Penentuan Indeks Bias Secara Refraktometri 21 Oktober 2014 jungdesy Tinggalkan jungdesy Tinggalkan komentar
Penentuan Indeks Bias Secara Refraktometri A.A Sagung Desy Dwi Martayani
J urusa urusan n K imia F M I PA Univ Uni versi rsittas Ud Uda ayana na,, B uki ukitt J imb imba aran ABSTRAK
Refraktometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar bahan terlarut. Prinsip kerja dari refraktometer yaitu memanfaatkan refraksi cahaya. Pada praktikum ini refraktometer yang digunakan yaitu refraktometer ABBE. Refraktometer ABBE digunakan untuk mengukur indeks bias cairan, padatan dalam cairan atau serbuk. Dalam praktikum ini digunakan beberapa cairan yang akan ditentukan indeks biasnya yaitu zat A, B, C, D dan E. Pada percobaan ini air murni (aquadest) digunakan untuk mengkalibrasi men gkalibrasi refraktometer Abbe. Indeks bias dari air murni atau aquadest pada suhu 29 o C sebesar 1,3320 o sesuai dengan literature. Dari hasil pengukuran indeks bias dari masing – masing cairan didapatkan hasil dimana urutan indeks bias zat cair dari terbesar ke terkecil yaitu zat C > zat B > zat A > zat E> zat D . Perbedaan P erbedaan hasil indeks bias dari tiap-tiap zat tersebut disebabkan karena perbedaan besar sudut kritis yang terbentuk dan kerapatan suatu zat. Semakin tinggi kerapatan suatu zat, volumenya semakin kecil, sehingga indeks biasnya juga akan semakin kecil. PENDAHULUAN
Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dan sebagainya. seba gainya. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang ilmuan dari German pada permulaan abad 20. Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berfungsi untuk identifikasi zat kemurnian, suhu pengukuran dilakukan pada suhu 20 o C dan suhu tersebut harus benar-benar diatur dan dipertahankan karena sangat mempengaruhi indeks bias. Harga indeks bias dinyatakan dalam farmakope Indonesia edisi empat dinyatakan garis (D) cahaya natrium pada panjang gelombang 589,0 nm dan 589,6 nm. Umumnya alat dirancang untuk digunakan dengan cahaya putih. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer ABBE. Untuk mencapai kestabilan, alat harus dikalibrasi dengan menggunakan plat glass standart. (Dogra, S.K ,1990)
Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk mengukur indeks bias cairan, padatan dalam cairan atau serbuk dengan indeks bias dari 1,300 sampai 1,700 dan persentase padatan 0 sampai 95%, alat untuk menentukan indeks bias minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainnya, indeks bias antara 1,300 dan 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai 0,001 dan dapat diperkirakan sampai 0,0002 dari gelas skala di dalam. Pengukurannya didasarkan atas prinsip bahwa cahaya yang masuk melalui prisma-cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas. Faktor-faktor penting yang harus diperhitungkan pada semua pengukuran refraksi ialah temperatur cairan dan jarak gelombang cahaya yang dipergunakan untuk mengukur n. Pengaruh temperatur terhadap indeks bias gelas adalah sangat kecil, tetapi cukup besar terhadap cairan dan terhadap kebanyakan bahan plastik yang perlu diketahui indeksnya. Karena pada suhu tinggi kerapatan optik suatu zat itu berkurang, indeks biasnya akan berkurang (Dogra, 1990). Banyak aplikasi dari refraktometer yang dapat digunakan untuk penentuan konsentrasi dalam pengemban medium: refraktometer Tradisional untuk menentukan kadar gula untuk digunakan dalam larutan air, penentuan saat panen anggur , mengukur gravitasi asli bir atau memasak dalam produksi madu . Refraktometer juga digunakan dalam menentukan konsentrasi asam di baterai. Demikian pula, ketika mengukur isi pendingin glikol, atau salinitas air laut. Dalam bidang kedokteran, refraktometer dapat digunakan untuk menentukan kandungan protein dalam urin . (Sukarjo, 1989) MATERI DAN METODE Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah zat A, B, C, D dan E dengan konsentrasi yang berbeda – beda, alkohol, aquades, dan tissue. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Refraktometer Abbe, piknometer, bak termostat, neraca analitik, seperangkat alat gelas dan pipet tetes. Cara Kerja
