Konjungtivitis Konjungtivitis Viral Winda Victoria 10.2009.103 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No 6 – 6 – Jakarta Jakarta Barat 11470
[email protected]
________________________________
1. PENDAHULUAN
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis.
Penyebab
konjungtivitis antara kain viral toksik, bakteri, klamidial, alergi, maupun berkaitan dengan penyakit sistemik.
1,2
Virus adalah penyebab umum dari konjungtivitis pada pasien dari segala usia. Konjungtivitis virus biasanya jinak dan
dapat sembuh sembuh sendiri. sendiri. Infeksi virus umumnya
ditandai oleh reaksi konjungtiva folikuler akut dan adenopati preauricular.
2
1.1 Tujuan
Makalah ini ditulis untuk melengkapi tugas PBL serta untuk mengetahui lebih dalam mengenai anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus digunakan, etiologi, epidomologi, patofisiologi, diagnosis differential, penatalaksanaan, prognosis pada pasien konjungtivitis viral.
1
2. PEMBAHASAN 2.1 Pemeriksaan 2.1.1
Anamnesa
Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam medik pasien. Dapat dilakukan pada pasiennya sendiri (auto) atau pada keluarga terdekat (allo). Halhal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah sebagai berikut :
Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama dan suku bangsa
Riwayat penyakit Keluhan utama,
anamnesis tentang penyakitnya sendiri diawali dengan
keluhan utama, ialah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Riwayat penyakit sekarang , pada bagian ini penyakit disusun secara
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan penderita sejak sebelum ada keluhan sampai anak dibawa berobat. Bila pasien telah mendapat pengobatan sebelumnya, hendaklah ditanyakan kapan berobat, kepada siapa, serta apa saja yang telah
diberikan
dan
bagaimana
hasil
pengobatan
tersebut.
Pada umumnya, hal-hal yang perlu diketahui mengenai suatu keluhan atau gejala mencakup; a. Onset: untuk mengetahui sejak kapan gejala seperti ini dialami dan apakah ini merupakan gejala berulang atau pertama kalinya.
2
b. Perilaku menjaga kebersihan : sangat penting menanyakan perilaku higienitas pasien Riwayat penyakit yang pernah diderita, penyakit yang pernah diderita
sebelumnya perlu diketahui, karena kadang-kadang ada hubungannya dengan penyakit yang sekarang, atau setidak-tidaknya member informasi untuk membantu pembuatan diagnosis dan penatalaksanaannya sekarang. Latar belakang sosial dan pekerjaan, riwayat sosial penderita yang perlu
diketahui adalah keadaan ekonomi keluarga serta lingkungannya dan juga kebiasaankebiasaan lain seperti peminum alkohol. Sedangkan pekerjaan perlu diketahui karena ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dapat menimbulkan cedera yang khusus atau kelainan-kelainan yang khusus pula. Dari anamnesis penting juga untuk ditanyakan:
Adakah riwayat trauma?
Riwayat pekerjaan, pada pekerja laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X.
2.1.2
Riwayat penggunaan obat-obatan.
Adakah riwayat kontak dengan orang lain yang menderita keluhan serupa?
Adakah penurunan ketajaman penglihatan?
Apakah mata terasa sakit, gatal atau merah?
1,2,3
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (VISUS)
Pemeriksaan visus yang umum digunakan adalah dengan kartu Snellen. Kartu Snellen, bisa berupa E- chart maupun Alphabet. Jarak pemeriksaan antara pasien dengan kartu Snellen pada refraksi adalah refraksi : 6 M, 5 M, dan 3 M (memakai kaca pantul ). Jika ditulis Visus 6/6, artinya angka 6 di atas (pembilang) menunjukkan kemampuan jarak baca penderita, sedangkan angka 6 di bawah menunjukkan kemampuan jarak baca orang normal.
3
Untuk pemeriksaan visus bila penderita gagal membaca kartu Snellen maka dilakukan dengan : a. Hitung jari, visus 6/60 artinya penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal bisa menghitung dalam jarak 60 meter, begitu juga penilaian visus 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, 1/60. Jika pasien masih tidak dapat menghitung jari dalam jarak 1 meter, maka lakukan tes goyangan tangan. b. Goyangan tangan, jika pasien dapat melihat goyangan tangan dalam jarak 1 meter, maka penilaian visus adalah 1/300. Jika pasien gagal melihat gerakan tangan dalam jarak 1 meter, lakukan tes persepsi cahaya. c. Persepsi cahaya. Pemeriksaan visus dilakukan pada masing-masing mata, dengan salah satu mata lain ditutup dengan telapak tangan.
B. Pemeriksaan fisik mata
Pemeriksaan Segmen Anterior a.
Palpebra, penderita melihat lurus ke depan maka pinggir palpebra atas akan menutupi limbus atas (pinggir kornea) selebar 1 – 2 mm.
b.
Konjungtiva, normanya tidak berwarna dan tranparan.
c.
Kornea, vormanya bening
d.
Bilik mata depan, normalnya mata cukup dalam dan jernih.
e.
Iris dan pupil, normalnya pupil mata kiri dan kanan sama lebarnya dan letaknya simetris di tengah. Lebar pupil + 3 mm. Pemeriksaan ada 2 cara
Langsung, yaitu mata disinari dengan sinar langsung, dan diamati mata yang disinari.
Tidak langsung, yaitu mata disinari mata kanan, yang dilihat mata kiri, dan sebaliknya.
f.
Lensa mata, normalnya jernih.
4
Pemeriksaan Segmen Posterior Untuk melihat segmen posterior mata bisa memakai alat yang disebut Oftalmoskop. C. Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang yang dapat langsung dilakukan oleh dokter umum tanpa alat adalah dengan tes konfrontasi. 2.1.3
Pemeriksaan Penunjang
Tekanan Bola Mata Ada 3 cara :
Tonometer Schiotz
Tonometer Aplanasi
Pemeriksaan secara digital dengan jari tangan
Pemeriksaan “Slit Lamp” Dengan alat ini kita dapat mengetahui segmen anterior dan segmen posterior mata secara detail. Pergerakkan Bola mata Ada 6 gerakan kardinal bola mata, yaitu medial – lateral, medial atas – bawah, lateral atas – bawah . Pada mata palsu, biasanya < dari gerakan 4 mata. Luas lapang pandang Diperiksa dengan 3 cara :
Goldman perimetri
Layar Tangen Screen
Tes Konfrontasi, dengan menggunakan tangan pemeriksa dan tekhnik paling mudah. 5
Pemeriksaan Penonjolan Bola Mata Pemeriksaan penonjolan bola mata dapat dilakukan dengan alat Ophtalmometri Pemulasan Fluorescen Hanya epitel kornea yg rusak yang bersifat menyerap fluorescen. Caranya tetes irigasi pada mata, penilaian :
warna hijau (kerusakan epitel kornea)
Indikasi tes fluorescen :
Adanya gejala trias (fotofobi, lakrimasi, dan blefarospasme).
Riwayat trauma mata
Mata merah
Ada kekeruhan kornea
6
2.2
Diagnosis
2.2.1
Diagnosis Kerja dan Gejala Klinis
Konjungtivitis virus akut
1-3,5
Konjungtivitis virus akut adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh infeksi virus akut. Konjungtivitis virus dibagi lagi menjadi beberapa macam, antara lain:
Demam faringokonjungtiva Gejala klinis: Demam Faringitis Sekret berair dan sedikit Folikel pada konjungtiva Hiperemi konjungtiva Sekret serous Fotofobia Kelopak bengkak dengan pseudomembran Keratitis epitel superfisial Pembesaran kelenjar limfe preaurikular
Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3, 4, dan 7, terutama mengenai anak yang tersebar melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik.
Keratokonjungtivitis epidemi Gejala klinis: Bilateral Injeksi konjungtiva Mata berair Pendarahan subkonjungtiva Folikel pada konjungtiva pseudomembran Pembesaran kelenjar limfe preaurikular
7
Sakit tenggorok, demam, otitis media (gejala sistemik yang sering
muncul pada anak) Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37. Mudah menular pada masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak dapat disertai gejala sistemik infeksi seperti demam, sakit tenggorok, otitis media.
Konjungtivitis herpetik Gejala klinis: Unilateral Iritasi Sekret mukosa Nyeri Fotofobia ringan Disertai keratitis herpes simpleks Vesikel pada kornea (kadang juga muncul di palpebra) Pembesaran kelenjar preaurikular dengan nyeri tekan
Konjungtivitis herpetik merupakan manifekstasi primer herpes dan terdapat pada anak-anak yang mendapat infeksi dari pembawa virus berlangsung 2 minggu.
Konjungtivitis varisela-zoster Gejala klinis: Usia > 50 tahun Kelainan tidak melampaui garis kepala Hiperemia Vesikel Pseudomembran pada konjungtiva Pembesaran kelenjar aurikular Jaringan parut di palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah (sekuel) Ditemukan sel raksasa (pada pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel
inklusi intranuklear) Herpes zoster juga disebut shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut 8
Konjungtivitis inklusi Gejala klinis: Purulen (pada bayi) Konjungtiva hiperemik, kemotik Pseudomembran Folikel yang nyata, terutama pada kelopak bawah Hipertrofi papil Pembesaran kelenjar aurikular
Konjungtivitis inklusi merupakan penyakit okulogenital disebabkan oleh infeksi klamidia, yang merupakan penyakit kelamin, dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap di jaringan uretra, prostat serviks, dan epitel rektum untuk beberapa tahun sehingga mudah menjadi infeksi ulang. Penyakit ini dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool konjungtivitis.
Konjungtivitis New Castle Gejala klinis: Unilateral, dapat terjadi juga bilateral Influensa dengan demam ringan, sakit kepala, nyeri sendi Rasa sakit pada mata Mata gatal Mata berair Penglihatan kabur Fotofobia Edema palpebra ringan Kemosis Sekret mata sedikit Folikel terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal superior dan
inferior. Keratitis epitelia atau keratitis subepitel pada kornea Pembesaran kelenjar preaurikular tanpa nyeri tekan
9
Konjungtivitis New Castle disebabkan virus New Castle, dengan gambaran klinis sama dengan konjungtivitis faringo-konjungtiva. Penyakit ini biasa ditemukan pada pekerja peternakan unggas yang ditulari virus New Castle yang terdapat pada unggas.
Konjungtivitis hemoragik epidemik akut Gejala klinis: Pendarahan konjungtiva Kedua mata iritatif, seperti kelilipan Sakit preorbita Edema kelopak Kemosis konjungtiva Sekret seromukous Fotofobia disertai lakrimasi Konjungtiva folikular ringan Keratitis Adenopati preaurikular Pendarahan subkonjungtiva dimulai dengan ptekie Hipertrofi folikular dan keratitis epitelian yang berkurang spontan
dalam 3-4 hari pada tarsus konjungtiva. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya pendarahan konjungtiva. Pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus pikorna atau enterovirus 70. Dengan masa inkubasi 24-48 jam. Virus ini ditularkan melalui kontak orang, alat optik yang terkontaminasi, maupun alas tidur.
10
2.2.2
4
Etiologi
Konjungtivitis adenoviral adalah penyebab paling umum konjungtivitis virus. Subtipe tertentu konjungtivitis adenoviral termasuk keratoconjunctivitis epidemi (mata merah) dan demam pharyngoconjunctival. Infeksi herpes simpleks okular primer sering terjadi pada anak dan biasanya berhubungan dengan konjungtivitis folikuler. Infeksi biasanya disebabkan oleh HSV tipe I, meskipun HSV tipe II bisa menjadi penyebabnya, terutama pada neonatus. Infeksi berulang, biasanya terlihat pada orang dewasa, biasanya dikaitkan dengan keterlibatan kornea. Varicela Zooster Virus (VZV) dapat mempengaruhi konjungtiva selama infeksi primer (cacar air) atau infeksi sekunder (zoster). Infeksi dapat disebabkan oleh kontak langsung dengan VZV atau lesi kulit zoster atau dengan inhalasi sekresi pernapasan infeksius. Picornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragik akut yang secara klinis mirip dengan konjungtivitis adenoviral tapi lebih parah dan hemoragik. Infeksi ini sangat menular dan terjadi pada epidemi. Moluskum kontagiosum dapat menghasilkan konjungtivitis folikuler kronis yang terjadi sekunder terhadap penumpahan partikel virus ke dalam kantung konjungtiva dari lesi kelopak mata iritasi. Virus vaccinia telah menjadi penyebab langka konjungtivitis karena, dengan penghapusan cacar, vaksinasi jarang diberikan. Infeksi terjadi melalui inokulasi disengaja partikel virus dari tangan pasien.
11
2.2.2 Epidemiologi
4
Amerika Serikat dan sekitarnya Konjungtivitis virus adalah penyakit mata umum di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Karena begitu umum, dan karena banyak kasus tidak dibawa ke perhatian medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit ini tidak tersedia. Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer. Jenis Kelamin Konjungtivitis virus dapat terjadi sama pada pria dan wanita. Usia Konjungtivitis virus dapat mempengaruhi semua kelompok umur, tergantung pada etiologi virus tertentu. Biasanya, adenovirus mempengaruhi pasien berusia 20-40 tahun. HSV primer dan infeksi VZV biasanya mempengaruhi anak-anak dan bayi. Herpes zoster oftalmikus hasil dari reaktivasi infeksi laten VZV dan dapat hadir dalam setiap kelompok usia. Biasanya, picornavirus mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa muda di kelas sosial ekonomi rendah.
12
2.2.3 Patofisiologi
6
Infeksi konjungtiva virus diduga disebabkan oleh droplet atau transfer langsung dari jari seseorang ke permukaan konjungtiva pada kelopak mata. Setelah masa inkubasi lima sampai 12 hari, penyakit ini memasuki fase akut, menyebabkan mata berair, hiperemia konjungtiva dan pembentukan folikel. Folikel limfoid yang meningkat, dengan lesi avascular mulai dari 0,2 sampai 2mm. Mereka memiliki pusat-pusat germinal limfoid merespon agen infeksi. Adenovirus tipe 8 dapat berkembang biak dalam jaringan epitel kornea, keratitis menghasilkan karakteristik dan infiltrat subepitelbersama dengan respon imun terhadap antigen virus, menyebabkan limfosit berkumpul dalam stroma anterior dangkal, persis di bawah epitel. Kadang-kadang, selaput konjungtiva akan terbentuk. 2.2.4 Diagnosis Banding
1,2,5
Bakteri Virus
Purulen
Nonpurulen
Fungus & Parasit
Alergi
Sekret
sedikit
banyak
sedikit
sedikit
sedikit
Air mata
banyak
sedang
sedang
sedikit
sedang
Gatal
sedikit
sedikit
~
~
hebat
Injeksi
umum
umum
lokal
lokal
umum
Nodul preaurikular
sering
sering
monosit
bakteri
sering bakteri
Pewarnaa usapan Sakit tenggorokan dan panas yang menyertai
limfosit
PMN
PMN
kadang
kadang
~
13
biasanya negatif ~
eosinofil
~
2,5,7
2.3
Komplikasi
Konjungtivitis viral kronik
Lesi konjungtival 1,2,5
2.4
Penatalaksanaan
Medika mentosa
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang sangat hebat dan dipastikan tidak ada jamur. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder serta
steroid topikal. Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari
selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan
iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin.
14
Non-medika mentosa
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi.
2.5
2
Pencegahan
Edukasi Untuk menghilangkan kecemasan pasien, akan sangat membantu untuk menginformasikan pasien bahwa gejala mereka dapat memperburuk selama 4-7 hari pertama setelah onset sebelum mereka mulai membaik dan tidak dapat mengatasi selama 2-4 minggu. Para Penularan infeksi juga harus ditekankan. Isolasi yang tepat dari tempat kerja atau sekolah disarankan untuk mencegah epidemi. Pasien dengan konjungtivitis yang memakai lensa kontak harus diinstruksikan untuk menghentikan memakai lensa sampai tanda dan gejala telah diselesaikan. Menjaga kebersihan Untuk mencegah penularan dan tertular konjungtivitis viral, hendaknya setiap individu untuk menjaga kebersihan diri dan lingkunngannya.
2.6
7
Prognosis
Baik. Sebagian besar kasus konjungtivitis virus yang akut, jinak dan dapat sembuh sendiri, meskipun infeksi kronis telah dilaporkan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Infeksi biasanya sembuh secara spontan dalam waktu 2-4 minggu. Infiltrat subepitel dapat berlangsung selama beberapa bulan, dan jika dalam sumbu visual, mereka dapat menyebabkan penglihatan menurun atau silau.
15
Daftar pustaka
1. Morosidi Saptoyo Argo, Paliyama Margarette Franciscus. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Fakultas kedokteran UKRIDA; 2011: 38-41. 2. Ilyas H. Sidarta, Yulianti Sri Rahayu. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011: 14-34, 128-33. 3. Ilyas Sidarta. Kelainan refraksi dan kacamata. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006: 21-4. 4. Scott
Ingrid
U.
Viral
conjunctivitis.
20
september
2011.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall, pada tanggal 10 maret 2012. 5. Wood
Mark.
Conjunctivitis:
Diagnosis
and
Management.
Diunduh
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/ , pada tanggal 10 maret 2012. 6. Medindia. Diunduh dari http://www.medindia.net/education/familymedicine/ConjunctivitisPathophysiology.htm, pada tanggal 11 maret 2012.
7. Medindia. Diunduh dari http://www.medindia.net/education/familymedicine/ConjunctivitisComplications.htm, pada tanggal 11 maret 2012.
16