PAPER TOKSIKOLOGI UMUM
Pembimbing: dr. Rita Mawarni, Sp.F
Penyusun: Shanadz Alvikha
(100100123)
Natanael Nababan
(100100127)
Andre A Hutasoit
(100100145)
Mhd. Rivandio A Simatupang
(100100150)
KEPANITERAAN KEPANITERAAN KLINIK RSUP H. ADAM MALIK/RSUD Dr. PIRNGADI DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
1
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................ ......................... ... 1 KATA PENGANTAR............................................. ................................................................... ............................................ ................................ ..........2 BAB I PENDAHULUAN ......................................................... ............................................................................... .................................... .............. 3 1.1.
Latar Belakang ........................................ .............................................................. ......................................... ................... 3
1.2.
Tujuan .......................................... ................................................................ ............................................ .............................. ........ 4
1.3.
Manfaat ............................................ .................................................................. ............................................ .......................... .... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................. ................................................... ............................................ ................................ .......... 5 2.1.
Definisi ............................................ .................................................................. ............................................ .......................... .... 5
2.2.
Pengelompokan Jenis Racun ........................................................... ........................................................... 5
2.3.
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan ........................ ........................ 8
2.4. Cara Eliminasi Racun dalam Tubuh BAB III KESIMPULAN .......................... ............................................. ................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA.............................. .................................................. .................... Error! Bookmark not defined.
2 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan berkatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Paper yang berjudul Toksikologi Umum ini dengan lancar dan tanpa halangan yang berarti. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada pembimbing kami, dr. Rita Mawarni, Sp.F, yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan paper ini. Pada paper ini, kami memaparkan tinjauan teoritis mengenai Toksikologi Umum. Adapun tujuan paper ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu Kedokteran Kehakiman, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam paper ini, penyusun mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusun. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan paper ini baik dari segi isi maupun sistematika penulisan karena keterbatasan kemampuan penyusun. Oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan paper ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2015
Penyusun
3 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Dengan adanya kasus keracunan yang semakin meningkat, baik keracunan yang di sebabkan karena disengaja ataupun yang tidak disengaja. Untuk mempelajari kasus tersebut maka dibutuhkan pengetahuan mengenai racun dan efeknya pada tubuh sehingga bisa membantu proses penyidikan polisi. Dalam hal ini pada bagian forensic ada yang disebut toksikologi forensic, Toksikologi forensik tidak hanya untuk mengidentifikasi/ mengetahui jumlah/ kuantitas dari obat, racun atau bahan-bahan dalam tubuh manusia tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya.1
Keracunan karena kecelakaan bertambah, tetapi peningkatan paling bermakna telah terjadi pada meracuni diri secara sengaja. Penanggulangan penderita-penderita ini cukup memberatkan tenaga dokter, baik di dalam maupun di luar rumah sakit. Keracunan akut dapat diklasifikasikan sebagai meracuni diri (self poisoning), kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan. Keracunan karena kecelakaan dan bunuh diri masing-masing merupakan 10 % kasus, sedangkan 80 % merupakan meracuni diri.1 Pada umumnya, kasus keracunan akut adalah untuk tujuan suicide, namun akhir-akhir ini seringkali ditemukan kasus dengan overdosis obat-obatan yang tergolong NAPZA, disamping akibat kecelakaan. Selama ini, kasus keracunan akut didominasi oleh zat insektisida dan herbisida. Secara retrospektif dilteliti rekam medik RSU Adam Malik dari Januari 1999 sampai dengan Desember 2000 dan ditemukan 104 kasus intoksikasi. Kasus-kasus tersebut terdiri dari 51,93% intoksikasi oleh insektisida; 14,42% oleh ekstasi; 14,42% oleh minyak tanah; dan 13,5% oleh herbisida. Kelompok umur tersering adalah 15 sampai 25 tahun (37,49%) dengan rasio perempuan : Laki-laki sebesar 1,2 : 1. Kematian terjadi pada 10 kasus (9,62%). 6 kasus (5,77%) disebabkan oleh herbisida dan 4 kasus (3,85%) disebabkan insetisida. Penyebab terjadinya intoksikasi paling sering adalah usaha bunuh diri (85,57%). Jenis keracunan yang terbanyak adalah insektisida dengan golongan insektisida yang terbanyak adalah organofosfat (31,73%) dan karbamat (20,20%).2
4 1.2.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari toksikologi umum 2. Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada identifikasi forensik 3. Mampu memahami berbagai jenis pemeriksaan identifikasi
1.3.
Manfaat
Makalah ini memiliki manfaat bagi para pembaca, khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai bagaimana mengidentifikasi tulang manusia yang telah meninggal
sehingga dapat
mengaplikasikannya dengan baik jika menemui suatu perkara maupun kasus.
5 BAB 2 TOKSIKOLOGI UMUM
2.1.
DEFINISI
Toksikologi Forensik Adalah ilmu yang mempelajari tentang penerapan ilmu toksikologi, yang berguna untuk membantu proses peradilan. Toksikologi forensik tidak hanya untuk mengidentifikasi/ mengetahui jumlah/ kuantitas dari obat, racun atau bahan-bahan dalam tubuh manusia tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya. 1 Toksikologi merupakan ilmu yang memepelajari sumber, sifat serta khasiat racun,gejala gejala dan pengobatan pada keracunan,serta kelainan yang didadapatkan pada korban yang meninggal.
2
Racun menurut TAYLOR adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil, bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian. 3
2.2.
PENGELOMPOKKAN JENIS RACUN
Pengelompokan racun dibagi berdasarkan
:
1. Sumber Racun. Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti opium (dari Papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin (dari Aspergilus niger ), Amygdala (sianida dalam tumbuhan). Racun yang berasal dari hewan : bisa/ toksin ular/ laba-laba/ hewan laut. Berasal dari mineral : arsen, timah hitam atau sintetik : heroin. 2. Tempat Dimana Racun Berada.
Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas beracun di alam .
Racun yang terdapat dalam rumah tangga misalnya deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih (cleaners).
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya asam dan basa kuat, logam berat. 3,4
Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta ‘racun’ dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedatif dan lain sebagainya. 5
6
Racun yang Banyak Beredar Dikalangan Medis.: Hipnotika, Sedativa, Transqullizer, Anti Depresan, Analgetika, Narkotika, Antibiotika.
3. Mekanisme Kerja. 1. Racun yang bekerja lokal atau setempat. a. Zat-zat korosif: lisol,asam kuat, basa kuat. b. Zat yang bersifat iritan: arsen, HgCl2. c. Zat yang bersifat anestetik: kokain, asam karbol. 2. Racun yang bekerja secara sistemik. a. Narkotika, barbiturat dan alkohol, terutama berpengaruh terhadap susunan syaraf pusat. b. Digitalis dan asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung. c. Karbon-monoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadap sistem enzym pernafasan dalam sel. d. Insektisida golongan”chlorinated hydrocarbon”, dan golongan fosfor organik; terutama berpengaruh terhadap hati. e. Strychnine, terutama berpengaruh pada medulla spinalis. f. Cantharides dan HgCl 2; terutama berpengaruh terhadap ginjal. 3. Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik. Asam oksalat, asam karbol, arsen, garam Pb. 3 4. Berikut ini daftar beberapa racun umum dan gejalanya Asam (HCl, H2SO4).
:
Seperti terbakar sekitar mulut, bibir, hidung.
Aniline (hypnotic, nitrobenzene).
Kulit muka dan leher terlihat gelap.
Arsenic (metal, mercuri, tembaga).
Berat, diare yang tidak jelas sebabnya.
Atropine (belladonna),
Dilatasi pupil.
scopolamine. Basa.
Seperti terbakar sekitar mulut, bibir, hidung.
Asam karbol.
Bau seperti disinfectan.
Karbon mono oksida.
Kulit merah terang.
Cyanida.
Mati cepat, kulit merah, bau seperti buah peach.
Racun makanan.
muntah, sakit perut.
Metal.
Diare, muntah, sakit perut.
7
2.3.
Nikotin.
Kejang.
Opiat.
Miosis pupil.
Asam oksalat.
Bau seperti bawang.
Natrium fluoride.
Kejang.
Strychine.
Kejang, muka dan leher gelap.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KERACUNAN
1. Cara masuk.
Ditelan (peroral, ingesti).
Terhisap bersama udara pernafasan (Inhalasi).
Melalui penyuntikan (parenteral, injeksi, seperti intravena, intramuscular, intraperitoneal).
Penyerapan melalui kulit yang sehat atau yang sakit.
Melalui anus atau vagina(perektal, pervaginam). Berdasarkan kecepatan kerjanya, maka racun paling cepat menimbulkan
efek pada manusia bila masuknya racun secara inhalasi, kemudian secara berturutturut intravena, intramuscular, intraperitoneal dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat. 2. Umur.
Kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitive misalnya pada barbiturat. Bayi premature lebih rentan terhadap obat karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktivitas mikrosom dalam hati belum cukup. 3. Kondisi tubuh.
Penderita penyakit ginjal umumya lebih mudah mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorbsi dapat terjadi dengan lambat.
8 4. Kebiasaan.
Sangat berpengaruh pada pengguna golongan alkohol dan morfin (NAPZA) sebab dapat terjadi toleransi, tetapi toleransi itu tidak dapat menetap jika suatu ketika dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi. 5. Waktu Pemberian.
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorbsi terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. 3,4
2.4.
CARA ELIMINASI RACUN DALAM TUBUH
Racun mengalami eliminasi dari tubuh bisa dalam bentuk aslinya atau dalam bentuk kimia lainnya yang telah mengalami modifikasi. Jalan pengeluaran racun :
2.5.
1.
Urin.
2.
Feses.
3.
Keringat.
4.
Susu.
5.
Air liur dan melalui kelenjar mukosa atau serosa.
KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakkan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun atau sisa racun dalam tubuh/ cairan tubuh korban, jika racun menjalar secara sistemik, serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik maupun mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab. Disamping itu perlu pula disampaikan bahwa korban tersebut benar-benar kontak dengan racun. 3,4,5 Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah: keterangan tantang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya. 3,4
9 Adapun kriteria diagnostik pada keracunan adalah
:
Anamnesa kontak antara korban dengan racun.
Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga.
Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang racun yang dimaksud.
Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebeab kematian lain.
Analisis kimia atau pemeriksaan toksikologik harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik. Dari lima kriteria tersebut, maka kriteria keempat dan kelima merupakan
kriteria terpenting dan harus dikerjakan. 3
2.6.
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
Korban mati akibat keracunan umunya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum otopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Harus difikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan zat tertentu, misalnya bau kutu busuk pada keracunan malation. Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, autopsy dan analisis toksikologik. 4
2.7.
PEMERIKSAAN DI TEMPAT KEJADIAN
Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan apakah orang itu mati karena keracunan, misalnya dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Apakah terdapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/ peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang seban yak mungkin tentang
10 saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah sehat-sehat saja. Berapa lama gejala yang timbul setelah makan/minum terakhir, dan apa saja gejala-gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya, obat-obat apa yang diberikan serta siapa yang memberi. Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan dimana zat beracun disimpan, apakah dekat makanan minuman. Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan apakah pekerjaan korban. Kemungkinan adanya industrial poisoning, yaitu racun yang diperoleh dari tempat dia bekerja. Mengumpulkan barang bukti. Kumpulkan obatobatan dan pembungkusnya; muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples, periksa adanya etiket dari apotik dan jangan lupa memeriksa tempat sampah. 3,4
11 BAB III PEMERIKSAAN FORENSIK
3.1.
PEMERIKSAAN LUAR 1. Bau
Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau amandel pada penelanan sianida, bau minyak tanah pada penelanan insektisida, bau kutu busuk pada malation, bau amoniak, fenol, alkohol, eter dan lain-lain. Maka pada tiap kasus keracunan, pemeriksa harus selalu memperhatikan bau yang tercium dari pakaian, lubang hidung, dan mulut serta rongga badan. Segera setelah pemeriksa berada disamping mayat, ia harus menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut. 2. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan oleh tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan misalnya bercak warna coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Penyebaran bercak perlu diperhatikan, kerena dari penyebaran itu dapat diperoleh petunjuk tentang intensi atau kemauan korban yaitu apakah racun itu ditelan atas kemauan sendiri atau dipaksa. Jika korban dipaksa maka bercak-bercak racun akan tersebar pada daerah yang luas dan pada pakaian melekat bau racun. 3. Lebam mayat.
Warna lebam yang tidak biasa juga mempunyai makna karena warna lebam mayat pada dasarnya manifestasi darah yang tampak pada kulit misalnya cherry pink colour pada keracunan CO, merah terang pada keracunan sianida, kecoklatan pada keracunanan nitrit, nitrat, anilin, fenasetin dan kina. 4. Perhatikan adanya kelainan ditempat masuknya racun.
Zat-zat bersifat korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir, mulut dan kulit sekitar. Bunuh diri dengan lisol ditemukan luka bakar kering berwarna coklat bentuk tidak teratur dengan garis-garis yang berjalan dari bibir atau sudut-sudut mulut ke arah leher. Pada orang dipaksa menelan zat itu akan ditemukan bercak-bercak luka bakar berbagai bentuk dan ukuran tersebar dimana-mana. Pada asam nitrat, korosi berwarna kuning atau jingga kuning karena rekasi xantoprotein, pada asam klorida korosif kulit tidak begitu hebat
12 atau kadang tidak ditemukan. Pada asam format ditemukan luka bakar warna merah coklat, batas tegas dan kelopak mata mungkin membengkak karena extravasasi hemorhagik. 5. Perubahan kulit.
Hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit warna kelabu kebiru-biruan pada keracunan perak kronik. Kulit warna kuning pada keracunan tembaga dan fosfor akibat hemolisis, juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati. Dermatitis pada keracunan kronik salisilat, bromida dan beberapa logam berat seperti arsen dan talium. Vesikel atau bula pada tumit, bokong dan punggung pada keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut. 6. Kuku.
Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal secara tidak teratur. 7. Rambut.
Kebotakan atau alopesia dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air raksa dan boraks. 8. Sklera.
Sklera tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dikoumarol atau akibat bisa ular.
3.2
PEMERIKSAAN DALAM
Pada pemeriksaan dalam akibat keracunan akan ditemukan tanda-tanda asfiksia seperti: 1) Darah berwarna lebih gelap dan encer. 2) Busa halus di dalam saluran nafas. 3) Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah. 4) Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikuler, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
13 Selain itu dalam lambung akan ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapis, yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainn ya adalah lapisan larutan insektisida. 4,6
Dalam pemerikasaan dalam, segera setelah rongga perut dan dada dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak biasa (racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun, maka rongga tengkorak sebaiknya dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila yang dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform dan eter akan tercium bau paling kuat dalam rongga tengkorak. 1.
Inspeksi insitu.
Perhatikan
warna
otot-otot
dan
alat-alat.
Pada
keracunan
karbonmonoksida tampak berwarna keracunan merah muda cerah, dan pada sianida warna merah cerah. Warna coklat pada racun dengan ekskresi melalui mukosa usus. Peradangan dalam usus karakteristik pada keracunan air raksa, biasanya pada kolon ascenden dan transversum ditemukan kolitis. Lambung mungkin tampak hiperemi atau tampak kehitam-hitaman dan terdapat perforasi akibat zat korosif. Hati berwarna kuning karena degenarasi lemak atau nekrosis pada keracunan zat hepatotoksik seperti fosfor, karbontetraklorida, kloroform, alkohol, dan arsen. Perhatikan warna darah pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolisis (bisa ular, pirogalol, hidriquinon, dinitrofenol dan arsen). Darah dan organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan trombosit terdapat banyak bercak perdarahan pada organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat akan menimbulkan kematian misalnya sianida, alkohol, klorofrom maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair, tidak terdapat bekuan darah.
2.
Lidah.
Perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukkan kelainan yang disebabkan oleh zat korosif.
14 3.
Oesofagus.
Bagian atas dibuka sampai pada ikatan diatas diafragma, apakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir. Diperhatikan adanya hiperemi dan korosif.
4.
Epiglotis dan glotis.
Perhatikan apakah ada hiperemi atau oedem, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang merangsang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang merangsang.
5.
Paru-paru.
Ditemukan kelainan yang tidak spesifik berupa bendungan akut. Pada inhalasi gas yang merangsang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbendungan dan oedem hebat serta emfisema akut karena terjadi batuk batuk, dyspneu dan spasme bronchus.
6.
Lambung dan usus 12 jari.
Dipisahkan dari alat-alat lainnya dan diletakkan dalam wadah bersih, lambung dibuka sepanjang curvatura mayor dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi lambung, warna dan terdiri atas bahan apa.
7.
Usus-usus.
Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya dengan ujung terikat. Pemeriksaan isi usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Isi usus dikeluarkan dengan membuka satu ikatan dan mengurut usus kemudian ditampung dalam gelas dan tentukan beratnya. Selaput lendir diperiksa kemudian dicuci dengan aquadest kemudian air cucian ditimbang serta dimasukkan dalam tabung yang berisi usus. Dalam isi usus kadangkadang dapat ditemukan enteric coated tablets atau tablet lain yang belum tercerna.
15 8.
Hati.
Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan phospor, karbon tetrachlorida.
9.
Ginjal.
Perubahan degeneratif pada korteks ginjal dapat disebabkan oleh racun yang merangsang ginjal agak membesar, korteks membesar, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.
10. Urin.
Dengan semprit dan jarum yang bersih urin diambil dari kandung kemih. Urin merupakan cairan yang baik sekali untuk spot test yang mudah dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk yang pertama dalam suatu analisis toksikologis secara sistematis.
11. Otak.
Pada keracunan akut dengan kematian yang cepat biasanya tidak ditemukan adanya edema otak misalnya pada kematian cepat akibat barbiturat atau eter dan juga pada keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan karbonmonoksida, barbiturat, nitrogen oksida dan logam berat seperti air raksa, arsen dan timah hitam.
12. Jantung.
Racun-racun yang dapat menyebabkan degenerasi parenkim, lemak atau hidropik pada epitellium ginjal dapat menyebabkan degenerasi
sel-sel
otot jantung sehingga jantung menjadi lunak, berwarna merah pucat coklat kekuning-kuningan dan ventrikel mungkin melebar. Pada keracunan karbon monoksida bila korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan perdarahan berbercak dalam otot septum interventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bergaris pada musculus papillaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas. Pada keracunan arsen hampir selalu ditemukan perdarahan kecil-kecil
16 seperti nyala api (frame like) di bawah endokardium septum interventrikel ventrikel kiri. Juga pada keracunan fosfor dapat ditemukan perubahan perubahan itu.
13. Limpa.
Selain adanya pembendungan akut, limpa tidak menunjukkan kelainan patologik. Limpa jarang dipergunakan dalam analisis toksikologik, sehingga umumnya limpa tidak diambil terkecuali bila tidak dapat diperoleh lagi darah dari jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.
14. Empedu.
Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida (doriden), quabaina (Strophantin, Strophantus gratus), morfin dan her oin.
15. Paru-paru.
Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap beracun, paru-paru diambil dan dikirim dalam botol kedap udara (air tight).
16. Jaringan lemak.
Racun-racun yang dapat ditemukan dalam jaringan lemak yaitu hidrokarbon
berhalogen
(kloroform,
karbon
tetraklorida),
DDT
(chlorophenothane) dan anestetika. Pada DDT malah konsentrasi tertinggi dalam jaringan lemak.
17. Jaringan sekitar tempat suntikan.
Kulit, jaringan lemak dan otot pada tempat suntikan dalam radius 5-10 cm diambil bila terdapat persangkaan bahwa korban meninggal akibat penyuntikan.
18. Rambut dan kuku.
Pada persangkaan kasus keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut-rambut harus dikat sebelum dicabut berikut akar-akarnya agar dapat diketahui bagian proksimal dan distal. Rambut diambil kira-kira 10
17 gram tanpa menggunakan bahan pengawet. Kemudian digunting menjadi beberapa bagian, mulai dari bagian proksimal dan setiap bagian panjangnya ½ inci atau 1 cm, pada masing-masing bagian itu ditentukan kadar arsennya. Kuku diambil sebanyak 10 gram, di dalamnya harus selalu terdapat kuku-kuku kedua ibu jari tangan dan kedua ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa pengawetan. Bila ditemukan kadar arsen yang tinggi dalam lambung, maka akan ditemukan kadar yang tinggi pada bagian akar rambut dan bagian akar kuku. 7
3.3.
PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGIK
Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan dijumpai kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakkan diagnosa atau menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Setelah mayat si korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah disisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis. Secara umum sampel yang harus diambil adalah : 1. Lambung dengan isinya. 2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak sekitar 60cm. 3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v. jugularis, a. femoralis dan sebagainya ) masing-masing 50 ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet. 4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500 gram. 5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila urin tidak tersedia. 6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid
18 yang mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan. 7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui urin, khusunya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alkohol, dan stimulan. 8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama narkotika.
9. Pada kasus khusus dapat diambil
:
Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.
Jaringan otot, yaitu dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus psoas sebanyak 200 gram.
Jumlah
Lemak dibawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.
Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.
Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.
Cairan otak sebanyak-banyaknya.
bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel
tersebut, bahan pengawet yang dianjurkan :
Alkohol absolut.
Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).
Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.
Natrium fluoride 1%.
Natrium fluoride + natrium sitrat (75mg + 50 mg, untuk setiap 10 ml sampel).
Kedua bahan di atas untuk sampel cair adalah Natrium Benzoat dan phenyl mercury nitrate khusus urin 8 Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/ baru. 1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jika pada gelas plastik darah yang bersifat agak asam dapat melumerkan polimer plastik dari plastik itu sendiri, karena dapat membuat keliru pada analisa gas kromatografi. 2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah. Catatan :
pembuluh darah femoral.
jantung
19 Pada kasus mayat yang tidak diotopsi
:
1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia. 2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditusuk pada trans-thoracic secara acak, secara umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhati-hati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari esophagus, kantung perikardial, perut/ cavitas pleura. 3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan pada bagian bawah dinding perut terus sampai tulang pubis. Pada mayat yang diautopsi
:
1. Darah diambil dari vena femoral. 2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari : Vena subklavia, Aorta, Arteri pulmonalis, Vena cava superior dan J antung. 3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan. 4. Pada kejadian yang jarang terjadi yang biasanya berhubungan dengan trauma masif, darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan.
Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.
Jika dilakukan tes untuk obat dan hasilnya negatif, maka dapat diasumsikan, bahwa orang tersebut tidak dibawah efek obat pada saat kematian.
Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontaminasi.
Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk mengevaluasi akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah. 9
Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak banyaknya
setelah
kita
sisihkan
untuk
cadangan
dan
untuk
pemeriksaan
histopatologik. Pengambilan sample untuk pemeriksaan toksikologi adalah sebagai berikut
:
Lambung dengan isinya.
Seluruh usus dengan isinya.
Darah, yang berasal dari sentral(jantung), dan yang berasal dari perifer (v. jugularis, a. femoralis dsb).
Hati.
Ginjal, diambil keduanya.
20
Otak.
Urin.
Empedu bersama-sama dengan kantung empedu.
Limpa.
Paru-paru.
Lemak Badan.
Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :
Alkohol absolute.
Larutan garam jenuh.
Natrium fluoride 1%.
Natrium fuorida + natrium sitrat.
Natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate. Alkohol dan larutan garam jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan
NaF 1% dan campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate dan mercuric nitrat khusus untuk pengawetan urin. 4,6 1.
Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi
Untuk wadah bahan pemeriksaaan toksikologi idealnya diperlukan minimal 9 wadah, karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu :
2 buah topeles masing-masing 2 liter untuk hati dan usus.
3 buah topeles masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal.
4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah), urine dan empedu. 4 Wadah harus dibersihkan terlebih dengan mencuci dengan asam
Kromat hangat lalu dibilas dengan Aquades dan dikeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan selain penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat juga dilakukan pemeriksaan.
Kristalografi . Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung dimasukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat di bawah mikroskop.
21 Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
Kromatografi lapisan tipis (TLC). Kaca berukuran 20 cm x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 o C selama 1 jam. Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca, disertai dengan tetesan lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladum klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alkohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi sedangkan bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf masing-masing bercak. Rf =
Jarak yang ditempuh bercak Jarak yang ditempuh pelarut
Angka yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya dengan pembanding, dapat diketahui konsentrasinya secara semikuantitatif. 4 2.
Cara Pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di Institusi lain, maka pengiriman bahan pemeriksaan harus memenuhi kriteria
:
Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.
Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.
Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat pengambilan bahan,nama korban, bahan pengawet dan isinya.
22
Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan gejala klinis.
Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaan racun apa yang menyebabkan intoksikasi.
Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas
pembungkus, segel, atau materai yang
digunakan.
Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
3.4.
4
UNDANG-UNDANGAN/ KETENTUAN YANG BERLAKU
Pasal 129
1. Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua Iingkungan dengan dua orang saksi. 2. Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada
orang darimana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
23 3. Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau
membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya. 4. Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang
dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.
Pasal 130
1. Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik. 2. Dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.
Pasal 133 1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. 2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. 3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lai n badan mayat.
Pasal 202 1. Barang siapa memasukkan suatu zat ke dalam sumur, pompa, mata air atau
kedalam tempat air minum bagi keperluan umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang lain, sedang ia mengetahui bahwa karena itu airnya
24 membahayakan bagi jiwa atau kesehatan orang, dipidana dengan pidana lamanya lima belas tahun. 2. Kalau perbuatan itu berakibat matinya orang, yang bersalah dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun Pasal 204 1. Barang siapa menjual, menawarkan, menerimakan atau membagi-bagikan
barang, sedang diketahuinya, bahwa barang itu membahayakan bagi jiwa atau kesehatan orang, dan ia mendiamkan sifat yang berbahaya itu, dipidana dengan selama-lamanya lima belas tahun. 2. Kalau hal itu berakibat matinya orang yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 205 1. Barang
siapa
yang
karena
kehilafannya
menyebabkan
barang,
yang
membahayakan bagi jiwa atau kesehatan orang dijual, diterimakan atau dibagi bagikan, sedang yang membeli atu yang memperoleh tidak thukan sifat ber bahaya itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau kurungan selama-lamanya enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. 2. Kalau hal yang berakibat matinya orang, yang bersalah itu dipidana dengan
pidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau kurungan selama-lamanya satu tahun empat bulan atau kurungan selamalamanya satu tahun. 3. Barang-barang itu boleh dirampas.
3.5.
PRINSIP PENGOBATAN
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk racun ke tubuh bila racun ditelan, keluarkan racun tersebut sebanyak mungkin dengan jalan memuntahkan (dengan merangsang dinding faring atau pemberian emetik), tetapi jika kesadaran sangat menurun, atau racun bersifat korosif atau racun terlarut dalam minyak, maka usaha untuk memuntahkan merupakan kontraindikasi. Aspirasi dan
25 bilas lambung merupakan indikasi untuk mengeluarkan racun non korosif dan racun yang menekan susunan syaraf pusat. Untuk ini diberikan air hangat atau garam lemah, dapat juga diberikan norit. Pemberian Pencahar, misalnya natrium sulfat 30 gram dalam 200 cc air mempercepat ekskresi dengan dialysis (pemberian diuretik merupakan indikasi kontra). Dapat pula dengan pemberian antidotum spesifik, pada keracunan morfin diberikan nalorfin atau nalokson. Demulcen dalam benuk pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang dilarutkan dalam 500 cc air/ susu dengan maksud untuk
menghambat
absorbsi.
Pengobatan
simptomatik
dan
suportif
perlu
dipertimbangkan, tergantung dari gejala yang timbul. Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan agar terhindar dari inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral. Pertimbangankan untuk pemasangan tourniquet. Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan dengan air leding mengalir, jangan dengan bahan kimia.4 Demikian tentang pemaparan makalan toksikologi secara umum dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
3.6. PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGY
Gambr 1. Pengambilan Liquor Cerebral Spinal dari medula oblongata dengan pipet.
LCS tidak secara langsung terkontaminasi dengan bakteri segera setelah ma ti (kecuali pada kasus meningitis), sehingga lebih memberi cerminan yang lebih tepat dibanding darah yang lebih mudah terkontaminasi.
26
Gambar 2. Pengambilan isi lambung.
Sangat penting dilakukan dalam kasus keracunan. Sendok penciduk dan wadah sample harus bersih secara kimia, sehingga tidak mengganggu pemeriksaan toksikologi di laboratorium.
Gambar 3. Ligature flexura duodeno-jejunal sebelum mengangkat usus beserta isinya
Bahan ini sangat berguna terutama bila kematian terjadi dalam beberapa jam setelah menelan racun, sehingga waktu kematian dapat diperkirakan. Pemeriksaan isi usus i ni sama pentingnya dengan isi lambung. Kadang juga dapat ditemukan pil yang tidak hancur oleh lambung (enteric coated)
27
Gambar 4. Pengambilan isi vesica urinaria
Penting, karena merupakan tempat ekskresi sebagian besar racun. Sample diambil dari seluruh isi vesica. Pengambilan dilakukan hati-hati jangan sammpai tercampur dengan darah disekitar, agar tidak menganggu pemeriksaan laboratorim
28 BAB 4 KESIMPULAN
Toksikologi Forensik Adalah ilmu yang mempelajari tentang penerapan ilmu toksikologi, yang berguna untuk membantu proses peradilan. Toksikologi forensik tidak hanya untuk mengidentifikasi/ mengetahui jumlah/ kuantitas dari obat, racun atau bahan-bahan dalam tubuh manusia tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya
Berdasarkan kecepatan kerjanya, maka racun paling cepat menimbulkan efek pada manusia bila masuknya racun secara inhalasi, kemudian secara berturut-turut intravena, intramuscular, intraperitoneal dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.
Kriteria diagnostik pada keracunan (anamnesa, tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga, sisa benda bukti, dari bedah mayat ditemukan adanya perubahan atau kelainan sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga serta tidak dapat ditemukan adanya penyebeab kematian lain, pemeriksaan toksikologik). Dari lima kriteria tersebut, maka kriteria keempat dan kelima merupakan kriteria terpenting dan harus dikerjakan.
Pemeriksaan kedokteran forensik terdiri dari Pemeriksaan luar (bau, adanya busa, bercak coklat, pakaian, bercak-bercak racun) dan Pemeriksaan dalam (darah berwarna lebih gelap dan encer,busa halus di dalam saluran nafas,pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, ptekie,edema paru)
Pemeriksaan toksikologi mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun
Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak banyaknya
setelah
kita
sisihkan
untuk
cadangan
histopatologik.
Inti dari visum toksikologi adalah cara pengiriman lab
dan
untuk
pemeriksaan
29 DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.freewebs.com/toksikologiforensik/ 2. Umar Zein, dkk. Beberapa Aspek Keracunan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan 3. Mun’im Idries, Abdul, Pedoman ilmu Kedokteran Forensik . Edisi ke1. Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 hal 329 – 346. 4. Atmadja DS, Purwadianto A, dkk. Ilmu kedokteran forensik . Edisi ke-1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. 121 – 128. 5. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000.hal 212 – 215. 6. Matthew, Henry, et all, Insektisid dan Herbisid, Penanggulangan Keracunan Akut, Medippress, Jakarta, 1978.hal 202-210 7. Anonim, Ilmu Kedokteran forensik, Bagian Kedokteran Forensik FK UI, Jakarta 1997 8. Idris, A.M, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik , Binarupa Aksara, 1997 9. http://www.freewebs.com/toksikologiforensik/pemeriksaan.htm