I.
Pendahuluan
Bisnis merupakan kegiatan sosial yang di dalamnya terlibat banyak orang. Dewasa ini bisnis merupakan realitas yang sangat kompleks. Hal ini tidak hanya terjadi pada bisnis makro, namun juga mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis. Sebagai kegiatan sosial, bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas masyarakat modern. Bisnis dapat dilihat sekurang-kurangnya dari 3 sudut pandang berbeda, antara lain: sudut pandang ekonomi, sudut pandang hukum, dan sudut pandang etika. Dalam kegiatan berbisnis terjadi tukar menukar, jual beli, memproduksi memasarkan, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Namun, perlu diingat pencarian keuntungan dalam kegiatan berbisnis tidak hanya sepihak, tetapi diadakan dalam interaksi dengan pihak lain. Pada kenyataannya, banyak pelaku bisnis di Indonesia tidak memikirkan tentang hal tersebut. Mereka lebih cenderung untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kerugian pihak lain. Mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, namun dalam mencapai keuntungan tersebut seharusnya tidak merugikan banyak pihak dan lingkungan. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan serta memperhatikan aspek lingkungan. Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis lambat laun akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral. Kegiatan perdagangan ataupun bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Sejak manusia terjun ke bidang perniagaan, disadari juga kegiatan ini tidak terlepas
dari masalah etika. Sesuai fungsinya baik secara makro maupun mikro, sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Pada nantinya, jika suatu bisnis dijalankan ber dasark an etika dan tanggung jawab sosial, tidak hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang mendapat keuntungan, namun perusahaan itu sendiri jug a akan mendapat kan k euntungan secara langsung. Kasus pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada masa kini. Secara tidak sadar, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Seperti pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh PT. Freeport. Aktivitas pertambangan PT Freeport McMoran Indonesia (Freeport) di Papua yang dimulai sejak tahun 1967. Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, dampak lingkungan yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Erstberg, dan pelanggaran HAM.
II. Pembahasan 2.1 PT. Freeport Indonesia
PT.Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-MCMoRan Copper & Gold Inc. sebuah perusahaan Amerika Serikat. PT. Freeport Indonesia merupakan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. PT. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari tahun 1967) dan tambang Grasberg (sejak tahun 1988) di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Propinsi Papua. PT. Freeport telah berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 milliar dollar AS pertahun, keberadaannya telah memberikan manfaat langsung dan tidak langsung Indonesia dimana 33 milliar dollar AS dari tahun 1992 – 2004 telah berikan kepada Pemerintah Indonesia. Menurut New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan Freport Indonesia kepada pemerintah Indonesia antara tahun 1998 – 2004 mencapai hampir 20 milliar dollar AS. Pemerintah Indonesia, masyarakat Papua dan PT. Freepot telah menyetujui pembaruan kontrak investasi PT. Freeport di Papua dengan di tanda-tanganinya kontrak investasi untuk 30 tahun yang akan datang. Namun, Kesejahteraan masyarakat Papua tak secara otomatis terkerek naik dengan kehadiran Freeport yang ada di wilayah mereka tinggal. Di wilayah operasi Freeport, sebagian besar penduduk asli berada di bawah garis kemiskinan dan terpaksa hidup mengais emas yang tersisa dari limbah Freeport. Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa telah terjadi distori etika dan pelanggaran kemanusiaan yang hebat di Papua. Martabat manusia yang seharusnya dijunjung tinggi, peradaban dan kebudayaan sampai mata rantai penghidupan telah jelas dilanggar oleh PT. Freeport. Seperti kasus yang telah terjadi pada tahun 2011 karyawan PT. Freeport melakukan mogok kerja karena menuntut kenaikan gaji karena gaji yang mereka terima selama ini tidak sesuai dengan standar gaji karyawan Freeport McMoran
di negara lain. Tidak hanya itu, akibat dari aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. Freeport telah menjadi aktor utama dari kerusakan lingkungan di Papua. 2.2 Tinjauan dan Analisis Kasus Kasus Pencemaran Lingkungan dan Pelanggaran HAM
Berita yang dilansir oleh Kompasiana.com (2012) menyebutkan bahwa PT Freeport Indonesia adalah perusahaan yang pernah terdaftar sebagai salah satu perusahaan multinasional terburuk tahun 1996, adalah potret nyata sektor pertambangan Indonesia. Wilayah penambangan PT Freeport saat ini mencakup wilayah seluas 2,6 juta hektar atau sama dengan 6,2% dari luas Irian Jaya. Padahal, awal beroperasinya PT FI hanya mendapatkan wilayah konsesi seluas 10.908 hektar. Secara garis besar, wilayah penambangan yang luas itu dapat dianggap dieksploitasi pada 2 periode, yaitu periode Ertsberg (1967-1988) dan periode Grasberg (1988- sekarang). Potensi bijih logam yang dikelola Freeport awalnya hanya 32 juta ton, sedangkan sampai tahun 1995 naik menjadi hampir 2 miliar ton atau meningkat lebih dari 58 kali lipat. Data tahun 2005 mengungkap, potensi Grasberg sekitar 2,822 juta ton metrik bijih. Dalam berita yang dilansir oleh antaranews.com (2006) menyebutkan bahwa Freeport selalu mengklaim berkomitmen terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang kuat. Meskipun telah memiliki pengakuan ISO 14001 dan mengklaim memiliki program komprehensif dalam memantau air asam tambang, Freeport terbukti tidak memiliki pertanggung jawaban lingkungan. Perusahaan ini beroperasi tanpa transparansi dan tidak memenuhi peraturan lingkungan yang ada. Terlepas dari keharusan untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, Freeport belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk Studi Penilaian Resiko Lingkungan (Environmental Risk Assessment ). Freeport juga tidak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen tiga tahunan
sejak 1999, seperti yang disyaratkan Amdal. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan izin lingkungan. Dampak yang dihasilkan secara kasat mata akibat limbah Freeport tidak kalah menakjubkan. Produksi tailing yang mencapai 220 ribu ton per hari dalam waktu 10 tahun terakhir menghasilkan kerusakan wilayah produktif berupa hutan, sungai, dan lahan basah ( wetland ) seluas 120 ribu hektar, Freeport masih akan beroperasi hingga tahun 2041. Jika tingkat produksinya tetap, maka akan mencapai 225.000 hingga 300.000 ton bijih per hari. Selain itu, Freeport juga tidak mampu mengolah limbahnya baik limbah batuan (Waste Rock ), tailing hingga air asam tambang ( Acid Mine Drainage). Hingga tahun 2005, setidaknya sekitar 2.5 milyar ton limbah batuan Freeport dibuang ke alam. Hal ini mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan sekitar pertambangan, terbukti longsor berulang kali terjadi dikawasan tersebut. Bahkan salah satu anggota Panja DPR RI untuk kasus Freeport menemukan fakta bahwa kecelakaan longsor akibat limbah batuan terjadi rutin setiap tiga tahunan. Batuan limbah ini telah menimbun danau Wanagon. Sejumlah danau berwarna merah muda, merah dan jingga dikawasan hulu telah hilang, padang rumput Cartstenz juga didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai ketinggian 270 meter dan menutupi daerah seluas 1.35 km2. Erosi limbah batuan telah mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebakan sejumlah kecelakaan.(antaranews.com, 2006 ) Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) oleh Freeport di daerah yang terkena dampak operasi tambang membuktikan bahwa sebagian besar tembaga terlarut dalam air sungai terserap oleh tubuh makhluk hidup dan ditemukan kandungannya pada tingkat beracun. Tembaga terlarut pada kisaran konsentrasi yang ditemukan di sungai Ajkwa bagian bawah mencapai tingkat racun kronis bagi 30% hingga 75% organism air tawar. Tak hanya berbahaya karena kandungan logam beratnya, jumlah
tailing Freeport yang sangat masif juga memiliki bahaya yang sama. Hingga tahun 2005 tidak kurang dari 1 milyar ton tailing beracun dibuang Freeport ke sungai Aghawagon-OtomonaAjkwa. Padahal cara pembuangan tailing kesungai atau riverine tailing disposal seperti ini telah dilarang disebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Tidak hanya kasus pencemaran lingkungan yang telah dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Berita yang dilansir oleh kompasiana.com (2012) menyatakan bahwa Pada tanggal 15 September 2011, 8.000 dari 22.000 pekerja Freeport Indonesia melakukan aksi mogok menuntut kenaikan upah dari US $3,5/jam sampai US $7,5/jam. Inilah pemogokan kerja terlama dan paling banyak melibatkan karyawan sejak Freeport mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1967. Dua tahun sekitar bulan Juli 2009 – November 2011, setidaknya 11 karyawan Freeport dan sub-kontraktor ditembak mati secara misterius oleh para penembak gelap. PT Freeport McMoRan telah mengeluarkan dana sebesar Rp 711 milyar untuk “uang keamanan” yang diberikan kepada para aparat pemerintah Indonesia Dalam 10 tahun ter akhir .
Analisa Kasus:
1. Pihak-pihak yang berkepentingan atau terlibat dalam kasus tersebut adalah Pihak Manajemen PT Freeport-Indonesia, Pihak Manajemen PT. Freeport McMoran-AS, Karyawan PT. Freeport, Pemerintah dan Masyarakat. 2. Prinsip Etika yang telah dilanggar oleh PT Freeport pada kasus tersebut: A. Prinsip Utilitarianisme: Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Berdasarkan teori Utilitaliarisme, PT.Freeport Indonesia dalam hal ini sangat bertentangan dengan etika Utilitaliarisme dengan melihat fakta terjadinya pencemaran lingkungan di Papua akibat eksploitasi dan tidak melakukan tindakan pencegahan maupun tindakan
untuk mengolah limbah dengan baik dan terkesan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, telah terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh PT Freeport yang disebabkan karena perusahaan tidak memberi gaji sesuai dengan standar perusahaan yang diterapkan di negara lain, dan PT Freeport melakukan hal yang tidak manusiawi untuk meyelesaikan masalah tuntutan gaji para pekerja. B. Prinsip Hak: Dalam kasus ini, PT Freeport telah melanggar hak masyarakat untuk memiliki lingkungan yang nyaman. Selain itu, PT Freeport telah melanggar hak masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai lingkungan, dan belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk Studi Penilaian Resiko Lingkungan. C. Etika Memberi perhatian: Menurut prinsip etika ini mendorong kita untuk fokus pada nilai moral dari sikap parsial terhadap orang-orang yang dekat dengan kita. Dalam kasus ini, pihak PT Freeport tidak memberikan perhatian kepada masyarakat di sekitarnya. Karena PT Freeport tidak mengolah limbah dengan baik yang bisa membahayakan warga sekitar. D. Etika Pengendalian Polusi: Dalam kasus ini, PT Freeport telah melanggar etika pengendalian polusi atau etika ekologi. Tidak adanya upaya pengendalian polusi dikarenakan para pelakunya para pelaku bisnis menganggap udara dan air itu barang gratis, dan melihat lingkungan sebagai barang tak terbatas. PT Freeport yang usaha bisnisnya bergantung pada lingkungan alam dalam memperoleh energi dan
sumber daya material, seharusnya memikirkan dampak atas
aktivitas perusahaannya jika tidak mengolah limbahnya dengan baik, karena hal tersebut akan merugikan masyarakat dan perusahaan itu sendiri. 3. Menurut saya dalam kasus ini, tidak ada pihak yang „menang‟. Karena dalam kasus ini tidak ada pihak yang menerima manfaat etika itu sendiri. Masyarakat yang sangat
dirugikan dalam kasus ini karena erosi limbah batuan telah mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebakan sejumlah kecelakaan. Selain itu, sungai Ajkwa dan danau Wanagon sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh penduduk setempat karena sudah tercemar dan berbahaya bagi kehidupan sehari-hari. 4. Kebijakan yang harus diambil untuk mencegah kasus ini terjadi: Menurut saya adalah PT Freeport Indonesia harus Keputusan yang harus diambil setelah kasus ini terjadi: Pihak manajemen PT Freeport harus melakukan tindakan sebagai berikut:
Mematuhi semua hal yang terkait dengan peraturan dan perundang-undangan lingkungan yang berlaku, komitmen-komitmen lingkungan yang secara sukarela diikuti, dan ketentuan Kebijakan Lingkungan FCX.
Mengupayakan perbaikan yang berkesinambungan dengan mengimplementasikan sistem manajemen yang menetapkan tujuan dan sasaran berdasarkan data yang absah dan berlandaskan ilmu pengetahuan yang tepatm dengan mengkaji ulang sasaran yang ditetapkan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) serta melalui audit internal maupun audit eksternal berkala.
Bekerja sama dengan masyarakat di sekitar wilayah kerja dengan prinsip saling menghormati dan mengembangkan kemitraan aktif.
Memfasilitasi dan mendukung penggunaan kembali daur ulang dan pembuangan yang bertanggung jawab dari produk yang digunakan dalam operasional.
Masalah pemabayaran gaji tidak perlu terjadi jika PT. Freeport Indonesia memberikan gaji yang sesuai standar perusahaan.
Perusahaan harus membentuk Crisis Management Committee. Yaitu guna menciptakan lingkungan kerja yang damai dan harmonis.
5. Kebijakan yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut:
Kita tahu bersama bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan tidak akan kembali seperti sedia kala. Namun, tindakan untuk memperbaiki lingkungan yang telah rusak masih sangat diperlukan, agar generasi selanjutnya masih bisa menikmati lingkungan yang nyaman. Untuk itu Sebaiknya pemerintah Indonesia, dalam hal ini menteri ESDM, melakukan renegosiasi ulang terhadap PT FI. Karena begitu banyak SDA yang ada di Papua ,tetapi masyarakat papua khususnya dan Negara Indonesia tidak menikmati hasil dari kekayaan alam yang ada di papua. Justru Amerika lah yang mendapat untung dari kekayaan alam yang ada di papua. Atau kalau tidak dapat di negosiasi ulang dan hak para pekerja tidak terpenuhi, lebih baik pemerintah menasionalisasi PT FI supaya masyarakat papua khususnya dan Indonesia dapat menikmati SDA yang ada di bumi Indonesia.
Memperbaiki sistem pengolahan limbah PT Freeport, dan perlunya kesadaran bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang mendukung keberlangsungan suatu perusahaan. Di dasarkan pada konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang berhubungan dan saling mendukung satu dengan lainnya, Ketiga pilar tersebut adalah sosial, ekonomi, dan lingkungan, sebagaimana ditegaskan kembali dalam The United Nation 2005 World Summit Outcome Document (Solihin, 2009).
PT. Freeport harus berdiskusi dan mendengar aspirasi atau tuntutan para pekerja dengan memberikan gaji sesuai dengan standar gaji perusahaan yang berlaku di negara lain. Manajemen PT. Freeport harus memperbaiki hubungan dengan karyawan agar tercipta menciptakan lingkungan kerja yang damai dan harmonis. Karena perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
III. Kesimpulan
PT Freeport Indonesia terbukti tidak menerapkan etika dalam beroperasi, hal ini terbukti dengan melanggar hak-hak para pekerja untuk mendapatkan upah atau gaji yang layak sesuai risiko kerja yang dihadapi di lapangan, hak atas martabat manusia karena hak manusia itu sama mendapatkan pekerjaan yang selayak-layaknya dan PT Freeport melanggar HAM karena sangat tidak adil dimana kewajiban terhadap para karyawan tidak terpenuhi karena gaji yang diterima tidak layak dibandingkan dengan pekerja Freeport negara lain dan merupakan tambang dengan kualitas terbaik. Pemerintah sebagai pemegang kuasapun, juga mempunyai andil yang besar, karena dari sanalah kebijakan dan keputusan disetujui dan dijalankan. Maka dalam pemecahan masalah
PT.
Freeport
di
Papua,
pemerintah
menjadi
eksekutornya
dengan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Permasalahan ini tidak mudah untuk dipikirkan tetapi juga tidak susah untuk diselesaikan, sehingga kesungguhan dan keberanian dari berbagai kalangan baik pemerintah, pengusaha, pendidik dan juga partisipasi dari lembaga sosial sangat menentukan kebijakan seterusnya.
Daftar Pustaka
Diunduh dari www.antaranews.com Diunduh dari www.kompasiana.com Solihin, Ismail. 2009. Corporate Social Responsibility: From Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat.