BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya
karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan
cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu mendekati garis normal dan
menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya
merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat,
contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air. Cahaya dibiaskan
menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke
medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke
udara. Indeks bias suatu zat adalah perbandingan cepat rambat cahaya dalam
hampa udara (c) terhadap cepat rambat cahaya dalam zat tersebut (v), atau
perbandingan sinus sudut datang terhadap sinus sudut bias. Harga indeks
bias berubah-ubah tergantung pada panjang gelombang cahaya dan suhu
(Zemansky, 2007).
Penerapan konsep indeks bias banyak di temukan dalam kehidupan sehari.
Contoh globalnya dalam pembiasan adalah sedotan yang ditempatkan dalam
segelas air, apabila di lihat dari samping tampak sedotan patah atau
bengkok. Sedangkan konsep indeks bias pada prisma yaitu pelangi dan
fatamorgana. Pemanfaatannya pada benda berlensa misalnya teropong dan
teleskop.
Praktikum mengenai indeks bias kaca dan prisma dilakukan dua percobaan
yaitu penentuan indeks bias prisma pada plan paralel dan yang kedua
penentuan indeks bias pada prisma. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan
sudut sinar datang yang terkena plan paralel maupun prisma, yang kemudian
di tentukan titik-titik yang terlihat lurus terhadap mata dimana untuk
melihatnya pada satu sisi saja.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan malasalah pada praktikum penentuan indeks bias kaca dan
prisma adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh sudut datang terhadap sudut deviasi?
2. Bagaimana perbandingan indeks bias kaca plan paralel dari hasil
praktikum dengan literatur?
3. Bagaimana perbandingan indeks prisma dari hasil praktium dengan
literatur?
1.3 Tujuan
Tujuan pada praktikum penentuan indeks bias kaca dan prisma adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh sudut datang terhadap sudut deviasi?
2. Mengetahui perbandingan indeks bias kaca plan paralel dari hasil
praktikum dengan literatur?
3. Mengetahui perbandingan indeks prisma dari hasil praktium dengan
literatur?
1.4 Manfaat
Penerapan konsep indeks bias banyak di temukan dalam kehidupan sehari.
Contoh globalnya dalam pembiasan adalah sedotan yang ditempatkan dalam
segelas air, apabila di lihat dari samping tampak sedotan patah atau
bengkok. Sedangkan konsep indeks bias pada prisma yaitu pelangi dan
fatamorgana. Pemanfaatannya pada benda berlensa mislnya teropong dan
teleskop.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Ketergantungan kecepatan rambat gelombang pada sifat-sifat medium
menimbulkan gejala pemantulan dan pembiasan yang terjadi jika suatu
gelombang melintasi permukaan yang memisahkan dua medium dimana gelombang
baru merambat dengan kecepatan yang berbeda.gelombang yang dipantulkan
adalah suatu gelombang baru yang merambat kembali ke dalam medium yang di
lalui gelombang awal dalam perambatannya. Gelombang yang di biaskan adalah
gelombang yang di teruskan ke medium ke dua (Zemansky,2007).
Pada sekitar tahun 1621, ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snell
(1591 –1626) melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut
datang dengan sudut bias. Hasil eksperimen ini dikenal dengan nama hukum
Snell yang berbunyi :
1. sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu
bidang datar.
2. hasil bagi sinus sudut datang dengan sinus sudut bias merupakan
bilangan tetap dan disebut indeks bias.
(Soedojo, 1999).
Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut
datang. Hubungan analitis antara θ1 dan θ2 ditemukan secara eksperimental
pada sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell . Hubungan ini dikenal
sebagai Hukum Snell dan dituliskan:
n1 sin θ1 = n2 sin θ2 . . . (2.1)
dimana, θ1= sudut datang (°)
θ2= sudut bias (°)
n1= indeks bias medium 1
n2= indeks bias medium 2
Jelas dari hukum Snell bahwa jika n2 > n1, maka θ2 > θ1, artinya jika
cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka
berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika n2 > n1, maka θ2 > θ1,
sehingga berkas dibelokkan menjauhi normal (Soeharto, 1992).
Sinar yang masuk bidang pembias I akan sejajar dengan sinar yang
keluar dari bidang pembias II dan mengalami pergeseran. Pergeseran sinar
tersebut dirumuskan :
t = d sin (i-r)/cos r . . . (2.2)
dimana, d = tebal balok kaca (cm)
i = sudut datang (°)
r = sudut bias (°)
t = pergeseran cahaya (cm)
(Stockley,2007).
Gambar 2.1Pergeseran sinar bias terhadap arah semula dari sinar datang pada
kaca plan paralel. Berkas sinar bias akhir sejajar dengan sinar datang
namun bergeser sejauh jarak titik G-C
(Sumber: Stockley, 2007)
Prisma adalah bahan bening yang dibatasi oleh dua bidang datar bersudut.
Besarnya sudut antara kedua bidang datar itu disebut sudut pembias (β).
Sudut deviasi adalah suatu sudut yang dibentuk oleh perpotongan dari
perpanjangan cahaya datang dengan perpanjangan cahaya bias yang
meninggalkan prisma.
Gambar 2.2 Pembiasan pada prisma
(Sumber: Soeharto,1992)
Persamaan sudut bias prisma adalah sebagai berikut:
δ = (i1 + r2) – β . . . (2.3)
dimana, δ= sudut deviasi
i1 = sudut datang pada bidang batas pertama (°)
r2 = sudut bias pada bidang batas kedua berkas sinar keluar dari prisma
(°)
β = sudut puncak atau sudut pembias prisma (°)
(Soeharto,1992).
Sudut deviasi akan mencapai minimum jika sudut datang cahaya ke
prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma (δm » i = r). Jika
prisma berada di udara, maka n1 = 1 dan n2 = n, sehingga δm = (n-1) β.
Sudut bias (r) mendekati garis normal dikarenakan indeks bias kaca lebih
besar dari indeks bias udara yaitu nkaca=1,5
(Tripler, 1992).
BAB 3. METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini, yaitu penentuan
indeks bias kaca dan prisma adalah :
1. Prisma segitiga, sebagai objek percobaan pada praktikum kali ini.
2. Kaca plan paralel, berfungsi sebagai objek pada praktikum kali ini.
3. Kertas HVS putih, sebagai media menggambar prisma dan kaca.
4. Penggaris dan busur, berfungsi untuk menentukan sudut datang cahaya dan
garis normal.
5. Sterofoam , sebagai alat bantu agar jarum bisa ditancapkan pada kertas.
6. Jarum pentul, sebagai penanda titik sinar datang dan hasil pembiasan .
3.2 Desain Percobaan
Desain percobaan pada praktikum pennetuan indeks bias kaca dan prisma
adalah:
3.2.1 Menentukan indeks bias pada kaca
Gambar 3.2.1 pembiasan cahaya pada kaca
(Sumber: Petunjuk Praktikum Fisika Dasar Lanjutan, 2016)
2. Menentukan indeks bias pada prisma
Gambar 3.2.2 pembelokan cahaya oleh prisma
(Sumber : Petunjuk Praktikum Fisika Dasar Lanjutan, 2016)
3.3 Langkah Kerja
Langkah kerja pada praktikum penentuan indeks bias kaca dan prisma
adalah:
3.3.1 Menentukan indeks bias pada kaca plan paralel
1. 5 lembar kertas HVS dibuat dari salah satu bidang alas kaca lali
digambar persegi panjang.
2. Garis normal dibuat pada salah satu sisi bidang kaca persegi panjang .
3. Garis berkas sinar datang dibuat pada setiap lembar kertas HVS yang
berisi gambar persegi panjang.
4. Jarum diletakkan pada titik P dan Q.
5. Jarum pentul dibuat pada sisi yang berlawanan dari arah cahaya datang.
6. Bayangan ditandai dengan jarum pentul didua tempat pada daerah R.
3.3.2 Menentukan indeks bias pada prisma segitiga
1. 5 lembar kertas HVS dari salah satu bidang alas kaca lali digambar
segitiga .
2. Garis normal dibuat pada salah satu sisi bidang prisma segitiga .
3. Pada setiap lembar kertas HVS yang berisi gambar segitiga dibuat garis
berkas sinar datang.
4. Jarum diletakkan pada titik P dan Q.
5. Diamati jarum pentul pada sisi yang berlawanan dari arah cahaya datang.
6. Ditandai bayangan dengan jarum pentul didua tempat pada daerah R.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam praktikum penentuan indeks bias kaca
dan prisma yaitu:
3.4.1 Menentukan indeks bias pada kaca
3.4.2 Menentukan indeks bias pada prisma
D = - A
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang di peroleh dari kedua percobaan dalam praktikum penentuan
indeks bias kaca dan prisma adalah sebagai berikut:
4.1.1 Tabel
4.1.1.1 Menentukan indeks bias kaca plan paralel
"No. "θ1 (°) "θ2 (°) "Sin θ1 "Sin θ2 "
"1 "15 "12 "0,258 "0,207 "
"2 "20 "15 "0,342 "0,258 "
"3 "25 "15 "0,422 "0,390 "
"4 "30 "17 "0,500 "0,292 "
"5 "35 "20 "0,573 "0,342 "
"No. "n21 "Δn21 "I "K "AP "
"1 "1,246377 "0,542603 "0,435344 "99,56466 "1 "
"2 "1,325581 "0,450694 "0,339997 "99,66000 "1 "
"3 "1,082051 "0,266930 "0,246689 "99,75331 "2 "
"4 "1,712329 "0,464440 "0,271233 "99,72877 "2 "
"5 "1,675439 "0,391146 "0,233459 "99,76654 "2 "
4.1.1.2 Menentukan indeks bias prisma
"No. "θi (°) "θt1 (°) "θt2 (°) "D "
"1 "65 "35 "45 "50 "
"2 "60 "32 "57 "57 "
"3 "55 "32 "55 "50 "
"4 "50 "30 "55 "45 "
"5 "45 "28 "60 "45 "
No "ΔD "n21 "Δ n21 "I "K "AP " "1 "0,87220 "1,638304 "0,244987 "0,149537
"99,85046 "2 " "2 "0,99433 "1,705280 "0,245048 "0,143699 "99,85630 "2 " "3
"0,87220 "1,638304 "0,249870 "0,149537 "99,85046 "2 " "4 "0,78500 "1,586707
"0,244944 "0,154372 "99,84563 "2 " "5 "0,78500 "1,586707 "0,244944
"0,154372 "99,84563 "2 " "
4.1.2 Grafik
4.1.2.1 Menentukan indeks bias kaca plan paralel
15°
20°
25°
30°
35°
4.1.2.2 Menentukan indeks bias prisma
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu mengenai pennetuan indeks bias kaca dan
prisma dimana di lakukan dua kali percobaan, menentukan indeks bias kaca
plan paralel dan menentukan indeks bias prisma. Dimana alat dan bahan di
susun seperti gambar 3.1 sedangkan percobaan kedua di susun seperti gambar
3.2. percobaan di lakukan dengan pengambilan data yaitu memvariasikan sudut
datang.
Percobaan pertama yaitu penentuan indeks bias kaca plan paralel.
Hasil yang di peroleh terdapat pada tabel 4.1, pada ke dua tabel tersebut.
Dari hasil yang tertera, indeks bias prisma rata-rata lebih dari 1 yaitu
lebih dari indeks bias udara pada ruang hampa. Pada literatur, indeks bias
kaca paralel dengan bahan tersebut adalah 1,49, namun pada hasil percobaan
mendekati angka tersebut. Hal ini terjadi karena selain kurang teliti
teliti dalam pengambilan data juga karena indeks bias udara yang
kemungkinan tidak sama denga 1, oleh karena itu tidak sesuai dengan
literatur. Pengambilan data yang menghasilkan 1 itu lah pada ruang hampa,
oleh karena hasil percobaan yang di peroleh tidak tepat.
Percobaan ke dua yaitu penentuan indeks bias pada prisma. Hasil yang
di peroleh dari percobaan yaitu pada tabel pertama tabel 2.2, sedangkan
perhitungannya yaitu pada tabel ke dua dari tabel 2.2. percobaan di lakukan
dengan memberikan variasi pada sinar datang seperti pada percobaan pertama
yaitu dengan sudut (θi) sebesar 15°, 20°, sampai 35°. Sesuai dengan hasil
tersebut, disimpulakn bahwa semakin besar sudut datang yaitu sudut yang di
bentuk sinar datang dan garis normal maka sudut deviasi semakin besar pula.
Sebaliknya, apabila sudut dari sinar datang semakin kecil maka sudut
deviasi semakin kecil pula. Hal ini di karenakan sudut sinar datang (θi)
berbanding lurus dengan sudut deviasi.
Indeks bias bias sendiri dari prisma pada literatur dan hasil
perhitunagn tidak sesuai, hal ini di sebabkan hal yang sama yaitu
pengambilan data yang kurang teliti dan indeks bias uadara tidak sama pada
ruang hampa atau tidak sama dengan satu.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dadapat dari hasil praktikum pennetuan indeks bias
kaca dan prisma dalah sebagai berikut:
1. Semakjin besar sudut datang yaitu (θi) maka semakin besar pula sudut
deviasi yang dihasilkan, hal ini terjadi karena θi dan sudut deviasi (D)
berbanding lurus.
2. Indeks bias yang didapat dari hasil perhitungan tidak sesuai dengan
literatur karena. Hal ini diakrenakan pengambilan data yang kurang teliti
ataupun indeks bias pada medium pertama yaitu udara tidak sama dengan
satu.
3. Indeks bias yang di dapat dari hasil perhitungan penentuan indeks bias
prisma tidak sesuai dengan literatur. Hal ini terjadi karena penagmbilan
data yang klurang teliti ataupun indeks bias pada medium pertama yaitu
udara tidak sama dengan satu.
5.2 Saran
Saran untuk praktikan selanjutnya adalah praktikan datang tepat waktu
sesuai jadwal sehingga praktikum bisa dilakukan secara maksimal. Sebelum
memulai percobaan, periksa alat terlebih dahulu. Pastikan alat-alat bisa di
gunakan dengan baik. pengambilan data untuk percobaan dilakukan dengan
teliti sehingga sesuai dengan literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Soedojo, Peter.1999. Fisika Dasar. Yogyakarta: Andi Press.
Soeharto.1992. Fisika Dasar II. Jakarat: Gramedia.
Stockley, Corinne.2007. Kamus Fisika bergambar. Jaktara: Erlangga
Tripler.1992. Fisika dasar jilid II. Jakarta: Erlangga
Zemansky.2007. Fisika Universitas Edisi ke-10 Jilid II. Jakarta: Erlangga
Tim Penyusun Modul Praktikum Fisika Dasar Lanjutan, 2016. Petunjuk
Praktikum Fisika Dasar Lanjutan. Jember: Jember University.