TK3208 TEKNOLOGI PROSES BAHAN PANGAN SEMESTER II-2013/2014
SHORTENING
Oleh: Petrus Benny Juwono
(13010014)
Arnold Mateus
(13010033)
Aurinda Destri
(13011005)
Silvy Veronica
(13011042)
Dosen Pembimbing: Dr. Lienda Aliwarga
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
Lemak dan Minyak
Komponen utama yang terkandung di dalam minyak dan lemak adalah trigliserida dan asam lemak. Sebenarnya minyak dan lemak adalah senyawa kimia yang sama, hanya saja berbeda fasanya. Minyak berada dalam fasa cairan, sedangkan lemak berada dalam fasa padatan. Minyak dan lemak dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber nabati (dari tumbuhan) maupun sumber hewani (dari binatang).
Gambar 1. Struktur Molekul Asam Lemak (kiri) dan Trigliserida (kanan)
Faktor utama yang mempengaruhi sifat fisik yang dimiliki oleh minyak dan lemak adalah kandungan trigliserida dan asam lemak di dalamnya. Secara umum, sifat fisik minyak dan lemak bergantung pada:
Panjang rantai asam lemak yang terkandung di dalamnya
Derajat ketidakjenuhan pada asam lemak (seperti (seperti jumlah ikatan rangkap)
Distribusi atau posisi asam lemak dalam d alam trigliserida Pada proses shortening proses shortening umumnya umumnya digunakan minyak dan lemak. Saat proses shortening proses shortening
dilakukan, minyak dan lemak dicampurkan dengan formula tertentu. Komposisi minyak dan lemak dalam campuran shortening tersebut akan menentukan sifat-sifat yang dimiliki oleh produk shortening produk shortening , seperti plasticity seperti plasticity dan consistency. consistency.
Shortening
Shortening dapat didefinisikan sebagai sebuah lemak yang dapat dikonsumsi (dimakan) yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembentukan matriks gluten dalam produk pangan, umumnya untuk baked goods. goods. Produk shortening Produk shortening biasanya biasanya digunakan dalam proses shorten proses shorten atau atau 1
tenderize suatu produk pangan sebelum dipanggang. Dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka shortening akan mencegah terjadinya penggabungan untaian-untaian gluten dalam produk panggangan. Hal tersebut akan mengakibatkan untaian gluten yang terbentuk akan menjadi lebih pendek dan produk panggangan yang dihasilkan menjadi lebih lembut. Pemakaian produk shortening dimulai sejak awal tahun 1900-an. Shortening memiliki kestabilan yang sangat baik dalam masa simpannya, sehingga tidak diperlukan proses refrigerasi saat penyimpanan. Selain itu, produk shortening memiliki smoke point yang lebih rendah dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan butter. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka sejak pertama kali digunakan shortening sudah sangat digemari oleh konsumen dan sangat popular di kalangan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik pada produk shortening adalah plasticity, consistency, dan struktur. Dari ketiga faktor tersebut, plasticity produk shortening merupakan faktor utama dan faktor yang paling diperhatikan dalam proses. Kondisi kritis proses yang sangat menentukan plasticity produk shortening antara lain:
Campuran umpan shortening harus terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padatan dan fasa cairan
Fasa padatan tersebut harus terdispersi dengan baik dan merata dalam keseluruhan massa campuran. Hal tersebut ditentukan oleh gaya kohesi yang terdapat dalam campuran. Jarak antara masing-masing partikel padatan harus diusahakan untuk sekecil mungkin, sehingga fasa cairan dalam campuran tidak dapat mengalir ataupun merembes keluar dari campuran.
Kedua fasa harus berada dalam proporsi tertentu yang sesuai. Dengan demikian, partikel padatan dalam campuran tidak membentuk suatu struktur kaku yang saling bertautan Kekerasan fisik produk shortening merupakan sebuah fungsi dari tegangan (gaya) yang
diperlukan untuk melelehkan dan mengalirkan produk tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut ialah perbandingan volume antara fasa padatan dan fasa cairan dalam produk shortening . Semakin tinggi kandungan fasa padatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi suatu struktur kaku yang saling bertautan sehingga akan membentuk sebuah produk shortening yang keras. Batas maksimum fasa padatan dalam produk shortening adalah sebesar 52%-volume. Sedangkan batas minimumnya bervariasi, tergantung pada ukuran partikel dan karakter yang dimiliki fasa padatan tersebut. Biasanya batas minimumnya bernilai sekitar 525%-voulme.
2
Faktor lain yang mempengaruhi kekerasan produk shortening adalah padatan yang terbentuk selama proses pembuatan shortening . Suatu produk shortening mengandung sebuah padatan lemak, yang merupakan kristal-kristal yang terbentuk secara sempurna ataupun dalam bentuk polymorphic. Komposisi trigliserida dalam lemak dan metode solidifikasi yang dilakukan akan menentukan proses kritalisasi yang akan terjadi dan pembentukan polymorphic. Jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil dalam kondisi β’, maka seluruh lemak dan minyak berbentuk polymorphic β’ yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk jarum-jarum kecil. Produk shortening tersebut akan menimbulkan kemampuan aeration yang baik dan cocok untuk digunakan dalam keperluan pembuatan cake. Sedangkan jika umpan yang digunakan terdiri dari trigliserida yang stabil dalam kondisi β, maka seluruh lemak dan minyak akan berbentuk polymorphic β yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk granular -granular yang besar. Produk shortening yang demikian akan memiliki kemampuan aeration yang buruk dan cocok untuk keperluan pembuatan biskuit. Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa contoh minyak dan lemak yang masing-masingnya memiliki kandungan trigliserida β’ dan β. Tabel 1. Minyak dan Lemak dengan Kandungan Trigliserida β’ dan β
vs Butter Shortening
Gambar 2. Penampakan Fisik Shortening (kiri) dan Butter (kanan)
3
Dalam kehidupan sehari-hari shortening dan butter sering digunakan dalam pembuatan produk-produk makanan melalui proses pemanggangan. Shortening dan butter banyak digunakan sebagai bahan campuran dan pelapis makanan pada saat akan dipanggang. Kedua bahan tersebut dikenal sebagai bahan yang dapat menggantikan fungsi bahan yang satu dengan yang lain. Shortening dianggap sebagai bahan substitusi butter dan begitu juga sebaliknya. Bila diamati dengan mata telanjang pun, penampilan fisik yang dimiliki shortening dan butter sangatlah mirip (bahkan nyaris terlihat sama). Namun, sebenarnya shortening dan butter merupakan dua bahan yang sangat berbeda. Berdasarkan kandungan dan komposisi kimia yang dikandung, shortening dan butter berbeda satu sama lain secara signifikan. Shortening merupakan bahan yang terdiri dari 100% lemak. Umumnya, shortening dibuat dari lemak hewani dan minyak nabati. Sedangkan butter adalah bahan yang hanya memiliki kandungan lemak yang tinggi. Biasanya butter dibuat dari bahan-bahan dairy, sehingga di dalamnya masih terkandung partikel-partikel padatan lain (partikel bukan lemak) dan air. Hal tersebut akan mengakibatkan butter meleleh pada temperatur yang lebih rendah dan dengan laju pelelehan yang lebih cepat dibandingkan shortening . Shortening cenderung akan mempertahankan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dalam produk jadi. Akan tetapi, butter akan menyebar dengan lebih baik dan membentuk lapisan yang lebih tipis saat dilelehkan. Selain itu, perbedaan komposisi kimia yang dimiliki oleh shortening dan butter juga berdampak pada kandungan energi yang dimiliki oleh masing-masing bahan. Dalam satu sendok makan butter hanya terkandung energi sebanyak 100 kalori, sedangkan untuk shortening terkandung energi sebesar 110 kalori. Perbedaan lain antara shortening dan butter adalah komponen penyusun yang terkandung di dalamnya. Butter memiliki kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol yang sangat tinggi di dalamnya, sedangkan shortening hanya mengandung asam lemak jenuh di dalamnya. Menurut studi di bidang kedokteran, kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi dalam makanan akan menimbulkan efek yang tidak sehat bagi tubuh manusia. Asam lemak jenuh dan kolesterol dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah arteri pada tubuh manusia. Produk jadi yang dihasilkan dengan menggunakan shortening akan mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan produk jadi yang menggunakan butter . Hal tersebut dikarenakan oleh kemampuan shortening dalam memerangkap udara dalam adonan selama
4
proses mixing lebih baik. Selain menghasilkan produk jadi dengan tekstur yang lebih halus, shortening juga akan menghasilkan produk jadi yang lebih mengembang. Saat proses pemanggangan dilakukan, butter menciptakan sebuah flavor yang khas, yang tidak dihasilkan pada saat pemakaian shortening . Oleh karena itu, butter biasanya lebih sering digunakan untuk pembuatan produk-produk jadi dengan rasa yang gurih dan aroma yang harum. Hal tersebut juga menyebabkan penggunaan dan aplikasi butter dalam kehidupan sehari-hari lebih luas dibandingkan shortening . Tidak jarang untuk mendapatkan produk jadi yang lebih lezat dan menarik, shortening dan butter digunakan secara bersama-sama dengan proporsi tertentu untuk masing-masing bahan tersebut. Tabel 2. Perbedaan Shortening dan Butter Shortening
Bahan Baku
minyak nabati dan lemak hewani
Kandungan dan Komposisi
100% lemak
Kimia
Butter
dairy product
tinggi lemak, masih mengandung partikel padatan lain dan air lebih mudah dan lebih cepat meleleh, tetapi
Pelelehan
memiliki kestabilan yang
pada saat meleleh akan menyebar dengan
lebih baik
lebih merata dan membentuk lapisan yang tipis
Kandungan Energi (dalam
satu sendok
110 kalori
100 kalori
asam lemak jenuh
asam lemak jenuh dan kolesterol
makan) Komponen Penyusun Lemak Produk Jadi yang Dihasilkan
mempunyai tekstur yang lebih halus dan volume yang besar
mempunyai tekstur yang agak kasar dan kurang mengembang
5
Shortening Flavor
Penggunaan dan Aplikasi Sehari-hari
Butter
tidak menghasilkan flavor
menghasilkan flavor yang khas
proses pemanggangan
proses pemanggangan (baking ),
(baking )
penggorengan ( frying ), dll
Jenis-Jenis Shortening
Berdasarkan kandungan kimia dan sifat fisiknya, produk shortening dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
Compound shortening Compund shortening adalah sebuah produk shortening yang dibuat dari campuran hard fat stock dengan soft oil atau hydrogenated fat . Pada temperatur tinggi produk compound shortening memiliki stabilitas yang baik. Akan tetapi, akibat proses produksinya yang mahal, compound shortening sudah hampir tidak pernah lagi diproduksi.
Solid shortening Solid shortening merupakan jenis produk shortening yang paling sering digunakan pada masa sekarang. Biasanya solid shortening akan diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan sifat plasticity yang dimilikinya. Kebanyakan produk solid shortening memiliki kestabilan yang baik dan tektur yang lembut. Solid shortening tidak mudah meleleh saat digunakan dalam proses baking atau memasak lainnya, sehingga solid shortening mempunyai kemampuan untuk menjebak udara dalam sebuah produk olahan, di mana hal tersebut akan mempengaruhi tekstur akhir produk yang dihasilkan. Pada umumnya, solid shortening sudah dibuat dengan formulasi tertentu agar memiliki sifat placticity pada rentang suhu yang kecil, sehingga pada temperatur yang rendah akan berfasa padatan dan saat temperatur yang tinggi akan berfasa cairan.
Pumpable and fluid shortening Pumpable dan fluid shortening merupakan sebuah cairan minyak yang di dalamnya terdapat padatan lemak tersuspensi. Hanya saja, pumpable dan fluid shortening memiliki perbedaan secara fisik. Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh, sedangkan fluid shortening berupa cairan bening.
6
PROSES PEMBUATAN SHORTENING
Gambar 3. Block Flow Diagram Proses Produksi Shortening
Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai asam lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang memiliki ikatan rangkap. Proses ini merupakan proses modifikasi terhadap sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh minyak dan lemak. Tujuan dilakukannya. Modifikasi yang terjadi adalah peristiwa konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh, akibat terjadinya penghilangan ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak dan lemak alami. Tujuan dari dilakukannya proses hidrogenasi adalah:
Untuk melakukan konversi minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak dengan tingkat plasticity tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa aplikasi
Meningkatkan stabilitas minyak dan lemak terhadap stabilitas oksidasi Proses hidrogenasi dapat terjadi dengan mengkontakkan minyak/lemak alami (sebagai
umpan proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen bertekananan tinggi. Dalam melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga komponen utama yang harus ada, yaitu panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan. Ketiga komponen tersebut harus diletakkan pada tempat dan waktu yang bersamaan. Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi panas atom logam reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan. Kemudian katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak tidak jenuh membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa kompleks, atom hidrogen yang ada pada 7
senyawa kompleks akan membentuk ikatan dengan atom karbon asam lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh akan berubah menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya setelah atom hidrogen yang ada pada senyawa kompleks telah berikatan dan masuk ke dalam molekul asam lemak, senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan terkonversi kembali menjadi katalis logam dan asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terus dilakukan hingga tercapainya titik akhir hidrogenasi. Titik akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir) seluruh asam lemak tidak jenuh telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir hidrogenasi telah tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis logam dipisahkan dengan filtrasi.
Gambar 4. Mekanisme Proses Hidrogenasi 0
Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar 140-225 C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig. Perlu diketahui bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam reaksinya akan dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga dilakukan pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan tersebut. Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam larutan dan berikatan dengan katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam minyak umpan, minyak dan katalis tercampur, serta melepaskan panas reaksi yang dihasilkan dari proses pemutusan ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
8
Tabel 3. Efek Kondisi Pemrosesan Terhadap Proses Hidrogenasi
Dalam melakukan proses hidrogenasi terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar proses hidrogenasi dapat terjadi dengan baik. Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi kondisi umpan (minyak/lemak alami), kondisi hidrogen, dan katalis. Minyak alami yang dijadikan sebagai umpan haruslah minyak yang sudah terafinasi, terpucatkan (bleached ), memiliki angka sabun yang rendah, dan memiliki kadar air yang rendah (kering). Gas hidrogen bertekanan yang digunakan adalah gas hidrogen yang bebas sulfur (S), karbon dioksida (CO2), dan ammonia (NH3). Katalis logam yang dipakai merupakan atom logam reaktif yang memiliki aktivitas yang lama dan selektivitas tinggi, serta mudah untuk difiltrasi. Katalis logam yang sering dipakai adalah tembaga (Cu) atau seng (Zn). Pada akhir proses hidrogenasi akan didapatkan produk akhir berupa minyak yang telah terhidrogenasi, zat yang terdiri dari stiffened fat molecules. Sifat plasticity yang timbul dari molekul jenuh dalam minyak terhidrogenasi akan menyebabkan minyak menjadi lebih stabil, di mana hal itu berarti minyak menjadi tidak mudah dan cepat memisah dan rusak seperti yang terjadi pada minyak tidak jenuh. Produk yang dihasilkan dapat berupa minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna atau sebagian terhidrogenasi. Namun, pada umumnya untuk proses pembuatan shortening produk akhir yang diinginkan adalah minyak yang terhidrogenasi dengan sempurna. Minyak yang terhidrogenasi akan berfasa padatan atau semi-solid pada temperatur kamar dan memiliki umur simpan yang relatif panjang.
9
Tabel 4. Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Hidrogenasi
Sebelum
Sesudah
Asam lemak tidak jenuh
Asam lemak jenuh
Berfasa cairan
Berfasa padatan atau semi-solid
Memiliki susunan molekul
Memiliki susunan molekul berjenis
berjenis cis
cis/trans
Dalam aplikasi dunia nyata, proses hidrogenasi dapat dilakukan melalui dua macam cara, yaitu batch dan continuous. Proses hidrogenasi yang dilakukan secara batch mempunyai sistem proses dan susunan peralatan yang berbeda dengan proses hidrogenasi yang dilaksanakan secara continuous. Masing-masing proses hidrogenasi tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu dengan lain. Berikut penjelasan mengenai masing-masing proses hidrogenasi:
Proses hidrogenasi batch
Gambar 5. Peralatan Proses Hidrogenasi Batch
Peralatan proses hidrogenasi batch biasanya dilengkapi dengan instrumentasi yang lengkap dan sistem kontrol yang baik. Pada umumnya, peralatan hidrogenasi terbuat dengan bahan stainless steel yang tahan terhadap tekanan. Selain vessel yang berfungsi sebagai
10
reaktor proses hidrogenasi, komponen utama lain yang harus tersedia adalah pompa cairan, kompresor hidrogen, sistem pemanas dan pendingin reaktor, dan filter . Volume minyak yang dapat diproses dalam satu kali batch-nya bervariasi, bergantung pada design peralatan yang digunakan. Proses hidrogenasi dengan peralatan hidrogenasi batch dimulai dengan memasukkan campuran minyak alami dan katalis logam ke dalam reaktor proses hidrogenasi. Kemudian reaktor dan campuran umpan dipanaskan hingga mencapai suhu reaksi dengan uap panas yang dialirkan melalui kumparan kontrol suhu. Saat temperatur reaksi sudah tercapai, maka hidrogen bertekanan dimasukkan ke dalam reaktor. Dengan demikian, proses hidrogenasi akan terjadi di dalam reaktor tersebut. Selama reaksi hidrogenasi terjadi, suhu dan tekanan di dalam reaktor dijaga selalu tetap dengan menggunakan sistem kontrol yang sudah tersedia. Seperti misalnya, suhu dikontrol dengan melewatkan air pendingin melalui kumparan kontrol suhu yang tersedia pada reaktor. Jika tidak dijaga, suhu reaktor akan terus naik diakibatkan oleh reaksi hidrogenasi yang menghasilkan panas dalam keberjalanan reaksinya. Sementara reaksi berlangsung, reaktor diaduk dengan menggunakan agitator turbin, yang digerakkan oleh motor pneumatik. Efektivitas agitasi ditingkatkan dengan penggunaan beberapa baffle yang diposisikan di beberapa bagian reaktor. Selain dilengkapi dengan agitator dan baffle, peralatan proses hidrogenasi juga dilengkapi dengan filter. Filter berfungsi untuk memisahkan katalis logam yang tercampur dengan produk akhir (minyak terhidrogenasi). Filteraid sering digunakan untuk meningkatkan operasi ini.
Gambar 6. Reaktor Batch Proses Hidrogenasi 11
Dalam proses hidrogenasi digunakan gas hidrogen yang bertekanan. Gas hidrogen merupakan flammable gas sehingga dibutuhkan penangan safety yang lebih dalam menjalankan reaksi tersebut agar proses dapat berjalan dengan aman dan terhindar dari halhal yang tidak diinginkan. Sebuah peralatan proses hidrogenasi batch harus dipastikan bahwa seluruh komponennya berjalan dengan baik, terutama komponen-komponen listriknya untuk menghindari terjadinya konsleting. Selain itu juga, biasanya peralatan proses dibuat dengan bahan yang tahan api dan diletakkan dalam zona k eamanan area satu. Keuntungan menjalankan proses hidrogenasi secara batch adalah pengoperasian proses yang lebih praktis dan mudah dikontrol, serta fleksibilitas dalam menjalankan proses yang baik. Sedangkan kelemahannya adalah kapasitas produksi yang rendah.
Proses hidrogenasi continuous
Gambar 7. Skema Peralatan Proses untuk Proses Hidrogenasi Continuous
Secara umum, peralatan proses yang dibutuhkan untuk menjalankan proses hidrogenasi secara continuous hampir sama dengan yang dijalankan secara batch. Hanya saja, untuk yang continuous peralatan proses harus diintegrasikan dengan beberapa peralatan lain. Fungsi pengintegrasian alat-alat tersebut adalah untuk memastikan umpan yang masuk ke dalam reaktor sudah sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya sehingga maintenance terhadap proses dapat hanya dilakukan beberapa kali dalam jangka waktu yang lama, 12
memastikan produk yang dihasilkan langsung dapat diproses lebih lanjut dalam proses pengolahan selanjutnya, dan memaksimalkan pemakaian sumber daya-sumber daya yang digunakan dalam proses. Keuntungan dari proses hidrogenasi secara continuous adalah kapasitas produksi yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan proses secara batch, efisiensi penggunaan energi dan sumber daya lain tinggi dan dapat ditingkatkan dengan recycle, dan biaya produksi yang dibutuhkan lebih murah. Sedangkan kelemahan yang dimiliki adalah fleksibilitas dalam pengoperasian rendah, pengoperasian proses lebih kompleks, dan proses secara continuous membutuhkan sistem kontrol yang lebih baik dan mahal dibandingkan proses secara batch.
Gambar 8. Reaktor Proses Hidrogenasi Continuous
M elt Oil/F at
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun hewani akan terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur kamar atau minyak dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk pasca proses hidrogenasi ini memiliki umur simpan yang lebih baik dan bersifat lebih stabil karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perubahan asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam lemak jenuh melalui penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak jenuh.
13
Dalam proses pembuatan shortening , minyak yang telah berada dalam fasa semi padat kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi melt oil/fat (lelehan minyak/lemak).
Sumber
minyak atau lemak untuk membuat produk shortening bermacam-macam, biasanya digunakan minyak yang berasal dari tumbuhan, seperti minyak sawit (olein dan stearin), minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, dan beberapa jenis lemak hewan. Produk shortening ini biasanya dibuat atau diproduksi dari satu jenis minyak/lemak saja atau dapat juga diproduksi dari berbagai variasi campuran jenis minyak/lemak. Hal ini sangat tergantung kepada jenis shortening dan fungsi yang diinginkan dan aplikasi shortening terhadap produk pangan tertentu. Trigliserida sebagai penyusun utama minyak/lemak biasanya tersusun atas tiga bentuk kristal utama, yaitu bentuk alfa, beta, dan beta prime. Bentuk kristal beta merupakan bentuk kristal yang paling stabil, berukuran cukup besar dan kasar. Sebaliknya, kristal beta prime berukuran lebih kecil dan halus. Dalam pembuatan shortening ini, bentuk kristal beta prime merupakan bentuk kristal yang cukup diinginkan untuk aplikasi produk shortening . Bentuk kristal beta prime ini akan menghasilkan produk shortening yang lebih halus, aerasi yang baik, dan juga memiliki sifat pembentuk krim yang baik. Berkebalikan dengan beta prime, bentuk kristal beta yang berukuran lebih besar dan kasar akan menghasilkan produk shortening dengan granula berukuran besar dan aerasi yang relatif buruk. Oleh karena hal inilah, seringkali berbagai variasi minyak atau lemak dicampurkan untuk mendapatkan bentuk kristal beta prime. Bentuk kristal beta prime banyak ditemukan pada minyak sawit atau jenis minyak yang banyak mengandung asam lemak palmitat, seperti minyak biji kapas. Jenis minyak lain, seperti lemak kakao dan minyak kacang kedelai, cenderung lebih memiliki bentuk kristal beta.
Gambar 9. Proses dan peralatan proses melt oil
14
Upaya untuk memeroleh campuran minyak atau lemak yang menghasilkan produk shortening yang baik mengharuskan dilakukannya proses pelelehan minyak/lemak. Hal ini disebabkan tidak semua minyak atau lemak berada dalam fasa cair pada kondisi temperatur ruang. Proses pelelehan minyak/lemak dilakukan juga untuk memudahkan proses berikutnya, yaitu proses pencampuran (blend ) dimana fasa cair sangat dibutuhkan untuk memeroleh campuran yang lebih homogen. Jika minyak sawit digunakan sebagai bahan utama pembuatan shortening , proses pelelehan berfungsi untuk melelehkan fasa padat (stearin) dari minyak sawit. Untuk memastikan minyak atau lemak yang dicampurkan untuk membuat produk shortening o
meleleh, proses pelelehan ini biasanya dilakukan pada temperatur 70 C.
Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang dimaksud dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih minyak/lemak dan juga pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer, emulsifier, dan antioksidan. Setiap bahan yang ditambahkan merupakan bahan yang larut di dalam lemak. Biasanya bahan-bahan ini ditambahkan dalam jumlah yang kecil. Penambahan jenis-jenis aditif di atas bergantung kepada kebutuhan atau tujuan aplikasi dari shortening dan bukan merupakan sesuatu yang wajib ditambahkan karena biasanya shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak atau lemak.
Gambar 10. Proses dan peralatan proses blending
15
Salah satu aditif yang cukup sering ditambahkan adalah emulsifier. Emulsifier dapat ditambahkan sekitar 1-2% dari total shortening yang diproduksi. Biasanya penambahan emulsifier ini digunakan untuk membuat produk shortening yang lebih fluid atau dengan kata lain memiliki kadar padatan yang rendah, yaitu sekitar 25-30%. Untuk membuat produk shortening ini, jumlah emulsifier yang ditambahkan dapat mencapai 10%. Proses pencampuran biasanya dilakukan secara batch di dalam tangki pencampuran, namun dengan proses pengadukan yang kontinu. Proses pencampuran biasanya dilakukan pada o
rentang temperatur 50-55 C. Pencampuran dilakukan hingga semua bahan beserta minyak/lemak tercampur secara homogen. Untuk lebih mengefisiensikan proses, biasanya proses pelelehan minyak/lemak dan proses pencampuran dilakukan pada satu peralatan yang sama, seperti yang terlihat pada diagram alir proses pembuatan shortening yang disajikan pada Gambar 11. di bawah ini.
Gambar 11. Diagram alir proses pembuatan shortening
Nomor 1 dari diagram alir proses di atas merupakan peralatan oil blend tank , dimana campuran minyak/lemak ditambahkan dan dicampurkan sekaligus dilelehkan pada temperatur kondisi yang sesuai. Setelah minyak/lemak dan beberapa aditif yang perlu ditambahkan telah tercampur secara homogen, maka minyak/lemak kemudian dialirkan menuju proses selanjutnya, yaitu proses pre-kristalisasi dan proses kristalisasi. Berikut merupakan beberapa formula pencampuran minyak/lemak untuk menghasilkan produk shortening dengan plastisitas yang baik.
16
Tabel 5. Formula pembuatan plastic shortening Minyak/Lemak
Plastic Shortenin g
1
Minyak sawit
50%
Minyak ikan terhidrogenasi
50%
2
Stearin
42%
Minyak sawit terhidrogenasi
18%
Minyak rapeseed
40%
Olein terinteresterifikasi
3
100%
Sedangkan Tabel 6. yang disajikan di bawah ini menunjukkan beberapa formulasi pembutan shortening bebas lemak trans dan hasil baking test terhadap roti dengan penggunaan masingmasing formula shortening . Tabel 6. Formula pembuatan plastic shortening Minyak/Lemak
Formulasi 1
Minyak sawit
40%
Anhydrous milk fat
60%
2
3
4
5
Stearin
50%
60% 60% 60%
Minyak rapeseed
50%
40%
Minyak kacang kedelai Minyak biji kapas
40% 40%
Hasil baking test (persen volume roti per volume standar) 99% 101% 97% 96% 95%
Prekristalisasi dan Kristalisasi
Kristalisasi minyak pada dasarnya adalah proses pendinginan minyak sampai mencapai suhu tertentu dimana terbentuk kristal. Kecepatan pengaduk pada saat mulai terbentuk kristal perlu diatur agar jangan terlalu lambat atau terlalu cepat. Jika pengadukan terlalu lambat akan terjadi pendinginan tidak merata sehingga daerah sekitar dinding pendingin dari alat kristalisasi terjadi pembentukan kristal yang berlebihan, sedangkan daerah sekitar pusat tabung kristalisasi, 17
kristal kurang berkembang dengan baik. Daya kecepatan perputaran pengadukan yaitu 30 rpm dan 15 rpm. Biasanya daya per unit volume untuk 30 rpm digunakan dalam skala besar, sedangkan 15 rpm digunakan untuk skala laboratorium (Jatmika dan Guritno, 1996).
Ukuran Kristal Jika suhu dinaikkan, lemak akan menahan gerakan molekul menghalangi terbentuknya kristal, tapi jika suhu diturunkan maka akan terbentuk kristal. Lemak akan mengkristal dimulai dari f ase cair dalam bentuk α dan diikuti perubahan ke bentuk β′ kemudian ke bentuk intermediat atau modifikasi β akan membentuk polimorf yang tinggi. β’ kristal berukuran kecil, seragam sehingga akan menghasilkan shortening dengan tesktur halus dan plastisitas, resistensi terhadap panas serta sifat creaming yang baik. Kristal β menghasilkan shortening dengan tesktur yang kasar dan sifat baking yang buruk, tapi baik untuk minyak goreng dan pie crust. Tipe kristal ditentukan oleh proses plastisisasi dan tempering . Kristal yang sudah terbentuk bersifat irreversibel dan stabil. Penurunan tingkat polimorf diperoleh dengan cara melelehkan produk atau mengulang kembali proses. Tipe kristal akan mempengaruhi tekstur dan sifat-sifat fungsional dari produk: melting point , kelarutan, panas spesifik dan konstanta dielektrik. Lattice (kisi-kisi) kristal terbentuk ketika molekul-molekul padatan saling berdekatan untuk membentuk kristal yang stabil, maka molekul-molekul ini harus berada pada jarak yang sangat dekat satu sama lain.
Supercooling Karakteristik supercooling dari trigliserida merupakan faktor yang paling kritis pada plastisisasi lemak/minyak. Lemak masih dapat mempertahankan bentuk cairnya jika didinginkan dibawah titik lelehnya (solidifikasi dan plastisisasi harus dikontrol). Derajat supercooling dan suhu supercooling produk menentukan suhu penanganan produk. Supercooling akan mempengaruhi konsistensi dan titik leleh dari produk yang disolidifikasi. Solidifikasi lemak yang mengalami supercooling akan menghasilkan produk yang keras dan plastis (daya olesnya rendah). Fenomena ini dapat dicegah dengan melakukan pengadukan.
Lemak memiliki karakteristik yang bersifat plastis (mudah dibentuk, dicetak atau diempukkan) dan berbentuk padat, biasanya dilunakkan dengan cara pencampuran dengan udara. 18
Lemak yang plastis mengandung kristal gliserida yang padat dan sebagian trigliserida cair. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang sehingga memperlambat gerakan molekulmolekul asam lemak yang ada di trigliserida dalam lemak, maka molekul-molekul tersebut akan saling tarik menarik karena jarak antar molekul lebih kecil dan saling berikatan antara trigliserida satu dengan lainnya yang akan membentuk kristal. Gaya tarik menarik antar molekul yang biasa disebut gaya van der Walls akibatnya pada asam lemak yaitu asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk yang akan berikatan membentuk kristal. Kristal lemak mempunyai bentuk polimer α (relatif tidak stabil), β (kristal yang stabil), β’ (intermediet/relatif stabil). Bentuk polimer yang khas pada asam lemak tergantung pada kondisi terbentuknya kristal, perlakuan tehadap lemak sesudah kristalisasi, dan komponen-komponen asam lemak. Ketika trigliserida yang terdiri dari satu jenis asam lemak dilelehkan dan didinginkan secara cepat lemak akan memadat pada titik leleh terendah. Kristal yang terbentuk disebut kristal α. Jika dipanaskan kembali dan meleleh, dan suhu dijaga diatas titik lelehnya, maka lemak akan memadat kembali membentuk kristal β’. Dengan cara yang sama kristal yang stabil β dapat diperoleh. Kristal β mempunyai titik leleh yang paling tinggi. Untuk produksi shortening maka lemak harus mengkristal dalam bentuk β’. Lemak yang mempunyai kecenderungan untuk berubah menjadi bentuk β apabila dapat menghasilkan margarine atau shortening yang kasar dan berbutir-butir. Perbandingan bahan padat dalam lemak sangat penting dalam menentukan sifat fisik dari suatu produk. Pemadatan lemak tergantung pada kandungan kristal, ukuran serta bentuk Kristal, dan polimorfisme. Polimorfisme yaitu adanya bentuk kristal yang lebih dari satu terjadi karena pola susun molekul yang berlainan dalam kristal lemak. Gejala polimorfisme ditandai dengan terbentuknya kristal bertitik leleh rendah sehingga terjadi perubahan bentuk yang bertitik leleh lebih tinggi, seperti beberapa lemak berbentuk kristal β’ yang stabil tetapi dalam lemak lainnya kristal β’ berubah menjadi bentuk intermediet dan akhirnya berubah menjadi bentuk β yang besar-besar.
Polimorfisme dan Struktur Kristal Lemak mengeras dalam bentuk lebih dari satu jenis kristal. Trigliserida menunjukkan tiga jenis kristal utama, yaitu α, β’ dan β, dengan meningkatnya derajat stabilitas dan titik leleh. Konformasi molekul dan packing dalam kristal masing-masing polimorf telah dilaporkan. Dalam 19
bentuk α, sumbu rantai asam lemak dari trigliserida berorientasi secara acak dan bentuk α yang mengungkapkan kebebasan gerak molekul dengan struktur heksagonal subcell . Bentuk β’dan bentuk β adalah sebuah rantai konformasi diperpanjang dengan ortorombik dan triklinik struktur subcell , masing-masing. Pada sumbu rantai asam lemak bentuk β’ berorientasi sebaliknya, sedangkan dalam bentuk β semua sumbu rantai asam lemak berorientasi dalam satu jalan. Kristal dari bentuk α merupakan kristal yang rapuh dengan ukuran 5 μm dan membutuhkan suhu yang cukup rendah untuk eksis. Kristal β’ adalah jarum kecil dengan ukuran panjang jarang lebih dari 1 μm. Kristal β besar dan kasar, ukurannya sekitar 25-50 μm dan dapat tumbuh hingga lebih dari 100 μm selama periode penyimpanan produk diperpanjang. Bentuk β bertanggung jawab atas kegagalan kualitas produk di margarin yang ''berpasir'' dan ''kasar''. Dalam kasus yang berat ini dapat mengakibatkan pemisahan minyak biasanya digambarkan dengan istilah oiling out . Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi, formulasi campuran minyak yang tidak memadai, atau kondisi proses mendukung kegagalan produk ini. Dalam pemadatan atau solidifikasi pada shortening , kebanyakan pabrik modern menggunakan votator . Dalam proses ini, lemak yang meleleh disuplai dari tangki penyimpanan ke pompa positive-displacement dan tekanan dipaksa di bawah sekitar 300 psi melalui bagian pertama dari sistem pendingin kontinyu. Udara, nitrogen, atau gas inert lainnya untuk dimasukkan ke dalam produk dicampurkan ke sisi pompa pengisap. Lemak cair tersebut pertama dipaksa melalui precooler di mana suhunya berkurang menjadi sedikit di atas titik solidifikasi, misalnya pada 110-115˚F, dan kemudian dipaksa melalui satu atau lebih silinder dingin dikenal sebagai votator A-Unit . Dalam votator A-Unit suhu berkurang menjadi sekitar 65-75˚F. Pendinginan berlangsung cepat sehingga lemak meninggalkan A-Unit yang supercooled . Kristalisasi terjadi pada fluid mass saat dinukleasi oleh kristal yang terkikis dari dinding votator silinder. Massa ternukleasi ini dimasukkan ke pemanas silinder besar untuk dikristalisasi lebih lanjut. Biasanya silinder ini disebut B-Unit , ditempatkan sejajar dengan A-Unit yang menyediakan agitator yang membuat konten pada suhu agitasi. Meskipun begitu, beberapa pembentukan kisi kristal dalam produk jadi dianggap perlu untuk membuat produk tersebut memiliki bentuk sesuai keinginan. Secara teoretis, pembentukan kisi tersebut dapat benar-benar dicegah dengan mengikuti prosedur yang ada selama waktu tunda di B-Unit , dengan demikian proses tersebut akan menghasilkan formasi kristal-kristal tunggal
20
yang saling terikat oleh minyak cair. Produk ini kemudian akan mencapai tingkat kekenyalan yang maksimum dan akan menjadi pekat atau kental. Proses yang ditujukkan dalam B-Unit sebaiknya dikontrol secara berhati-hati untuk menyiapkan sebuah produk yang tahan terhadap periode tempering yang panjang, sehingga akan mencapai bentuk yang diinginkan. Shortening yang meninggalkan B-Unit tersebut diambil oleh pompa roda gigi kedua yang memberikan gaya tekanan sekitar 300-400 pounds melalui katup untuk membuatnya homogen dan sebuah Packet filler . Shortening yang telah terpaket tersebut setelah itu dikenakan periode tempering . Dengan demikian waktu dan ruangan dapat dihemat dan produk dapat segera dikirim kepada konsumen biasanya sekitar satu hari setelah dipaketkan. Tujuan lain dari penemuan ini adalah untuk menyediakan sebuah metode yang telah dikembangkan untuk mengontrol kristalisasi dalam suatu proses manufaktur Shortening , dengan demikian sebuah produk dengan tingkat kekentalan akhir yang diharapkan mungkin lebih mudah diperoleh. Tujuan yang lebih jauh dari penemuan tersebut adalah untuk menyediakan suatu proses manufaktur untuk shortening yang berada dalam suhu ruangan dan dengan sedikit perubahan temperatur setelah dipaketkan. Berdasarkan proses penemuannya, setelah pengenalan udara atau gas inert, dan precooling untuk suhu di atas titik pengkristalan, dan sebelumnya untuk memperkenalkan Voltator A-Unit , yang tergabung dengan recyle stream yang bekerja secara mekanis, dan bentuk produk yang terkristalisasi, B-Unit dapat dikatakan bahwa suhu dari feed stream-nya dikurangi sampai dibawah seeding point -nya dan stream tersebut memiliki inti berupa kristal keras yang sangat banyak. Stream campuran merupakan pencampuran Voltator A-Unit dengan minyak yang sudah di supercooled sedikit sejak proses kristalisasi selesai secara terpisah sebelum mencapai unit ini. Slurry meninggalkan A-Unit pada suhu sekitar 70˚F seperti pada proses konvensional. Walau bagaimanapun, ada sedikit panas tersembunyi dalam slurry sejak proses kristalisasi, pada titik ini prosesnya hampir selesai. Slurry mencapai B-Unit , dengan demikian proses kristalisasi selesai secara menyeluruh, akan tetapi suhu produk meningkat selama pelepasan panas laten di dalam unit ini, jumlahnya kecil yaitu sekitar 5˚F. Sebuah bagian dari stream dari B-Unit dipaksa masuk melalui katup , Packet filler , dan bagian-bagian lain dari stream dari B-Unit kemudian dialihkan kembali menuju recycle stream untuk dicampurkan dengan feed stream sebelumnya untuk kemudian dikirim ke Votator A-Unit . Produk yang telah dipaketkan tersebut mencapai 21
kekentalan akhir dalam jangka waktu yang sangat singkat karena stabil dan kristal yang kuat secara mekanik telah dimasukkan sebelumnya. Secara ringkas, shortening diproduksi dalam votator atau kombinator. Campuran minyak pertama-tama dilelehkan lalu diumpankan ke dalam scraped-surface heat exchanger (A-Unit) di mana minyak sangat dingin ( supercooled ), yaitu dengan suhu 17˚C-28˚C dan sebagian mengkristal. Selama campuran mengkristal, viskositasnya pun meningkat. Mush atau bubur tersebut melewati agitator ( B-Unit) di mana kristalisasi selesai. Kristalisasi dilanjutkan pada BUnit di mana temperatur bergantung pada temperatur prekristalisasi. Plastik setengah cair terbentuk dan diekstrusi ke unit packaging . Gambar A-Unit dan B-Unit ditampilkan pada gambar 12 dan 13.
Kristalisasi pada bentuk β prime (β’) β’ adalah bentuk kristal yang diinginkan dalam shortening karena akan meningkatkan plastisitas. Hal ini juga mengimobilisasi sejumlah besar minyak cair, yang jika bebas, akan membuat produk melempem. Palm oil dan palm stearin memiliki stabilitas yang sangat tinggi dalam bentuk β’ dibandingkan minyak tumbuhan lainnya.
Gambar 12. Diagram Pre-crystallizer ( A-Unit )
22
Gambar 13. B-Unit
Diagram alir proses kristalisasi pada shortening contohnya adalah sebagai berikut.
Gambar 13. Diagram Alir Proses Kristalisasi
23
Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup baik, tekstur yang tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu. Terumata suhu ketika produk keluar dari gudang penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke tangan konsumen. Metode yang ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-85°F selama 24 jam atau lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur shortening yang baik (tidak mudah melelh pada temperature pemakaian). Optimasi temperature tempering dan waktu tempering merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan shortening . Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri adalah untuk membuat campuran trigliserida cair membeku dengan cepat di bawah titik beku lemak. Proses ini dilakukan dalam Votator unit. Dalam votator unit lemak cair dipompa melewati tubes dingin yang dilengkapi dengan internal rotating blades untuk menghomogenasikan minyak dan lapisan lemak padat yang terbentuk. Setelah itu, lemak dingin ( supercooled fat ) dialirkan untuk dikristalisasi dengan reaktor beragitator. Dalam votator unit terjadi kristalisasi sebagain dan diteruskan menjadi kristalisasi lanjutan di unit B. kristalisasi lanjutan di unit B dilakukan hingga titik kristalisasi maksimum yang bisa dicapai bahan. Setelah titik kristalisasi maksimum tercapai, terjadi perubahan fisik pada bahan, yaitu terbentuknya ikatan kohesif antar kristal dalam bahan, atau yang lebih dikenal dengan transformasi polimorfisme. Tempering merupakan tahap yang penting. Tanpa tempering , shortening yang dihasilkan tidak akan mencapai nilai standard viskositas, creaming volume, dan ketahanan terhadap temperature ambient. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti faktor apa saja yang mempengaruhi proses tempering shortening . Tetapi, beberapa ahli mengasumsikan shortening harus melalui proses tempering dalam waktu yang cukup lama untuk menghasilkan kualitas produk yang baik. Oleh karena itu, sebelum dikemas shortening ditempering pada ruangan khusus selama 48 jam untuk menjaga kualitas produk. Beberapa ahli menemukan bahwa optimasi proses tempering dengan melakukan pendinginan pada trigliserida cair agar proses kristalisasi berjalan cepat, kemudian trigliserida cair dipanaskan secara seragam dengan pemanasan cepat. Dengan proses ini, polimorfisme trigliserida akan berjalan lebih baik. Karena setiap bentuk akhir Kristal yang terbentuk hanya perlu dilakukan pemanasan trigliserida yang tidak terlalu lama. 24
Untuk beberapa jenis triglierida tahap tempering dapat dihilangkan. Proses tempering ini diganti dengan pemanasan di bawah titik kristalisasi molekul trigliserida. Pemanasan ini dilakukan dalam reaktor yang tidak berpengaduk agar tidak menganggu proses pembentukan Kristal itu sendiri. Dalam bahasan Ini akan dibahas lebih lanjut tentang pembentukan lapisan tipis trigliserida untuk menjaga Kristal dalam kondisi kesetimbangan termal dan menaikkan suhu kristalisasi dengan dielectric heating untuk menjaga keseragaman kristal yang terbentuk. Untuk memperbaiki jenis kristal yang dibentuk, pertama triglisrida dibuat cair terlebih dahulu. Kemudian dinginkan tepat pada suhu kristalisasi mulai. Kemudian panaskan lagi trigliserida agar tercipta kondisi yang seragam. Pada industri, pendinginan ini dilakukan dalam unit Votator hingga suhu 60-65°F, sementara pemanasan dilakukan dalam unit B hingga suhu 75-85°F.
Shipment
Permintaan akan shortening semakin hari semakin bertambah. Oleh karena itu dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas shortening terjaga bahkan sampai konsumn yang berada di luar negeri sekalipun. Waktu pengiriman produk juga harus memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk, sehingga ketika produk mencapai tangan konsumen dapat dipastikan bahwa produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan, ukuran karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang mampu menjaga lebih lama kualitas produk. Beberapa perusahaan juga menawarkan jasa khusus untuk pengepakan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Seperti yang dilakukan oleh Marina Palm Oil Shortening dan Saratoga Farms Shortening pada Gambar 14.
25
Gambar 14. Palm Oil Shorteni ng pada Marina Palm Oil
Daftar Pustaka
Alexandersen, Klaus A. Margarine Processing Plants and Equipment. Alfa Laval. 2013. Oil Processing Machine. Armfield. 2013. Edible & Essential Oils Processing Equipment. Dolceta, I.C., Vita, S.F., March, R. 2000. Area Preserving Curve Shortening Flows: From Phase Transitions to Image Processing . Hansen, Jesper. 2012. Trends in Margarine and Shortening Products and Processing . Jatmika, A. dan Guritno, P. 1996. Produksi Minyak Sawit Kaya Pro-Vitamin A. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 4(1):17-25. Lestari, Dianika. 2011. Slide Perkuliahan Dasar-Dasar Teknologi Pangan 2. Marangoni, A.G., Ghazani, S.M. 2011. Trends in Interesterification of Fats and Oils. O’ Brien, Richard D. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications, Third Edition. Quick tempering of shortenings US Patent 3117011 A. 26