PENANGANAN PNEUMONIA PADA DOMBA
DI POSKESWAN TURI, SLEMAN
INTISARI
Oleh :
Pradita Rendyawan, SKH
14/374826/KH//8368
Dosen Pembimbing :
Dr. drh. Irkham W.
Pada tanggal 10 Maret 2015 telah dilakukan pemeriksaan terhadap seekor domba berumur 2 tahun dengan berat badan ± 30 kg milik Bapak Narto yang beralamat di Gabugan, Donokerto, Turi, Sleman. Menurut anamnesa, domba tersebut tidak mau berdiri sejak 3 hari yang lalu, nafsu makan turun, lemas dan terkadang batuk-batuk.
Hasil pemeriksaan umum menunjukkan kondisi tubuh domba sedang. Frekuensi nafas 36x / menit, frekuensi pulsus 100x / menit dengan temperatur tubuh 37,9ºC. Hasil pemeriksaan turgor kulit menurun, rambut kusam dan rontok, konjunctiva mata terlihat anemis, tipe pernafasan abdominal dengan perkusi paru-paru: pekak-pekak-resonan dan auskultasi paru-paru: ronchi basah, pada alat kelamin ada leleran. Selaput lendir, kelenjar-kelenjar limfe, alat peredaran darah, susunan alat pencernaan, urat syaraf dan anggota gerak tidak ada perubahan. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, domba didiagnosa mengalami pneumonia dengan prognosa dubius-fausta.
Terapi yang diberikan adalah injeksi Limoksin-LA® 3 ml1 IM, B-Complex® 3 ml2 IM, Vetadryl® 1 ml4 IM. Setelah 4 hari pengobatan, batuk-batuk pada domba berkurang, nafsu makan meningkatgggg, dan juga telah berdiri walaupun dengan bantuan pemilik.
PENANGANAN PNEUMONIA PADA DOMBA DI PUSKESWAN TURI, SLEMAN
Oleh :
Pradita Rendyawan, SKH
14/374826/KH//8368
Tanggal pemeriksaan : 10 Maret 2015
Nama dan alamat pemilik : Bp. Narto, Gabugan Donokerto, Turi, Sleman
Macam hewan : Domba Ekor Gemuk
Signalemen : DEG, betina umur 2 tahun, berat badan ±30 kg, Rambut gembel kotor
ANAMNESA
Domba tersebut tidak mau berdiri sejak 3 hari yang lalu, nafsu makan turun, lemas dan terkadang batuk-batuk.
STATUS PRAESENS
Keadaan umum : ekspresi muka lesu dan malas, kondisi tubuh sedang.
Frekuensi nafas : 36 x/menit
Frekuensi pulsus : 100 x/menit
Temperatur : 37,9ºC
Kulit dan Rambut yrontok, gimbal dan terlihat kusam, selaput lender pada mata terlihat anemis. Pada pemeriksaan pernafasan terdengar tipe pernafasan abdominal dengan perkusi paru-paru: pekak-pekak-resonan dan auskultasi paru-paru: ronchi basah di bagian dorsal dan adanya suara double inspirasi.
DIAGNOSA
Pneumonia
PROGNOSA
Fausta-Dubius
TERAPI
Inj/ Limoxin-LA 3 ml
s.i.m.m
Inj/Vetradryl 3ml
s.i.m.m
Inj/ Vit B-Pleks 3 ml
s.i.m.m
Diskusi
Radang paru-paru (pneumonia) merupakan radang parenkim yang dapat berlangsung baik akut maupun kronik ditandai dengan batuk, suara abnormal pada waktu auskultasi, dyspnoe dan kenaikan suhu tubuh. Radang ini disebabkan oleh berbagai agen etiologi, radang yang disebabkan bakteri terkadang menyebabkan terjadinya toksemia. Secara patologi banyak ditemukan bersamaan dengan radang bronchus hingga terjadi bronchopneumonia yang sering terjadi pada hewan.
