PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN LINGKUNGAN MENGGUNAKAN ALAT SOUND LEVEL METER DI SEKITAR GEDUNG GRAHA WIDYA WISUDA
DETERMINATION OF THE LEVEL OF ENVIRONMENTAL NOISE USING SOUNDLEVEL METER AROUND BUILDING GRAHA WIDYA WISUDA
Adhitya Wibawa1, Fadhly Zul Akmal1, Gita Anistya Sari1, M Hafiz Adilla1, Ina Rotulhuda2
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jln. Kamper Kampus IPB, Dramaga, 16680
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor, Jln. Meranti Kampus IPB, Dramaga, 16680
Email:
[email protected]
Abstrak : Polusi tidak hanya terjadi pada udara, tanah, maupun air, tetapi juga termasuk polusi suara yang berupa kebisingan. Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak diinginkan atau suara keras yang tidak menyenangkan. Kebisingan dapat memberikan dampak berbahaya bagi kesehatan yaitu dapat menyebabkan tuli, gangguan saraf, gangguan mental, masalah jantung, tekanan darah tinggi, pusing dan bahkan insomnia. Penelitian terhadap pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kebisingan lingkungan dan membandingkannya dengan baku mutu tingkat kebisingan yang dilakukan di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda (GWW) dengan metode sederhana, yaitu pengukuran tingkat kebisingan menggunaka alat berupa Sound Level Meter (SLM) yang dilakukan selama 10 menit dan waktu pembacaan setiap 5 detik. Hasil pengukuran menunjukan bahwa tingkat kebisingan setiap 5 detik nilainya mengalami fluktuasi dan paling tinggi mencapai 96.7 dB. Sedangkan hasil perhitungan 24 jam, tingkat kebisingan mencapai 90.5 dB. Nilai ini melebihi baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, dan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan, lokasi pengukuran ini seharusnya masuk zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 – 60 dB. Sehingga pada kondisi ini diperlukan penanganan yang dapat menurunkan tingkat kebisingan, salah satunya dengan membuat jalur hijau atau penanaman pohon.
KataKunci: kebisingan, KEP-48/MENLH/11/1996, Permenkes No. 718 tahun 1987 dan Sound Level Meter
Abstract : Pollution has not only occurred in the air, soil, or water, but also include noise pollution in the form of noise. The noise can be defined as unwanted sound or loud noises. Noise can give effect harmful to health that can lead to deafness, nervous disorders, mental disorders, heart problems, high blood pressure, dizziness and even insomnia. Research on the measurement of the noise level is done around the building Graha Widya Graduations. The purpose of this research is to determine the noise level of the environment and compare it with the raw quality of the conducted noise levels around the building Widya Graha Graduation (GWW) with a simple method, i.e. the noise level measurements use the tool in the form of a Sound Level Meter (SLM) carried out for 10 minutes and time reading every 5 seconds. The measurement results show that the level of noise every 5 seconds worth experiencing fluctuations and the highest reached 96.7 dB. While the results of the calculation of the 24 hours, the noise level reached 90.5 dB. These values exceed the quality standard based on the decision of the Minister of State for the environment no. 48 in 1996 about the Raw noise levels, and according to the regulation of the Minister of health no. 718, 1987 about the noise, the location of this measurement is supposed to enter a zone C, among other offices, shops, businesses, markets, with noise around 50 – 60 dB. So in this condition required treatment can lower noise levels, one of them by making the green line or tree planting
Keyword: noise, KEP-48/MENLH/11/1996, Permenkes No. 718, 1987 and Sound Level Meters
PENDAHULUAN
Suara adalah bunyi yang dihasilkan dari makhluk hidup, transportasi, aktivitas manusia dan banyak lagi. Jenis suara dapat menghadirkan ketenangan bagi pendengarnya. Namun, ada juga yang akan terdengar menjadi suatu kebisingan akibat intensitas suara yang terlalu tinggi. Polusi tidak hanya terjadi pada udara, tanah, maupun air, tetapi juga termasuk polusi suara yang berupa kebisingan. Kebisingan bisa diartikan sebagai suara yang tidak diinginkan atau suara keras yang tidak menyenangkan. Sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan manusia seperti penggunaan alat transportasi, aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor, peralatan listrik, musik keras, peralatan konstruksi, kereta api bahkan peralatan rumah tangga yang digunakan dan aktivitas industri.
