Grafik Konsentrasi Surfaktan vs
Tegangan Permukaan
Konsentrasi Surfaktan g/L
Tegangan Permukaan (dyne/cm)
Grafik Konsentrasi Surfaktan vs Turbiditas
Konsentrasi Surfaktan (g/L)
Turbiditas (NTU)
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIK
JUDUL PERCOBAAN :
PENENTUAN KONSENTRASI KRITIS MISEL
(CMC) SURFAKTAN
DI SUSUN OLEH KELOMPOK II
1. Abdur Rokhim 24030114130099
2. Ovie Leoni G. 24030114140101
3. Nika Chalia M. 24030114140093
4. Ahmad Dzikrullah 24030114140097
5. Marina Rosa A. 24030114140098
6. Radinal Yogie N. 24030114130100
Asisten :
Zul Fiqriyani S 24030112120024
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
ABSTRAK
Percobaan berjudul "Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan" bertujuan untuk mengukur nilai konsentrasi misel kritis (CMC) pada berbagai surfaktan. Prinsip dari tegangan permukaan adalah energi tarik menarik antar partikel, sedangkan prinsip dari turbiditas adalah penghamburan cahaya oleh molekul koloid. Metode yang digunakan adalah pengukuran tegangan permukaan dengan metode pipa kapiler dan turbiditas dengan turbidimetri. Hasil yang diperoleh adalah nilai turbiditas surfaktan akan berbanding lurus dengan konsentrasinya, dan nilai tegangan permukaan akan berbanding terbalik dengan konsentrasinya. Dari hasil percobaan diperoleh nilai CMC sebesar 2,1 g/L.
Kata Kunci : CMC, Surfaktan, Turbidimetri, Pipa Kapiler
ABSTRACT
Experiment called "Micelle Critical Consentration of Surfaktan" which is aimed to determine the value of Micelle Critical Consentration with the variety of Surfactant. The method used is determination surface tension with capillary pipe method and turbidity with tubidimetry method. The principle used on surface tension is the energy between particles, and the principle of tubidimetry is scattering of light by colloid molecules. The results obtained are surfactants turbidity value will be directly proportional to its concentration, and the value of surface tension are inversely related to the concentration. From the experimental results obtained CMC value of 2.1 g / L.
Keywords: CMC, surfactant, turbidimetry, Pipes Capillary
PERCOBAAN II
PENENTUAN KONSENTRASI KRITIS MISEL (CMC) SURFAKTAN
TUJUAN PERCOBAAN
I.1 Mengukur nilai konsentrasi misel kritis (CMC) dari berbagai sufaktan.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Koloid
II.1.1 Pengertian Koloid
Koloid adalah sistem dispersi.Sistem dispersi atau sintem sebaran adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa suatu sistem zat terbagi halus dalam zat lain. Zat yang terbagi atau terdispersikan disebut fase terdispersi lebih dikenal sebagai medium pendispersi. Berdasarkan perbedaan ukuran zat zat yang didispersikan. Sistem dispersi dibedakan atas dispersi kasar, dispersi halus, dan dispersi molekuler (Sumardjo, 2006).
Dispersi kasar / suspensi adalah sistem dua fase yang berbeda, tidak jernih, dan memiliki diameter partikel yang lebih besar dari 10-3 cm. Dispersi halus atau koloid adalah sistem dua fase yang ketercampurannya berbeda diantara homogen dan heterogen, agak keruh, diameter partikel 10-7 sampai 10-5 cm. Dispersi molekuler / larutan adalah sistem satu fase yang homogen, jernih, dan memiliki diameter tidak lebih 10-7 cm (Sumardjo, 2006).
II.1.2 Sifat Koloid
Memiliki gerak Brown
Gerak Brown adalah gerakan cepat, lurus, arahnya tidak menentu. Besar kecilnya partikel koloid mempengaruhi kecepatan geraknya. Semakin kecil partikel – partikel koloid,maka gerak ( Sumardjo, 2006).
Memili Efek Tyndall
Yaitu partikel – partikel koloid dapat menghamburkan berkas yang mengenainya kesegala jurusan sehingga sinar yang dihamburkan ini akan dapat terlihat. Koloid hidrofob lebih jelas dari koloid hidrofil. Maka jaln berkas cahaya dalam larutan koloid tampak jelas (Sumardjo, 2006).
Memiliki muatan
Partikel – partikel koloid bermuatan, partikel – partikel tersebut dapat bergerak dalam medan listrik. Gerakan partikel – partikel koloid yang disebabkan oleh adanya medan listrik ini disebut elektroforesis ( Sumardjo, 2006 ).
II.1.3 Pembuatan Koloid
Metode Kondensasi
Dapat dilakukan dengan reaksi – reaksi kimia atau dengan cara penurunan kelarutan. Seperti reaksi reduksi, oksidasi, hidrolisis, atau reaksi penggeseran lebih banyak digunakan dari pada cara penurunan kelarutan.
Metode Dispersi
Pembuatan koloid dengan menggunakan metode dispersi dapat dilakukan secara mekanik, dengan listrik, dan peptitasi (Sumardjo, 2006).
II.1.4 Pemurnian Koloid
Metode Dialisis
Dasar pemisahan koloid metode dialisis adalah dapat berdifusinya elektrolit melalui membran semi permiabel tetapi partikel – partikel koloid tidak dapat berdifusi.
Elektrodialisis
Adalah proses dialisis dengan menggunakan batuan medan listrik dalam bejana, yang akan mempercepat perembesan ion – ion yang berada dalam kantong.
Ultrafiltrasi
Penyaringan ultra adalah penyaring yang memiliki pori – pori yang sangat halus atau membran dengan ruang renik yang besarnya tertentu sehingga tidak dapat dilalui oleh partikel – partikel koloid, tetapi dapat dilalui oleh ion–ion atau partikel–partkel molekuler larutan (Sumardjo, 2006)
II.1.5 Jenis – jenis Koloid
Aerosol
Aerosol adalah sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas, jika zat yang terdispersi cair maka disebut aerosol cair dan yang terdispersi berupa zat padat disebut aeroso padat. Contoh aerosol padat, asap dan debu, aerosol cair, kabut dan awan.
Sol
Sol adalah sistem koloid dari padat atau cair yang terdispersi dalam zat cair. Contoh sol, sabun, sol kanji,dan tinta tulis.
Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain. Ada dua macam emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.
Buih
Buih adalah sistem koloid dari gas yang erdispersi dalam zat cair. Contoh : buih sabun.
Gel
Gel adalah koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair). Contoh selai, gelatin, dan gel silika (Moechtar,1989).
II.1.6 Penggunaan Koloid
Contoh penggunaan koloid, dalam bidang :
Makanan : eskrim, kecap, selai, agar – agar.
Kosmetik : parfume, alas bedak, hair spray.
Induatri : lateks,cat, minyak bumi.
Obat – obatan : salep, obat sirup (Mochtar, 1989).
II.2 Surfaktan
II.2.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan adalah zaat aktif permukaan yang terdiri dari dua gugus yang berlawanan, yaitu gugus hidrofil dan gugus hidrofob oleh karena itu surfaktan banyak digunakan pada proses permukaan dan antarmuka (Arneli, 2003).
Surfaktan atau surface active agent (zat aktif permukaan) adalah senyawa organik yang mempunyai gugus hidrofil dan hidrofob (terpisah). Ujung yang satu bersifat hidrofil dan ujung lain bersifat hidrofob. Secara simbol surfaktan digambarkan sebagai berikut :
hidrofob hidrofil hidrofob hidrofil
Surfaktan sebagai bahan kimia yang memiliki aplikasi dalam berbagai bidang, termasuk kimia, biologi, dan farmasi. Bagian hidrofobik dari agregat membentuk inti dari misel, sedangkan hidrofil terletak pada antarmuka dalam kontak dengan dari terhidrasi oleh sejumlah molekul air, tergantung pada struktur kimia surfaktan, misel dapat sebagai kationik, anionik, ampholitik ( zwitterion ) atau noionik (Dominguez, 1997).
II.2.2 Klasifikasi Surfaktan
Kelompok hidrofobik biasanya dari rantai panjang residu hidrokarbon dan kurang terhalogenasi atau oksigenasi hidrokarbon atau rantai siloksan. Kelompok hidrofilik yaitu kelompok ionik atau sangat polar. Tergantung pada sifat hidrofilik,surfaktan diklasifikasikan menjadi :
Anionik, dengan gugus hidrofiliknya bermuatan negatif.
Contoh : RCOONa+ ( sabun )
Kationik,dengan gugus hirofiliknya bermiatan positif.
Contoh : RNH3+Cl- ( asam amin rantai panjang )
Nanionik, dengan gugus hidrofiliknya tidak bermuatan.
Contoh : R(OC2H4)XOH (polioksietilen alkohol)
Zwitterionik, dengan gugus hidrofiliknya bermuatan negatif dan positif.
Contoh : RN+H2CH2COO- (Rosen, 1978)
II.2.3 Efek Lingkungan Pada Surfaktan
Keteruraian Surfaktan
Surfaktan sebagai kinerja kimia yang digunakan untuk melakukan fungsi khusus dalam beberapa proses atau produk. Berbeda dengan bahan kimia organik lain yang digunakan untuk produk yang berdampak pada lingkungan dari efek toksisitas maupun biodegradabilitas pada organisme lain ( Rosen, 1978).
Sebuah ulasan yang memuaskan biodegradabilitas surfaktan menunjukkan peningkatan biodegradabilitas dengan peningkatan yang linier gugus hidrofobik dan penurunan untuk bahan isomer oleh percabangan gugus tersebut (Swisher, 1987).
Surfaktan Toksisitas untuk dan Biokonsentrasi dalam Organisme Laut.
Toksisitas pada surfaktan untuk organisme laut dan konsentrasinya tergantung pada penyerapan dari surfaktan itu sendiri untuk menembus membran sel surfaktan (Rosen, 2001).
Parameter yang sama ditemukan korelasi yang baik untuk surfaktan anionik dan nonionik dengan toksisitas rotifer. Begitu juga untuk surfaktan kationik dengan rotifer dan toksisitas ganggang hijau untuk alkil benzensulfonasi dengn biokonsentrasi pada ikan (Rosen, 2001).
II.2.4 Karakterisasi Surfaktan
Struktur amphipatik
Molekul-molekul surfaktan tersusun oleh grup-grup yang melawan kecenderungan suatu daya larut.
Daya larut
Surfaktan dapat larut paling tidak menjadi satu fase pada sistem liquid.
Adsorpsi pada permukaan
Pada kesetimbangan, konsentrasi dari larutan surfaktan pada fase permukaan lebih besar daripada konsentrasi pada keseluruhan larutan.
Orientasi pada permukaan
Molekul-molekul dan ion-ion surfaktan membentuk monolayer pada fase permukaan.
Formasi misel
Surfaktan membentuk agregat molekul atau ion yang disebut misel ketika konsentrasi larutan surfaktan pada keseluruhan larutan mencapai nilai tertentu yang biasa disebut CMC (Critical Miselle Concentration).
Kegunaan
Larutan surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan bahan penitrasi (Holmberg, 2004).
II.3 Misel
Misel yaitu penggabung molekul surfaktan pada konsentrasi tertentu. Misel dinamakan juga koloid asosiasi. Di bawah ini adalah contoh gambar misel:
pada lingkungan polar pada lingkungan nonpolar (Laurier, 2000)
II.4 CMC (Critical Miselle Concentration)
II.4.1 Pengertian CMC
CMC merupakan sifat penting surfaktan yang menunjukkan batas konsentrasi krisis surfaktan dalam suatu larutan. Diatas CMC, surfaktan akan membentuk micelle atau agregat. Dosis optimum pemakaian surfaktan adalah disekitar harga CMC-nya. Penggunaan dosis surfaktan yang jauh diatas harga CMC mengakibatkan terjadinya emulsi balik dan dari segi ekonomis tidak menguntungkan. Penentuan CMC pada umumnya dengan cara mengukur tegangan muka atau antar muka dari larutan surfaktan sebagai fungsi dari konsentrasi. Makin tinggi konsentrasi surfaktan menyebabkan tegangan muka makin rendah sampai mencapai suatu konsentrasi dimana tegangan antar mukanya konstan. Batas awal konsentrasi mulai konstan disebut CMC. Harga CMC dapat ditentukan dari sifat atau karaktersitik surfaktan seperti surface tension, conductivity, solubilization. Dibawah konsentrasi misel kritis biasanya surfaktan dapat bekerja dengan baik, karena misel dalam molekulnya belum terbentuk, sehingga dapat menjadi perantarauntuk mencampur dua buah larutan yang sulit bercampur. Hal ini sangat penting untuk menentukan konsentrasi saat suatu zat dapat digunakan sebagai surfaktan atau pengemulsi yang baik. Konsentrasi misel kritis dapat ditentukan melalui pengukuran konduktivitas, konduktivitas ekivalen, tekanan osmosis, dan turbiditas (Hiemenz, 1997).
II.4.2 Harga CMC
Harga CMC, pada konsentrasi elektrolit lemah pada temperatur ruang yaitu:
Anionik = 10-3-10-2 M
Amphoterik = 10-3-10-1 M
Kationik = 10-3-10-1 M
Nonionik = 10-5-10-4 M (Laurier, 2000).
II.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi CMC dalam Larutan Berair
Di bawah ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi CMC dalam larutan berair, diantaranya :
Struktur Surfaktan
Secara umum, CMC dalam medium air menurun jika karakter hidrofobik surfaktan meningkat.
Penambahan elektrolit ke dalam larutan.
Keberadaan berbagai senyawa organik dalam larutan.
Keberadaan fase cair kedua.
Suhu larutan (Laurier, 2000).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai CMC, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai CMC bertambah dua kali dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai CMC dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai CMC surfaktan ion. Penurunan CMC hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun CMCnya (Amir, 2004).
II. 4.4 Grafik CMC
Di bawah ini adalah grafik hubungan antara konsentrasi surfaktan dengan sifat fisik larutan surfaktan
(Arneli, 2003)
II.5 Deterjen
II.5.1 Pengertian Deterjen
Deterjen adalah suatu surfaktan atau campuran surfaktan dengan sifat pembersih dalam solusi encer (Davis, 1981).
II.5.2 Bahan-Bahan Surfaktan
Surfaktan
Builder
Builder berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menonaktofkan mineral penyebab kesadahan air. Contoh : fosfat, asetat, silikat, dan sitrat.
Filter
Filter adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh: sodium sulfat.
Aditif
Aditif adalah bahan tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misal pewangi, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen (Davis, 1981).
II.5.3 Jenis-Jenis Deterjen
Fosfat Deterjen
Deteren yang mengandung fosfat.
Deterjen surfaktan
Deterjen yang sangat beracun (Davis, 1981).
II.5.4 Sabun
Sabun merupakan surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Bahan baku alkali. Contoh: NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH. Bahan pendukung: NaCl dan zat aditif (Davis, 1981).
II.6 Turbidimetri
Turbidimetri adalah analisis kimia berdasarkan pengukuran intensitas yang melemah, ketika seberkas sinar dilewatkan pada larutan yang mengandung larutan terdispersi. Berkurangnya intensitas sinar disebabkan oleh absorbsi dan hamburan sinar (Khopkar,1984).
Turbidimetri merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dikatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas datang, pengukuran efek ekstingsi yaitu keadaan dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam media keruh (Khopkar, 1984)
II.6.1 Turbidimeter
Turbidimeter adalah pengukuran spesies hamburan cahaya dalam larutan dengan memanfaatkan intensitas cahaya berkas masuk setelah dilewatkan melalui larutan. Untuk uji turbidimetri, perubahan cahaya yang diserap (kebalikan darijumalah yang ditransmisikan) bisa dikaitkan dengan jumlah aglutimasi yang terjadi. Dengan demikian, jumlah analit (spesies yang menyebabkan aglutimasi) dalam sampel bisa ditentukan dengan mudah (Khopkar, 1984).
II.6.2 Turbiditas
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Metode pengukuran turbiditas dibagi menjadi tiga golongan, yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas yang datang, pengukuran terhadap efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya yang mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh. Instrumen pengukuran perbandingan tyndall disebut tyndallmeter, intensitas diukur secara langsung (Khopkar, 1984)
II. 7 Tegangan Permukaan
II. 7.1 Tegangan Antar Muka
Permukaan zat cair memiliki sifat ingin meregang, sehingga permukaannya seolah – olah ditutupi oleh suatu lapisan yang elastis. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik menarik antara partikel sejenis di dalam zat cair sampai ke permukaan.
Adanya gaya terikan kebawah menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan berada pada keadaan tegang. Tegangan ini disebut dengan tegangan permukaan. Besarnya tegangan permukaan bergantung pada gaya tarik antar molekul. Ketika gaya tarik besar, seperti H2O, tegangan permukaannya besar. Sebaliknya, cairan seperti bensin yang tersusun atas molekul non-polar mempunyai tegangan permukaan yang kecil karena terikan antar molekulnya lemah.
Zat yang tegangan permukaannya rendah sangat mudah membasahi permukaan bagaimanapun keadaan permukaannya. Pelarut hidrokarbon, misalnya nafta atau bensin, menyebar pada kaca maupun permukaan dengan mudah, sebab tarikan antar molekul hidrogen karbon sangat lemah. Hampir tidak ada usaha untuk memperluas permukaan cairan, akibatnya mereka mudah menyebar pada permukaan cairan, akibatnya mereka mudah menyebar pada permukaan apapun. Rumus perhitungan tegangan permukaan :
Dimana : tegangan permukaan
: massa jenis
h : tinggi (Brady, 1994)
II. 7.2 Tabel Tegangan Permukaan
Berikut adalah tabel nilai tegangan permukaan zat cair pada suhu tertentu
Zat Cair yang bersentuhan udara
Suhu (oC)
Tegangan Permukaan (dyne/cm)
Air
0
75,60
Air
20
72,80
Air
25
22,20
Air
60
62,20
Air
80
62,60
Air
100
58,90
Air sabun
20
25,00
Minyak zaitun
20
32,00
Air Raksa
20
465,00
Oksigen
-193
15,70
Neon
-247
5,15
Helium
-269
0,12
Aseton
20
23,70
Etanol
20
22,30
Gliserin
20
63,10
Benzena
20
28,90
(Brady, 1994)
II. 8 Sodium Lauril Sulfat (SLS)
Sodium Lauril Sulfat dibuat dari Lauril alkohol diperoleh dengan hidrolisis lemah. Sodium laurit sulfat memiliki nomor agregasi 62, berat misel molekul 18000 gram, konsentrasi kritis misel 6-8 mm. Panjang rantai C12 > 60%; C14 = 20-35%; C16 < 10%; C10 dan C18 < 1%.
Berikut reaksinya :
CH3(CH2)10 CH2OH + HO2SO2H CH2(CH2)10 CH2SO2OH + H2O
Lauril alkohol asam sulfat hidrogen lauril
OO
O
O
OONaOH CH3(CH2)11 – O – S – O- Na+
O
O
Non polar, polar,
Hidrofobik hidrofilik
Sodium Lauril Sulfat (Hart, 1991).
II. 9 Analisa Bahan
II. 9. 1 Sodium Lauril Sulfat (SLS)
Sifst fisik : BM 290-310 g/mol, berbentuk serbuk putih, densitas 1,025 g/cm3
Sifat kimia : memiliki pH 9-10, surfaktan anionik, bahan pembuatan basa, kelarutan dalam air 150 g/L, rumus molekul CH3(CH2)11OSO3Na (Basri, 1996)
II. 9. 1 Aquades
Sifat fisik : Titik leleh 0oC, Titik didih 100 oC, BM 18 g/mol, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, cair
Sifat kimia : pelarut organik universal, polar, persenyawaan oksigen dan hidrogen, rumus molekul H2O (Basri, 1996)
III. Metode Percobaan
III.1 Alat
Turbidimeter
Gelas beker
Pengaduk
Pipet tetes
Labu ukur
Alat pengukur tegangan permukaan dengan metode kapiler
Gelas ukur
III.2 Bahan
Sodium Laurit Sulfat
Aquades
III.3 Skema Kerja
III. 3.1 Pengukuran Tegangan Permukaan dengan Metode Kapiler
Sodium Lauril Sulfat 200 ml 2 g/LGelas BekerSodium Lauril Sulfat 200 ml 2 g/LGelas Beker
Sodium Lauril Sulfat 200 ml 2 g/L
Gelas Beker
Sodium Lauril Sulfat 200 ml 2 g/L
Gelas Beker
Pemasukan kedalam erlenmeyer
Pengamatan
Pencatatan tinggi larutan pada erlenmeyer dan pipa kapiler serta pencatatan suhu
Penghitungan tegangan permukaan
HasilHasil Pengulangan sodium lauril sulfat pada konsentrasi 2,1 g/L; 2,2 g/L; 2,3 g/L; 2,4 g/L; dan 2,5 g/L
Hasil
Hasil
Larutan SufaktanGelas Larutan SufaktanGelas III. 3.2 Pengukuran Turbiditas
Larutan Sufaktan
Gelas
Larutan Sufaktan
Gelas
penyalaan alat turbidimeter
Pemasukan gelas berisi larutan surfaktan dalam turbidimeter
Pengaturan alat dengan kondisi filtrat gelap dan cermin terbuka
Pengaturan skala hingga terang pertama
HasilHasilPembacaan skala
Hasil
Hasil
IV. Data Pengamatan
No.
Perlakuan
Hasil
1.
Pengukuran tegangan kapiler dengan metode kapiler
Pencucian sebelum digunakan
Pengisian dengan air
Pencatatan tinggi air, dan temperature
Perhitungan tegangan permukaaan
Dilakukan pengenceran dalam volume 250 mL
- Larutan surfaktan berwarna keruh agak berbusa
- Tinggi masing-masing larutan surfaktan
- Nilai tegangan permukaan
2.
Pengukuran Turbiditas
Pengaktifan alat
Pemasukan larutan surfaktan ke dalam gelas
Pemasukkan gelas kedalam alat
Pengaturan kondisi filter dan cermin
Pengukuran skala, Pembacaan
- Lampu telah menyala
- Filter gelap, cermin terbuka
- Didapat skala sesuai tabel
IV. I. Pengukuran Tegangan Permukaan
No.
Konsentrasi (g/L)
h Kapiler (cm)
H cairan (cm)2,0
Δ h
T (oC)
Ɣs (dyne/cm)
1.
Aquadest
2,8
2
0,8
30
-
2.
2,0
2,8
2,1
0,7
30
64,754
3.
2,1
2,9
2,2
0,5
30
64,754
4.
2,2
2,9
2,4
0,4
30
46,253
5.
2,3
2,8
2,4
0,4
30
37,002
6.
2,4
2,8
2,4
0,4
30
37,002
7.
2,5
2,7
2,4
0,3
30
27,752
VI.II. Pengukuran Turbiditas
No.
Konsentrasi SLS (g/L)
Skala
1.
2,0
14
2.
2,1
15
3.
2,2
17
4.
2,3
18
5.
2,4
19
6.
2,5
20
V. Hipotesa
Percobaan Penentuan Konsentrasi Kritis Misel (CMC) Surfaktan bertujuan untuk mengukur nilai konsentrasi misel kritis (CMC) pada berbagai surfaktan. Prinsip dari tegangan permukaan adalah energi tarik menarik antar partikel di permukaan larutan, sedangkan prinsip dari turbiditas adalah penghamburan cahaya oleh molekul koloid. Metode yang digunakan adalah pengukuran tegangan permukaan dengan metode pipa kapiler dan turbiditas dengan turbidimetri. Hasil yang akan diperoleh adalah nilai turbiditas surfaktan akan berbanding lurus dengan konsentrasinya, dan nilai tegangan permukaan akan berbanding terbalik dengan konsentrasinya.
VI. Pembahasan
Percobaan dengan judul "Penentuan Konsentrasi Missel Kritis (CMC) Surfaktan" bertujuan untuk mengukur nilai konsentrasi misel kritis (CMC) dari berbagai surfaktan. Metode yang digunakan dalam percobaan adalah pengukuran tegangan permukaan dengan metode pipa kapiler dan tubiditas dengan turbidimetri. Prinsip dari tegangan permukaan adalah gaya tarik menarik antar molekil di permukaan larutan, sedangkan prinsip turbiditas absorbs dan penghamburan cahaya oleh molekul koloid.
VI.1 Perilaku Surfaktan
Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang terdiri dari dua gugus yang berlawanan yaitu gugus hidrofil dan hidrofob. Oleh karena itu, surfaktan banyak digunakan pada proses permukaan dan antarmuka (Arnelli, 2003).
Surfaktan sebagai bahan kimia yang memiliki aplikasi dalam berbagai bidang, termasuk kimia, biologi, dan farmasi.bagian hidrofobik dari agregat membentuk bagian inti dari misel, sedangkan hidrofil terletak pada antarmuka dalam kontak dengan terhidrasi oleh sejumlah molekul air, tergantung pada struktur kimia surfaktan, Misel dapat sebagai kationik, ampholitik, zwitter ion, dan non ionik (Dominguez, 1997).
Sodium Lauril Sufat (SLS) surfaktan atau detergen biasanya terkandung pada produk perawatan tubuh seperti sabun, pasta gigi, shamp, dll. SLS ini berfungsi sebagai penghasil busa. Pemakaian SLS pada produk pembersih harus dibatasi penggunaannya, karena termasuk pembersih yang kuat. SLS tidak hanya mengangkat kotoran pada tubuh tetapi juga mengangkat lemak yang berguna bagi tubuh. Lemak pada kulit berguna untuk melindungi kulit dari radikal bebas, sengatan sinar UV, juga menjaga kelembaban kulit. SLS diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan, dan penyebab katarak pada mata orang dewasa (Arifin, 2008).
Sodium Lauril Sulfat mempunyai berat molekul 288,38 g/mol, densitas 1,01 g/cm3 dan titik lebur 206oC. Berikut adalah gambar struktur dari Sodium Lauril Sulfat
(Basri, 1996)
Schwartz dari Peiry (200) menyebutkan bahwa molekul zat aktif permukaan terdiri dari dua gugus yang penting yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan liofob (menolak pelarut)
VI.2. Tegangan Permukaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi misel kritis (CMC) surfaktan SLS dengan metode pipa kapiler. Prinsip yang digunakan adalah tegangan permukaan. Tegangan permukaan adalah sifat khusus yang dimiliki molekul pada cairan. Tegangan permukaan dapat terjadi disebabkan karena adanya kecenderunganpermukaan cairan untuk memperkecil luas permukaan secara spontan, molekul yang berada di dalam cairan mengalami gaya tarik menarik (Van der Waals) yang sama besarnya ke segala arah (Khopkar, 2003)
CMCCMC
CMC
CMC
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui hubungan antara konsentrasi larutan surfaktan dengan tegangan permukaan, yaitu semakin tinggi konsentrasi maka tegangan permukaannya semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi, maka gerak partikel akan semakin sempit sehingga energi kinetik antar partikel menjadi semakin kecil (Khopkar, 2003)
Tegangan permukaan dipengaruhi oleh sifat zat terlarut. Jika molekul zat terlarut cenderung untuk berkumpul pada permukaan, maka tegangan permukaan menurun (Khopkar, 2003).
Pada grafik terlihat bahwa tegangan permukaan ada yang konstan dan ada yang turun dengan meningkatnya konsentrasi. Hasil tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka tegangan permukaannya akan semakin turun. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya lapisan buih pada bagian atas larutan sehingga mempersulit pengamatan tinggi surfaktan. Nilai CMC didapat pada garis grafik yang berbelok tajam. Nilai CMC pada percobaan didapat pada konsentrasi 2,1 g/L.
Nilai CMC berdasarkan Sodium Lauril Sulfat (SLS) menurut literatur adalah 8,39 mol/dm3 atau 2,42 g/L (Lindman,et al, 2003).
