Kriteria Tingkat Pencemaran Lingkungan Universitas Riau Berdasarkan Indeks Saprobitas No
Kelas
1 2 3
Gastropoda Oligochaeta Bivalvia
Spesies
Kode
Pomacea canaliculata B Tubifex tubifex A Pilsbryoconcha exilis B INDEKS SAPROBITAS (SI)
Indikator α - Mesosaprobik Polysaprobik α - Mesosaprobik
Stasiun I II III 50 25 1 35 2 4 7 3 1 -0,333
Dari data di atas, didapatkan Indeks Saprobitas terhadap tingkat pencemaran air yaitu -0,333. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran berada pada kategori sedang, dan fase saprobik berada pada kategori α / β – Mesosaprobik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan kesimpulan yang dapat diambil yaitu kualitas perairan di lingkungan akuatik depan rektorat universitas riau sangat buruk dengan tingkat pencemaran berat. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan faktor fisika dan kimia perairan serta pencuplikan biota hewan plankton dan benthos. Faktor fisika kimia perairan yaitu didapat hasil Disolved oksigen (DO) pada ketiga stasiun berkisar antara 3,1cc/L-4,0 cc/L. Sesuai dengan kandungan DO pada semua stasiun dapat diketahui bahwa lingkungan akuatik depan rektorat termasuk kedalam pengelompokan perairan tercemar sedang sebab termasuk dalam kategori DO dalam kisaran 2,0 – 4,4 mgr/l. Dan hasil pencuplikan hewan plankton dan benthos menunjukkan indeks keanekaragaman yang rendah yaitu H’<1, untuk plankton Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,33-034 dan benthos berkisar antara 0,290,36. Bila indeks keanekaragaman rendah (H’< 1) berarti keanekaragaman rendah, tingkat pencemaran air berat dan kualitas air sangat buruk. Semakin rendah indeks keanekaragaman maka tingkat pencemaran akan semakin rendah, sedangkan kualitas air semakin buruk. Rendahnya indeks keanekaragaman benthos di perairan membuktikan bhwa peraiaran tersebut telah mengalami penurunan kualitas air. DAFTAR PUSTAKA Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Periaran. Kanisius: Yogyakarta M.Ediman, Koesbiono. PT. Gramedia , Jakarta. Marwenda, Aditya. 2014. Pengertian plankton, peripython, benthos, dan neuston. http://duniaprikanan.blogspot.com/2014/04/pengertian-planktonperiphyton-benthos.html diakses pada 01 April 2016. Nybakken, JW. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT. Gramedia.
Odum E P, 1971. Fundamental of Ecology 3rd Ed.W B Saudars Company Phyladelphia, Toronto, London. Romimohtarto Kasijan dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Jakarta : Penerbit Djambatan. hlm 36-39 Suwondo dan Yuslim Fauziah. 2016. Penuntun Praktikum Ekologi Perairan. FKIP Universitas Riau : Pekanbaru