Patofisiologi Dismenore Pada dasarnya dismenorea primer memang berhubungan dengan prostaglandin endometrial dan leukotrien. Setelah terjadi proses ovulasi sebagai respons peningkatan produksi progesteron (Guyton & Hall, 2007). Asam lemak akan meningkat dalam fosfolipid membran sel. Kemudian asam arakidonat dan asam lemak omega-7 lainnya dilepaskan dan memulai suatu aliran mekanisme prostaglandin dan leukotrien dalam uterus. Kemudian berakibat pada termediasinya respons inflamasi, tegang saat menstruasi (menstrual cramps ), ), dan molimina menstruasi lainnya (Hillard, 2006). Hasil metabolisme asam arakidonat adalah prostaglandin (PG) F2- alfa, yang
merupakan
suatu
siklooksigenase
(COX)
yang
mengakibatkan
hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemia dan nyeri menstruasi. Selain (PG) F2-alfa juga terdapat PGE-2 yang menyebabkan dismenorea primer. Peningkatan level PGF2-alfa dan PGE-2 jelas akan meningkatkan rasa nyeri pada dismenorea primer juga (Hillard, 2006). Selanjutnya, peran leukotrien dalam terjadinya dismenorea primer adalah meningkatkan
sensitivitas
serabut
saraf
nyeri
uterus
(Hillard,
2006).
Peningkatan leukotrien tidak hanya pada remaja putri tetapi juga ditemukan pada wanita dewasa. Namun peranan prostaglandin dan leukotrien ini memang belum dapat dijelaskan secara detail dan memang memerlukan penelitian lebih lanjut. Dismenore primer juga bisa diakibatkan oleh adanya tekanan atau faktor kejiwaan selain adanya peranan hormon leukotrien dan prostaglandin. Stres atau tekanan jiwa bisa meningkatkan kadar vasopresin dan katekolamin yang berakibat pada vasokonstriksi kemudian iskemia pada sel (Hillard, 2006). Adanya
pelepasan
mediator
seperti
bradikinin,
prostagandin
dan
substansi p, akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak akan dipersepsikan sebagai nyeri.
Sumber : Hillard, P. (2006). Dysmenorrhea. Journal Occupation and imvironment medicine, 108(2), 784-786. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC
faktor-faktor yang mempengaruhi menarche Faktor yang mempengaruhi menarche, yaitu
Faktor Hormonal
=> setiap orang memiliki regulasi hormone
yang berbeda-beda.
Faktor genetik
=> seorang gadis yang mempunyai usia menarche
dini kemungkinan ibunya dulu juga mendapat menstruasi pertama pada usia dini.
Faktor bentuk badan => seorang gadis dengan bentuk tubuh yang pendek dan gemuk biasanya akan lebih cepat mendapat menstruasi dari pada gadis yang tinggi dan kurus..
Faktor keadaan gizi
=> keadaan gizi yang baik
akan mempercepat
terjadinya menarche.
Factor periode pertumbuhan =>pola pertumbuhan berbeda dari spesies satu ke spesies lain
Sumber: Gaudineau, A, Ehlinger, V, Vayssiere, C, Jouret, B, Arnaud, C, & Godeau, E, 2010, ‘Factor associated with early menache : French Health Behavior in School- aged
Health 2010, vol. 10, pp. 175 – 182. A.
result from the
Children (HBSC) study’ , BMC Public
Klasifikasi Dismenore Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif (Hendrik, 2006). a.
Nyeri Spasmodik Nyeri spasmodik terasa dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu
menderita
nyeri
itu
sehingga
tidak
dapat
mengerjakan sesuatu. Ada diantara mereka yang pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah. Kebanyakan
penderitanya
adalah
perempuan
muda
walaupun dijumpai pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke atas. Dismenore spasmodik dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu. b.
Nyeri Kongestif Penderita dismenore kongestif biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Penderita mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung, pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung, kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan gejala yang berlangsung antara 2 dan 3 hari
Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik. Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer dan dismenore sekunder (Morgan & Hamilton, 2009). a.
Dismenore Primer Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih. Siklus-siklus haid
pada
bulan-
bulan
pertama
setelah
menarche
umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai rasa nyeri. Rasa nyeri tidak timbul lama sebelumnya atau bersama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Dismenore
primer
sering
dimulai
pada
waktu
mendapatkan haid pertama dan sering bersamaan rasa mual, muntah, dan diare. Dinamakan dismenore primer karena rasa nyeri timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali. Nyeri haid primer hampir selalu hilang sesudah perempuan itu melahirkan anak pertama. Dismenore primer biasanya dimulai 6 bulan hingga 1 tahun setelah seorang gadis mendapatkan menstruasi pertamanya. Ini adalah waktu ketika sel telur mulai matang setiap bulan dalam ovarium. Pematangan sel telur disebut ovulasi. Dismenore tidak ada pada siklus jika ovulasi belum terjadi. Dismenore primer jarang terjadi setalah usia 20 tahun (Hendrik, 2006). Dismenore primer (disebut juga dismenore idiopatik, esensial, intrinsik) adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan organ reproduksi (tanpa kelainan ginekologik). Terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan pada alat kandungan (Proverawati & Maisaroh : 2009).
stabilnya hormon tubuh atau perubahan posisi rahim setelah menikah dan melahirkan (Hendrik, 2006). b.
Dismenore Sekunder Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan anatomis genitalis (Manuaba, et.al., 2009).
Sumber: Hendrik, H. 2006. Problema Haid (Tinjauan Syariat Islam dan Medis ). Solo: Tiga Serangkai. Manuaba, I. B. G. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita (2 ed.). Jakarta: EGC Geri, Morgan dan Carol Hamilton. 2009. Obstetri dan Ginekoligi Panduan Praktik . Jakarta: EGC
LUCYNS