Korban dari polusi suara adalah orang yang tinggal di kota metropolitan atau kota-kota besar dan mereka yang bekerja di pabrik. Oleh karena itu, kebisingan memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia. Kebisingan dapat memberikan dampak berbahaya yaitu dapat menyebabkan tuli, gangguan saraf, gangguan mental, masalah jantung, tekanan darah tinggi, pusing dan bahkan insomnia.
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari kebisingan inilah yang menjadi tujuan diperlukan adanya pengukuran tingkat kebisingan di tempat-tempat yang diduga sebagai sumber kebisingan. Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan lingkungan dan membandingkannya dengan baku mutu tingkat kebisingan yang dilakukan di sekitar Gedung Graha Widya Wisuda(GWW). Menurut KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, terdapat dua metode cara pengukuran tingkat kebisingan yaitu cara sederhana dan langsung. Pengukuran kali ini dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter (SLM) dengan cara sederhana. Kemudian, data yang diperoleh dari lapangan diharapkan dapat digunakan untuk mengontrol dan melakukan penanganan terhadap kondisi kebisingan yang ada di daerah tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian kali ini yaitu penentuan tingkat kebisingan lingkungan yang dilakukan dengan metode sederhana, yaitu menggunakan alat berupa Sound Level Meter (SLM), dan stopwatch. Pengambilan sampel dilakukan di sekitar gedung Graha Widya Wisuda. Sebelum dilakukan pengambilan sampel, langkah pertama yang dilakukan adalah pembagian tugas dalam kelompok, yaitu pemegang SLM, pemegang stopwatch, pemberi peringatan dengan cara menepuk bahu pemegang SLM, pencatat data tingkat kebisingan setiap 5 detik dalam waktu 10 menit, dan pengatur kondisi lokasi pengujian. Pembagian tugas ini harus dilakukan agar pengambilan sampel berlangsung secara efektif. Semua orang yang terlibat dalam pengukuran tidak diperbolehkan mengeluarkan suara agar SLM hanya mengukur tingkat kebisingan di lokasi pengambilan sampel.
Pengukuran mengacu pada KEPMENLH No.48/MenLH/11/1996, diantaranya waktu pengukuran adalah 10 menit tiap jam. Pengambilan atau pencatatan data adalah tiap 5 detik, dan ketinggian mikrofon adalah 1,2 m dari permukaan tanah. Selama 10 menit, diperoleh data sebanyak 120 data yang selanjutnya dilakukan perhitungan data untuk mengetahui nilai kebisingan dari hasil pengukuran. Perhitungan data Leq 1 menit, dihitung dengan menggunakan rumus:
Leq1 menit=10log160100.1 L1+100.1 L2+…+100.1 L125 dBA…. . . .(1)
Rumus ini digunakan pada setiap menit hingga diperoleh data Leq 1 menit sampai 10 menit. Setelah masing-masing nilai Leq 1 menit diperoleh, maka dilanjutkan dengan perhitungan Leq 10 menit dengan rumus:
Leq10 menit =10log110100.1 LI+100.1 LII+…+100.1 LX1 dB(A).......(2)
Setelah nilai Leq 10 menit diperoleh, kemudian dimasukkan pada tabel. Data dimasukkan pada kolom jam pengukuran antara jam 11.00 sampai 17.00, yaitu tepat pada pukul 13.50. Jika data tabel tersebut telah lengkap sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MenLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, maka akan diperoleh nilai rata-rata dari hasil pengukuran Leq selama 24 jam. Untuk Leq siang hari (Ls) pengukuran dilakukan dari jam 06.00-22.00, sedangkan pengukuran Leq malam hari (Lm) dilakukan dari jam 22.00-06.00. Hasil dari pengukuran tersebut ditambah dengan faktor pembobotan, yaitu 5 dB(A). Untuk Leq siang dan malam hari dapat dihitung dengan rumus :
LS=10log116Ta100.1 La+…+Td100.1 Ld dB(A)…….............................(3)
LM = 10log18Te100.1 Le+Tf100.1 Lf+Tg100.1 Lg dB(A)….....................(4)
Hasil pengukuran pada siang dan malam hari kemudian digabungkan untuk mendapatkan tingkat kebisingan dalam satu hari dengan satuan desibel. Berikut adalah rumus yang digunakan:
LSM=10log12416×100.1 LS+8×100.1 (LM+5) dB(A)……........................(5)
Keterangan:
Leq = Kebisingan ekivalen [dB(A)]
L1, …, L12 = Kebisingan setiap 5 detik selama 60 detik [dB(A)]
LI, …, LX = Kebisingan setiap 1 menit selama 10 menit [dB(A)]
La, …, Ld = Leq (10 menit) setiap selang waktu di pagi hari [dB(A)]
LS = Leq di siang hari [dB(A)]
Ta, …, Td = Rentang waktu pengukuran di siang hari (jam)
LM = Leq di malam hari [dB(A)]
Te, …, Tg = Rentang waktu pengukuran di malam hari (jam)
Le, …, Lg = Leq (10 menit) setiap selang waktu di malam hari [dB(A)]
LSM = Leq pada pengukuran 24 jam [dB(A)]
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan. Bising adalah suara/bunyi yang tidak dikehendaki bagi manusia Sedangkan bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis. Terdapat dua hal yang yang menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16 – 20.000 Hz.
Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988 terdapat 8 – 12% penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat. Tidak diragukan lagi, kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan terutama kesehatan pendengaran, baik yang sifatnya sementara ataupun permanen. Hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya pendengaran. Menurut batasannya, kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Oleh karenanya, kebisingan sering kali mengganggu aktivitas, apalagi jika kebisingan itu bernada tinggi. Pengaruh kebisingan terputus-putus atau datang secara tiba-tiba dan tak terduga, sangat terasa. Lebih-lebih bila sumber kebisingan itu tidak diketahui.
Menurut Mansyur (2003) dalam Ikron, dkk (2007), pengaruh buruk kebisingan didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suatu organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stres tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial.
Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja mengganggu organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung (Sasongko et al., 2000). Pengaruh bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan efektivitas kerja dan kinerja seseorang (Asmaningprojo, 1995). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bhinnety et al., (1994), menyatakan bahwa intensitas bising (bunyi) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap memori jangka pendek; semakin tinggi intensitas kebisingan maka akan semakin menurun memori jangka pendek seseorang, variasi intensitasnya antara 30 dB sampai dengan 95 dB.
Kebisingan berasal dari sumber suara, baik dari mesin pabrik, suara kendaraan bermotor, suara dari mesin pesawat terbang, dll (Pratomo, 2010). Pengukuran tingkat kebisingan ini memanfaatkan jalan raya sebagai sumbernya. Berikut ini hasil pengukuran yang dilakukan selama 10 menit:
Tabel 1. Hasil pengukuran dan perhitungan kebisingan di pintu depan Gedung Graha Widya Wisuda dengan rentang 1 menit dan 10 menit
Menit ke-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Leq 1 menit
1
87.4
88.3
88
89
89.6
88.9
89.4
89.1
90.1
90
89.6
90.6
90.5
2
88.9
89
89
89
88.9
88.9
89
89
88.9
89
89
89.6
89
3
89.3
88.9
89
96.7
91.4
91.5
91.5
91.8
91.5
91.4
92.1
91.6
91.9
4
91.6
91.7
91.7
91.4
91.5
91.4
91.6
91.4
91.5
91.4
90.5
91.5
91.4
5
91.5
91.4
91.4
91.5
91.6
91.5
91.5
91.7
91.4
91.4
91.5
91.4
91.5
6
91.3
91.7
91.7
91.5
91.6
91.6
91.6
91.4
91.4
91.4
91.4
91.3
91.5
7
91.4
91.5
91.6
91.4
91.5
91.4
91.4
91.6
91.5
90.8
91.4
91.4
91.4
8
91.3
91.3
91.5
91.6
91.3
91.7
91.6
90.2
90.7
91.2
91.7
91.3
91.3
Tabel 1. Hasil pengukuran dan perhitungan kebisingan di pintu depan Gedung Graha Widya Wisuda dengan rentang 1 menit dan 10 menit
Menit ke-
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Leq 1 menit
9
91.2
91.6
91.3
91.6
91.3
91.3
91.2
91.2
91.3
91.4
91.5
90.6
91.3
10
91.3
91.3
91.2
91.1
91.1
91.2
91.4
91.3
91.4
91.4
91.3
91.2
91.3
Leq 10 menit
91.3
Berdasarkan tabel 1, diperoleh hasil pengukuran kebisingan dengan nilai yang berfluktuasi setiap 5 detiknya. Namun selisih nilai yang diperoleh tidak jauh berbeda. Nilai Leq 1 menit yang diperoleh dari perhitungan menunjukan bahwa setiap menit tingkat kebisingannya hampir stabil, dan untuk Leq 10 menit dengan perhitungan diperoleh tingkat kebisingan mencapai 91.3 dB. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh lokasi penelitian yang berada di daerah ramai dengan banyaknya orang melewati daerah tersebut akan menimbulkan suara lain. Selain itu, banyaknya kendaraan umum yang membunyikan klakson juga sangat mempengaruhi pengukuran, sehingga diperoleh tingkat kebisingan yang lebih besar, seperti pada menit ke 3 dengan waktu pengukuran 20 detik yang diperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan yang lainnya yaitu mencapai 96.7 dB.
Perhitungan pada Leq 1 menit dan Leq 10 menit dapat dilakukan seperti berikut dengan contoh perhitungan pada nomor 1:
Leq1 menit = 10log160100.1 L1+100.1 L2+100.1 L3+100.1 L4+100.1 L5+100.1 L6+100.1 L7+100.1 L8+100.1 L9+100.1 L10+100.1 L11+100.1 L125 dB(A)
=10log160100.1 (87.4)+100.1 (88.3 )+100.1 (88)+100.1 (89)+100.1 (89.6)+100.1 (88.4)+100.1 (89.6)+100.1 (89.1)+100.1 (90.1)+100.1 (90)+100.1 (89.6)+100.1 (89.6)5 dB(A)
= 90.5 dB(A)
Leq10 menit=10log110100.1 LI+100.1 LII+…+100.1 LX1 dB(A).
=10log160100.1 (90.5)+100.1 (89 )+100.1 (91.9)+100.1 (91.4)+100.1 (91.5)+100.1 (91.5)+100.1 (91.4)+100.1 (91.3)+100.1 (91.3)+100.1 (91.3)5 dB(A)
= 91.3 dB(A).
Setelah perhitungan diatas maka dapat diperoleh hasil pengukuran tingkat kebisingan siang hari dan malam hari dengan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan untuk siang hari dengan rentang waktu pukul 06.00-22.00.
LS=10log116Ta100.1 La+…+Td100.1 Ld dB(A)
=10log1163×100.1 (90.1)+2×100.1 (89)+6×100.1 (91.3)+5×100.1 (89.8) dB(A)
= 90.0 dB(A)
Perhitungan untuk malam hari dengan rentang waktu pukul 22.00-06.00.
LM = 10log18Te100.1 Le+Tf100.1 Lf+Tg100.1 Lg dB(A)
= 10log182×100.1 (75.1)+3×100.1 (70.3)+3×100.1 (71.9) dB(A)
= 72.5 dB(A)
Perhitungan yang terakhir yaitu menentukan keisingan lingkungan secara total (24 jam).
LSM=10log12416×100.1 LS+8×100.1 (LM+5) dB(A)
=10log12416×100.1 (90.0)+8×100.1 (72.5+5) dB(A)
= 90.5 dB(A)
Berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh hasilnya yang disajikan pada tabel dibawah berikut ini:
Tabel 2. Hasil perhitungan tingkat kebisingan lingkungan di pintu depan Gedung Graha Widya Wisuda (24 jam)
Leq
Waktu
Mewakili
dB(A)
Keterangan
La
Pukul 07.00
Pukul 06.00 - 09.00
90.1
Ta = 3 jam
Lb
Pukul 10.00
Pukul 09.00 - 11.00
76.9
Tb = 2 jam
Lc
Pukul 14.00
Pukul 11.00 - 17.00
91.3
Tc = 6 jam
Ld
Pukul 20.00
Pukul 17.00 - 22.00
89.8
Td = 5 jam
LS
16 Jam
Siang Hari
90.0
Le
Pukul 23.00
Pukul 22.00 - 24.00
75.1
Te = 2 jam
Lf
Pukul 01.00
Pukul 24.00 - 03.00
70.3
Tf = 3 jam
Lg
Pukul 04.00
Pukul 03.00 - 06.00
71.9
Tg = 3 jam
LM
8 Jam
Malam Hari
72.5
LSM
24 Jam
90.5
Hasil perhitungan tingkat kebisingan 24 jam yang diperoleh adalah 90.5 dB. Nilai ini melebihi baku mutu untuk kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan untuk wilayah pemerintah dan fasilitas umum yang sebesar 60 dB. Data yang diperoleh tersebut memang didukung oleh fakta yang ditemukan di lapangan, seperti yang telah dijelaskan bahwa lokasi merupakan daerah padat lalu lintas, terkadang mobil mendadak membunyikan klakson secara sembarangan. Selain itu, lokas itu merupakan salah satu terminal bayangan bagi angkot, sehingga menjadi ramai dengan penumpang yang naik-turun angkot. Oleh Karen itu daerah tersebut sangat perlu untuk diperhatikan untuk mengurangi tingkat kebisingan yang terjadi. Sedangkan jikan dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan, lokasi pengukuran ini seharusnya masuk zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 – 60 dB.