Air di bak thermostat sedang di sirkulasi melalui prisma dan temperatur prisma dan temperatur konstan pada (25 0 1 0 ) 0 Prisma yang iluminasi dan refraksi digantung bersama – sama sepanjang satu sisi dan diklem pada sisi yang berlawanan. Klem dibuka dan prisma dipisahkan. Kedua permukaan prisma
dibersihkan dengan hati – hati dengan tisu dan dibubuhi alkohol. Bila permukaan prisma sudah bersih dan kering, keduanya dibawa bersama – sama dan klem ditutup. Sampel kemudian diteteskan sebanyak 1 – 2 tetes secukupnya dengan pipet tetes dalam lubang isian (yang seharusnya sudah terang sepanjang persimpangan diantara dua prisma yang diklem). Dengan knop logam knurled (di bawah skala) dapat memutar prisma yang terpasang sepanjang sumbu horizontal dengan tetap menjaga posisi cermin dan teleskop. Prisma diputar sampai batas diantara medan terang dan gelap terlihat dengan jelas pada teleskop. Cermin diatur sebaiknya untuk dapat memantulka n sinar sepanjang sumbu teleskop. Posisi terbaik dapat diperoleh dengan mencoba bila zat cair sudah diberikan, dan suatu zat tidak perlu mengadakan perubahan setelan itu untuk mendapatkan sumber cahaya yang mantap. Pada ujung bawah dari teleskop, terdapat knop logam knurled yang berfungsi mengatur kompensator Abbe. Pengaturan dianggap benar, jika terlihat batas yang tajam antara daerah yang terang dan gelap. Prisma diputar hingga batas daerah terang dan gelap tepat berimpit dengan titik potong dari garis silang. Indeks refraksi dapat dibaca dari skala (ditandai n D ), suatu saat pengaturan yang selanjutnya telah dibuat. Lensa mata dari pembacaan skala teleskop dapat diatur untuk membuat skala menjadi fokus yang tajam. Untuk menyelesaikan pengukuran, permukaan prisma dibersihkan dan ketika kering, klem prisma dijadikan satu. Penutup protektif peralatan dilepaskan. Prisma, teleskop dan cermin yng jelas dapat diputar sebagai unit tunggal sepanjang sumbu horisontal. Dengan cara ini memungkinkan untuk membuat permukaan prisma yang jelas menjadi posisi horisontal. Sehingga, sebagai alternatif sampai pada langkah 3, setetes zat cair dapat ditransfer secara langsung kepermukaan prisma. Prosedur ini perlu untuk zat cair yang kental. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada praktikum refraktometer ini yang bertujuan untuk menetapkan indeks bias dan menggunakan nilai indeks bias dalam analisis kuantitatif suatu larutan, sebelum refraktometer digunakan, terlebih dahulu alat refraktometer dikalibrasi dengan cara menentukan indeks bias dari zat cair aquades. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa refraktometer dalam keadaan/ kondisi terkalibrasi dan dicek terhadap standar (air murni). Indeks bias juga dipengaruhi oleh suhu. Saat menguji indeks bias aquades dalam mengkalibrasi refraktometer, perlu diperhatikan kecocokan antara hasil indeks bias dari pengukuran dengan temperatur yang ditunjukkan. Dari hasil pengukuran untuk kalibrasi refraktometer, indeks bias air yang ditunjukkan adalah 1,3320 pada suhu 29 0 C. Hal ini menunjukkan bahwa refraktometer yang digunakan dalam kondisi yang baik dan sudah sesuai dengan literatur yang ada. Selanjutnya dilakukan pengukuran indeks bias untuk zat A, B, C, D dan E. Pengukuran diawali dengan membersihkan prisma dengan tissue yang sudah dibasahi alkohol. Setelah kedua permukaan prisma kering, cairan diteteskan sebanyak 1 tetes saja, lalu kedua prisma direkatkan
(diklem). Melalui teleskop dapat dilihat ketepatan batas daerah gelap dan terang pada titik potong garis silang dengan fokus yang tajam (artinya tidak ada bayang-bayang di perbatasan daerah gelap dan terang). Dan melalui teleskop juga dapat kita lihat di bagian bawah fokus daerah gelap dan terang terdapat skala pembacaan indeks bias cairan. Pada skala tersebut dapat dibaca dan diukur nilai indeks bias dari zat cair yang diujikan. Dari hasil 2 kali pengukuran berulang dengan menggunakan Refraktometer Abbe, yang telah dilakukan pada suhu yang sama (29 0 C), diperoleh data pengamatan dan dilakukan pengukuran maka nilai indeks bias dan indeks bias rata – rata masing – masing zat dapat dilihat pada tabel 1.
JENIS ZAT
PERCOBAAN SUHU
I
II
ZAT A
1,3355
1,3355 1,3355 29 0
ZAT B
1,3360
1,3355 1,3357 29 0
ZAT C (MinyakGoreng) 1,4630
1,4635 1,4632 29 0
ZAT D
0
0
ZAT E
1,3350
1,3350 1,3350 29 0
0
29 0
Dari data di atas urutan kenaikan nilai indeks bias dari sampel-sampel yang diujikan, yaitu: C > zat B > zat A > zat E> zat D. Larutan sampel yang diujikan ternyata memiliki nilai indeks bias yang berbeda – beda. Hal ini disebabkan karena pada larutan sampel mengalami kenaikan besar sudut kritis. Karena, semakin besar nilai indeks bias suatu z at cair, maka sudut kritis yang terbentuk semakin besar. Besarnya sudut kritis yang ditimbulkan bisa disebabkan karena banyaknya sinar yang dipantulkan cairan tersebut ketika berada diantara kedua permukaan prisma. Perbedaan indeks bias di antara zat cair ini disebabkan karena zat yang ditentukan indeks biasnya merupakan zat yang berbeda, zat A diperkirakan adalah glukosa karena memiliki indeks bias yang sama dengan glukosa yaitu 1,3355 dan zat B diperkirakan adalah campuran glukosa dan sukrosa karena berada diantara nilai indeks bias glukosa dan sukrosa pada suhu 29 0 C yaitu 1,3355-1,3360, sedangkan zat C adalah minyak goreng, zat D tidak teridentifikasi dan zat E
diperkirakan adalah aseton dengan indeks biasnya adalah 1,3350. Perbedaan konsentrasi dari masing-masing zat. Pada cairan yang mempun yai konsentrasi zat terlarut kecil, akan mempunyai indeks bias yang kecil, begitupula sebaliknya. Sedangkan untuk cairan yang memiliki konsentrasi zat terlarut besar, menandakan bahwa banyak partikel zat terlarut didalamnya sehingga banyak menyerap cahaya dan intensitas cahaya yang melewati cairan tersebut berkurang. Oleh karena itu menjadi kecil, dan indeks bias menjadi kecil. Tetapi bila zat cair memiliki konsentrasi lebih besar akan mempunyai kerapatan antar molekul yang lebih kecil, sehingga indeks biasnya semakin besar dan begitu juga sebaliknya. Selain kerapatan, sudut kritis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi indeks bias. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan indeks bias yaitu konsentrasi, kerapatan, sudut kritis dan kecepatan cahaya. Faktor inilah yang men yebabkan indeks bias dari zat D tidak teridentifikasi (nol), karena ada zat pengotor dalam zat D yang tidak terlarut sehingga memiliki kerapatan atau densitas yang tinggi, menyebabkan cahaya tidak dapat menembus dan memancar ke prisma sehingga tidak didapatkan indeks biasnya.
Tabel 2. Massa dan Densitas Zat Cair
Jenis Zat Cair Massa piknometer (g) Massa zat cair (g) Volume piknometer (mL) Densitas (g/ml)
A
12,53
9,97
10
0,997
B
12,53
9,97
10
0,997
C
12,53
9,20
10
0,920
D
12,53
9,00
10
0,900
E
12,53
9,83
10
0,983
KESIMPULAN
Refraktometer digunakan untuk menentukan besar indeks bias dari zat cair Semakin banyak konsentrasi zat terlarut di dalam cairan, akan semakin banyak cahaya yang diserap dan menyebabkan intensitas cahaya menjadi menurun. Indeks bias akan kecil, bila konsentrasi zat terlarutnya besar.
Air murni (aquadest) digunakan untuk mengkalibrasi refraktometer Abbe. Indeks b ias dari air murni atau aquadest pada suhu 29 o C sebesar 1,3320 o sesuai dengan literatur. Urutan indeks bias zat cair tersebut dari terbesar k e terkecil yaitu zat C > zat B > zat A > zat E> zat D. Zat A adalah glukosa, zat B adalah campuran glukosa dan sukrosa, zat C adalah minyak goreng, zat D tidak teridentifikasi dan zat E adalah aseton. Perbedaan hasil indeks bias dari tiap-tiap zat tersebut disebabkan karena perbedaan besar sudut kritis yang terbentuk dan kerapatan suatu zat. Semakin tinggi kerapatan suatu zat, volumenya semakin kecil, sehingga indeks biasnya juga akan semakin kecil. DAFTAR PUSTAKA Dogra, S.K.1990. Kimia Fisika . Jakarta: UI-Press Fessenden and Fessenden.1999. Kimia Organik . Jakarta: Erlangga Sukarjo. 1989. Kimia Fisika . Jakarta: Bina Aksara Tim Laboratorium Kimia Fisika. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Fisika II . Bukit Jimbaran : Laboratorium Kimia Fisik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana