BAB I PENDAHULUAN
Infeksi Infeksi saluran saluran napas bawah akut masih terus menjadi masalah kesehatan kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatk ditingkatkan. an. Selain itu masih banyak terdapat terdapat kontroversi kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan. pengobatan. Infeksi saluran napas bawah akut dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Pneu Pneumo moni niaa adal adalah ah suat suatu u pera perada dang ngan an pada pada pare parenk nkim im paru paru.. Pros Proses es peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dan lain-lain). Secara klinis pneumonia pneumonia dapat diklasifikasikan diklasifikasikan sebagai suatu peradangan peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia pneumonia rumah sakit. Infeks Infeksii paru paru pada pada diabet diabetes es mellitu mellituss ditand ditandai ai dengan dengan peruba perubahan han pada pada pertahanan imun host, di seluruh tubuh, dan khususnya secara secar a lokal di paru-paru maupun pada fungsi epitel pernapasan dan motilitas silia. Keadaan ini ditandai dengan gambaran klinis yang serius, durasi yang lebih lama, komplikasi yang lebih sering, dan peningkatan mortalitas. Angka kematian akiata infeksi paru pada pasien diabetes dengan penyakit ginjal stadium akhir 10 kali daripada populasi
1
umum. Pentingnya keadaan hiperglikemia harus ditekankan dalam hal ini, karena dapat menyebabkan perubahan pada pertahanan imun seseorang dan, akibatnya, terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi, khususnya infeksi paru. Hiperglikemia kronis akibat kekurangan insulin absolut atau relatif merupakan ciri gangguan metabolisme pada penderita diabetes mellitus, sehingga tanda-tanda dan gejalanya khas. Insulin adalah driver yang sangat penting dari proses anabolik. Besarnya dan durasi hiperglikemia sangat terkait dengan tingkat keparahan komplikasi mikrovaskuler dan neurologis. Adanya komplikasi ini menambah risiko terhadap infeksi. Kecenderungan untuk infeksi juga mungkin didasarkan pada kondisi gangguan pada mekanisme pembersihan normal, dan pada gangguan fungsi sel imun paru. Terdapat beberapa jenis infeksi paru yang mungkin lebih sering terjadi pada penderita diabetes daripada di pada nondiabetis. Pasien diabetes juga terjadi peningkatan risiko komplikasi pneumonia, seperti bakteremia, atau pneumonia bakteri rekuren atau kronis, dan menyebabkan peningkatan kematian yang mungkin berhubungan dengan penyakit medis yang terjadi bersamaan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneunomia adalah peradangan alat parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dan lain-lain).
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas/PK) atau di dalam rumah sakit (pneumonia nosokomial/PN). Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran nafas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Di AS pneumonia mencapai 13% dari semua penyakit infeksi pada anak dibawah 2 tahun. Berdasarkan hasil penelitian insiden pada pneumonia didapat 4 kasus dari 100 anak prasekolah, 2 kasus dari 100 anak umur 5-9 tahun,dan 1 kasus ditemukan dari 100 anak umur 9-15 tahun. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%. Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut
3
lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
2.3 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab
tersering
pneumonia
bakterialis
adalah
bakteri
positif-gram,
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus
aureus dan streptococcus
aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacam-macam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus.
3
4
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan
fagositosis sebelum
terbentuknya antibodi.
5
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.
2.4 Klasfikasi
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi 1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) 2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) 3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host 4. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi 1. Pneumonia lobaris Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris/ 2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
6
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 3. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: 1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan 2. Batuk yang sering produktif dan purulen 3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas 4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
7
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: •
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis.
•
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
•
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
•
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan.
•
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
•
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.
•
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
•
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus). Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab
pneumonia
lobaris
tersering
disebabkan
oleh
Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
8
menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Gambar 2.1 Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia lobaris. 2.6 Penatalaksanaan
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS
1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres 2) Minum banyak 3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran 4) Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit , penanganannya di bagi dua, yaitu: Penatalaksanaan Umum •
Pemberian Oksigen
•
Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
•
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
9
•
Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.
•
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Pengobatan Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan: •
Penyakit yang disertai panas
tinggi untuk
penyelamatan nyawa
dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi. •
Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.
•
Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita. Pengobatan awal biasanya adalah antibiotik, yang cukup manjur mengatasi
pneumonia oleh bakteri, mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang.
2.7. Penatalaksanaan Pneumonia pada Pasien dengan Faktor Resiko Diabetes Melitus
Penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal. Selain itu, salah satu penyakit yang berbahaya ialah pneumonia. Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematianya
10
tinggi, tidak saja di negara berkembang, tapi juga di Negara maju. Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan beberapa kemungkinan penyebab infeksi. Tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak terkendali dapat menimbulkan efek samping obat dan potensi terjadinya resistensi obat. Penggunaan obat yang tidak tepat dan efektif untuk kedua penyakit ini dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi tubuh penderita. Oleh karena itu, pemilihan terapi farmakologi dan non farmakologi yang tepat sangatlah penting agar tercapai terapi yang optimal. Infeksi paru pada diabetes mellitus ditandai dengan perubahan pada pertahanan imun host, di seluruh tubuh, dan khususnya secara lokal di paru-paru maupun pada fungsi epitel pernapasan dan motilitas silia. Keadaan ini ditandai dengan gambaran klinis yang serius, durasi yang lebih lama, komplikasi yang lebih sering, dan peningkatan mortalitas. Angka kematian akiata infeksi paru pada pasien diabetes dengan penyakit ginjal stadium akhir 10 kali daripada populasi umum. Pentingnya keadaan hiperglikemia harus ditekankan dalam hal ini, karena dapat menyebabkan perubahan pada pertahanan imun seseorang dan, akibatnya, terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi, khususnya infeksi paru. Hiperglikemia kronis akibat kekurangan insulin absolut atau relatif merupakan ciri gangguan metabolisme pada penderita diabetes mellitus, sehingga tanda-tanda dan gejalanya khas. Insulin adalah driver yang sangat penting dari proses anabolik. Besarnya dan durasi hiperglikemia sangat terkait dengan tingkat keparahan komplikasi mikrovaskuler dan neurologis. Adanya komplikasi ini menambah risiko terhadap infeksi. Kecenderungan untuk infeksi juga mungkin didasarkan pada kondisi gangguan pada mekanisme pembersihan normal, dan pada gangguan fungsi sel imun paru. Terdapat beberapa jenis infeksi paru yang mungkin lebih sering terjadi pada penderita diabetes daripada di pada nondiabetis. Pasien diabetes juga terjadi peningkatan risiko komplikasi pneumonia, seperti bakteremia, atau pneumonia bakteri rekuren atau kronis, dan menyebabkan peningkatan kematian yang mungkin berhubungan dengan penyakit medis yang terjadi bersamaan.
11
Terapi pada pasien pneumonia dengan faktor resiko diabetes dimulai dengan terapi antibiotik sesegera mungkin (berdasarkan hasil pemeriksaan antibiogram jika mungkin). Prioritas harus diberikan terhadap antibiotik dari kelompok kuinolon dan aztreonam (kelompok-kelompok ini melakukan penetrasi intraseluler yang lebih baik dan mempunyai efikasi yang lebih baik pada pasien immunocompromised ). Harus diperhatikan pada kemungkinan perkembangan resistensi terhadap antibiotik. Keadaan glikemik harus dalam keadaan baik karena akan berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Penatalaksanaan pada pasien ini harus melibatkan pendekatan yang komprehensif untuk semua aspek pengobatan pasien. Diperlukan kontrol glikemik karena berkaitan dengan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain itu, manajemen cairan dan resusitasi pada pasien diabetes dengan gagal jantung atau ginjal yang terjadi bersamaan dapat mempersulit terapi. Bahkan tanpa adanya tingkat kreatinin serum, pasien mungkin mengalami disfungsi ginjal yang hanya terlihat oleh adanya mikro atau makroalbuminuria. Banyak antibiotik yang digunakan dalam pengobatan infeksi paru harus disesuaikan pada pasien dengan hanya ginjal. Aminoglikosida sangat rentan terhadap perbutukan disfungsi ginjal pada penderita diabetes.
Penggunaan sitokin/imunomodulator Karena sel kekebalan yang mungkin mengalami defek ikut bertanggung jawab atas peningkatan kejadian infeksi dan morbiditas tinggi dan mortalitas terkait pada penderita diabetes, obat ini mampu menambah fungsi sel inang secara teoritis menawarkan modalitas terapi yang menarik untuk melengkapi agen antimikroba saat ini. Terapi sitokin eksogen dapat berfungsi sebagai terapi adjuvant pada infeksi yang rumit seperti pada MDR Mycobacterium tuberculosis atau beberapa spesies bakteri yang resisten terhadap multipel obat, mengurangi keparahan infeksi, melindungi risiko tinggi pada host, atau digunakan sebagai vaksin immunoadjuvant.
12
BAB III KESIMPULAN
Pneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru. Proses peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain (inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dan lain-lain). Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit. Penatalaksanaan pada pasien ini harus melibatkan pendekatan yang komprehensif untuk semua aspek pengobatan pasien. Diperlukan kontrol glikemik karena berkaitan dengan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain itu, manajemen cairan dan resusitasi pada pasien diabetes dengan gagal jantung atau ginjal yang terjadi bersamaan dapat mempersulit terapi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal: 709-712.
2.
Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak , Percetakan Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.
3.
Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1995, hal: 695-705.
4.
Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, 1998, hal: 167.
5.
Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 – 1998 , Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM, Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.
6.
Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986, pp: 85-105.
7.
Isselbacher, et al, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.
8.
Nawaid Ahmad
,
Diabetes and Lung Function : Part of a Wider
Spectrum. Chest 2011; 139; 235-236. 9.
Goldman, Michael David. Lung Dysfunction In Diabetes. Diabetes Care, Vol. 26, No. 6, 2003; 1915-1918
14
10.
Ljubiæ,
Spomenka. Pulmonary
Infections
in
Diabetes
Mellitus.
Diabetologia Croatica 33-4, 2004. 11.
Koziel H, Koziel MJ. Pulmonary complications of diabetes mellitus. Infect Dis Clin North Am 1995;9:65-90.
15