Pengurangan intensitas kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau menempatkan peredam pada sumber getaran. Tetapi alternatif ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga biaya sangat tinggi. Sebaliknya pengurangan kebisingan pada media transmisi menghabiskan biaya lebih murah dengan teknologi lebih sederhana asalkan perencanaannya matang. Bahan yang dapat menyerap suara, semisal busa atau ijuk, dapat ditaruh di antara mesin dan manusia.
Apabila sumber kebisingannya lalu lintas, penanggulangannya bisa dengan membuat jalur hijau dan penanaman pohon. Tanaman diyakini dapat mengurangi suara bising, walau sejauh ini belum ada penelitian berapa besar tepatnya penurunan kebisingan oleh sebuah pohon. Pengendalian kebisingan bisa juga dilakukan dengan memproteksi telinga. Ada tutup telinga, ada juga sumbat telinga. Yang pertama biasanya lebih efektif daripada yang kedua. Kalau tutup telinga bisa menurunkan kebisingan antara 25 – 40 dB, kemampuan sumbat telinga lebih kecil, tergantung bahannya. Sumbat karet dapat menurunkan kebisingan 18 – 25 dB. Apalagi bahan cotton wool yang hanya menurunkan 8 dB. Maka pekerja call centre sebenarnya memerlukan alat pelindung khusus yang disebut micropgones. Akan tetapi alat ini harganya masih cukup tinggi.
KESIMPULAN
Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar pintu depan Gedung Graha Widya Wisuda paling tinggi terjadi pada detik ke 20 dengan menit ke 3 yaitu sebesar 96.7 dB. Sedangkan hasil perhitungan untuk tingkat kebisingan 24 jam yaitu sebesar 90.5. Nilai ini dapat disimpulkan sudah melebihi baku mutu untuk kebisingan berdasarkan KEPMENLH No. 48 Tahun 1996 untuk wilayah pemerintah dan fasilitas umum yang sebesar 60 dB. Seharusnya lokasi tersebut termasuk C berdasarkan PERMENKES No. 718 Tahun 1987, dengan tingkat kebisingan 50-60 dB, sehingga diperlukan antisipasi untuk menurunkan tingkat kebisingan di daerah tersebut. Salah satu kegiatan dari antisipasi ini dapat dilakukan dengan membuat jalur hijau atau penanaman pohon.
DAFTAR PUSTAKA
Asmaningprojo A, 1995. Peranan Akustik dalam Peningkatan Kualitas Lingkunga Hidup dan Produktivitas Kerja, Proceeding Experimental and Theoritical mechanics. Bandung : ITB.
Bhinnety E., M. Sugiyanto, dan Pudjono M. 1994. Pengaruh Intensitas Kebisingan terhadap Memori Jangka Pendek. Jurnal Psikologi, XXI, 1, Juni h. 28-38.
Ikron, Djaja, I. M., Wulandari, R. A. 2007.Pengaruh Kebisingan Lalu Lintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta.Makara Kesehatan:Vol. 11 (1), 32-37.
Pratomo, Suko.2010. Sumber Daya Alam dan Pencemaran/Polusi.
Sasongko, D.P., Hadiyarto A. 2000. Kebisingan Lingkungan. Univ. Diponegoro : Semarang.
Lampiran 1. KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NO.48 TAHUN 1996 TANGGAL 25 NOPEMBER 1996