PENERAPAN SIFAT-SIFAT NABI SAW DALAM PERBANKAN SYARIAH
Sifat – sifat Nabi Muhammad SAW yang meliputi : shiddiq, amanah,
fathonah, dan tabligh bersifat universal. Artinya sifat-sifat ini tidak
hanya sebatas diterapkan di bidang dakwah tetapi juga dapat diterapkan di
bidang kehidupan lainnya, termasuk di bidang bisnis perbankan syariah.
Penerapan sifat-sifat tersebut dalam perbakan syariah biasanya
disempurnakan dengan sifat istiqomah. Empat sifat Nabi SAW dalam perspektif
syariah dapat menjadi key success factors (KSF) dalam mengelola suatu
bisnis, agar mendapat celupan nilai-nilai moral yang tinggi. Sifat – sifat
ini sudah sangat dikenal di kalangan ulama, tapi masih jarang
diimplementasikan khususnya dalam dunia bisnis.
Salah satu rahasia keberhasilan Rasulullah SAW sebagai seorang
pedagang adalah karena sifat jujur dan adil dalam mengadakan hubungan
dagang dengan para pelanggannya. Sifat-sifat ini tumbuh melekat dalam diri
beliau sehingga dikenal dengan sebutan Al-Amin. Gelar Al Amin yang
diterima nabi SAW dari suku Qraisy tidak terlepas dari empat sifat beliau
lainnya yaitu Shiddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah .
Hafidudin dan Tanjung (2003) menyebutkan bahwa contoh budaya kerja
yang diterapkan dalam institusi syariah yaitu Bank Syariah Mandiri adalah
SIFAT yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqomah, Fathonah, Amanah,
dan Tabligh.
Shiddiq
Shiddiq adalah sifat Nabi Muhammad SAW., artinya 'benar dan jujur'.
Jika seorang pemimpin, ia senantiasa berperilaku benar dan jujur dalam
sepanjang kepemimpinannya. Benar dalam mengambil keputusan-keputusan dalam
perusahaan yang bersifat strategis. Keputusan strategis tersebut
menyangkut visi/misi, dalam menyusun rencana dan sasaran secara objektif,
serta efektif dan efisien dalam implementasi dan operasionalisasinya di
lapangan.
Sebagai pemimpin perusahaan, ia selalu jujur, baik kepada company
(pemegang saham), customer (nasabah), competitor (pesaing), maupun kepada
people (karyawannya sendiri), sehingga bisnis ini benar-benar dijalankan
dengan prinsip-prinsip kebenaran dan kejujuran.
Sifat shiddiq bagi seorang pemasar haruslah menjiwai seluruh
perilakunya dalam melakukan pemasaran. Ia akan senantiasa shidiq dalam
berhubungan dengan pelanggan, dalam bertransaksi dengan nasabah, dan dalam
membuat perjanjian dengan mitra bisnisnya. Ia senantiasa mengedepankan
kebenaran informasi yang diberikan dan jujur dalam menjelaskan keunggulan
produk-produk yang dimilikinya. Sekiranya dalam produk yang dipasarkan
terdapat kelemahan atau cacat, maka ia menyampaikan secara jujur kelemahan
atau cacat dalam produknya kepada calon pembeli. Inilah bisnis syariah yang
diwarnai oleh sifat shiddiq-nya Nabi Muhammad SAW, sebagaimana beliau juga
mencontohkan hal yang sama ketika melakukan perdagangan.
Rasulullah SAW. adalah makhluk Allah yang paling sempurna dalam hal
kejujuran. Pada awal kerasulannya, Muhammad SAW. pernah bertanya kepada
kaum Quraisy, "Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kukatakan bahwa di balik
bukit ini ada pasukan berkuda? Percayakah kalian?"Jawab mereka, "Ya, engkau
tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta."
Jawaban orang Quraisy itu disampaikan secara spontan karena yang
bertanya adalah Muhammad ibn 'Abdullah. Sosok yang selama ini mereka gelari
dengar al-amin, orang terpercaya. Penganugerahan gelar al-amin ini
diberikan oleh orang-orang Quraisy. Padahal, sejarah mencatat bahwa
peradaban Quraisy saat itu dan Jazirah Arab pada umumnya berada di tengah
peradaban jahiliah. Sebuah peradaban yang sudah tidak bisa lagi membedakan
antara yang hak (benar) dan batil (salah). Kejujuran Muhammad ibn' Abdullah
tidak luntur oleh peradaban di sekelilingnya. Justru orang-orang yang hidup
di peradaban jahiliah itu (Quraisy) secara sukarela memberikan penghargaan
kepada kejujuran Muhammad dengan menggelarinya al-amin.
Sikap jujur berarti selalu melandaskan ucapan, keyakinan, serta
perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan
yang disengaja antara ucapan dan perbuatan. Oleh karena itulah, Allah
memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa memiliki sifat
shiddiq dan juga dianjurkan urituk menciptakan lingkungan yang shiddiq
.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar" (QS AI-Taubah:[9]: 119).
Selain itu, dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. Bersabda :
"Hendaklah kalian jujur (benar) karena kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkan ke dalam surga. Seseorang yang
selalu berusaha untuk jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang jujur.
Dan jauhilah oleh kamu sekalian dusta (kidzib), karena dusta itu akan
mengantarkan kepada kejahatan. Dan kejahatan akan mengantarkan ke dalam
neraka. Seseorang yang selalu berdusta akan dicatat oleh Allah sebagai
pendusta" (HR AI-Bukhari).
Alangkah indahnya jika kita bisa menjalankan bisnis dengan sifat
shiddiq dan mempengaruhi lingkungan bisnis kita dengan sifat shiddiq.
Kekotoran, kezaliman, kemunafikan, penipuan, dan keserakahan akan lenyap
dengan menghidupkan sifat-sifat shiddiq di benak semua pelaku bisnis.
Kejujuran dalam dunia bisnis, bisa juga ditampilkan dalam bentuk
kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan). Tampilannya dapat berupa :
ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan
kekurangan (tidak ditutup-tutupi) ; melakukan perbaikan secara terus-
menerus; menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu (baik kepada diri
sendiri, teman sejawat, perusahaan maupun mitra kerja, termasuk informasi
melalui iklan-iklan di media tulis dan elektronik). Bisnis yang dipenuhi
kebohongan dan manipulasi seperti ini insya Allah tidak akan mendapat
rahmat dan barokah dari Allah SWT."
Kejujuran saja sebagai bekal bagi para profesional bisnis syariah
tidaklah cukup. Ia harus ditopang dengan faktor-faktor lain. Sekiranya
bekal kejujuran saja cukup menjadi syarat bagi seseorang untuk ditunjuk
menjadi pemimpin, maka Abu Dzar Al-Ghifari (sahabat Nabi Muhammad SAW. yang
paling jujur) pasti telah mendapat amanat untuk memimpin pemerintahan dari
Nabi Muhammad Saw.
Ibn Taimiyyah mengatakan, sesungguhnya Abu Dzar r.a. adalah sahabat
yang lebih saleh dalam hal amanat dan kejujurannya (daripada Khalid ibn
Walid), tetapi Rasulullah SAW. sendiri bersabda kepadanya:
"Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihat dirimu itu lemah, dan
sesungguhnya aku mencintai untuk kamu atas sesuatu yang aku mencintainya
untuk diriku: Janganlah kamu memerintah dua orang dan menjadi wali bagi
harta anak yatim!" (HR Muslim).
Padahal sebuah kesaksian mengatakan, "Sesungguhnya tidak terdapat di
kolong langit dan di atas bumi orang yang paling jujur perkataannya
melebihi Abu Dzar." Kejujuran hanyalah salah satu faktor yang harus ada
pada profesional bisnis perbankan syariah, dan faktor ini terkait erat
dengan faktor-faktor lain.
Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel.
Amanah bisa juga bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan
ketentuan. Di antara nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran dan
melengkapinya adalah amanah. la juga merupakan salah satu moral keimanan.
Seorang pebisnis haruslah memiliki sifat amanah, karena Allah menyebutkan
sifat orang-orang mukmin yang beruntung adalah yang dapat memelihara amanat
yang diberikan kepadanya. Allah Swt. Berfirman:
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janji janjinya"
(QS AI-Mu'minun [ 23]: 8).
Konsekuensi amanah adalah mengembalikan setiap hak kepada
pemiliknya, baik sedikit ataupun banyak, tidak mengambil lebih banyak
daripada yang ia miliki, dan tidak mengurangi hak orang lain, baik itu
berupa hasil penjualan, fee, jasa atau upah buruh.
Amanah juga berarti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Amanah dapat ditampilkan dalam
bentuk : keterbukaan, kejujuran, dan pelayanan yang optimal kepada nasabah.
Allah SWT. berfirman,
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat" (QS AI-Nisa' [4]: 58).
Rasulullah Saw. bersabda, "Bahwa amanah akan menarik rezeki, dan
sebaliknya khianat akan mengakibatkan kefakiran"(HR AI-Dailami).
Sifat amanah ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap
penuh tanggung jawab pada setiap individu Muslim. Kumpulan individu dengan
kredibilitas yang tinggi akan melahirkan masyarakat yang kuat, karena
dilandasi oleh saling percaya antar anggotanya. Sifat amanah memainkan
peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa
kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
Praktik perdagangan yang Islami, mengenal adanya istilah
"perdagangan atas dasar amanah". Akad-akad tijarah yang diterapkan pada
prinsipnya menggunakan prinsip mudharabah, murabahah, syirkah, dan wakalah,
diperlukan komitmen semua pihak atas amanah yang diberikan kepadanya.
Adanya salah satu pihak yang khianat atas amanah yang dipercayakan
kepadanya bisa mengakibatkan pembatalan akad perjanjian. Misalnya, pihak
pengelola ternyata menggunakan dana tersebut untuk memperkaya diri sendiri,
atau untuk bisnis yang diharamkan Allah SWT. Karena itu, Rasulullah SAW.
Mengatakan:
"Allah azza wa jalla berfirman: 'Aku adalah pihak ketiga dari kedua
belah pihak yang berserikat selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati temannya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianati
temannya, Aku berlepas diri dari keduanya" (HR Abu Dawud).
Dalam riwayat lain disebutkan,
"Tangan Allah menyertai kedua orang berserikat selama salah satu
dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Apabila salah satu dari
keduanya telah mengkhianati temannya, Dia mengangkat kembali tangan-Nya
dari keduanya" (H R AI-Duruquthni).
Integritas seseorang akan terbentuk dari sejauh mana orang tersebut
dapat memelihara amanah yang diberikan kepadanya. Pebisnis yang baik adalah
yang mampu memelihara integritasnya. Integritas yang terpelihara akan
menimbulkan kepercayaan (trust) bagi nasabah, mitra bisnis, dan bahkan
semua stakeholder dalam suatu bisnis. Dari sinilah, bisnis yang didasarkan
dengan nuansa syariah akan bangkit, sepanjang sifat-sifat Nabi Muhammad
SAW. tadi menjadi jiwa dalam perilaku bisnisnya.
Fathanah
Fathanah dapat diartikan sebagai intelektual, 'kecerdikan atau
kebijaksanaan'. Pemimpin perusahaan yang fathanah artinya pemimpin yang
memahami, mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi
tugas dan kewajibannya.
Sifat fathanah dapat dipandang sebagai strategi hidup setiap Muslim.
Seorang Muslim harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan
oleh-Nya untuk mencapai Sang Kholiq. Potensi paling berharga dan termahal
yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualitas). Allah
dalam AI-Quran selalu menyindir orang-orang yang menolak seruan untuk
kembali (tobat) kepada-Nya dengan kalimat "Apakah kamu tidak berpikir?
Apakah kamu tidak menggunakan akalmu? Allah menciptakan siang dan malam,
menjadikan gunung-gununq, tanaman-tanaman yang berbeda sebagai tanda
kebesaran-Nya bagi kaum yang berpikir." Allah SWT. Berfirman :
"Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-
gunung dan sungai-sunqai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan
berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan" (QS AI-Ra'd [13]: 3).
Salah satu ciri orang yang paling bertakwa adalah orang yang paling
mampu mengoptimalkan potensi pikirnya. AI-Quran menyebut orang yang
senantiasa mengotimalkan potensi pikirnya dengan sebutan ulul al-albab,
yaitu orang yang iman dan ilmunya berinteraksi secara seimbang (dynamic
equilibrium).
Allah SWT. bahkan memberikan peringatan keras kepada orang-orang
yang tidak menggunakan akalnya,
"Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan
akalnya" (QS Yunus [10]: 100).
Implikasi ekonomi sifat fathanah dalam bisnis adalah segala sesuatu
aktivitas dalam manajemen suatu perusahaan harus dengan kecerdasan. Yakni
dengan mengoptimalkan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan.
Memiliki sifat jujur, benar, dan bertanggung jawab saja tidak cukup dalam
mengelola bisnis secara profesional. Para pelaku bisnis syariah juga harus
memiliki sifat fathanah, yaitu sifat cerdas, cerdik, dan bijaksana, agar
usahanya bisa lebih efektif dan efisien serta mampu menganalisis situasi
persaingan (competitive setting) dan perubahan-perubahan (changes) di masa
yang akan datang.
Kecerdasan yang dimaksudkan di sini termasuk juga kecerdasan
spiritual. Ary Ginanjar mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai:
"kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku kegiatan,
melalui langkah-langkah dan pemikitan yang bersifat fitrah, menuju manusia
seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik),
serta berprinsip hanya karena Allah."
Sifat fathanah ini akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan untuk
melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif
hanya mungkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk menambah
berbagai ilmu pengetahuan dan informasi, baik yang berhubungan dengan
pekerjaannya maupun perusahaan secara umum. Sifat fathanah (perpaduan
antara 'alim dan hafidz) telah mengantarkan Nabi Yusuf a.s. dan tim
ekonominya berhasil membangun kembali negeri Mesir.
"Berkata Yusuf, Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan" (QS
Yusuf [12]: 55).
Dia lalu diberi jabatan sebagai Menteri Keuangan Mesir. Dengan tim
ekonominya, dia kemudian membangun kembali Mesir yang sudah berada di
jurang kehancuran karena krisis ekonomi, kembali bangkit menjadi negara
yang surplus dan makmur.
Sifat fathanah pulalah seperti yang diriwayatkan oleh Imam AI-
Bukhari yang mengantarkan Nabi Muhammad SAW. (sebelum menjadi nabi)
mendapat keberhasilan dalam kegiatan perdagangan. Pebisnis syariah mesti
mampu mengadopsi sifat ini jika ingin menjadi seorang pebisnis yang sukses
di masa depan, terutama dalam menghadapi situasi persaingan (competitive
setting) yang bukan hanya rumit (complicated) dan canggih (sophisticated),
tetapi bahkan kadang-kadang menghadapi situasi yang kacau (chaos). Pebisnis
juga harus mempunyai kecerdasan memprediksi situasi persaingan global ke
depan dengan kemajuan teknologi komunikasi yang demikian pesat, yang sudah
tidak mengenal batas garis wilayah dan teritorial suatu negara.
Saat ini manusia dapat berkomunikasi dan melakukan transaksi bisnis
ke mancanegara hanya melalui perangkat komputer di dalam kamar tidur, tanpa
harus ke kantor, bertemu klien secara langsung atau malah meninjau
perusahaan klien yang ada di negara tertentu. Di sini, sifat fathanah perlu
dioptimalkan.
Tabligh
Sifat tabliqh artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang
memiliki sifat tabligh, akan menyampaikan sesuatu dengan benar (berbobot)
dan dengan tutur kata yang tepat (bi al-hikmah). Seorang pemimpin dalam
dunia bisnis haruslah menjadi seseorang yang mampu mengkomunikasikan visi
dan misinya dengan benar kepada karyawan dan stakeholder lainnya.
Seorang pemasar harus mampu menyampaikan keunggulan-keunggulan
produknya dengan jujur dan tidak berbohong dan menipu pelanggan. Dia harus
menjadi seorang komunikator yang baik yang bisa berbicara benar dan bi al-
hikmah (bijaksana dan tepat sasaran) kepada mitra bisnisnya. Kalimat-
kalimat yang keluar dari ucapannya "terasa berat" dan berbobot. AI-Quran
menyebutnya dengan istilah qaulan sadidan (pembicaraan yang benar dan
berbobot) . Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar (qaulan sadidan), niscaya Allah memperbaiki
bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan
kemenangan yanq besar" (QS AI-Ahzab [33] 70-71).
Dalam ayat yang lain disebutkan,
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar". (QS AI-
Nisa' [4]: 9).
Pichthall, seorang ahli komunikasi, menerjemahkan kata-kata qaulan
sadidan dengan dua cara. Pada Surah AI-Ahzab ayat 70-71, ia
menerjemahkannya dengan speak words straight to the point (bicaralah
langsung pada pokok persoalan), tetapi pada Surah AI-Nisa' ayat 29, ia
menerjemahkannya dengan speak justly (bicaralah yang benar). Keduanya
menyampaikan makna yang tepat untuk kata sadidan, demikian pendapat
Jalaluddin Rakhmat.
Orang yang mendapat hidayah dari Allah Swt. memiliki pembicaraan
yang "berat", berbobot, dan benar (qaulan sadidan). Mereka biasanya adalah
orang-orang yang ibadahnya baik, akhlaknya baik, tidak pernah meninggalkan
tahajud, dan dalam bermuamalah pun selalu terpelihara dari bisnis-bisnis
yang transaksinya terlarang.
Alangkah mulianya jika dalam mengelola bisnis kita memiliki
pemimpin, karyawan, atau pemasar yang bisa dipercaya karena kesalehan dan
kejujurannya, yang di cintai karena kepribadian dan kecerdasannya, sehingga
bisa menjadi panutan bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Kata-
katanya selalu menjadi rujukan dan didengarkan karena mengandung kebenaran
dan memiliki makna yang dalam. Antisipasinya jauh ke depan, menjangkau masa
yang akan dilalui suatu bisnis.
Seorang pebisnis Islami selain harus memiliki gagasan-gagasan segar,
ia juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasannya secara tepat dan
mudah dipahami oleh siapa pun yang mendengarkan. Dalam bahasa AI-Quran
disebut dengan bi al-hikmah. Allah Swt. berfirman,
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (bi al-hikmah)
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk" (QS AI-Nahl 16:125}.
Ayat tersebut mengisyaratkan makna bahwa selain harus bi al-hikmah
dan penyampaian yang baik, seorang pemimpin juga harus mampu
berargumentasi, berdialog, dan berdiskusi dengan baik. Karena itu, kami
menganggap sifat tabligh ini merupakan salah satu key success factors dalam
mengelola bisnis di masa depan.
Sifat tabligh dengan bahasanya yang bi al-hikmah, artinya berbicara
dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahaminya dan diterima oleh
akalnya, bukan berbicara sesuatu yang sulit dimengerti. 'Ali r.a. pernah
mengatakan, "Ajaklah manusia berbicara dengan sesuatu yang mereka pahami,
dan tinggalkan apa yang (tidak mereka mengerti). Apakah kamu ingin Allah
dan Rasul-Nya didustakan?"
Termasuk dalam kategori bi al-hikmah adalah berdiskusi dan melakukan
presentasi bisnis dengan orang lain dengan bahasa yang mudah dimengerti
sehingga orang tersebut mudah memahami pesan bisnis yang ingin kita
sampaikan. Allah berfirman,
"Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka "'
(QS Ibrahim [14]: 4).
Pengertian berbicara dengan bahasa kaumnya pada ayat tersebut di
atas dalam makna yang luas. Bisa dalam lingkup wilayah, lingkup tingkat
intelektual, maupun lingkup profesi. Pengertian bahasa kaumnya dalam
lingkup wilayah misalnya orang-orang Cina hendaknya diajak bicara dengan
bahasa Cina atau orang-orang Rusia harus menggunakan bahasa Rusia. Pada
lingkup tingkat intelektualitas ayat tersebut bermaksud bahwa orang-orang
berpendidikan diajak berbicara dengan bahasa yang lebih ilmiah, sedangkan
orang-orang awam dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Pada
lingkup jenis profesi bisnis maka orang-orang bisnis diajak bicara dengan
menggunakan bahasa bisnis. Itulah makna bahasa kaumnya dalam makna yang
luas.
Kita harus memahami budaya mitra bisnis kita. Jika dia orang Jawa
Timur, pakailah gaya bahasa Jawa Timuran, yang terkesan lebih bebas, akrab,
tanpa harus menjaga tata krama dan tutur kata yang lembut seperti ketika
bertemu rekan bisnis yang berasal dari Jawa Tengah, sekalipun mereka sama-
sama orang Jawa. Penyampaian yang benar yang telah disesuaikan dengan lawan
bicara kita, niscaya akan menambah daya saing perusahaan.
Istiqamah
Istiqamah artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik
meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan
ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga
menghasilkan sesuatu yang optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu
proses yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya interaksi yang kuat
dengan Allah dalam bentuk sholat, zikir, membaca Al Qur'an, dan lain-lain.
Semua proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang memungkinkan
kebaikan, kejujuran, dan keterbukaan teraplikasikan dengan baik. Sebaliknya
keburukan dan ketidak-jujujuran akan tereduksi dan ternafikan secara nyata.
Orang dan lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan
sekaligus mendapatkan solusi serta jalan keluar dari persoalan yang ada.
Firman Allah dalam surat Fushilat: 30-31.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"
Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun
kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah
kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat;
di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di
dalamnya apa yang kamu minta.