Panduan Proses Produksi Produksi dan Penentuan Titik Kritis Produk Mi Kering
Mi kering dapat terbuat t erbuat dari mi gandum maupun mi lainnya. Mi kering gandum adalah prosuk pangan kering yang yang diperoleh dari campuran tepung terigu dengan penambahan bahan lain dan telah mengalami pengeringan. Karakteristik dasar dari mi keri ng gandum ini adalah kadar airnya yang tidak melebihi me lebihi 10%. Sementara itu mi kering lainnya adalah produk pangan kering yang yang diperoleh dari campuran selain tepung terigu seperti tepung jagung, ubi jalar dan lain-lain, dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan telah mengalami pengeringan (Badan Pengawas Pengawas Obat dan Makanan 2006). 1. Diagram alir proses Mi kering dibuat dengan cara mengeringkan mi mentah tanpa melalui pengukusan atau pemasakan. Adonan yang digunakan dalam proses pembuatan mi kering adalah adonan yang diberikan laruta alkali atau adonan yang yang hanya menggunakan menggunakan garam. Proses pembuatan mi terdiri dari pengadukan, pembuatan lembaran mi, pemotongan, dan pengukusan (Fu 2008). Tahap pertama, yaitu penerimaan bahan baku, meliputi penerimaan serta pemeriksaan terhadap kualitas bahan baku ba ku yang diterima. Bahan baku yang diterima meliputi tepung terigu, garam, sodium karbonat (Na2CO3), potasium karbonat (K2CO3), serta pewarna tartrazin CI 19140. Bahan baku dapat langsung digunakan maupun disimpan terlebih dahulu(Sudibyo dahulu(Sudibyo 2008). Tepung terigu dan garam yang diterima terlebih dahulu diayak sebelum digunakan untuk membuat mi. Proses pengayakan dilakukan untuk menghilangkan cemaran fisik yang mungkin terdapat dalam kedua bahan ini. Pengayakan dilakukan menggunakan alat pengayak yang berukuran 200 mesh. Setelah melewati ayakan, tepung terigu serta bahan-bahan lainnya ditimbang sesuai dengan penggunaan dalam pembuatan mi ker ing (Sudibyo 2008). 2008). Mi dibuat dengan tambahan larutan alkali. Larutan alkali berfungsi untuk memberi warna, rasa dan memperkuat struktur mi. Sebelum memasuki tahap pembuatan mi, lautan alkali terlebih dahulu dibuat. Larutan alkali merupakan campuran dari soda sodium karbonat dan kalium karbonat, air, garam, tepung telur dan bahan pewarna tartazin CI 19140. Setelah proses pencampuran dilakukan, larutan alkali aka berwarna kuning, kuning, homogen homogen dan tidak terdapat benda asing didalamnya (Sudibyo 2008). Tepung terigu, garam dan larutan alkali yang telah dibuat dicampurkan dengan menggunakan ixer yang dilengkapi dengan steam dengan steam jacket . Proses pengadukan bertujua bertujua untuk menghasilkan menghasilkan campuran yang hidrogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten (Sudibyo 2008). Proses pencampuran dilakukan pada suhu 25-40°C selama 15-25 menit. Bila proses pengadukan dilakukan kurang dari lima belas menit maka adonan yang dihasilkan akan menjadi lunak dan lengket, seme ntara jika pengadukan dilakukan lebih dari dua puluh lima menit maka adonan menjadi keras, rapuh dan kering. Selama pengadukan adonan juga mengalami peningkatan suhu. Apabila suhu adonan naik hingga 40°C maka enzim amilase dan protease akan aktif. Enzim Enzim amilase akan memecah pati menjadi menjadi dekstrin dan protease akan memecah gluten sehingga sehingga adonan menjadi lembut dan halus. Suhu juga
meningkatkan mobilitas dan aktivitas air dalam jaringan tepung hingga akhirnya membantu pengembangan adonan. Bila proses mixing dilakukan di bawah suhu 25°C maka adonan akan menjadi keras, rapuh dan kasar, sementara jika suhu pengadukan melebihi 40°C maka adonan akan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis. Adonan yang dihailkan akan mempunyai struktur kompak, penampakan mengkilat, halus, elastis, ti dak lengket dan tidak mudah terberai, lunak, serta lembut (Astawan 1999) Penerimaanbahanbaku Pembuatanlarutan alkali Pengadukan Pembentukanlembaran Pemotongan Pemotonganuntaian mi Pengeringan Pendinginan Pengemasan mi kering Penyimpanan Gambar1. Proses pengolahan mi kering Pengepresan dengan roll press bertuuan untuk membentuk adonan menjadi lembaran yang halus dan elastis serta menghaluskan serat-serat gluten. Adonan dengan karakteristik demikian dihasilkan dengan berulang kali melewatkan adonan di antara roll hingga dicapai ketebalan tertentu dimana adonan siap dicetak menjadi untaian. Pengepresan dilakukan pada suhu 35-37°C. Mi yang telah dibentuk menjadi lembaran kemudian dipotong hingga membentuk untaian. Proses pencetakan untaian pita mi (slitting) ini dilakukan dengan melewatkan mi ke dalam suatu silinder logam beralur kecil (slitter) yang akan memotong adonan menjadi untaian mi. Untaian mi dibentuk menjadi bergelombang akibat pengauh dari kecepatan putaran slitter, waving net conveyor, dan steam bov. Untaian mi yang keluar dari slitter dihasilkan dengan kecepatan tinggi dan diterima oleh waving net conveyor yang kecepatannya rendah sehingga
terjadi pemadatan untaian. Untaian mi yang menumpuk tersebut diterima oleh steam boc yang kecepatannya lebih cepat daripada waving net conveyor, tetapi lebih lambat dari slitter . Perbedaan kecepatan ini menyebabkan mi yang tadinya menumpuk padat menjadi sedikit tertarik kembali dan terbentuklah gelombang yang rata pada mi (Sudibyo 2008). Mi yang telah dingin kemudian dipotong dengan menggunakan mesin pemotong. Mi dipotong dan dibentuk lipatan dengan mendorong bagian tengah potongan ke dal am dengan menggunakan alat seperti cangkul. Pada bagian atas alat terse but terdapat roll berputar yang berfungsi untuk melipat mi menjadi dua bagian sama panjang. Setelah terlipat dan terpotong, mi kemudian dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk memandapkan pati t ergelatinisasi, menurunkan kadar air dan mengeringkan mi hingga kadar airnya berkisar antara 7-8%. Mmi yang telah kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Sudibyo (2008) melaporkan bahwa pengeringan mi pada PT Kuala Pangan Cite ureup, Bogor dilakukan menggunakan oven pengering pada suhu 90-100°C dalam konveyor berkalan selama 25-30 menit. Pendinginan kembali dilakukan pada mi yang telah dike ringkan. Proses pendinginan ini dilakukan dengan menggunakan alat yang memiliki sejumah blower. Proses pendinginan ini bertujuan agar suhu mi dapat diturunkan hingga mencapai sekitar 32°C sebelum dikemas. Pendinginan berlangsung selama 2-3 menit hingga mi menjadi lebih rigid. Apabila mi dikemas dalam keadaan panas maka akan terjadi penguapan uap air dan pengembunan pada bagian dalam etiket. Jika hal ini terjadi mi akan mudah rusak oleh kapang dan umur simpan mi menjadi lebih singkat (Sudibyo 2008) Pengemasan dilakukan dengan memasukkan mi kering ke dalam kemasan plastik yang dudah memliki label. Pengemasan dilakukan untuk melindungi mi dari kemungkinan tercemar atau kerusakan sehingga tidak mengalami penurunan mutu se lama penyimpanan dan distribusi. Pengemasan juga dilakukan untuk melindungi produk dari terjadinya kontaminasi silang dengan bahan-bahan lain dan memudahkan transportasi dan distribusi produk ke pelanggan. Kemasan yang digunakan dapat melindungi mi kering dari ancaman cemaran debu-debu dan kotoran, serangga, kelembaban dan oksigen di udara, serta sinar matahari dan lainnya (Sudibyo 2008). 2. Bahan baku, bahan tambahan pangan dan cemaran 2.1.Bahan baku dan bahan tambahan pangan dalam pembuatan mi kering Bahan baku yang digunakan dalamproses pembuatan mi kering adalah tepung terigu, air, garam, dan tepung telur. Sementara itu bahan tambahan pangan yang digunakan adalah natrium karbonat, kalium karbonat, dan pewarna tartrazin CI 19140. Terkadang digunakan campuran pada tepung terigu, misalnya dengan tepung singkong, tepung tempe dan lainnya (Astawan 1999). Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mi kerring umumnya adalah tepung terigu hard fluor yang memilik kadar gluten 10-12%. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan air minum sesuai PerMenKes No.907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002, yang dideskripsikan lebih lanjut pada Tabel 1.
Garam berfungsi sebagai pemberi rasa, memperkuat tekstur mi, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat dan untuk mengikat air. Garam juga menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga mi tidak lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Sudibyo 2008). Tepung telur dapat mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan mempercepat hidrasi air pada terigu. Tabel1. Persyaratan kualitas air minum
2.2.Batas penggunaan bahan tambahan pangan dan batas kandungan cemaran pada mi kering Penggunaan bahan tambahan pangan harus sesuai dengan pera turan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Batas penggunaan tartrazin untuk produk pasta dn mi adalah sebesar 70 mg/kg. Batas penggunaan natrium karbonat pada produk yang sama adalah sebesar 2600 mg/kg, sementara penggunaan kalium karbonat disesuaikan dengan cara produksi pangan yang baik.
Kandungan cemaran yang terdapat pada bahan pangan juga diregulasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (2009). Batas tersebut dideskripsikan dalam Tabel 2. Tabel2. Batas cemaran dalam mi kering Cemaran
Mikroba
Logam berat
Mikotoksin
Jenis Cemaran
Batas Maksimum
ALT (30°C, 72 jam)
1 x 10 6 koloni/g
APM Eschericia coli
10/g
Staphylococcus aureus
1 x 103 koloni/g
Bacillus cereus
1 x 103 koloni/g
Kapang
1 x 104 koloni/g
Arsen
0.5 ppm
Kadmium
0.2 ppm
Merkuri
0.05 ppm
Timah
40 ppm
Timbal
0.3 ppm
Deoksinivalenol
750 ppb
Okratoksin A
33 ppb
3. Tabel HACCP plan Karena memiliki kadar air yang rendah, yaitu kurang dari 10%, mi kering termasuk pangan yang relatif stabil selama penyimpanan. Fu (2008) menyebutkan bahwa mi kering umumnya dapat disimpan selama satu hingga dua tahun. Oleh karena itu proses pengeringan merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan mi kering. Untuk menjamin mutu mi kering Sudibyo (2008) menyusun tabel HACCP yang digunakan pada produk mi kering pada PT Kuala Pangan, Citeureup, Bogor. HACCP plan tersebut terbagi menjadi identifikasi bahaya pada setiap proses dan penetapan CCP, serta penetapan batas kritis, tindakan pengawasan, koreksi, verifikasi serta dokumentasi dari CCP yang ada. HACCP plan oleh Sudibyo (2008) yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel1. Identifikasi bahaya dan penetapan CCP No.
1.
Tahap/Material
Penerimaan bahan baku
Tepung terigu
Jenis bahaya
Bahaya
Eschericia coli yang mengkontaminasi Biologi tepung terigu karena penanganan di supplierr kurang higienis. Cemaran logam berat Kimia seperti Pb, Hg, Cu, dan
Tindakan pengendalian
CCP/CP
Pada tahap selanjutnya terdapat proses proses pengeringan pada suhu 90-100°C selama 25-30 menit Permintaan jaminan dari pemasok dan
CP
Fisik
Biologi
Kimia
Garam
Fisik
Biologi Tepung telur
Kimia Fisik
Natrium karbonat dan
Biologi Kimia
arsen serta residu pemeriksaan COA pestisida. Kontaminasi bahan baku terigu, audit mungkin terjadi sejak ke pihak supplier, dan dari proses pertaniannya pengujian eksternal dan tidak dapat setiap 6 bulan sekali dihilangkan Inspeksi dan pemeriksaan terhadap Kontaminasi benang, tali bahan baku yang masuk plastik, dan potongan ke perusahaan oleh serangga karena pihak bagian QC, dan pada supplier kurang saat produksi dilakukan memperhatikan proses pengayakan lingkungan produksi dengan ayakan ukuran mesh 200 Tidak ada Permintaan jaminan dari Cemaran logam berat pemasok supplier, seperti Pb, Hg, Cu, dan inspeksi dan arsen serta residu pemeriksaan COA pestisida. Kontaminasi bahan baku garam yang mungkin terjadi sejak masuk ke perusahaan dari proses pertaniannya oleh bagian QC, serta dan tidak dapat pengujian secara dihilangkan eksternal setiap 6 bulan sekali Kontaminasi potongan benang, tali plastik, pasir, dan tanah yang Sebelum proses terjadi akibat pihak produksi dilakukan supplier kurang proses pengayakan memperhatikan dengan ayakan ukuran lingkungan produksi dan mesh 200 kontaminasi saat penanganan dan distribusi Pada tahap berikutnya terdapat proses Salmonella, pengeringan pada suhu Staphylococcus, E. Coli 90-100°C selama 25-30 menit Tidak ada Kotoran akibat pihak Inspeksi dan supplier kurang pemeriksaan oleh memperhatikan bagian QC lingkungan Tidak ada Cemaran logam berat Permintaan jaminan dari atau logam lain pemasok dan
kalium karbonat
pemeriksaan COA bahan natrium dan kalium karbonat dari supplier. Audit ke supplier juga mungkin diperlukan Fisik Biologi
Pewarna (tartrazin)
Kimia
Penggunaan bahan tambahan yang tidak sesuai dengan peraturan
Fisik
Tidak ada
Biologi
Cemaran E coli, coliform grup Salmonella, Staphylococcus yang berasal dari lingkungan tempat pengambilan air yang tercemar
Air bantu Kimia
Fisik Biologi
Pengemas primer plastik (PP)
Tidak ada Tidak ada
Kimia
Fisik
Permintaan jaminan dari pemasok/supplier, inspeksi dan pemeriksaan COA bahan pewarna tartrazin yang masuk ke perusahaan oleh bagian QC. Penggunaan bahan pewarna ini juga akan dikontrol penggunaannya sesuai peraturan yang berlaku saat produksi Water treatment dan penyaringan (filtrasi), klorinasi air yang dipakai dan penerapan SSOP keamanan air, serta ddilakukan pengujian eksternal setiap 6 bulan sekali
Cemaran logam-logam Water treatment dan berat dan logam lain penerapan SSOP serta bahan kimia keamanan air lainnya Kotoran/ padatan terlarut Inspeksi dan (Jumlah zat padat pemeriksaan oleh terlarut dan kekeruhan) bagian QC Tidak ada Residu bahan kimia seperti aditif plastik Menggunakan plastik (plasticizer) yang dapat food grade, permintaan pindah (migrasi) dari jaminan dari plastik ke produk pemasok/supplier, pangan dan bersifat pemeriksaan COA dari karsinogenik terhadap pemasok/supplier tubuh manusia Debu, kotoran dan benda Inspeksi dan asing lainnya yang pemeriksaan oleh mengkontaminasi bagian QC dan personil
kemasan saat penanganan dan penyimpanan di supplier serta saat distribusi kemasan plastik Biologi Tidak ada Kimia Tidak ada Pengemas sekunder (karton jenis CFB)
Fisik
Biologi
2.
3.
4.
Penyimpanan bahan bahan di gudang
Pengayakan tepung terigu dan garam
Penimbangan bahan baku dan bahan lainnya untuk persiapan formulasi
Kimia
Debu, kotoran yang menempel pada karton
Binatang seperti tikus, kecoa, lalat dan serangga yang menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan bahan yang disimpan di gudang Sisa residu bahan sanitaiser yang terdapat pada alat yang dipakai dapat mengkontaminasi bahan
Fisik
Debu dan kotoran yang berasal dari ruang / gudang penyimpanan yang tidak bersih
Biologi Kimia
Tidak ada Tidak ada
Fisik
Benang, tali plastik, potongan serangga
Staphylococcus dan Salmonella yang mungkin berasal dari Biologi kontaminasi alat dan personil yang menangani penimbangan bahan baku dan bahan lainnya
bagian produksi
Inspeksi dan pemeriksaan kotak karton yang masuk ke perusahaan oleh bagian QC, dan penyimpanan kemasan sesuai persyaratan GMP
Lakukan pengendalian hama (pest control) dengan tepat
Menggunakan sanitaiser yang diizinkan dengan dosis yang tepat
CP
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC, diikuti dengan penyimpanan sesuai dengan SOP dan GMP
Lakukan pengayakan dengan menggunakan alat ayakan berukuran 200 mesh. Cemaran fisik yang diperoleh kemudian dipisahkan dan dibuang ke tempat sampah Penerapan SSOP dan GMP dengan benar. Selain itu pada tahap selanjutnya terdapat proses pengeringan
CP
CP
Kimia
Tidak ada
Fisik
Debu, kotoran yang berasal dari alat yang digunakan dalam penimbangan
Biologi
Kimia 5.
Pembuatan larutan alkali Fisik
6.
Pencampuran dan formulasi adonan mi (Mixing)
7.
Pengepresan dengan roll press
Tidak ada Residu bahan sanitaisen yang digunakan untuk sanitasi alat uang digunakan dalam pembuatan larutan alkali Debu dan kotoran yang berasal dari alat yang digunakan
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC dan bagian produksi. Pemberihan juga harus dilakukan Penggunaan bahan sanitaiser yang diizinkan dengan dosis yang tepat
CP
Inspeksi dan pemeriksaan oleh bagian QC, dan dilakukan pembersihan
Kontaminasi Salmonella, SSOP sanitasi alat dan Staphylococcus maupun dan SSOP kesehatan biofilm yang berasal dari dan hygiene karyawan. Biologi alat yang dipakai dan Selain itu pada tahap personil yang melakukan produksi selanjutnya pencampuran dan terdapat proses formulasi pada bahan pengeringan adonan Residu bahan sanitaiser yang mungkin tersisa pada alat dapat Penggunaan sanitaiser tercampur dengan yang diizinkan pada Kimia bahan. Selain itu, dosis yang tepat, diikuti terdapat kemungkinan dengan pemeriksaan penggunaan BTP yang oleh bagian QC tidak sesuai dengan peraturan Debu dan kotoran yang Pembersihan, inspeksi Fisik mengkontaminasi alat dan pemeriksaan pleh dari lingkungan produksi bagian QC Kontaminasi Penerapan SSOP Salmonella, kebersihan permukaan Staphylococcus, dan alat yang kontak dengan biofilm pada permukaan bahan pangan, SSOP alat pengepres yang Biologi pencegahan kontaminasi mungkin tercampur pada silang. Selain itu pada bahan. Adanya sisa tahap selanjutnya akan kerak pada adonan juga terdapat proses dapat menimbulkan pengeringan bakteri penyebab biofilm Kimia Fisik Adanya kerak adonan Pembersihan dan
CP
CP
Biologi 8.
Pencetakan untaian mi (slitting) Kimia Fisik
Biologi
11.
Pemotongan untaian Kimia
Fisik
Biologi 12.
Pengeringan di dalam oven pada suhu 90100°C selama 25-30 menit (Drying)
Kimia Fisik
yang menempel pada pemeriksaan oleh alat pengepres bagian QC Kontaminasi Staphylococcus, Penerapan SSOP dan Salmonella, biofilm GMP dengan benar. yang terbawa dari bahan Selain itu pada tahap baku yang digunakan selanjutnya terdapat serta personil yang proses pengeringan menanganinya Tidak ada Debu dan kotoran yang Pembersihan dan berasal dari alat yang pemeriksaan oleh digunakan dalam bagian QC pencetakan Kontaminasi bakteri Penerapan SSOP seperti Salmonella, kebersihan permukaan Staphylococcus dan alat yang kontak dengan biofilm yang mungkin bahan pangan, SSOP terbawa dari bahan pencegahan kontaminasi adonan dan alat yang silang, serta pada tahap digunakan untuk selanjutnya terdapat pemotongan mi proses pengeringan Penggunaan sanitaiser Adanya kontaminasi dari yang diizinkan pada residu bahan sanitaiser dosis yang tepat, diikuti pada cutter yang dengan pemeriksaan digunakan oleh bagian QC Adanya kerak adonan Pembersihan dan yang menempel pada pemeriksaan oleh cutter bagian QC Set suhu dan waktu yang diinginkan, kontrol suhu secara periodik setiap 2 jam sekali, Kontaminasi kalibrasi Staphylococcus, termometer/termocouple Salmonella, biofilm secara berkala tiap 2 yang terbawa dari bahan bulan sekali baku yang digunakan menggunakan serta personil yang thermometer master menanganinya yang sudah dikalibrasi. Penerapan SSOP untuk sanitasi alat dan kesehatan dan hygiene karyawan Tidak ada Kontaminasi debu dan Pembersihan dan kotoran yang berasal pemeriksaan oleh dari konveyor dalam bagian QC pengering yang
CP
CP
CCP
Biologi
13.
Pendinginan dengan kipas angin selama 2-3 menit (cooling)
Kimia
Fisik
Biologi
14.
Fisik
Pengemasan dengan kotak karton (kemasan sekunder)
Biologi Kimia Fisik
Biologi 16.
Kontaminasi bakteri seperti salmonella, staphylococcus, dan E coli yang berasal dari kemasan yang bocor
Pengemasan dengan plastik PP
Kimia
15.
digunakan Kontaminasi bakteri Salmonella, Staphylococcus yang berasal dari alat pendingin dan kipas yang digunakan serta dari lingkungan Tidak ada Kontaminasi debu dan kotoran yang berasal dari kipas yang digunakan untuk proses pendinginan
Penyimpanan produk mi kering di gudang Kimia Fisik
Residu bahan aditif plastik (plasticizer dan lain-lain) yang bermigrasi ke produk mi kering Debu dan kontaminasi yang berasal dari alat dan lingkungan Tidak ada Tidak ada Debu dan kotoran yang berasal dari kemasan karton Infeksi tikus, kecoa dan serangga yang menyebabkan kontaminasi silang bakteri pada bahan bahan yang disimpan di gudang Tidak ada Debu dan kotoran dari ruang/gudang
SSOP alat dan lingkungan CP
Pembersihan dan pemeriksaan oleh bagian QC SSOP sanitasi alat serta kesehatan dan higiene karyawan periksa adanya kebocoran kemasan plastik setiap 2 jam sekali. Selain itu pada tahap berikutnya ada proses pemasakan/pemanasan produk mi oleh pihak konsumen Penggunaan bahan pengemas yang food grade. Penerapan SSOP sanitasi alat dan kesehatan dan higiene karyawan dengan benar Pembersihan dan pemeriksaan oleh bagian QC
Pembersihan dan pemeriksaan oleh bagian QC Lakukan pengendalian hama dengan tepat, gunakan denah untuk pengendalian hama. Penyimpanan dilakukan dengan prinsip FIFO Penerapan SSOP, pencegahan kontaminasi
CP
CP
CP
penyimpanan yang tidak bersih
17.
Pengiriman dan pendistribusian produk mi
Biologi Kimia Fisik
silang dengan pembersihan, inspeksi oleh bagian QC dan lakukan pembersihan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada
CP
Tabel 4. Penetapan batas kritis, monitoring, tindakan koreksi, verifikasi, serta dokumentasi dari mi kering CCP
Batas kritis
Monitoring
Memeriksa suhu proses pada mesin oven pengering secara visual dan waktu pengeringan Suhu 90dengan 100°C dan stopwatch/jam lama tangan selama pengeringan proses 25-30 menit produksi setiap proses pengeringan (25-30 menit) oleh operator bagian Pengeringan pengeringan mi dan bagian QC Memeriksan kecepatan aliran udara Kecepatan pengeringan aliran udara selama proses 2 m/detik setiap pengeringan oleh operator bagian QC Memeriksa Kadar air kadar air produk mi produk mi kering kering dengan maksimal memakai alat 10% konduktivitas
Tindakan koreksi
Tindakan verifikasi
Dokumentasi
Bila suhu tidak sesuai standar, maka produk yang sudah jadi dipisahkan/dikarantina
Kalibrasi alat termometer dan stop watch secara berkala
Dokumentasi laporan tindakan koreksi
uji mikrobiologi terhadap produk akhir
Dokumentasi laporan operator pengeringan produk, kalibrasi alat, laporan catatan batas kritis
Stop proses dan diseproses (waktu proses pengeringan diperpanjang)
Data atau log sheet pengukuran serta checklist
meter setiap selesai proses satu batch pengeringan oleh operator bagian QC
Daftar Pustaka
Astawan M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Bogor: PT Penebar Swadaya. Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2006. Kategori Pangan. Surat Keputusan K.A. Badan POM RI No.: HK.00.05.52.4040. Fu BX. 2008. Asian noodles: history, classification, raw materials and processing. Food Research International. (41): 888-902. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. No. HK.00.06.1.52.4011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman. No. 8 Tahun 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna. No. 37 Tahun 2013. Sudibyo A. 2008. Penyiapan Kelayakan Persyaatan dasar dan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk Produksi Mi Kering pada PT Kuala Pangan di Citeureup, Bogor. Tugas Akhir. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.