VI.3 Pengukuran Turbiditas
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi misel kritis (CMC) larutan surfaktan dengan metode turbidimetri. Turbiditas adalah pengukuran optik dari hamburan sinar yang dihasilkan. Hamburan sinar terjadi karena interaksi antara sinar yang diberikan dengan suspensi yang terdispersi dalam larutan (Khopkar, 2003).
Dalam percobaan, metode yang digunakan adalah turbidimetri dengan suatu alat yang bernama turbidimeter. Prinsip dari turbidimetri yaitu berdasarkan absorbsi dan penghamburan cahaya oleh molekul koloid. Analisis secara turbidimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran turbiditas (S) atau kekeruhan dari suatu suspensi. Kekeruhan dapat disebabkan oleh bahan tersuspensi yang bervariasi dari ukuran kolodial sampai dispersi kasar tergantung dari derajat turbulensinya. Keberadaan partikel pada suatu cairan diukur dalam suatu satuan Nephelometric Turbidity Units (NTU) (Kordi,1997).
Pertama dilakukan penimbangan SLS dilanjutkan dengan pengenceran ke dalam labu ukur dan kemudian digojog. Pengenceran ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi larutan SLS yang lebih rendah dan untuk membandingkan pengaruh konsentrasi SLS terhadap turbiditas. Penggojogan berfungsi untuk menimbulkan tumbukan antar partikel yang dapat mempercepat terjadinya reaksi antara SLS dengan air (Atkins, 1994).
Selanjutnya turbidimeter dinyalakan, turbidimeter sendiri memiliki prinsip kerja yaitu menghitung jumlah cahaya yang diteruskan dan mengkalkulasi jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh partikel dalam suspensi untuk menentukan konsentrasi substansi yang ingin dicari (Kordi,1997).
Larutan surfaktan dengan berbagai macam konsentrasi yang sebelumnya telah dibuat, kemudian dimasukkan ke dalam gelas dan gelas tersebut dimasukkan ke dalam tempat pengukuran sampel yang ada pada turbidimeter. Turbidimeter diatur sehingga didapatkan kondisi filter yang gelap dan cermin terbuka. Lalu skala diatur hingga larutan terang dan nilai turbiditasnya dicatat.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh grafik hubungan antara konsentrasi larutan surfaktan dengan turbiditas surfaktan sebagai berikut :
CMCCMC
CMC
CMC
Nilai CMC SLS pada percobaan didapat pada konsentrasi 2,1 g/L, sedangkan berdasarkan literatur adalah 8,39x10-3 mol/dm3 atau 2,42 g/L (Lindman,et al, 2003).
Pengukuran kekeruhan (turbiditas) didasarkan pada pengukuran intensitas cahaya yang dihamburkan oleh zat-zat tersuspensi dalam air dengan melewatkan sejumlah cahaya ke dalam air dengan ketebalan tertentu. Banyaknya sinar yang dihamburkan oleh partikel-partikel tersuspensi diukur dan dinyatakan sebagai kekeruhan dalam air sehingga semakin tinggi konsentrasi surfaktan, maka semakin banyak sinar yang dihamburkan dan nilai turbiditasnya semakin tinngi (Duncan, 1980).
Misel merupakan penggabungan (agregrasi dari surfaktan) di mana rantai karbon yang lifofil akan menuju ke bagian dalam meninggalkan gugus hidrofil yang berkontak dengan medium air. Misel hanya terbentuk diatas konsentrasi misel kritis (CMC) (Atkins, 1994).
Grafik konsentrasi surfaktan dengan turbiditas menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi, turbiditasnya juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya penghamburan cahaya pada sistem koloid. Semakin tinggi konsentrasi, cahaya yang diserap semakin banyak namun yang dihamburkan kecil. Jika larutan surfaktan mengandung banyak partikel maka banyak cahaya yang diserap (Kosasih, 1991).
Misel adalah penggabungan (agregasi) dari ion-ion surfaktan dimana rantai hidrokarbon yang lipofil akan menuju bagian dalam misel meninggalkan gugus hidrofil yang kontak dengan medium air. Misel hanya terbentuk diatas CMC (Atkins, 1997).
Gambar Misel silindris (rod-like)
Misel silindris (rod-like) terbentuk saat Ns 0,5. Ujung silindris tertutup oleh hemisphere untuk mencegah eksposur interior hidrokarbon oleh air. Hemisphere akan mecegah air bersentuhan dengan atom hidrokarbon yang berada di dalam misel. Meskipun diameter silindris ditentukan oleh panjang surfaktan, misel silindris biasanya poli dispersi karena silindris dapat tumbuh lebih panjang dengan menggabungkan lebih banyak surfaktan (Atkins, 1997).
VII. Penutup
VII.1. Kesimpulan
VII.1.1 Nilai turbiditas surfaktan akan berbanding lurus dengan konsentrasinya, dan nilai tegangan permukaan akan berbanding terbalik dengan konsentrasinya.
VII.1.2. Nilai CMC pada percobaan didapat pada konsentrasi 2,1 g/L.
VII.2. Saran
VII.2.1. Sebaiknya praktikan melakukan pengamatan turbiditas dengan lebih teliti agar hasil yang didapat akurat.
VII.2.2 Sebaiknya praktikan mengaduk larutan surfaktan dengan perlahan agar tidak menimbulkan buih sehingga volume yang dapat diamati lebih akurat.
LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 25 Mei 2016
Praktikan,
Ahmad Dzikrullah Nika Chalia Mahardika
24030114140097 24030114140093
Abdur Rokhim Marina Rosa Anggraeni
24030114130099 24030114140098
Ovie Leoni Gusfenia Radinal Yogie Nurcahyo
24030114130101 24030114130100
Mengetahui,
Asisten
Zul Fiqriyani S
24030112120024
Daftar Pustaka
Arifin, 2008, Metode Pengolahan Detergen, Bina Aksara : Jakarta
Amir, H. Mahvi. et. al. 2004, Removal of Anionic Surfactants In Detergen Wastewater by Chemical Coagulation. Iran. Dalam Jurnal : Pak. J. Biol. Sci.
Arnelli, 2003, Kimia Koloid dan Permukaan, Bahan Ajar, Jurusan Kimia FMIPA UNDIP : Semarang
Atkins, 1994, Kimia Fisik, Jilid 2, Erlangga : Jakarta
_____ , 1997, Kimia Fisik, Jilid 2, Erlangga : Jakarta
Basri, Sarjoni, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta : Jakarta
Brady, E. James, 1994, Kimia Universitas, Erlangga : Jakarta
Davis, M.L, 1981, Kimia Universitas, Erlangga : Jakarta
Dominguez, J., Edwards C. A, Subler S., 1997, A Comparison of Vermicomposting and Composting, Bio Cycle, 38 : 57-59
Duncan, 1980, Introduction to Colloid and Surface Chemistry, Buffer Worths : Canada
Harold Hart, 1991, Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat, Edisi Keenam, Terjemah, Erlangga : Jakarta
Hiemenz, P. C, 1997, Principles of Coloid and Surface Chemistry, Marcel Dekker Inc, New York
Holmberg, K, 2004, Surfactans and Polymers an Aqueous Soultion, 2nd edition, John Wiley & Sons Inc : USA
Khopkar, 1984, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press : Jakarta
-----------, 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press : Jakarta
Kordi, K. M. Ghufran H, 1997, Parameter Kualitas Air, Karya Anda : Surabaya
Kosasih, 1991, Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB : Bandung
Laurier, 2000, Surfactan Fundamental & Analysis, RSC Paperbacks : Cambridge
Lindman B, 2004, Surfactans and Polymers in Aqueous Solotion. 2nd edition, John Wiley & Sons Inc : USA.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisik, UGM : Jogjakarta
Rosen, 1978, Surfactant and Interfacial Technology, New York
Rosen, J. Milton, 2004, Surfactant and Interfacial Phenomena. Third edition, John Wiley & Sons, Inc.
Swisher, 1987, Biodegradation of Surfactants in saturated Substance EGC, Jakarta
Sumardjo, Damin, 2006, Pengantar Kuliah, EGC, Jakarta
LAMPIRAN
Konsentrasi (dalam g/L) Sodium Lauril Sulfat dalam 250mL
Konsentrasi 2 g/L
2 gram x 250mL = 0.500 gram
1000mL
Konsentrasi 2.1 g/L
2.1 gram x 250mL = 0.525 gram
1000mL
Konsentrasi 2.2 g/L
2.2 gram x 250mL = 0.550 gram
1000mL
Konsentrasi 2.3 g/L
2.3 gram x 250mL = 0.575 gram
1000mL
Konsentrasi 2.4 g/L
2.4 gram x 250mL = 0.600 gram
1000mL
Konsentrasi 2.5 g/L
2.5 gram x 250mL = 0.625 gram
1000mL
Pengukuran Tegangan Permukaan
γairγsurfaktan=ρairhairρsurfaktanhsurfaktan
Surfaktan 2 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.7cm
γsurfaktan =64.754 dyne/cm
Surfaktan 2.1 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.7cm
γsurfaktan =64.754 dyne/cm
Surfaktan 2.2 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.5cm
γsurfaktan =46.253 dyne/cm
Surfaktan 2.3 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.4cm
γsurfaktan =37.002 dyne/cm
Surfaktan 2.4 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.4cm
γsurfaktan =37.002 dyne/cm
Surfaktan 2.5 g/L
72.20 dyne/cmγsurfaktan=1g/cm3x 0.8cm1.025g/cm3 x 0.3cm
γsurfaktan =27.752 dyne/cm