Kasus pneumonia di Indonesia banyak dijumpai pada ternak ruminansia. Penelitian Iskandar (1989), menunjukkan bahwa secara pathologis, pneumonia pada kambing dapat mencapai 15% dan pada domba mencapai 12%, bahkan Sudana dan Syarwani (1986) melaporkan bahwa segala jenis pneumonia pada ruminansia kecil merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian ternak yang dapat mencapai 51%. Penyakit pernafasan terutama pneumonia pada kambing dan domba merupakan salah satu faktor penghambat pertumbuhan populasi ternak kambing dan domba (Sudana dan Syarwani, 1986). Agen penyebab pneumonia bermacam-macam seperti bakteri, virus dan parasit (Cacing Paru-Paru). Organisme penyebab pneumonia terdapat disekitar lingkungan hidup domba kambing yang lembab, kotor dan berventilasi kurang baik.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen penyakit antara lain bakteri, virus, atau gabungan keduanya, jamur, parasit, agen kimia, dan agen fisik (Blood dkk, 1989). Faktor-faktor manajemen kandang yang kurang baik jua dapat menjadi penyebab munculnya penyakit ini, beberapa hal yang serin gmenjdai penyebab anggtara lain penempatan hewan yan selamanya di kandang, gtempat yang behgitu lembab atau berdebu, ventilasi udara yang jelek, penempatan hewan dari berbagai umur dalam satu tempat, jumlah hewan yang berlebihan, hewan yang berdesak-desakan, anak-anak yan tgidak mendapat cukup kolostrum, pemasukan hewan yang tidak beraturan merupakanfaktor pendukun terjadinya radang paru-paru. Pneumonia dapat juga terjadi karena tertusuknya benda asing yang berasal dari reticulum (Subronto, 1994). Perubahan cuaca yang mendadak terutama hujan yang disertai turunnya temperature, kandang yang lembab, kelelahan, transportasi, defisiensi nutrisi dan kelaparan (Runnel dkk, 1965). Dibawah ini akan disebutkan beberapa mikroorgganisme penyebab radang paru-paru :
1. Bakteri
Bakterial pneumonia dapat disebabkan oleh Mycoplasma sp. (Cottew, 1984),Pasteurella Multocida , Pasteurella Hemolitgica. (Gilmour, 1992), Corynebacteriumpyogenes, Staphylococcus sp.,Streptococcus sp., Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (Elyas, 1993).
2. Virus
Virus Parainfluenza tipe 3, Lentivirus, Maedi Visna, Ovine adenovirus atau respiratory syncytial virus (RSV) (Thomson, 1988).
3. Parasit
Dyctyocaulus viviparous.
Gejala Klinis
Pada awalnya radang paru-paru akan didahului dengan gejala-gejala hyperemia pulmonum, yang selanjutnya akan diikuti dengan gejala dispnoea, respirasi yang frekuen serta bersifat abdominal. Pernafasan yang mula-mula dangkal akan disusul dengan pernafasan yang lebih dalam, serta terlihat pada waktu inspirasi, yang karena adanya rasa sakit pernafasan tersebut dilakukan dengan hati-hati. Penderita dalam beberapa hari akan memperlihatkan gejala batuk, yang sifatnya mula-mula kering dan lama-kelamaan akan berubah menjadi basah dan pendek-pendek. Batuk dapat terjadi secara tiba-tiba dan sangat sering. Leleran hidung biasanya baru dapat diamati setelah proses berlangsung beberapa hari, terutama bila jumlahnya cukup banyak dan telah melampaui stadium resolusi. Suhu tubuh pada keadaan akut akan meningkat, kadang-kadang mencapai 42oC, yang berlangsung dalam waktu lebih kurang dari 5 hari. Perlu di ketahui bahwa tidak semua proses radang paru-paru diikuti dengan kenaikan suhu tubuh. Kenaikan suhu tubuh biasanya berlangsung sejalan dengan reaksi tubuh dalam memobilisasi sel-sel darah putih dan berlangsungnya reaksi antigen-antibodi. Kenaikan suhu tubuh pada umumnya tidak dijumpai pada pneumonia yang baru saja mulai (Subronto, 1989).
