BAB I
PENDAHULUAN
Sterilisasi dan desinfeksi merupakan salah satu kegiatan pengendalian
infeksi nosokomial yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang tinggi
dalam menekan kejadian infeksi di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya
untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah
sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit
adalah rendahnya angka infeksi nosokomial dai rumah sakit. Untuk mencapai
keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah
sakit.
Dengan demikian maka perlu dilakukan proses sterilisasi dan
desinfeksi terhadap bahan dan alat-alat sesuai prinsip-prinsip yang benar
dan sesuai Standar Operating Prosedur yang ditetapkan merupakan cara
terbaik bagi petugas untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit dan
penularan penyakit infeksi
Maka dari itu pedoman sterilisasi dan desinfeksi yang baik sangat
diperlukan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan sterilisasi dan
desinfeksi, untuk mengadakan pengawasan dan konrol mutu terhadap hasil
sterilisasi dan desinfeksi, dan sebagai sebuah panduan kerja bagi tenaga
pelaksana dalam memberikan pelayanan sterilisasi dan desinfeksi di rumah
sakit.
BAB II
STERILISASI
1. Pengertian
Sterilisasi adalah suatu proses dengan metode tertentu yang memberikan
hasil akhir suatu bentuk keadaan dimana tidak dapat ditunjukan lagi
adanya mikroorganisme hidup.
Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka
pengawasan dan pencegahan infeksi nosokomial.
Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas
mikroorganisme yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah
sakit. Sebaiknya proses sterilisasi di rumah sakit dilaksanakan secara
sentralisasi dengan tujuan agar tercapainya :
a. Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana.
b. Efisiensi tenaga.
c. Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya.
d. Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat
dipertanggungjawabkan.
e. Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan
peningkatan pengawasan mutu.
Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah
sakit adalah Instalasi Sterilisasi sentral. Instalasi Sterilisasi
Sentral mempunyai kegiatan mengelola semua kebutuhan peralatan dan
perlengkapan tindakan bedah serta non bedah. Mulai dari penerimaan,
pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda steril, penyusunan dan
pengeluaran barang-barang hasil sterilisasi ke unit pemakai di rumah
sakit.
2. Tehnik Sterilisasi
Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat da efisien diperlukan
pemahaman terhadap kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat
yang akan disterilkan. Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan
mikroorganisme yang berasal dari berbagai macam sumber kontaminasi.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari :
a. Udara yang lembab atau uap air.
b. Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit.
c. Personalia yang di rumah sakit (kulit, tangan, rambut dan saluran
nafas yang terinfeksi)
d. Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan.
e. Ruang yang tidak dibersihkan dan didesinfektan.
f. Pasien yang telah terinfeksi.
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua
mikroorganisme, ditentukan oleh daya tahan mikroorganisme terhadap
tehnik sterilisasi.
Tehnik sterilisasi ada beberapa cara :
a. Sterilisasi dengan pemanasan :
Pemanasan basah dengan Autoklaf.
Pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas.
Pemanasan dengan baktericid
b. Sterilisasi dengan penyaringan.
c. Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia.
d. Sterilisasi dengan penyinaran.
3. Pemilihan Tehnik Sterilisasi Berdasarkan Pertimbangan
a. Tehnik yang murah, cepat dan sederhana.
b. Hasil yang diperoleh benar-benar steril.
c. Bahan yang disterilkan tidak boleh mengalami perubahan.
4. Pengawasan
Suatu bahan steril yang dihasilkan selama proses dalam penggunaan
harus dapat dijamin kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluarsa suatu
bahan steril sangat tergantung kepada tehnik sterilisasi. Pengawasan
terhadap proses sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest bahan
atau alat yang dianggap masih steril dengan memakai indikator fisika,
kimia dan biologi tergantung pada tehnik sterilisasi yang digunakan waktu
mensterilisasikan bahan/alat tersebut.
5. Pengujian
Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian
sterilitas :
a. Pemanasan sample langsung pada media pembenihan.
b. Pembilasan penyaringan, hasil pembilasan diinkubasikan setelah
ditanam dalam media pembenihan.
c. Penambahan media pembenihan paket kedalam laritan yang akan diuji
kemudian diinkubasi.
Jaminan hasil pengujian dapat dicapai jika pengawasan dimulai semenjak
pemilihan bahan dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi yang
akan dipakai sampai dengan proses penyimpanan dan pendistribusian
bahan/alat yang sudah steril.
BAB III
DESINFEKSI
1. Pengertian
Desinfeksi adalah suatu proses baik secara kimia atau secara fisika
dimana bahan yang patogenik atau mikroba yang menyebabkan penyakit
dihancurkan dengan suatu desinfeksi dan antiseptik.
Desinfektan adalah senyawa atau zat yang bebas dari infeksi yang
umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau
mikroorganisme yang membahayakan, menginaktifkan virus.
Antiseptik adalah zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.
Unit kerja yang bertanggung jawab menyediakan desinfektan dan
antiseptik di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi mempunyai kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan,
pembuatan, penyusunan dan penyaluran desinfektan/antiseptik ke unit
pemakai di rumah sakit.
2. Tehnik Desinfeksi
Tehnik desinfeksi yang dilakukan tidak mutlak bebas dari
mikroorganisme hidup seperti pada sterilisasi Karena
desinfektan/antiseptik tidak menghasilkan sterilitas.
Pemilihan desinfektan yang tepat seharusnya memenuhi kriteria sebagai
berikut :
a. Daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas yang rendah.
b. Spektrum luas, dapat mematikan berbagai macam mikroorganisme.
c. Dalam waktu singkat dapat mendesinfektan dengan baik.
d. Stabil selama dalam penyimpanan.
e. Tidak merusak bahan yang didesinfeksi.
f. Tidak mengeluarkan bau yang mengganggu.
g. Desinfektannya sederhana dan tidak sulit pemakaiannya.
h. Biaya murah dan persediaan tetap ada dipasaran.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan desinfektan yaitu sifat-sifat zat
kimia yang akan digunakan seperti konsentrasi, temperature, pH dan bentuk
formulasinya disamping itu kepekaan mikroorganisme terhadap kerja zat
kimia serta lingkungan dimana desinfektan tersebut akan digunakan.
Macam-macam desinfektan yang dapat dipakai dalam tehnik desinfeksi
digolongkan berdasarkan struktur kimia senyawa :
a. Fenol atau asam karbonat.
b. Alkohol/Etanol.
c. Aldehid (glutaraldehid dan formaldehid)
d. Biguanida (klorheksidin glukonat atau asetat)
e. Amonium Kuartener (benzalkonium klorida)
f. Halogen (hipoklorit, povidon yodium)
g. Logam berat (merkuri klorida)
h. Oksidator (hidrogen peroksida)
3. Pengawasan Desinfeksi
Pengawasan desinfeksi dilakukan terhadap penggunaan desinfektan dan
jumlah kontaminasi sebelumnya. Karena hasil desinfeksi sangat tergantung
kepada pengaruh suhu, pencemaran, pH, aktifitas permukaan, jumlah
mikroorganisme dan adanya zat-zat lain yang mengganggu pada waktu
mempergunakan desinfektan.
BAB IV
PENUTUP
Sterilisasi dan desinfeksi mempunyai peran dan tanggung jawab yang
tinngi dalam upaya mencegah terjadinya penyebaran/penularan penyakit
infeksi pada pasien yang dirawat di rumah sakit sehubungan dengan bahan dan
alat-alat instrument yang dipakai.
Melakukan proses sterilisasi dan desinfeksi terhadap bahan dan alat-
alat sesuai prinsip-prinsip yang benar dan sesuai Standar Operating
Prosedur yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah
terjadinya penyebaran penyakit dan penularan penyakit infeksi.
Peningkatan mutu pekayanan sterilisasi dan desinfeksi akan
meningkatkan pula mutu pelayanan kesehatan secara keseluruhan di Rumah
Sakit Umum Daerah Purbalingga.
Purbalingga, Januari 2009
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN PURBALINGGA
dr. NONOT MULYONO, M.Kes.
Pembina Tingkat I
NIP. 19620909 198803 1 011
LAMPIRAN
1. PENGELOLAAN BAHAN ATAU ALAT STERIL
A. Pengemasan
Pengemasan dilakukan terhadap bearang bersih dan kering, artinya
dilakukan dekontaminasi, pencucian dan pengeringan terlebih dahulu.
Bahan yang digunakan sebagai pengemas harus mempunyai sifat permeabel
(dapat ditembus oleh uap air/uap panas), tipis, elastis, dan tidak mudah
sobek. Sebagai pengemas digunakan :
1. Kertas perkamen rangkap dua untuk kasa dan sarung tangan.
2. Kain katun/linen untuk instrumen, tenun operasi, sarung tangan.
3. Tromol stainless yang mempunyai bagian yang dapat dibuka tutp untuk
aliran uap untuk pengemasan instrument, tenun, kasa, dan sarung
tangan.
B. Penandaan atau Pengetiketan
Penandaan atau pemberian etiket harus dilakukan terhadap masing-
masing bungkusan yang siap untuk disterilkan.
Etiket dan label harus mencantumkan :
1. Nama dan jenis barang.
2. tanggal penyeterilan.
C. Penyimpanan
Barang-barang yang telah disterilkan sebaiknya disimpan dalam ruangan
steril atau clean room. Apabila kondisi tersebut tak dapat dicapai maka
setidaknya barang harus disimpan di ruangan/tempat yang bersih dengan
kondisi :
1. Kering dan tidak lembab.
2. Bebas dari debu.
3. Bebes dari serangga.
4. Dilengkapi dengan lampu UV.
5. Dilengkapi dengan AC (Air Conditioner) dan pengukur kelembaban.
D. Distribusi
Pendistribusian barang steril ke ruangan-ruangan harus dapat menjamin
bahwa barang tersebut tetap steril sampai ruangan. Untuk itu dalam
pendistribusiannya harus menggunakan wadah yang bersih, kering, tertutup
dan kedap udara (missal kantong plastik yang tertutup). Sangat
dianjurkan dalam pendistribusiannya digunakan tromol-tromol stainless
steel yang memang dirancang untuk penyimpanan barang steril. Dalam
pendistribusiannya digunakan system FIFO (First In First Out).
E. Kontrol Kualitas
Produk akhir dari hasil sterilisasi adalah barang steril, untuk itu
perlu dilakukan beberapa tahap dan cara kontrol kualitas :
1. In Proses Kontrol
Artinya adalah bahwa dapat dipastikan seluruh prosedur dekontaminasi,
pencucian, pengeringan, pengemasan, penyeterilan, penyimpanan dan
pendistribusian barang telah dilakukan sesuai dan tidak menyimpang
dari prosedur yang telah ditetapkan.
2. Kotrol Kualitas secara Visual
Kontrol kualitas dengan cara melihat bentuk dan keadaan fisik barang.
Bila terdapat kerusakan pada pembungkus atau adanya perubahan fisik
barang maka barang tersebut tidak dapat digunakan lagi atau harus
dikemas dan disteril ulang.
3. Kontrol Kualitas dengan Menggunakan Indikator
Kontrol kualitas menggunakan indikator dimaksudkan untuk mengontrol
bahwa suatu barang telah melalui proses sterilisasi yang sempurna,
namun belum menunjukan bahwa barang tersebut telah bebas dari
mikroorganisme (steril)
Ada 2 jenis indikator untuk kontrol kualitas proses sterilisasi :
Indikator Fisika :
Indikator ini menunjukan keadaan alat sterilisasi (autoklaf)
berfungsi dengan baik atau tidak. Untuk sterilisasi dengan
autoklaf indikator tersebut berupa grafik yang menunjukan suhu dan
tekanan yang mencerminkan bahwa proses sterilisasi berjalan
sempurna.
Indikator Kimia :
Penggunaan bahan kimia sebagai indikator berdasarkan pada
terjadinya perubahan warna karena adanya panas, gas, atau radiasi.
Autoklaf tape (Bowie disk paper) yang berwarna kuning muda dan
garis miring berwarna lebih muda jika terkena panas dari autoklaf,
garis miring tersebut telah berubah warna menjadi coklat sampai
hitam. Tape inipun dapat berfungsi label dan pengikat.
Bila indikator diatas tak menunjukan nilai atau perubahan yang
semestinya berarti proses sterilisasi tak sempurna maka perlu
dilakukan sterilisasi ulang.
4. Kontrol Kualitas untuk Pengujian Steril
Untuk pengujian sterilisasi perlu dilakukan pengujian secara
mikrobiologi dari barang yang telah disterilkan.
Prosedur :
Lakukan sampling dari barang yang disterilkan pada hari itu,
masing-masing satu dari tiap jenis barang.
Sampling dilakukan dengan cara mengambil barang yang letaknya
ditengah autoklaf pada saat proses sterilisasi, ambil satu dari
masing-masing jenis barang yang masih dikemas dengan baik.
Pada hasil sampling tadi dilakukan uji sterilitas dengan penanaman
sampel pada media pembenihan (proses pengujian dapat dilakukan
dengan mengirim sampel pada bagian patologi klinik).
Karena pengujian ini membutuhkan waktu 1-2 hari, dianjurkan uji
sterilitas ini dilakukan tiap 2 minggu sekali.
5. Waktu Kadaluarsa
Barang yang telah disterilisasi mempunyai waktu kadaluarsa. Untuk
barang steril yang kemasan dan bentuknya tidak menunjukan adanya
kerusakan atau perubahan selama masa penyimpanan maka waktu
kadaluarsanya adalah 2X24 jam. Bila dalam waktu 2X24 jam barang
tersebut belum dipakai maka perlu dilakukan sterilisasi ulang.
2. PENGGUNAAN DESINFEKTAN/ANTI SEPTIK
"No"Desinfektan/ "Kegunaan "Potensi "Toksisitan "
" "antiseptik " "aktivitas " "
"1 "Povidon - Iod "Desinfeksi sebelum"Membunuh : "reaksi "
" " "dan sesudah "Bakteri gran "hipersensivitas "
" " "operasi "positf "lokal jarang "
" " "Pengobatan dan "Bakteri gram "terjadi, pada "
" " "pencegahan pada "negatif "penderita yang "
" " "infeksi kulit yang"Jamur "sensitf tidak "
" " "disebabkan "Virus (HIV "digunakan "
" " "bakteri, jamur, "pada "Decubitus ulcer "
" " "virus dan "konsentrasi "dapat terjadi "
" " "protozoa. "0,5%) "pada penderita "
" " "Kompres pada "Spora "usia lanjut "
" " "luka-luka "Protozoa "karena absorbsi "
" " "bernanah. " "sistemik setelah "
" " "Mencegah timbulnya" "penggunaan "
" " "infeksi pada-luka " "topikal "
"2 "Povidon-Iod "Cuci tangan rutin."Membunuh : "reaksi "
" "Scrub "Cuci tangan "Bakteri gram "hipersensivitas "
" " "sebelum operasi "positif "lokal jarang "
" " " "Bakteri gram "terjadi, pada "
" " " "negatif "penderita yang "
" " " "Jamur "sensitf tidak "
" " " "Virus (HIV "digunakan "
" " " "pada " "
" " " "konsentrasi " "
" " " "0,5%) " "
" " " "Protozoa " "
" " " "Spora " "
"3 "Klorheksidin "desinfeksi luka "Membunuh : "sensitivitas "
" "glukonat 1,6% + "bakar dan luka "bakteri gram "kontak dan "
" "setrimid 15% "pasca bedah "positif "fotosensitivitas "
" " "desinfeksi kulit "(10µg/ml) "rendah pada "
" " "(pengusapan pada "bakteri gram "penggunaan jangka"
" " "kebidanan dan "negatif "lama. Tidak "
" " "urologi) "(60µg/ml) pada"diabsorbsi "
" " "cuci tangan di "pH 5-8 "melalui kulit "
" " "bangsal perawatan "virus (HIV "Larutan pekat "
" " "desinfeksi darurat"pada "klorheksidin "
" " "alat/i9nstrumen "konsentrasi "dapat menybabkan "
" " "desinfeksi dan "0,2%) "iritasi "
" " "penyimpanan " "konjunctiva dan "
" " "instrumen " "jaringan yang "
" " " " "sensitif lainnya "
" " " " "Kadang-kadang "
" " " " "terjadi reaksi "
" " " " "dan reaksi "
" " " " "hipersensitif "
" " " " "terhadap setrimid"
" " " " "(jarang) "
" " " " "Sesekali dapat "
" " " " "terjadi reaksi "
" " " " "speriil terbakar "
" " " " "karena larutan "
" " " " "strimid yang "
" " " " "pekat "
"4 "Klorheksidin "Irigasi kandung "Membunuh : "sangat rendah "
" "asetat "kemih "bakteri gram "baik secara oral "
" " "Desinfeksi "positif "maupun secara "
" " "instrumen termasuk"(10µg/ml) "lokal "
" " "endoskopi "bakteri gram "karena sifat "
" " "Desinfeksi luka "negatif "iritasi, "
" " "dan irigasi mata "(60µg/ml) pada"hindarkan kontak "
" " " "pH 5-8 "dengan otak, "
" " " "virus (HIV "selaput otak dan "
" " " "pada "telinga tengah "
" " " "konsentrasi "pada konsentrasi "
" " " "0,2%) "yang lazim "
" " " " "dipakai tidak "
" " " " "merangsang kulit "
"5 "Klorheksidin "cuci tanganrutim "Membunuh : "kadang-kadang "
" "glukonat 4% "cuci tangan "bakteri gram "terjadi reaksi "
" " "sebelum operasi "positif "iritasi pada "
" " "desinfeksi kulit "(100g/ml) "kulit "
" " "sebelum pembedahan"bakteri gram "reaksi alergi "
" " " "negatif "yang "
" " " "(600g/ml) pada"menyeluruhterhada"
" " " "pH 5-8 "p klorheksidin "
" " " "virus (HIV "pernah dilaporkan"
" " " "pada "tetapi jarang "
" " " "konsentrasi "terjadi "
" " " "0,2%) " "
"6 "Glutaral dehida "Desinfeksi dan "Membunuh : "korosif "
" "2% "sterilisasi "Bakteri gran "iritasi "
" " "Instrumen bedah "positf "dermatitis dan "
" " "danendoskopi "Bakteri gram "cenasilitasi "
" " "Alat plastik dan "negatif " "
" " "karet "M. Tuberculose" "
" " "Peralatan anestesi"Spora " "
" " "Peralatan saluran "Virus " "
" " "pernafasan "Glutaral " "
" " "Peralatan gigi "dehida 2% pH " "
" " "Alat-alat yang "7,6-8,5 " "
" " "tidak dapat "efektif " "
" " "disterilkan dengan"membunuh " "
" " "cara panas "bakteri < 2 " "
" " " "menit,m. " "
" " " "Tuberculose " "
" " " "pungsi dan " "
" " " "alsaridium " "
" " " "spesiasis " "
" " " "dalam 3-10 jam" "
"7 "Picioxidinediglu"Desinfeksi kulit :"Membunuh : "Benzalkonlumklori"
" "conate 0,5% + "sebelum operasi "Bakteri gran "da pada mata "
" "octylphenoxypoly"pembersih sebelum "positf "menyebabkan "
" "ethoxythanol "dan sesudah "Bakteri gram "iritasi dan "
" "5,5% + "melahirkan "negatif "gangguan "
" "benzalkonlumklor"pembilasan tangan "Virus "penglihatan "
" "ida 6,0% "Desinfeksi "(Tilchophyca, "Larutan pekat "
" " "peralatan dan "aspergillus, "benzalkonlumklori"
" " "perlengkapan : "candida "da menyebabkan "
" " "desinfeksi semua "albicane) "korosif pada "
" " "jenis instrumen : "Virus "kulit yang luka "
" " "kateter (bukan "(Influenza, "dan bekas luka "
" " "dari karet), "Herpez " "
" " "cutgut, benang "Simplex, " "
" " "sutera dan "Variolla dan " "
" " "lain-lain "lain-lain " "
" " "stestokop " " "
" " "mesin anestetik (+" " "
" " "tubing) " " "
" " "alat dialtalis " " "
" " "alat-alatuntuk " " "
" " "keperluan " " "
" " ""emergency" " " "
" " "penyimpanan alat " " "
" " "Ruangan : " " "
" " "desinfeksi dinding" " "
" " "dan lantai " " "
" " "desinfeksi udara " " "
3. CUCI TANGAN
Hygiene tangan merupakan cara yang paling efektif untuk mematahkan
mata rantai infeksi. Oleh karena itu perlu diketahui tehnik yang sederhana
tentang cuci tangan
1. Siapa yang harus cuci tangan ?
Setiap petugas yang langsung kontak dengan pasien, bertanggung jawab
untuk mencegah penyebaran kuman pathogen, dan diharuskan cuci tangan
dengan seksama.
2. Kapan waktu yang tepat untuk cuci tangan ?
Pada waktu tiba di rumah sakit, untuk mencegah terbawanya kuman dari
luar rumah sakit.
Sebelum masuk ruang rawat dan sesudah meninggalkan ruang rawat.
Sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien.
Sebelum dan sesudah memberikan obat-obatan atau makanan kepada
pasien.
Jika tangan tampak kotor.
Sebelum dan sesudah minum/makan.
Sebelum pulang ke rumah.
Setelah petugas dari kamar kecil.
3. Bagaimana cara cuci tangan yang baik ?
Cuci tangan biasa/rutin :
Dengan menggunakan air bersih dan mengalir.
Dengan menggunakan sabun.
Sela-sela jari tangan, kuku harus dibersihkan.
Membilas dengan air bersih dan mengalir sampai bersih.
Kemudian dilap dengan menggunakan lap kering (lap sekali pakai)
4. Cuci tangan untuk pembedahan (surgical scrub)
Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin)
Menggunakan air bersih dan mengalir serta menggunakan antiseptic atau
antimikroba.
Tangan dibasahi sampai siku.
Mulai tangan kiri disikat kuku, sela jari, tapak tangan 5 kali,
punggung tangan 5 kali, setiap sisi lengan bawah sampai siku 5 kali,
hingga bersih. Ganti tangan kanan kerjakan yang serupa berulang- ulang
sampai sepuluh menit.
Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi jari
tangan lebih tinggi dari posisi siku.
Dihindarkan tangan yang sudah dicuci tersentuh benda sekkitarnya.
Lamanya cuci tangan lebih lama dari cuci tangan biasa/rutin
4. ISOLASI
A. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah usaha pencegahan penularan/penyebaran kuman pathogen dari
sumber infeksi (petugas pasien, karier, pengunjung) ke orang lain.
B. Syarat Kamar Isolasi
1) Lingkungan harus tenang.
2) Sirkulasi udara harus cukup.
3) Penerangan harus cukup baik.
4) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehinnga memudahkan untuk observasi
pasien dan pembersihannya.
5) Tersedia WC dan kamar mandi.
6) Kebersihan lingkungan harus dijaga.
7) Tempat sampah harus tertutup.
8) Bwebas dari serangga.
9) Tempat alat tenun kotor harus tertutup.
10) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci bersih dengan memakai
desinfektan.
C. Petugas yang Bertugas di Kamar Isolasi
1) Harus sehat.
2) Mengetahui prinsip aseptic/antiseptic.
3) Pakaian rapid an bersih.
4) Tidak memakai perhiasan.
5) Kuku harus pendek.
6) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi.
7) Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker,
sarung tangan dan sandal khusus.
8) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
9) Berbicar seperlunya.
10) Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi.
11) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi.
D. Alat
1) Alat dibutuhkan tersedia.
2) Selalu dalam keadaan steril.
3) Dari bahan yang mudah dibersihkan.
4) Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan.
5) Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali.
6) Alat tenun bekas dimasukkan kedalam tempat tertutup.
E. Jenis Isolasi
Jenis isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenitas kuman dan cara
penularannya/penyebarannya.
1) Isolasi ketat.
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang
sangat menular, baik melalui kontak langsung maupun peredaran udara.
Teknik ini mengharuskan pasien berada dikamar tersendiri dan petugas
yang berhubungan dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker
dan sarung tangan serta mematuhi aturan pencegahan yang ketat
misalnya pada pasien penyakit cacar, difteri, atau infeksi
Staphylococcus Aureus karena luka baker.
2) Isolasi saluran pernafasan.
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan
dengan cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini
mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai masker dan
dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas/sputum,
misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosis paru,
haemophillus influenzae.
3) Isolasi enterik.
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit
karena kontak langsungdan atau tidak langsung dengan buangan
dubur/tinja yang mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat
bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah
kontaminasi silang melalui mulut dan dubur. Misalnya pada pasien
kolera, salmonellosis, shigellosis, dysentri amuba, enterokolitis
karena staphylococcus.
4) Isolasi luka dan kulit.
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang disebarkan
karena kontak langsung dengan luka, kulit dan atau benda yang
terkontaminasi dengan pasien. Pasien ini lebih baik ditempatkan di
kamar tersendiri. Petugas yang berhubungan langsung harus memakai
harus memakai pakaian khusus, masker dan sarung tangan, tindakan
pencegahan khusu harus dilakukan pada waktu penggantian balutan.
Misalnya pada pasien dengan gas gangrene, pes dan infeksi kulit yang
menyeluruh/luka baker.
5) Isolasi proteksi.
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya
dengan orang yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi
seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen, yang biasanya
dapat dilawannya. Pasien harus ditempatkan dalam suatu lingkungan
yang mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.
Misalnya pada pasien leukemia, sedang menjalani pengobatan
immunosupresif.
6) Tindakan pencegahan terhadap buangan tubuh.
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang disebarkan
karena kontak langsung dengan sekresi, ekskresi, dan atau benda yang
terkontaminasi. Misalnya pada pasien gonore, scarlet fever.
7) Tindakan pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh.
Tujuannya mencegah penularan oleh organisme yang disebarkan karena
kontak dengan darah, cairan tubuh dan atau benda terkontaminasi.
Tindakan khusus dilakukan terhadap jarum dan semprit yang
terkontaminasi. Misalnya pada pasien hepatitis, dan AIDS.
F. Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan
fasilitas laboratorium, yaitu :
1) Sampai biakan negative.
2) Sampai penyakit sembuh (khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai
tidak mengeluarkan bahan menular)
3) Selama pasien dirawat di ruang rawat.
4) Sampai 24 jam setelah dimulai pemberian antibiotika yang efektif.
5. MASKER
A. Syarat masker yang baik
Masker terbuat dari kain kasa, minimal lima lapis dengan tali pengikat
yang cukup.
B. Cara memakai masker
Memasang masker sambil bercermin, sehingga terpasang dengan tepat
yaitu ditengah dan benar-benar menutupi hidung dan mulut.
Tali diikatkan cukup kuat.
Satu masker untuk satu kali pemakaian.
Bila menjadi lembab masker diganti.
6. CARA PENGAMBILAN, PENYIMPANAN, PENGIRIMAN BAHAN UNTUK PEMERIKSAAN
MIKROBIOLOGI
A. Persyaratan
Agar kuman pathogen dapatdiisolasi, maka jenis bahan pemeriksaan, cara
pengambilan, waktu pengambilan, penyimpanan dan pengiriman bahan ke
laboratorium harus setepat-tepatnya. Diasmping itu harus disertakan
keterangan tentang keadaan pasien dan penggunaan antibiotika.
B. Jenis Bahan Pemeriksaan
Jenis bahan pemeriksaan yang diambil tergantung dari kuman pathogen yang
akan diisolasi. Misalnya untuk N. Gonorrhoe dari seorang wanita. Bahan
pemeriksaan yang paling baik adalah hapus servik dan bukan vagina.
Demikian pula untuk isolasi kuman pathogen paru-paru, bahannya adalah
dahak dan bukan ludah.
C. Waktu Pengambilan
Waktu yang terbaik untuk urine dan dahak segera bangun tidur pagi karena
kumannya telah cukup waktu untuk berkembang biak. Untuk bahan darah
biasanya waktu yang terbaik adalah pada saat permulaan suhu badan pasien
meningkat. Untuk sebagian besar bahan pemeriksaan, waktu pengambilan
tergantung dari keadaan pasien dari perjanjian antara klinikus, perawat,
dan laboratorium. Harus diusahakan agar setiap bahan pemeriksaan diambil
sebelum pemberian obat antimikroba. Tetapi apabila antimikroba telah
diberikan supaya diberi keterangan tentang jenis antimikroba, dosis dan
lamanya pemberian.
D. Teknik Pengambilanbahan
Bahan pemeriksaan dari tempat yang biasanya steril seperti darah, urine,
liquor atau cairan efusi harus diambil dengan cara aseptic.
Cara aseptic ini adalah untuk menghindari kontaminasi tetapi juga untuk
melindungi pasien. Kapas lidi yang dipergunakan untuk mengambil bahan
pemeriksaan harus steril dan tidak mengandung bahan antibakteri. Untuk
bahan tinja dan dahak, wadah bersih cukup, tidak perlu (steril)
E. Label Pada Pemeriksaan Dan Surat Permohonan Pemeriksaan
1) Setiap bahan pemeriksaan harus dilabel yang jelas dengan nama
pasien, nomor, ruang perawatan.
2) Surat permohonan pemeriksaan harus tercantum :
Nama, umur, nomor dokumen medik, dan ruang perawatan.
Jenis bahan pemeriksaan, tanggal dan waktu pengambilan.
Pemeriksaan yang diinginkan.
Keterangan klinik, diagnosis kerja, dan pengobatan antimikroba.
F. Penyimpanan dan Media Transport untuk Bahan Pemeriksaan
1) Umumnys berlaku ketentuan bahwa pengiriman bahn pemeriksaan ke
laboratorium secepat-cepatnya. Dengan demikian dapat dijamin bahwa
kuman pathogen masih tetap hidup setibanya di laboratorium.
2) Apabila terjadi keterlambatan didalam pengiriman maka harus
digunakan bahan pengawet kimia atau medium transport. Hal akan
mencegah kuman oleh enzim sendiri, perubahan pH atau kekurangan
makanan.
Contoh media transport :
Amies atau Stuart untuk bahan pemeriksaanyang diambil dengan lidi
kapas atau untuk N. Gonorrhoe.
Carry Blair untuk tinja.
Cotoh pengawet kimia :
Asam borat untuk urine.
Cetyl pyridium chlorida NaCi untuk dahak.
Bahan pemeriksaan juga dapat disimpan dalam suhu 4-10˚C untuk
mempertahankan hidup kuman Neiseria, S.Pneumoniae dan
Haemophillus yang akan mati pada suhu rendah.
G. Detail Pengambilan, Penyimpanan dan Pengiriman Bahan Pameriksaan
1) Urine
Saluran kemih biasanya steril, kecuali urethra yang mengandung
kuman komensal seperti Acinetobacter dan Diphteroid. Saluran
urethra wanita dapat juga ditemukan ragi.
Pada waktu pengambilan dapat terjadi kontaminasi dari kulit
dengan kuman staphylococcus, diphteroid, dan M. Segmentis.
Pada pasien wanita dapat terjadi kontaminasi dengan flora normal
vagina.
Kontaminasi pada urine wanita dapat diketahui dengan adanya sel
epitel atau kuman campuran.
Bahan urine dikumpulkan secara urine porsi tengah, pungsi
suprapubik atau kateter.
Jumlah urine kira-kira 20 ml atau kurang untuk anak atau pasien
payah ginjal.
Segera dikirim ke laboratorium dan dismpan 4˚C 20 jam atau tambah
asam borat 1%.
2) Darah
Darah selalu steril dan keadaan normal.
Darah diambil secara dengan semprit steril sebanyak kira-kira 10
ml.
Ganti jarum steril baru sbelum dimasukkan kedalam medium :
tryptone soya diphasic medium dan thioglicollate broth dengan
perbandingan bahan : medium adalah 1 : 10, dieramkan pada suhu
30˚C.
3) Nanah
Dapat diambil dari ulkus atau abses.
Apabila dari abses, pengambilan dilakukan secara aspirasi dengan
semprit steril dan tutup ujung jarum dengan tutup botol karet
atau bengkokoan jarum, dikirim langsung ke laboratorium dal;am
waktu 1 jam.
Apabila dari ulkus, nanah diambil dengan kapas lidi steril secara
aseptic lalu dimasukkan ke dalam media transport segera kirim ke
laboratorium.
4) Tinja
Bahan diambil pada saat diare akut.
Jumlah yang diambil kira-kira satu sendok makan yang mengandung
mucus, nanah, atau darah.
Tempat penampungan cukup kalau bersih tidak perlu steril
Apabila tidak ada tinja dapat diambil dengan kapas lidi dari
rectum dan dimasukkan kedalam media transport.
5) Dahak
Bahan yang terbaik adalah dahak pagi sewaktu bangun tidur.
Untuk anak kecil yang tidak dapat mengeluarkan dahak dapat
diambil dari cairan lambung (khusus untuk isolasi M.
Tuberkulosis)
Dahak dapat pula diambil secara aspirasi melalui endotrakheal
tube atau transtrakheal.
Bahan ditampung didalam wadah steril yang langsung dikirim ke
laboratorium.
Perhatikan apabila tersangka kuman penyebab S. Pneumonia atau H.
Influenzae maka bahan tidak boleh disimpan pada suhu 4˚C.
6) Liquor Cerebrospinalis
Dalam keadaan normal bahan liquor adalah steril.
Bahan harus diperiksa secepat-cepatnya karena penundaan
pemeriksaan akan menguirangi keberhasilan isolasi.
Pengambilan melalui pungti lumbal harus seaseptik-aseptiknya.
Jumlah bahan cukup 1-2 ml untuk kultur dan 2-3 ml untuk
pemeriksaan lainnya.
H. Pengambilan Bahan Pemeriksaan dari Barang-barang Lingkungan
1) Kateter Intravena
Gunting ujung kateter dan masukkan secara aseptic kedalam botol
heart infusion (BHI)
Langsung dikirim ke laboratorium.
2) Endotrakheal
Gunting ujunya dan masukkan kedalam kaldu BHI secara aseptic.
3) Pressure Monitoring Devices
Bilas kira-kira 20 mlcairan infus steril.
Atau bilas dengan kapas lidi yang telah dibasahi dengan BHI
steril untuk kultur diafragma.
4) Alat Lain
Kapas lidi steril yang telah dibasahi dengan BHI steril.
Kirim segera ke laboratorium.
5) Darah atau Cairan Infus
Ambil 20 ml secara aseptic.
Masukkan kedalam medium.
TSB diphasic medium.
Thioglycoliate broth.
Perbandingan 1 : 10 (bahan : medium)
Operasi bersih :
Operasi pada kasus non trauma
Operasi yang tak mengenal daerah dengan tanda inflamasi.
Operasi yang tak membuka tr. digestivus, tr. respiratorius, tr.
urinarius.
Umumnya luka operasi ditutup primer dan tak dipasang dren.
Operasi bersih tercemar :
Operasi membuka tr. digestivus, tanpa pencemaran nyata.
Operasi membuka tr. billaris tanpa ada empedu yang infeksi.
Operasi membuka tr. urinarius tanpa ada urine yang terinfeksi.
Operasi membuka tr. respiratorius tanpa ada infeksi tr.
urinarius.
Operasi membuka saluran genitalis wanita.
Umumnya operasi ditutup primer dan tak dipasang dren.
Operasi tercemar :
Operasi membuka tr. digestivus, dengan pencemaran nyata.
Operasi membuka tr. billaris dengan empedu yang terinfeksi.
Operasi membuka tr. urinarius dengan urine yang terinfeksi.
Operasi membuka tr. respiratorius dengan infeksi respiratorius.
Operasi pada luka karena trauma yang bersi dan kurang dari 6 jam.
Operasi kotor :
Operasi perforasi tr. digestivus, tr. respiratorius, tr.
urinarius, billaris.
Operasi yang mengenai daerah inflamasi bacterial.
Operasi melalui daerah bersih untuk membuka abses.
Operasi luka trauma dengan ada jaringan yang non vital/benda
asing/kontaminasi faeses, kejadian ditempat yang kotor,
pertolongan/operasi dilakukan 6 jam setelah trauma.
7. PROSEDUR OPTIMAL UNTUK PEMEMASANGAN
(INSERVASI DAN PEMELIHARAAN) INTRAVENA
Tindakan :
Cuci tangan dengan sabun, dengan air mengalir, atau dalam larutan
lodoform sedikitnya 2 menit.
Gunakan kain alas dan sarung tangan yang steril
a. Pada insersi kam\nula sentral yang memerlukan vena seksi.
b. Terutama pada orang dewasa, pilih lengan dari pada tungkai, kanula
yang dipasang pada tungkai pindahkan secepatnya pada lengan.
c. Pada anak batasi intravena.
Bila tempat IV berambut, janga dicukur tapi digunting rambut
tersebut.
Tempat IV disiapkan dengan antiseptic, dengan efekktivitas antibiotic
yang unggul seperti suatu apusan larutan lodoform atau Tinctur Iodium
(1-2 %)
Apusan digosokkan dengan gerakan melingkar dimulai dari titik pusat
keluar kepinggir yang cukup luas.
Dalam hal tidak tahan terhadap preparat Iodium, dapat dipakai
penggodokan dengan alcohol 70 % sedikitnya satu menit.
Pada vena seksi dapat diberikan salep antibiotika yang berspektrum
luas pada tempat tusukan jarum kateter.
Tempatkan alas steril 2 X 2 cm dibawah bagian jarum yang menjulur.
Tempat alas serupa menututpi tempat insersi dan rekat dengan plester
yang kedap air. Hindarkan balutuan yang berlebihan.
Kanula atau kateter harus benar-benar terfiksir.
Tanggal, waktu, macam dan ukuran jarum kanul IV harus dicatat dalam
catatan perawat dan dibubuhkan juga data tersebut pada plester yang
menjamin tetap steril.
Awasi (pantau) tiap hari akan kemungkinan penyulit lain pada
pemasangan IV. Caranya antara lain : palpitasi hati-hati tempat
insersi jarum melalui balutan/tutup yang utuh.
Tempat insersi IV harus dipantau, phlebitis, infiltrasi dan sumbatan
atau kebocoran jarum atau selang pada : tiap mengganti tutup/balut
dan tiap mengganti botol.
Scara aseotik penggantian tutup/bslut harus diganti tiap 24-48 jam
dan bila tutp/balut basah atau dicurigai terkontaminasi.
Mengganti set
a. Ganti seluruh set IV meliputi botol IV sampai jarum atau kateter,
tiap (72jam) baik cairan elektrolit maupun nutrisi parenteral.
b. Ganti seluruh set juga sesudah tranfusi darah atau unsure-unsur
darah atau emulsi lipid.
Mengganti tempat IV
Dilakukan tiap 48-72 jam.
Kateter atau kanul tidak boleh tinggal ditempat lebih dari 72 jam.
Memasang obat-obatan dan lain-lain kedalam selang dan botol harus
melalui gerbang-gerbang injeksi yang telah didesinfeksi sebelum
dimasukkan.
Irigasi maupun sepul selang untuk memperbaiki aliran harus
dihindarkan.
Bahan pemeriksaan darah tidak boleh disedot dari selang IV, kecuali
dalam keadaan darurat atau bila infuse kemudian akan dihentikan.
Botol cairan infus harus diteliti secara rutin terhadap retak-retak
bocor dan kekeruhan. Botol yang tidak vakum waktu dibuka jangan
dipakai.
Tiap botol harus diberi label yang jelas dengan nama OS. Obat-obatan
yang ditambahkan dan waktu dibuka.
Bila dicurigai bakterimia atau tromboflebitis purulen yang disebabkan
set infuse (botol, selang, jarum) yang terkontaminasi seluruh set
harus dipindahkan secara aseptic dan dikirim ke laboratorium klinik
untuk dibiakan:
a. Secara aseptic, jarum atau kanul harus ditempatkan dalam wadah
yang steril dan dikirim ke laboratorium klinik untuk dibiakan
kwantitatf.
b. Cairan botol harus dibiakan dan botol diamankan.
c. Bila cairan tersebut terbukti tercemar maka botol yang
bersangkutan dan seluruh persediaan botol-botol yang sejenis harus
diamankan dan nomor dari isi botol dan obat-obatan yang diberkan
harus dicatat.
Direktur RSUD Purbalingga segera melaporkan ke Dirjen Makanan dan
Obat-obatanDep. Kes jika didapatkan pencemaran cairan infuse yang
diduga terjadi pada saat pembuiatan.
Semua jenis cairan parenteral yang sudah mulai diberikan harus
diinfuskan dalam jangka waktu 24 jam atau dibuang.
Infus dengan emulsi lipid harus diselesaikan dalam 12 jam sesudah
dimulai
Anak-anak :
a. Hindarkan pemasangan IV pada bayi.
b. Pakai wing needle.