Pencegahan
Menghindari terjadinya stres pada ternak yang dapat menyebabkan pneumonia, seperti ternak dalam kepadatan kandang tinggi (overcrowded), temperatur dingin, kelembapan tinggi, dan kondisi transportasi yang buruk. Kandang selalu dalam keadaan bersih dan kering (Sutama dan Budiarsana, 2010).
Pengobatan
Pneumonia yang ringan yang disebabkan oleh kuman biasanya dapat di atasi dengan pemberian antibiotic dengan dosis tinggi, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus belum diketahui obatnya (Subronto, 1989). Penyakit ini bisa disembuhkan apabila perawatannya baik dan diberi suntikan antibiotik, menempatkan ternak sakit pada kandang terpisah yang bersih dan berventilasi baik, serta diberi pakan segar yang bergizi (Sarwono, 1993). Pemberian obat berupa injeksi antibiotik seperti Tetracycline,Oxytetracycline, dan Pep-strep (Sutama dan Budiarsana, 2010).
Kesimpulan
Radang paru-paru (pneumonia) merupakan radang parenkim yang berlangsung akut, atau kadang-kadang kronik, ditandai dengan batuk, terdengar suara abnormal pada pemeriksaan auskultasi, dispnoea, dan umumnya disertai dengan kenaikan suhu tubuh. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen penyakit antara lain bakteri, virus, atau gabungan keduanya, jamur, parasit, agen kimia, dan agen fisik. Gejala yang ditimbulkan akibat penyakit pneumonia antara lain, sulit bernafas disertai batuk, nafsu makan menurun, mata berair, hidung mengeluarkan lendir, lemah dan suhu tubuh meningkat. Pencegahan penyakit pneumonia dengan menghindari stress pada ternak, kebersihan kandang dan kelembapan udara kandang, sedangkan untuk pengobatan penyakit pneumonia yang disebabkan oleh kuman dapat diobati dengan pemberian antibiotic dosis tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Blood, D.D., Radostits, O.M., Henderson, J.A., 1989. Veterinary Medicine, A Texbook of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses, 6th Ed. The English Language Book Society and Baileere Tindall, London. Hal. 43-54.
Cottew, G.S. 1984. Overview of Mycoplasmoses in Sheep and Goats. Israel J. of Med. Sei. 20: 962-964.
Elyas, A.H. 1993. Some Studies on Sheep Pneumonia of Bacterial and Fungal Origin. Assiut Vet. Med. J. 29(58): 89-95.
Gilmour. N.J.L. 1992. Pasteurellosis. In: Pasteurellosis in Producyion Animals. An International Workshop sponsored by ACIAR held in Bali, Indonesia 10-13 August 1992. Edit. By B.E. Patten, T.L Spencer, R.B Johnson, D.Hoffmann and L. Lehane. pp: 79-82.
Iskandar, T. (1989). Penelitian Penyakit (Tinjauan Patologi) pada Domba dan Kambing di Rumah Potong Hewan Klender, Tanah Abang dan Bogor. Proc .Pertemuan Ilmiah Ruminansia Jilid 2:135-139.
Runnel, R.A., Monlux, W.S. dan Monlux, A.W., 1965. Principle of Veterinary Pathology. 7th Ed. The Lowa State University Press, Ames, Lowa.
Subronto, 1989. Penyakit Ternak 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Subronto, P., 1994. Ilmu Penyakit Ternak Ternak 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudana, I.G. dan Syarwani, I. 1986. Pengamatan Perkembangan Peternakan Kambing di Desa Salam, Balaris, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Dit. Kes. Wan. Dit. Jend. Nak.
Thomson, R. G. 1988. Pneumonia of Sheep and Goats. In "Special Veterinary Pathology", Becker.B.C Inc Toronto. Philadelphia. Pp. 103-106.