PANDUAN PEMETAAN GEOLOGI 2014
DARI SENDUNYA JATINANGOR
GEOMOFOLOGI
1.
Klasifikasi Bentang Alam Geomorfologi
Pedataran
Pedataran adalah bentuklahan (landform) dengan kemiringan lereng 0% sampai 2%, biasanya digunakan untuk sebutan bentuklahan asal marin (laut), fluvial (sungai), campuran marin dan fluvial (delta) dan plato a. Dataran marin : disusun oleh material berbutir halus sampai sedang yaitu pasir yang terpilah baik dan kemasan terbuka karena lebih banyak dipengaruhi dipengaruh i oleh hempasan ombak, bercampur dengan lempung dan lanau. b. Dataran fluvial : disusun disusun oleh material berbutir halus halus seperti lem pung dan lanau sampai sampai bongkah bongkah - bongkah. bongkah. Material penyusun dataran fluvial biasa disebut endap an aluvium dan jika telah termampatkan disebut konglomerat. c. Dataran delta : disusun oleh material - material pasir berbutir halus sampai sedang, lempung, dan lanau, disertai de ngan sisa - sisa tumbuhan atau endapan batubara. d. Dataran plato : disusun oleh material material - material gunungapi, sepert breksi dan dan tuf.
Perbukitan
Bentuklahan perbukitan (hilly landforms) memiliki ketinggian antara 50 meter sampai 500 meter di atas permukaan laut dan memiliki kemiringan lereng antara 7 % sampai 20 %. Sebutan perbukitan digunakan terhadap bentuklahan kubah intrusi (dome landforms of intrusion), bukit rempah gunungapi / gumuk tefra, koral (karst) dan perbukitan yang dikontrol oleh struktural. a. Perbukitan Perbukitan kubah intrusi, disusun disusun oleh material material batuan batuan beku intrusi yang memiliki ciri khas membentuk pola aliran sentripetal, soliter (terpisah), (terpisah) , biasanya terbentuk pada daerah yang dipengaruhi oleh sesar dan tersebar tidak beraturan. b. Bentuklahan Bentuklahan perbukitan rempah gunungapi (gumuk tefra) disusun oleh material material - material hasil erupsi gunungapi yang berbutir halus sampai bbongkah dengan ciri khas tidak jauh dari gunungapi se - bagai sumber material. Gumuk tefra terbentuk karena kegiatan erupsi gunungapai. c. Bentuklahan perbukitan karst (gamping) disusun d isusun oleh material sisa kehidupan binatang laut (koral), bersif at karbonatan. Ciri khas perbukitan karst membentuk perbukitan yang berkelompok, membentuk pola pengaliran multi basinal basinal (tiba - tiba menghilang), menghilang), terdapat gua - gua dengan dengan stalagtit stalagtit dan talagmit. talagmit. Daerah perbukitan karst mencermink mencerminkan an jejak lingkungan lingkungan laut dangkal (25 meter meter sampai sampai 50 meter), sehingga sehingga garis pantai lama tidak jauh dari kumpulan kumpulan perbukitan karst tersebut. Munculnya Munculnya perbukitan perbukitan karst disebabkan oleh suatu pengangkatan pengangkatan (tektonik). d. Bentuklahan perbukitan yang memanjang mencerminkan suatu perbukitan yang terlipat, sehingga dapat diperkirakan material materi al penyusun berupa batuan sedimen, seperti batupasir, batulempung dan batulanau atau perselingan perselingan batuan sedimen sedimen tersebut. Ciri khas bentuklahan bentuklahan perbukitan terlipat terlipat memiliki memiliki pola pengaliran pengaliran paralel atau rektangular yang berbeda arah, mengikuti lereng sayap dari perbukitan tersebut, sedangkan sedangkan puncak dari perbukitan bertindak bertindak sebagai batas pemisah pemisah aliran (water devided). Bentuklahan Bentuklahan perbukitan
memanjang terbentuk akibat dari kegiatan tektonik lemah (pengangkatan), sehingga membentuk perlipatan. Perbukitan yang berbelok atau terpisah, kemungkinan kemungkinan diakibatkan diakibatkan oleh gerakan dari sesar geser
Pegunungan
Bentuklahan pegunungan (mountaineous landforms) memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan kemiringan lereng lebih dari 20 %. Sebutan pegunungan digunakan terhadap rangkaian bentuklahan yang memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dan kemiringan lereng lebih dari 20 %, biasanya merupakan satu rangkaian dengan bentuklahan gu nungapi atau akibat kegiatan tektonik yang cukup kuat, seperti pegunungan pegunungan Himalaya Himalaya (di India), India), pegunungan pegunungan Alpen (di Eropa) dan Pegunungan Pegunungan Selatan (di Jawa Barat).
2.
Perhitungan kemiringan lereng dan klasifikasinya Untuk menghitung kemiringan lereng digunakan rumus :
Keterangan Keterangan : S
= Kemiringan lereng (%)
Δh
= Perbedaan ketinggian (meter)
D
= Jarak titik tertinggi dengan terendah (meter)
Hubungan kelas lereng dengan dengan sifat - sifat sifat proses dan kondisi lahan disertai simbol simbol warna yang disarankan (sumber : Van Zuidam, 1985).
Kelas Lereng
00 - 20 (0 - 2 %)
20 - 40 (2 - 7 %)
40 - 80 (7 - 15 %)
Proses, Karakteristik dan Kondisi lahan
Datar atau hampi datar, tidak ada erosi yang besar, dapat diolah dengan mudah dalam kondisi kering.
Lahan memiliki kemiringan lereng landai, bila terjadi longsor bergerak dengan kecepatan rendah, pengikisan dan erosi akan meninggalkan bekas yang sangat dalam.
Lahan memiliki kemiringan lereng landai sampai curam, bila terjadi longsor bergerak dengan kecepatan rendah, sangat rawan terhadap erosi.
Simbol warna yang disarankan.
Hijau tua
Hijau Muda
Kuning Muda
80 - 160 (15 - 30 %)
160 - 350 (30 - 70 %)
350 - 550 (70 - 140 %)
> 550 ( > 140% )
3.
Lahan memiliki kemiringan lereng yang curam, rawan terhadap bahaya longsor, erosi permukaan dan erosi alur.
Lahan memiliki kemiringan lereng yang curam sampai terjal, sering terjadi erosi dan gerakan tanah dengan kecepatan yang perlahan lahan. Daerah rawan erosi dan longsor
Kuning Tua
Merah Muda
Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal, sering ditemukan singkapan batuan, rawan terhadap erosi.
Merah Tua
Lahan memiliki kemiringan lereng yang terjal, singkapan batuan muncul di permukaan, rawan tergadap longsor batuan.
Ungu Tua
Tata nama satuan geomorfologi
Morfografi Morfografi secara garis besar memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi atau arsitektur permukaan bumi. Secara garis besar morfografi dapat dibedakan menjadi bentuklahan perbukitan/punggungan, pegunungan, atau gunungapi, lembah dan dataran. Beberapa pendekatan lain untuk pemetaan geomorfologi selain morfografi adalah pola punggungan, pola pe - ngaliran dan bentuk lereng
Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan dan merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti terhadap morfografi dan morfogenetik. Penilaian kuantitatif terhadap bentuklahan memberikan penajaman tata nama bentuklahan dan akan sangat membantu terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan lereng dan menentukan nilai dari kemiringan lereng tersebut.
Morfogenetik Morfogenetik adalah proses / asal - usul terbentuknya permukaan bumi, seperti bentuklahan perbukitan / pegunungan, bentuklahan lembah atau bentuklahan pedataran. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan permukaan bumi tersebut yaitu proses eksogen dan proses endogen
Penentuan tata nama satuan harus memiliki kesamaan unsusr - unsur geomorfologi yaiitu kesamaan gambaran bentuk (morfografi), seperti perbukitan, pegunungan atau pedatara dan asal - usul / proses (morfogenetik) terjadinya suatu bentuk seperti proses asal fluvial, marin, denudasional, aeolian, karst, glasial / preglasial (proses eksogen), struktural dan vulkanik (proses endogen), sedangkan unsur - unsur lain, seperti morfometri dan material penyusun merupakan unsur penegasan dari pernyataan unsur morfografi dan morfogenetik, sehingga penamaan
satuan bentuklahan geomorfologi terdiri dari gambaran bentuk (morfografi) dan asal - usul / proses terjadinya bentuk (morfogenetik). Contoh tata cara penamaan satuan geomorfologi adalah sebagai berikut : Satuan bentuklahan PERBUKITAN STRUKTURAL Pernyataan PERBUKITAN mencerminkan gambaran bentuk (morfografi) dan STRUKTURAL menyatakan proses terbentuknya perbukitan tersebut. Sebagai pelengkap agar tata nama satuan tersebut lebih rinci dan dapat dipetakan, maka unsur morfogenetik dapat diuraikan menjadi struktur perlipatan, sesar atau kekar. Unsur - unsur pendukung seperti morfometri dan material penyusun diperlukan untuk lebih menegaskan panamaan satuan tersebut, seperti pola alir
4.
Pola pengaliran sungai dan karakteristiknya
Pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap mengalir. Biasanya pola pengaliran yang demikian disebut sebagai pola pengaliran permanen (tetap). Howard (1967) membedakan pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi
Pola pengaliran dasar adalah Pola pengaliran yang memiliki satu sifat yang terbaca (khas) dan dapat dipisahkan dari pola dasar lainnya.
Pola pengaliran modifikasi adalah salah satu perbedaan/pengembangan yang dibuat dari pola dasar setempat.
Pola pengaliran dan karakteristiknya (van Zuidam, 1985)
POLA PENGALIRAN
KARAKTERISTIK
DASAR
DENDRITIK
Perlapisan batuan sedimen relatif datar atau paket batuan kristalin yang tidak seragam dan memiliki ketahanan terhadap pelapukan. Secara regional daerah aliran memiliki kemiringan landai, jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar seperti pohon rindang.
PARALEL
Pada umumnya menunjukkan daerah yang berlereng sedang sampai agak curam dan dapat ditemukan pula pada daerah bentuklahan perbukitan yang memanjang. Sering terjadi pola peralihan antara pola dendritik dengan pola paralel atau tralis. Bentuklahan perbukitan yang memanjang dengan pola pengaliran paralel mencerminkan perbukitan tersebut dipengaruhi oleh perlipatan.
TRALLIS
Baruan sedimen yang memiliki kemiringan perlapisan (dip) atau terlipat, batuan vulkanik atau batuan metasedimen derajat rendah dengan perbedaan pelapukan yang jelas. Jenis pola pengaliran biasanya berhadapan pada sisi sepanjang aliran subsekuen.
REKTANGULAR
Kekar dan / atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan lapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang tidak menerus.
RADIAL
Daerah vulkanik, kerucut (kubah) intrusi dan sisa sisa erosi. Pola pengaliran radial pada daerah vulkanik disebut sebagai pola pengaliran multi radial. Catatan : pola pengaliran radial memiliki dua sistem yaitu sistem sentrifugal (menyebar ke luar dari titik pusat), berarti bahwa daerah tersebut berbentuk kubah atau kerucut, sedangkan sistem sentripetal (menyebar kearah titik pusat) memiliki arti bahwa daerah tersebut berbentuk cekungan.
ANULAR
Struktur kubah / kerucut, kemungkinan retas (stocks)
cekungan
dan
MULTIBASINAL
Endapan berupa gumuk hasil longsoran dengan perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping dan lelehan salju (permafrost)
KARAKTERISTIK
POLA PENGALIRAN MODIFIKASI
SUB DENDRITIK
Umumnya struktural
PINNATE
Tekstur batuan halus dan mudah tererosi
ANASTOMATIK
Dataran banjir, delta atau rawa
MENGANYAM (DIKHOTOMIK)
Kipas aluvium dan delta
SUB PARALEL
Lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuklahan perbukitan memanjang.
KOLINIER
Kelurusan bentuklahan bermaterial halus dan beting pasir.
SUB TRALLIS
Bentuklahan memanjang dan sejajar
DIREKSIONAL TRALLIS
Homoklin landai seperti beting gisik
TRALLIS BERBELOK
Perlipatan memanjang.
TRALLIS SESAR
Percabangan menyatu atau berpencar , sesar paralel
ANGULATE
Kekar dan / atau sesar pada daerah miring
KARST
Batugamping
SEDIMENTOLOGI
I. Catatan Lapangan yang Baik Catatan lapangan harus dijaga dengan rapi dan tersusun dengan baik. Bagian lokasi yang diperiksa harus diberikan secara tepat, dan menarik dengan grid referensi dan untuk sketsa peta juga agar bisa tetap terjaga sampai waktu mendatang. Informasi stratigrafi yang sesuai harus dimasukkan lalu hal-hal seperti cuaca atau hal yang mencirikan tempat tersebut agar menarik saat dibaca. Catatan lapangan harus : 1. aktual, 2. mengambarkan dan mengukur ukuran, bentuk dan hal penting yang akan dibahas.
Batuan yang mengalami pelipatan atau rekahan data strukturalnya juga dicatat. Hal yang sangat diperhatikan: 1. Mineralisasi 2. retakan pada batuan, dan 3. strukturnya utamanya. 4. Sketsa harus rapi dan akurat lengkap dengan skalanya. 5. Subjek foto dan lokasi harus dicatat. Saat pengambilan photo skala jangan lupa untuk dimasukkan. Salah satu aspek sedimen yang tidak dapat direkam secara memadai pada grafik log adalah lapisan geometri atau unit batuan secara keseluruhan. Sketsa, foto dan deskripsi harus dibuat dalam bentuk dan perubahan lateral ketebalan dari lapisan. Poin utama yang harus ada pada buku catatan lapangan : 1. Detail lokasi : lokasi, nomor lkasi, grid reference, tanggal dan waktu, cuaca, stratigarfi horizon dan umur dari unit batuan, obervasi struktur (dip,strike,cleavage,dll) 2. Litologi/mineralogi dan texture : Identifikasi dan deskripsi/pengukuran 3. Struktur sedimen : deskripsi/pengukuran dan pembuatan sketsa/mengambil foto 4. Pengukuran paleocurrent : plot rose diagram 5. Fossil : identifikasi dan obervasi 6. Kontruksi grafik log jika sesuai dan sketsa hubung an lateral 7. Catatan lokasi pengambilan sampel dan fossil 8. Identifikasi kehadiran facies : asosiasi fasies dan pengulangan 9. Penentuan atau pengukuran unit batuan dan beberapa siklus dalam suksesi 10. Membuat interpretasi dan catatan untuk kerja kedepannya (contoh analisis di laboratorium)
II. Data yang Perlu Dicari di Lapangan 2.1 Litologi Litologi batuan sedimen secara garis besar dibagi menjadi batuan sedimen klastik dan batuan ssedimen nonklastik, namun pada modul ini hanya akan membahas litologi batuan sedimen klastik berhubung litologi ini sering ditemukan di lapangan.
Konglomerat dan Breksi Konglomerat atau breksi merupakan batuan sedimen yang mana memiliki ukuran butir komponen gravel, yang membedakan antar keduanya adalah konglomerat memiliki butir komponen yang cenderung membundar sedangkan breksi cenderung menyudut. Sifat utama yang paling penting dalam mendeskripsi batuan sedimen jenis ini yaitu mendeskripsikan tipe klastik (komponen dan matriks) dan tekstur. Dasar dari asal muasal klastik pada litologi ini dapat terlihat apakah kon glomerat dan breksi ini bertipe intraformational atau extraformational. Intraformational clasts merupakan kerikil-kerikil yang terbawa dari dalam endapan suatu cekungan dan fragmen-fragmen mudrock/lime mudstone berasal dari erossi pada dasar laut atau river
channel. Sedangkan extraformational clasts merupakan berasal dari endapan suatu ccekungan dan lebih tua daripada sedimen yang tersedia. Variasi klastik konglomerat dibagi menjadi: Polymitic conglomerate, terdiri dari beberapa jenis tipe klastik
Oligomitic/monomic conglomerate, terdiri dari satu tipe klastik
Sifat alamiah extraformational clasts dapat digunakan untuk mendapatkan informasi terkait provenance dari suatu endapan. Hal penting yang perlu diingat dalam menginterpretasi suatu mekanisme endapan kerikil-bongkah pada batuan sedimen adalah tekstur. Konglomerat matrix-supported dan clasts supported harus bisa dibedakan. Bentuk, ukuran, dan orientasi komponennya harus diukur serta ketebalan dan geometri perlapisannya. Batupasir Batupasir terdiri dari 5 komponen dasar: fragmen litik, butir kuarsa, butir feldspar, matriks dan semen. Matriks pada batupasir umumnya terdiri dari mineral lempung dan lanau kuarsa, dan biasanya terendapkan berbarengan butir sedimen. Semen terpresipitasi antar butir dan dapat juga terbentuk saat proses diagenesis. Komposisi dari batupasir dapat merefleksikan geologi dan iklim dari area sumbernya. Beberapa butir sedimen dan mineral lebih stabil daripada butir lainnya secara mekanik dan kimia. Jika diurutkan dari yang paling kuat sampai yang paling rentan: 1. Kuarsa 2. Muskovit 3. Mikroklin 4. Ortoklas 5. Plagioklas 6. Hornblend 7. Biotit 8. Piroksen 9. Olivin Dari urutan di atas dapat dikatakan bahwa batupasir yang immature terdiri dari mineral yang lebih rentan yang lebih banyak (rock fragment, feldspar, dan mineral mafik); batupasir mature terdiri dari kuarsa, feldspar, dan beberapa rock fragmen; batupasir supermature terdiri hanya dari kuarsa. Yang mana menunjukkan bahwa batupasir immature merupakan batupasir yang terendapkan dekat dengan sumbernya sedangkan batupasir supermature merupakan batupasir yang sudah mengalami proses sedimentasi yang sangat jauh dan beberapa kali siklus sedimentasi sehingga tersisa hanya butir yang resisten saja yaitu kuarsa. Penamaan batupasir pada umumnya menggunakan dua klasifikasi, yaitu berdasarkan ukuran butir (Wentworth, 1922) dan komposisi batuan (Pettijohn, 1975). Wentworth membagi batupasir menjadi batupasir sangat kasar, kasar, sedang, halus, dan sangat halus (untuk detail ukuran akan terlampir di bagian berikutnya) sedangkan pettijohn membagi batupasir sesuai komponen batusedimen dan kandungan mud pada batupasir, yaitu: (1) arenite (0-15%), (2)wacke/greywacke (15-75%), dan (3) mudrock (>75%) Mudrock Mudrock merupakan terminology untuk batusedimen yang berukuran lanau sampai lempung. Umumnya di lapangan mudrock sulit untuk dideskripsi karena butir sedimennya yang sangat halus. Batulanau dapat diidentifikasi di lapangan apabila terkena air ada sensasi seperti berbutir ketika digesek oleh tangan. Sedangkan lempung akan terasa seperti licin dan tampak larut dengan air. Dalam pendeskripsian mudrock tidak boleh mengisi poin tekstur karena walaupun menggunakan lup kita tidak dapat menentukan bentuk, kemas, dan sortasinya karena butirannya sangat kecil sehingga tidak terlihat. Mudrock dapat terendapkan di lingkungan mana saja, khususnya river floodplain, danau, low-energy shoreline, lagoon, dan delta. Di lapangan, apabila mudrock yang ada sudah dipastikan, dapat dideskripsikan dengan penggunaan satu atau dua sifat yang berhubungan dengan sifat tertentu. Sifat yang perlu diperhatikan adalah warna, fissility, struktur sedimen dan mineral, atau konten fosil
2.2 Tekstur Tekstur sedimen menaruh perhatian besar pada ukuran butir dan distribusinya, morfologi dan fitur butiran di permukaan, dan fabric dari sedimen itu sendiri. Tekstur adalah aspek yang penting dalam deskripsi batuan sedimen dan dapat berguna untuk menginterpretasi mekanisme dan lungkungan pengendapan, juga memengaruhi kontrol besar pada porositas dan pe rmeabilitas. Ukuran butir dan pemilahan
Ukuran Butir Batuan Sedimen (Wentworth, 1922)
Klasifikasi Pemilahan di Batuan Sedimen
Mekanisme yang menyebabkan pemilahan
Morfologi butiran Morfologi dari butiran mempunyai tiga aspek: shape, sphericity, dan roundness. Perbedaan dari ketiganya adalah: - Shape ditentukan berdasarkan rasio berbeda dari axes di batuan
-
Sphericity adalah ukuran seberapa dekat bentuk butir pada kebundarannya Roundness berfokus pada kurvatur dari butiran
Fabric Fabrik sedimen menekankan tiga dimensi komponen pada batuan. Fabrik primer adalah yang terbentuk saat sedimentasi berlangsung, dan sekunder merefleksikan jejak dari post-depositionall processes. Fabrik dapat berguna dalam mendeterminasi proses pengendapan. Fabrik yang umum pada gravel dan konglomerat adalah imbrikasi. Hal ini dapat digunakan dalam penentuan analisis paleocurrent berdasarkan arah arus pengendapan. Terdapat dua jenis fabric: grain supported dan matrix supported .
2.3 Geometri dan Hubungan antar Batuan 1. Geometri batuan :
geometri batuan merupakan gambaran bentukan batuan sedimen secara vertical maupun lateral. namun, jika kita melihat pada outcrop, maka penampang vertical akan lebih mudah dipahami. sedangkan pada peta kita dapat melihat secara lateral. geometri batuan sebaiknya di pahami secara 3 dimensi. namun, perlu adanya korelasi dari beberapa titik pengamatan untuk memahaminya. bentuk geometri batuan yang mungkin di temukan di lapangan secara vertical :
-
tabular : jika memiliki ukuran yang meluas dan memanjang
-
wedge-shaped : jika bentuknya tidak utuh dan tetap seperti terpisah yang datar
-
lenticular : bentuknya individual ataupun banyak seperti lengkungan.
geometri batuan dapat diamati dalam skala unit bed, anggota maupun formasi sebagai cakupan lebih luas. karena itu, cakupan untuk geometri batuan berhubungan dengan stratigrafi baik vertical maupun horizontal.
geometri batuan di lapangan dapat dilihat pada pengukuran strike/dip batuan sehingga tergambarkan penyebaran dan pola pengendapannya bahkan berkaitan dengan struktur.
bentukan ini dapat menggambarkan kondisi proses sedimentasi dan pengendapan.
2. Hubungan unit batuan
mengacu pada hukum stratigrafi baik konvensional maupun modern. konvensional diantaranya :
-
hukum steno: ^ superposition : batuan yang terendapkan dibawah relatif lebih tua dari diatasnya ^ original horizontality : pengendapan terjadi secara horizontal akibat adanya gaya gravitasi ^ lateral continuity : penyebaran pengendapan secara lateral pada suatu lingkungan pengendapan
-
tambahan Charles Lyell ^ cross cutting : tubuh batuan yang menerobos batuan lain relatif lebih muda.
-
tambahan William smith ^ suksesi fauna: adanya fauna yang terfosilkan menjadi penciri suatu tubuh batuan.
-
ketidakselarasan dan keselarasan. keselarasan berarti pengendapan atas dan bawah lapian saling berhubungan. ^ angular conformity : adanya kontak bersudut dengan batuan yang lebih muda. ^ nonconformity : adanya kontak tubuh batuan sedimen dengan batuan beku/ metamorf
^ disconformity : adanya kontak erosional diakibatkan tidak adanya influx sedimen atau proses pengendapan.
hukum modern mengacu pada sikuen stratigrafi dengan beberapa perbedaan dari konvensional.
hubungan unit batuan dapat dijadikan menjadi suatu fasies jika memiliki karakteristik tertentu yang nantinya dapat mencirikan suatu lingkungan pengendapan.
untuk menentukan hubungan batuan secara vertical maupun horizontal, harus ditentukan terlebih dahulu pembagian unit batuan. pembagian ini juga berdasarkan sudut pandang dan tujuan peneliti. apakah dari sudut pandang struktur sedimen, kandungan kimia, geometri ataupun fosil yang dikandungnya.
geometri dan hubungan antar batuan menjadi dasar pada cakupan pemahaman g eologi lebih luas. nantinya, hasil pemahaman pada sub-bab ini akan berujung pada lingkungan pengendapan dan statigrafi dan hasilnya berupa peta geologi.
2.4 Warna Batuan Sedimen
Warna batuan dapat digunakan untuk indicator lingkungan pengendapan dan iklim saat pembentukannya. warna batuan mencirikan kandungan mineral di dalamnya yang dipengaruhi oleh keberadaan oksigen saat pengendapannya.
-
umumnya material utama pemberi warna batuan sedimen : organic matter, iron dan oksigen. iron dan oksigen terdapat dalam batuan saat air melarutkan kedua unsur dan mengisi rongga dalam batuan.
- pada table, terdapat warna umum yang ditemui:
hitam- abu- abu mengindikasikan pengendapan yang tidak memperoleh oksigen (anoxic) dan mengandung material organic yang tinggi. mineral iron disini dapat bereaksi dengan mineral anoksik dan membentuk mineral pirit. lingkungan umumnya adalah coastal marsh, lowland marsh bersuhu temperate, swamp ataupun laut dalam.
hijau mengindikasikan pengendapan mengandung sedikit oksigen yang memungkinkan terbentuknya mineral glaukonit sebagai mineral alterasi pada lingkungan sedimen. glaukonit terbentuk saat taka da suplai sedimen sehingga mineral glaukonit terbentuk pada lingkungan laut dangkal.
cokelat - kuning warna ini terdapat beberapa kemungkinan seperti terbentuk akibat pelapukan pada perlapisan yang tersingkap membentuk mineral pyrite atau siderite, pembentukan dari senyawa ferric oxide yang menghasilkan mineral limonite atau goethite.
merah mengindikasikan adanya suplai oksigen yang cukup saat pengendapan. mineral iron (3+) bereaksi dengan oksigen tersebut membentuk Fe2O3 (hematite). lingkungannya pada semi-arid continental seperti desert, playa lakes dan sungai. lapisan batuan ini disebut red bed. namun, perlu catatan, terdapat endapan sedimen berwarna merah yang terbentuk didasar laut dalam disebut rijang. ini dapat di lihat dari komposisi batuannya didomina si silika.
biru muda jarang ditemui biasanya mengindikasikan batuan hidrat.
namun, perlu digaris bawahi, bahwa warna batuan sedimen tidak dapat digunakan seutuhnya sebagai indicator lingkungan pengendapan. karena, warna tersebut dapat berupa hasil diagenesa yang mengubah mineral atau penambahan mineral. indicator warna harus dikorelasikan dengan indicator lainnya untuk dijadikan sebagai acuan kuat suatu lingkungan pengendapan. uj
III. Grafik Log Suatu metode standar yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan tentang sedimen atau batuan sedimen yang direkonstruksikan lewat sebuah grafik log yang memperlihatkan data perlapisan batuan dan memberikan gambaran visualisasi untuk nantinya dapat dilakukan korelasi dengan daerah yang berbeda. Dalam grafik log ini akan dicantumkan data berupa ketebalan perlapisan, kontak antar perlapisan, litologi, strike dip, tekstur dan struktur sedimen, juga hubungan dari perlapisan/perubahan suksesi secara vertikal tersebut seperti fining upward , coarsening upward dll. Grafik log dibuat dalam milimeter blok dengan skala tertentu dan harus sama dengan grafik log lainnya dalam suatu pengumpulan data. Data-data yang dicantumkan dalam suatu grafik log menggunakan simbol agar lebih mudah untuk mengenali dan menginterpretasikannya. Skala yang biasanya digunakan adalah 1:500 – 1:1000.
Gambar contoh grafik log 1 (Tucker, 2003)
Gambar contoh grafik log 2 (Nichols, 2009)
Kondisi pembuatan grafik log tergantung daripada singkapan yang ditemui. Syarat-syarat utamanya adalah : Singkapan memiliki ketebalan 1-2m. o Terdapat perlapisan batuan sedimen (batupasir, batulempung, perselingan, dll). o o Kondisi singkapan yang relatif segar, untuk deskripsi tekstur dan struktur. Lakukan pembagian lapisan (bed number ) agar lebih memudahkan pembuatan grafik log. o Deskripsi tekstur dan struktur dilakukan tiap perlapisan. o o Jangan terpaku pada tabel pada kolom grafik log standar yang telah ada, catat dan ambil data-data penting semaksimal mungkin. Usahakan grafik log yang dibuat merupakan hasil yang representatif dari data yang diambil di o lapangan. o Setelah didapatkan data dari lapangan dan telah dibuat di grafik log, buat interpretasi sementara mengenai mekanisme transportasi dan lingkungan pengendapan.
o
o o
Simbol-simbol yang biasa digunakan dalam pembuatan grafik log yaitu litologi, struktur sedimen dan fosil (Tucker, 2003) Data yang harus didapatkan dalam pembuatan grafik log antara lain adalah : Bed or rock-unit thickness : Ketebalan perlapisan didapatkan dengan pengukuran menggunakan pita ukur, harus hati-hati jika terdapat dip yang tajam, karena ketebalan yang didapatkan adalah ketebalan semu. Lithology : Jenis batuan apa yang ada di perlapisan tersebut. Texture : Meliputi ukuran butir untuk batuan sedimen, sedangkan untuk batuan karbonat tambahkan kolom baru, dengan nama lime mudstone (M), wackestone (W), packstone (P) dan grainstone (G), boundstones (B), rudstones (R) and floatstones (F).
o
o
o
Sedimentary structures and bed contacts : Tuliskan struktur sedimen dengan simbol jika ada, untuk kontak antar perlapisan ada tegas/tajam, berangsung dan gradasional. Palaeocurrent directions : Arah arus purba didapatkan dari struktur sedimen ternetu sebagai penciri, contohnya flute cast. Jelaskan arahnya apakahn N-S, dll F ossils and Colours : Tuliskan dengan simbol jika ada fosil pada suatu perlapisan batuannya, untuk warna jelaskan warna segar dan lapuknya.
Lampiran Lembar deskripsi batuan sedimen 1. Warna; Warna Lapuk: 2. Ukuran Butir: 3. Tekstur
Ukuran butir:
Bentuk butir:
Sortasi:
Kemas: Kandungan Fosil: Ada/Tidak Karbonatan: Ada/Tidak Kekuatan: Keras/Kompak/Getas, Komposisi batuan
4. 5. 6. 7.
Lithic fragment: …. %
Quarsa: …. %
Feldspar: ….%
Mineral lain: …. % 8. Nama Batuan: 9. Gambar:
Warna Segar:
STRATIGRAFI
1. Strike dan dip Strike atau Jurus adalah arah garis yang dibentuk dari perpotongan bidang planar dengan bidang horizontal ditinjau dari arah utara. Dip adalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike.
Strike Dip pada batuan umumnya muncul pada batuan hasil pengendapan (sedimen). Tapi juga ditemukan pada batuan metamorf yang berstruktur foliasi. Penulisan strike dan dip hasil pengamatan ialah :
N (Derajat Strike) E/ (Derajat Dip) dan dibaca North to East (Nilai Strike) and (Nilai Dip)
Strike dip pada perlapisan batuan dapat diukur dengan menggunakan kompas Geologi. Kompas Geologi mumpuni untuk mengukur strike dip karena memiliki klinometer juga bulls eye. Klinometer adalah rangkaian alat yang berguna untuk mengukur kemiringan dan Bulls eye adalah tabung isi gelembung udara berguna untuk memposisikan kompas geologi agar menjadi horizontal.
2. Struktur Sedimen
PENGERTIAN DASAR
Sedimentary structure are large scale features of sedimentary rocks such as parallel bedding, cross, bedding, ripple, and mudcracks that are best studied in the field. (Boggs, 1987) Struktur sedimen dapat digunakan untuk penentuan interpretasi aspek lingkungan pengendapan sedimen, mekanisme transportasi sedimen, arah arus purba ( paleocurrent ), dan kecepatan relatif arus. Beberapa struktur sedimen juga dapat digunakan untuk penentuan top/bottom perlapisan dan urutan pengendapan sikuen stratigrafi yang tidak terganggu oleh aktifitas tektonik.
Identifikasi Struktur Sedimen Stratification and Bedforms Laminated Bedding
Planar bedding & lamination Graded Bedding Massive Bedding / Structureless Ripple Bedform
Dunes Antidunes Cross-Bedding
Cross Stratification
Ripple Cross-Lamination Flaser and Lenticular Bedding Hummocky cross-stratification Convolute bedding and lamination Flame Structure Ball & Pillow Syn-Sedimentary fault & fold
Irregular Stratification
Dish & Pilar Structure Channels Scour and Fill Structure Mottled Bedding Stromatolite
Bedding-Plane Markings Groove Cast ; Striations ; Bounce ; Brush ; Prod ; Roll Marks Flute Cast Parting Lineation Load Cast Tracks ; Trail ; Burrows
Mudcracks and syneresis cracks Pits and small impressions Rill and swash marks
Depositional Structures
Wave formed structures Wind formed structures Chemically
and
biochemically
formed
structures Erosional Structures
Scour marks Tool marks
Deformation Structures
Slump structures Load & fonder structures Injection structures Fluid-Escapes structures Desication structures Impact structures (raindrops, etc)
Biogenic Structures
Bioturbation structures Biostratification structures
Other Structure
Sedimentary sill and dikes
Proses keterbentukan struktur sedimen
Menentukan posisi top & bottom lapisan sedimen berdasarkan struktur sedimen
Struktur sedimen yang dapat digunakan sebagai penentu Top & Bottom suatu perlapisan adalah
Struktur sedimen pada bagian top bedding surface 1. Ripple Marks .Ripple marks merupakan struktur sedimen yang bisa muncul baik pada batuan silisiclastic dan sedimen karbonat.Terbentuk karena air dan angin.Ripple marks berkembang pada material granular baik Undirectional Flow atau Oscilatory Flow ( wave action).Ripple marks juga bisa dilihat dari sisi pada perlapisan 2. Raindrops imprint .merupakan struktur sedimen yang terbntuk karena bentuk cetakan yang terjadi karena bekas cetakan air hujan
Struktur sedimen pada sisin perlapisan 1. Pararel and Cross Lamination 2. Graded bedding Normal Graded Bedding
Reverse Graded Bedding
Struktur sedimen bagian bottom 1. Load cast.Terjadi karena pembebanan sedimen sehinga timbul seperti cetakan. 2. Flute cast
Simbol-simbol struktur sedimen
3.Penampang Stratigrafi Terukur
PENGERTIAN
DASAR
Penampang stratigrafi adalah
terukur gambaran
dua dimensi secara
vertikal yang betujuan untuk mengetahui urutan stratigrafi, ketebalan setiap lapisan, hubungan stratigrafi beserta sejarah sedimentasi nya. Lebih detailnya penampan g stratigrafi terukur mampu memerikan lapisan batuan secara lengkap dan sistematis serta menafsirkan lingkungan pengendapan nya. Pengukuran stratigrafi terukur dapat dilakukan sesaat atau setelah pemetaan geologi, hal ini dilakukan karena, kita terlebih dahulu harus menentukan pilihan yang baik didaerah yang sedang dipetakan untuk mendapatkan penampang singkapan batuan yang menerus. Kendala yang kerap kali dijumpai pada saat melakukan pengukuran stratigrafi yaitu daerah dengan kemiringan yang curam, singkap an batuan yang tertutup oleh vegetasi atau singkapan batuan yang terendam oleh aliran sungai, dan lain sebagainya. Alat – alat penting yang harus dibawa saat melakukan pengukuran penampang stratigrafi terukur diantaranya : a. pita ukur b. kompas c. palu geologi (batuan beku/sedimen) d. loupe e. komparator (beku/sedimen) f. HCL g. GPS h. Alat tulis Syarat melakukan penampang stratigrafi terukur diantaranya : a. Diusahakan mencari singkapan yang berada di sepanjang sungai b. Diusahakan tegak lurus terhadap strike c. Terjadi perubahan litologi batuan d. Tidak tertutup oleh vegetasi dan singkapan dalam kondisi baik e. Tidak berada pada kemiringan yang curam f. Tidak didoominasi oleh endapan alluvial
MANFAAT PENAMPANG STRATIGRAFI TERUKUR
Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian geologi. Manfaat yang dapat diketahui setelah melakukan pengukuran penampang stratigrafi terukur yaitu sebagai berikut : 1. Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi 2. Mengetahui ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi. 3. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk menafsirkan lingkungan pengendapan.
METODE
PENGUKURAN
PENAMPANG
STRATIGRAFI
SERTA
MENGHITUNG
KETEBALAN SUATU LAPISAN Pengukuran
hendaknya
dilaksanakan
dengan
menggunakan
metoda-metoda
yang
dapat
dilaksanakan dengan cepat, namun akurat. Variasi lateral dari setiap satuan hendaknya dicatat sedemikian rupa sehingga penyebaran dari setiap satuan di daerah penelitian dapat diketahui; pengetahuan kita tidak hanya terbatas pada penampang yang merupakan produk pengukuran pada suatu lembah atau lereng. Lapisan-lapisan batuan sedimen dan banyak tipe satuan geologi lain pada dasarnya berbentuk lentikuler. Karena itu, setiap kegiatan pengukuran penampang stratigrafi hendakn ya dilakukan dalam tingkat ketelitian yang cukup tinggi sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi perubahan-perubahan dimensi dan karakter setiap satuan yang ada. Pada umumnya, terdapat dua metode dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi terukur, diantaranya sebagai berikut : 1) Metode Jacob Staf
Metode Jacob Staff adalah metode yang digunakan untuk megukur ketebalan suatu lapisan batuan yang menggunakan alat yang bernama tongkat jacob yaitu tongkat yang panjangnya 150 cm, diberi tanda atau grid yang panjangnya 10cm berwarna hitam putih atau merah putih untuk memudahkan perhitungan tebal lapisan tersebut dan pada ujung tongkat terdapat busur derajat untuk men yesuaikan kemiringan lapisan batuan. Salah satu ujung tongkat dibuat agak runcing agar mudah dalam menancapkan ke tanah, d an ujung yang lain untuk menempatkan clinometers.
Metode ini lebih praktis dan cepat dalam pengolahan datanya dikarenakan langsung dapat mengetahui tebal sebenarnya. Tetapi tidah semua bidang perlapisan bisa diukur dengan metode ini, karena diperlukan singkapan yang ideal.
Prosedur pengukuran
Prosedur pengukuran dengan menggunakan metode Jacob Staff adalahsebagai berikut : 1.Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan, yaitu : kompas, palu, clipboard,Jacob staff dan alat tulis. 2.Mengidentifikasikan lokasi dengan cara membuat deskripsi lokasi 3.Mengidentifikasi litologi dengan cara mendeskripsikan batuan 4.Ukur stikr/dip bidang perlapisan menggunakan kompas dan catat hasil pengukuran tersebut 5.Tancapkan Jacob staff, kemudian miringkan tongkat tersebut sesuai denganarah dan kemiringan bidang perlapisan dengan melihat busur derajat yang adadi kepala Jacob staff 6.Hitung ketebalan perlapisan dengan menggunakan grid pada bagian bawah busur derajat, setiap grid berukuran 10 cm 7. Catat dan simpan hasil pengukuran. 2) Metode Rentang Tali
Metode rentang tali adalah metode yang lakukan untuk mengukur ketebalan sebenarnya suatu bidang perlapisan dengan cara merentangkan tali yang sudah di beri tanda atau grid setiap 10 cm atau 1 meter, kemudian direntangkan pada singkapan batuan dan sebelumnya diukur dip dan slope bidang singkapan tersebut. Selanjutnya dalam pengolahan data lapangan menggunakan metodematematis dengan rumus. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan MetodeJacob Staff. Ada beberapa rumus yang digunakan dalam pengukuranmenggunakan metode rentang tali, yaitu :
Pada daerah datar Pengukuran pada daerah datar, apabila jarak terukur adalah jarak tegak lurus jurus, ketebalan
langsung di dapat dengan menggunakan rumus : T = d sin ∂ (dimana d adalah jarak terukur di lapangan dan ∂ adalah sudut kemiringan lapisan). Apabila pengukuran tidak tegak lurus jurus, maka jarak terukur harus dikoreksi seperti pada cara diatas.
T = Sin α dip x LS
Pada daerah berlereng
Terdapat beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng seperti diperlihatkan pada gambar 2 dan gambar 3. (Catatan: sudut lereng (s) dan kemiringan lapisan (∂) adalah pada keadaan yang tegak lurus dengan jurus atau disebut “true dip” dan “true slope” ).
Kemiringan lapisan searah dengan lereng. Bila kemiringan lapisan (∂ ) lebih besar daripada sudut lereng (s) dan arah lintasan tegak lurus jurus,
maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin (∂ - s )
Bila kemiringan lapisan lebih kecil daripada sudut lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka perhitungan ketebalan adalah : T = d sin (s - ∂ )
•
Kemiringan lapisan berlawanan arah dengan lereng
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut lancip terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus maka : T = d sin ( ∂ + s )
Apabila jumlah sudut lereng dan sudut kemiringan lapisan adalah 900 (lereng berpotongan tegak lurus dengan lapisan) dan arah lintasan tegak lurus jurus maka: T = d
Bila kemiringan lapisan membentuk sudut tumpul terhadap lereng dan arah lintasan tegak lurus jurus, maka : T = d sin (1800 - ∂ - s)
C. Kemiringan lapisan mendatar Bila lapisannya relatif mendatar,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di ukur. Maka dapat menggunakan rumus : T = d sin (s)
Lapisan batuan tegak Bila lapisannya relatif tegak,dengan kemiringan lereng yang sudah diketahui dan di ukur. Maka
dapat menggunakan rumus : T = d sin (90o - s)
PROFIL LINTASAN DAN KOLOM STRATIGRAFI Dalam penelitian geologi, pengamatan stratigrafi disepanjang lintasan yang dilalui perlu dibuat, baik
dengan cara menggambarnya dalam bentuk sketsa profil lintasan ataupun melalui pengukuran stratigrafi.
Adapun tujuan dari pembuatan profil lintasan adalah untuk mengetahui dengan cepat hubungan antar batuan / satuan batuan secara vertikal.
Kolom stratigrafi adalah kolom yang menggambarkan susunan berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan menurut usia geologinya, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan batuan. Penampang kolom stratigrafi umumnya tersusun dari kolom-kolom denganatribut umur, formasi, satuan batuan, ketebalan, besar-butir, simbol litologi, deskripsi%pemerian,fosil dianostik, dan lingkungan pengendapan.
Kolom stratigrafi yang di peroleh dari jalur yang diukur dijadikan dasar untuk beberapa dasar sebagai berikut :
Penentuan batas secara tepat dari satuan-satuan stratigrafi formal maupun informal, perludiketahui dalam peta dasar yang dipakai terpetakan atau tidak, sehingga akan meningkatkanketepatan dari pemetaan geologi.
Penafsiran lingkungan pengendapan satuan.
Sarana korelasi dengan kolom-kolom yang diukur di jalur yang lain.
Pembuatan penampang atau profil stratigrafi (stratigraphic section) untuk wilayah tersebut.
Evaluasi lateral (spatial = ruang) dan vertical (temporal = waktu), dari seluruh satuan batuansebagai berikut :
1. lapisan batu pasir potensial sebagai reservoir 2. lapisan batubara 3. lapisan kaya fosild.3apisan bentonik
4. PEMBAGIAN SATUAN BATUAN
PENGERTIAN DASAR Fasies adalah aspek fisika, kimia atau biologi suatu endapan dalam kesamaan waktu. Dua tubuh
batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia atau biologinya. Fasies dapat didasari kesamaan: 1. litologi (litofasies) 2. kandungan organisme (biofasies) 3. lingkungan pengendapan (fasies darat, fasies delta)
Fasies memiliki tiga aspek pengertian, yaitu:
1) Aspek persamaan waktu dalam pembentukannya 2) Aspek perbedaan atau perubahan litologi secara lateral (litofacies). 3) Aspek perbedaan atau perubahan kandungan fauna secara lateral (biofacies).
LITOSTRATIGRAFI Litostratigrafi merupakan studi stratigrafi yang memfokuskan kepada jenis – jenis litologi yang
diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan jenis litologi yang berbeda secara bersistem. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuannya berdasarkan karakteristik litologi dan hubungan stratigrafinya. Litologi yang diamati ketika melakukan observasi di lapangan meliputi jenis batuan, kombinasi antar batuan (unconformity, superposisi, crosscutting), kenampakan fisik batuan seperti warna, mineral, komposisi, dan ukuran butir, struktur geologi, dan gejala lain pada tubuh batuan.. Penentuan batas penyebarannya tidak terlangsung atas batas waktu. Jika ciri di atas belum memuaskan, maka akan digunakan data geokimia, geofisika dll. Prinsip superposisi dan letak fosil yang ditemukan merupakan salah satu komponen batuan.
Pemerian batuan didasarkan pada sifat-fisik, terutama dari kenampakan hand specimen dan singkapan. Termasuk sifat fisik ini adalah jenis batuan, warna, mineral, komposisi, dan besar butir. Suatu tubuh batuan atau kumpulan batuan, yang mempunyai ciri khas yang dapat membedakan dengan satuan lain disekitarnya, disebut satuan batuan. Dengan demikian satuan batuan ini dap at berupa batuan sedimen, beku, malihan datu batuan hasil aktivitas gunungapi. Satuan stratigrafi umumnya mengikuti hukum superposisi, dalam keadaan normal batuan yang tua akan terletak di bawah sedang batuan muda terletak di atas. Batasan dari suatu satuan batuan diperikan berdasarkan ciri batuan yang ada pada penampang tipe atau stratotype. Penampang tipe ini dapat berupa singkapan di alam, galian, penambangan, atau lubang bor. Penamaan satuan dapat secara resmi (formal) dan tidak resmi (informal). Penamaan resmi adalah penamaan yang mengikiti kaidah yang ada pada sandi stratigrafi, sedangkan yang tidak resmi tentu saja yang tidak mengikuti hal tersebut. Hierarki litostratigrafi resmi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu: 1. Lapisan ( Bed ) merupakan bagian dari anggota. Lapisan adalah satuan terkecil dari litostratigrafi dari batuan sedimen. Dalam penamaan resmi dari litostratigrafi, lapisan biasanya didasarkan pada ciri yang khas yang membedakan dengan lapisan lain disekitarnya. 2. Anggota ( Member )adalah bagian dari suatu formasi. Tingkat penyebarannya tidak melebihi penyebaran formasi.
3. Formasi ( Formation) adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi yang secara litologi dapat dibedakan dengan jelas dan dengan skala yang cukup luas cakupannya untuk dipetakan dipermukaan atau ditelusuri dibawah permukaan. Formasi dapat terdiri dari satu litologi atau beberapa litologi yang berbeda, dengan ketebalan antara satu hingga ribuan meter. 4. Kelompok (Group) adalah satuan litostratigrafi yang terdiri dari dua formasi atau lebih yang memiliki keseragaman ciri litologi. 5. Kelompok besar (Supergroup) adalah kombinasi dari beberapa kelompok. Litostratigrafi berguna untuk menentukan korelasi atau hubungan stratigrafi antara satuan di atas dengan satuan di bawahnya, dan dengan satuan litologi lainnya.
BATAS SATUAN STRATIGRAFI Batas Satuan Stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas pen yebaran ciri satuan tersebut sebagaimana
didefinisikan. Batas Satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas Satuan Stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain. BATAS DAN PENYEBARAN SATUAN 1) Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut. 2) Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbitrer). 3) Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari-jemari, peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan teresendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi. 4) Penyebaran suatu satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya. 5) Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas cekungan pengendapan atau aspek geologi lain. 6) Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan. 7) Batas antar Satuan Litodemik berupa sentuhan antara dua satuan yang berbeda ciri litologinya, dimana kontak tersebut dapat bersifat extrusi, intrusi, metamorfosa, tektonik atau kontak berangsur. Penjelasan : Batas satuan litostratigrafi tidak perlu berimpit dengan batas satuan stratigrafi lainnya (misalnya batas satuan waktu). Penjelasan : Batuan kontak antara dua Satuan Litodemik yang berangsur/bergradasi, dimana ciri litologinya cukup berbeda dan memenuhi persyaratan Sandi dapat dikelompokkan menjadi satuan tersendiri.
5. KORELASI STRATIGRAFI
Jenis – Jenis Korelasi Korelasi adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau
penghubungan satuan-satuan
stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Korelasi merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa dua tubuh batuan diendapkan pada rentang waktu yang sama (Dunbar & Rodgers, 1957; Rodgers, 1959). Korelasi secara luas sehingga mencakup semua usaha untuk memperlihatkan kesebandingan litologi, paleontologi, atau kronologi (Krumbein & Sloss, 1963). Perbedaan antara konsep matching dengan konsep korelasi. Matching didefinisikan secara sederhana sebagai korespondensi serangkaian data dengan tidak merujuk pada satuan stratigrafi (Schwarzacher, 1975; Shaw, 1982). Kedua satuan itu mungkin tidak sebanding, baik dalam hal waktu maupun litostragrafinya. Shaw (1982) menyatakan bahwa proses korelasi adalah proses untuk menunjukkan hubungan geometri antara batuan, fosil, atau lintap data geologi dengan tujuan untuk menafsirkan dan menyusun model fasies, merekonstruksikan paleontologi, atau untuk menyusun model struktur. Tujuan korelasi adalah menetapkan ekivalensi satuan-satuan stratigrafi yang terletak di daerah yang berbeda-beda.
Korelasi dapat dianggap langsung (resmi) atau tidak lan gsung (tidak resmi) (Shaw, 1982). Korelasi langsung (direct correlation) dilakukan secara fisik dan hasilnya tidak diragukan. Penelusuran fisik suatu satuan stratigrafi yang menerus merupakan satu-satunya metoda yang mampu memperlihatkan korespondensi satuan litostratigrafi dari satu tempat ke tempat lain secara meyakinkan. Korelasi tidak langsung (indirect correlation) dilakukan dengan berbagai metoda seperti pembandingan visual terhadap well logs, rekaman pembalikan kutub magnet, atau kumpulan fosil. Korelasi dibagi menjadi dua yaitu korelasi struktur dan korelasi stratigrafi . Korelasi struktur dibuat dengan cara menempatkan lapisan pada keadaan yang sekarang, sehingga akan memberikan gambaran posisi batuan setelah mengalami aktivitas tektonik (misalnya struktur sesar, kekar, dan lipatan),
sedangkan korelasi stratigraf dibuat dengan cara menempatkan atau menggunakan suatu lapisan penunjuk (marker bed) pada kedudukan yang sama. Korelasi Struktur dapat diaplikasikan untuk mengetahui deformasi struktur geologi yang telah
terjadi sepanjang waktu geologi pada sumur pemboran, dapat dilakukan flatten (penyamaan data yang didapat di tiap sumur pada kedalaman (depth) yang sama pada masing -masing sumur dimana dalam flatten ini kondisi stratigrafi yang diamati adalah kondisi pada saat ini (setelah terdeformasi). Korelasi Stratigrafi , batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu belum tentu sama
dengan batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria lain. Fakta inilah yang mendorong munculnya metoda-metoda korelasi yang beragam (litokorelasi, biokorelasi, kronokorelasi) dan dapat memberikan hasil yang berbeda-beda, meskipun diterapkan pada lintang stratigrafi yang sama. Sandi Stratigrafi Amerika Utara 1983 mengakui adan ya tiga tipe utama korelasi sbb: 1) Litokorelasi (lithocorrelation) : yang mengungkapkan kemiripan litologi dan posisi stratigrafi. Pelacakan kemenerusan secara langsung dari sebuah unit lithostratografi dari suatu singkapan ke singkapan lain adalah salah satu metode korelasi yang dapat menentukan kesamaan dari sebuah unit. Metode korelasi ini dapat digunakan hanya jika lapisan secara menerus atau mendekati menerus tersingkap. Jika singkapan dari lapisan tersela oleh daerah yang luas yang tertutup tanah dan vegetasi lebat, atau lapisan terhenti oleh erosi, atau dipotong lembah yang besar, atau tersesarkan, penelusuran secara fisik pada lapisan menjadi tidak mungkin. Dalam keadaan itu, teknik korelasi lainnya (tidak langsung) harus digunakan (Boggs, 1987). Korelasi unit lithostratigrafi dengan metode yang meliputi penyamaan lapisan dari suatu area ke lainnya dengan dasar kesamaan lithologi dan posisi stratigrafi (Boggs, 1987). Dapat ditelaah melalui kesamaan lithology, warna, kelompok mineral berat atau kelompok mineral khusus, struktur sedimen utama seperti perlapisan dan laminasi silang-siur, dan ketebalan rata-rata, dan karakteristik pelapukan. (Boggs, 1987). Posisi stratigrafi yang memegang peranan penting adalah penentuan korelasi berdasarkan kaitannya dengan suatu lapisan atau satuan yang sangat khas dan dapat dengan mudah dikorelasikan dari satu tempat ke tempat lain. Lapisan atau satuan khas berperan sebagai control unit untuk mengkorelasikan strata yang terletak di atas dan dibawahnya. Sebagai contoh, lapisan satuan d ebu jatuhan yang tipis atau lapisan bentonit mungkin hadir dalam suatu lintap stratigrafi dan dapat dengan mudah dikenal pada daerah tertentu. Jika debu atau bentonit itu merupakan satu-satunya lapisan debu atau bentonit dalam lintap stratigrafi di daerah itu, sehingga tidak mungkin tertukar dengan lapisan debu atau bentonit lain, maka lapisan itu dapat berperan sebagai lapisan kunci (key bed; marker bed), kepada lapisan mana strata lain dapat dikaitkan. Semakin banyak lapisan kunci, maka semakin mudah untuk mengkorelasikan. 2) Biokorelasi (biocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan kandungan fosil dan posisi biostratigrafi.
Satuan biostratigrafi merupakan satuan stratigrafi objektif yang dapat diamati dan ditentukan keberadaannya berdasarkan fosil yang terkandung didalamnya. Satuan biostratigrafi dapat dikorelasikan, tanpa tergantung pada waktunya, dengan menggunakan prinsip-prinsip yang sangat mirip dengan prinsip prinsip korelasi litostratigrafi, misalnya berdasarkan ke-match-an menurut kandungan fosil dan posisi stratigrafinya. Korelasi zona kumpulan didasarkan pada pengelompokkan tiga atau lebih taxa tanpa memperhitungkan limit-limit kisarannya. Keberadaan zona tersebut ditentukan oleh urut-urutan flora dan fauna yang berbeda dan zona tersebut berurutan satu di atas yang lain dalam suatu penampang stratigrafi tanpa diselingi oleh rumpang. Zona kumpulan cenderung hanya dapat digunakan untuk tujuan korelasi lokal. Korelasi berdasarkan zona puncak (abundance zone; acme zone) ditentukan keberadaannya berdasarkan jumlah maksimum relatif dari satu atau lebih spesies, genus, atau taxon lain; bukan berdasarkan kisaran taxon. Zona itu merepresentasikan saat atau saat-saat ketika suatu t axon tertentu berada pada puncak perkembangannya. Korelasi kronostratigrafi berdasarkan metoda biologi terutama didasarkan pada penggunaan concurrent range zones dan zona selang lainnya. Metoda korelasi biologi juga mencakup penelaahan statistik terhadap data zona selang dan pengkorelasikan berdasarkan zona puncak yang merupakan biological events yang berkaitan dengan fluktuasi iklim. Korelasi zona selang adalah biozona yang membagi-bagi strata yang jatuh diantara saat-saat dimana suatu taxon muncul untuk pertama kalinya dan saat-saat dimana suatu taxon hilang untuk pertama kalinya. Hingga dewasa ini dikenal adanya beberapa tipe zona selang, termasuk zona yang dibentuk oleh kisaran taxa yang saling bertumpang-tindih. Tipe-tipe zona selang yang dikenal dewasa ini adalah: 1) Zona selang antara pemunculan pertama dan pemunculan terakhir suatu taxon tunggal. Zona selang seperti ini dikenal dengan sebutan zona kisaran taxon (taxon range zone). 2) Zona selang antara pemunculan pertama dua taxa yang berbeda atau pemunculan terakhir dari kedua taxa tersebut. 3) Zona selang antara pemunculan pertama suatu taxon dan pemunculan terakhir taxon yang lain. 4) Zona selang yang ditentukan oleh zona-zona kisaran yang saling bertumpang tindih. Zona selang seperti ini dikenal dengan sebutan concurrent range zone. Tipe-tipe zona selang itu memiliki tingkat kegunaan yang berbeda-beda dalam korelasi kronostratigrafi seperti yang akan dijelaskan di bawah ini. Zona kisaran taxon mungkin berguna untuk kronokorelasi jika taxa yang dipakai sebagai dasar penentuannya memiliki kisaran stratigrafi yang pendek. Namun, zona ini tidak terlalu bermanfaat jika taxa yang dipilih sebagai dasar penentuan-nya memiliki kisaran yang panjang (misalnya beberapa jaman).
Ketika suatu zona kisaran taxon sangat panjang dan, oleh karenanya, korelasi berdasarkan zona kisaran taxon itu tidak sesuai digunakan, korelasi pada skala yang lebih tinggi dapat dilakukan berdasarkan tipe-tipe zona kisaran lain. Zona kisaran yang didasarkan pada pemunculan pertama dua taxa yang berbeda. 3) Kronokorelasi (chronocorrelation) yang mengungkapkan korespondensi umur dan posisi kronostratigrafi. Korelasi kronostratigrafi adalah matching up satuan-satuan stratigrafi berdasarkan kesebandingan waktu, korelasi yang menyatakan korespondensi umur dan posisi kronostratigrafi dari satuan-satuan stratigrafi. Penentuan kesebandingan waktu antar berbagai strata merupakan tulang punggung dari stratigrafi global dan dianggap oleh kebanyakan ahli stratigrafi sebagai tipe korelasi yang terpenting. Metoda korelasi kronostratigrafi dapat dibedakan menjadi dua kategori: (1) metoda biologi; dan (2) metoda fisika/kimia. . Event stratigraphy memfokuskan diri pada specific events dalam suatu satuan stratigrafi atau suatu lintap batuan, bukan pada karakter fisik atau karakter biologinya. Adanya peristiwa yang memengaruhi proses sedimentasi secara global. Semua fasies hasil sedimentasi akan eki valen dalam arti kata semuanya terbentuk oleh peristiwa yang sama. Dengan demikian, semua fasies itu, secara kronologi, adalah sebanding. Event memiliki skala yang berbeda-beda, tergantung pada durasi, intensitas, dan efek-efek geologi yang ditimbulkan-nya. Beberapa convulsive event berlangsung sangat cepat, dan memiliki pengaruh regional. Events seperti itu dapat menimbulkan efek-efek yang luas, termasuk punahnya organisme. Karena besarannya, endapan dari peristiwa-peristiwa itu dapat membentuk suatu bagian penting dari rekaman geologi. Bahkan, rekaman stratigrafi sebenarnya cenderung untuk mengindikasikan jejak-jejak gangguan berskala besar (Seilacher, 1992). Korelasi yang dilakukan berdasarkan short-term geologic event markers disebut event correlation. Beberapa peristiwa menghasilkan lapisan kunci yang dapat ditelusuri dari satu tempat ke tempat lain hingga jarak yang jauh. Lapisan kunci sangat bermanfaat untuk korelasi kronostratigrafi, dan untuk korelasi litostratigrafi, jika diendapkan sebagai produk geologic event yang pada hakekatnya berlangsung “seketika”. Event correlation juga didasarkan pada posisi suatu batuan dalam perlapisan atau daur transgresiregresi (Ager, 1981). Menurut Ager (1981), event correlation dalam kasus tersebut didasarkan pada korelasi puncak-puncak daur sedimen yang diasumsikan mengindikasikan umur yang sama. Aspek yang digunakan dalam korelasi ini merupakan produk transgresi-regresi yang kemungkinan merepresentasikan terjadinya perubahan muka air laut eustatik di seluruh muka bumi atau perubahan muka air laut lokal sebagai akibat pengangkatan, subsidensi, atau fluktuasi pasokan sedimen. Variasi kelimpahan relatif isotop-isotop nonradioaktif-stabil tertentu dalam sedimen bahari dan fosil dapat digunakan sebagai alat kronokorelasi. Bukti-bukti geokimia menunjukkan bahwa komposisi isotopisotop oksigen, karbon, belerang, dan stronsium di samudra mengalami fluktuasi yang hebat atau “ber -
ekskursi” di masa lalu. Fluktuasi itu terekam dalam sedimen bahari. Variasi komposisi isotop dalam sedimen atau fosil memungkinkan para ahli geokimia untuk merekonstruksikan isotopic composition curve yang dapat digunakan sebagai stratigraphic marker untuk tujuan korelasi. Agar dapat bermanfaat dalam korelasi, fluktuasi komposisi isotop itu harus dapat dikenal pada skala global dan harus berlangsung dalam rentang waktu yang singkat sedemikian rupa sehingga akan tampak sebagai suatu “kick” dalam kurva komposisi isotop. Selain itu, para ahli stratigrafi harus dapat menetapkan posisi stratigrafi relatif dari fluktuasi tersebut dalam kaitannya dengan skala b iostratigrafi, paleomagnet, atau radiometrik.
Skala Waktu Geologi
Merupakan bagian – bagian secara teori dari sesuatu yang pada hakekatnya terus menerus sebagai bagian yang dipakai untuk memudahkan dalam pernyataan hubungan waktu pada kejadian – kejadian geologi. Terbagi menjadi beberapa kolom Era mencirikan Masa, Periode mencirikan Jaman, Epoch mencirikan Kala, dan terdapat keterangan waktu lamanya suatu kala/jaman. Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi, dimana Bumi diperkirakan telah berumur sekitar 4.570 juta tahun. Waktu geologi Bumi disusun menjadi beberapa uni t menurut peristiwa yang terjadi pada tiap periode. Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi. Bukti-bukti dari penanggalan radiometri menunjukkan bahwa Bumi berumur sekitar 4.570
juta tahun. Waktu geologi Bumi disusun menjadi
beberapa unit menurut peristiwa yang terjadi pada tiap periode. Masing-masing zaman pada skala waktu biasanya ditandai dengan peristiwa besar geologi atau paleontologi, seperti kepunahan massal. Sebagai contoh, batas antara zaman Kapur dan Paleogen didefinisikan dengan peristiwa kepunahan dinosaurus dan berbagai spesies laut. Periode yang lebih tua, yang tak memiliki peninggalan fosil yang dapat diandalkan perkiraan usianya, didefinisikan dengan umur absolut. Penentuan umur suatu batuan dapat dilakukan dengan cara analisis fosil apabila batuan tersebut sedimen dan terdapat fosil di dalamnya, atau menggunakan radiometric dating untuk batuan yang tidak memiliki fosil atau jenis batuannya beku atau metamorf.
Gambar 2. Skala Waktu Geologi
Cara Pembuatan Log
Setelah memiliki data-data dilapangan, hal yang harus dilakukan kemudian adalah mengurutkannya dalam sebuah log. Untuk membuat log, sebelumnya kita harus mengetahui symbol-simbol batuan terlebih dahulu. Berikut adalah simbol-simbol batuan yang secara umum diterima oleh kalangan geologis.
Gambar 3. Simbol – simbol batuan Kemudian pembuatan log atau kolom litologi juga harus memperhatikan deskripsi dari batuan yang kita teliti, seperti tekstur, struktur, dll dari batuan tersebut. Pembuatan Log di urutkan dari yang paling tua ke paling muda, dari bawah ke atas. Tujuan pembuatan log ini pada bagian korelasi adalah agar kita dapat mengetahui kesamaan antar lapisan yang dapat dihubungkan dengan lapisan lainnya pada log lainnya.
Ketentuan urutan (tua-muda) pembentukan batuan.
Untuk menentukan urutan pembentukan batuan, mana yang lebih dahulu terbentuk dll, dibutuhkan pemahaman mengenai hukum stratigrafi yang telah dipelajari pada praktikum sebelumnya. Metode penentuan umur secara relatif sangat bergantung pada konsep-konsep stratigraphy. Dapat
digunakan dua tipe klasifikasi untuk menentukannya. Yakni rock stratigraphic unit yang berdasarkan pada karakteristik fisis maupun sifat batuan serta time stratigraphic unit yang berdasarkan pada waktu ketika material terbentuk. Antara lain: (Pelajari Hukum-hukum stratigrafi) a) Superposition. Konsep paling dasar yang digunakan dalam relative dating merupakan hukum superposisi. Di mana setiap lapisan pada urutan batuan sedimen (atau lapisan batuan volcanic) lebih muda daripada lapisan di bawahnya dan lebih tua daripada lapisan di atasnya. Hukum ini mengikuti dua asumsi. Pertama, lapisan pada awalnya terdeposit dekat horizontal. Kedua, lapisan tidak mengalami pembalikan setelah terdeposit.
b) Faunal Succession. Mirip dengan hukum superposisi, hukum pergantian fauna menyatakn bahwa kelompok dari fossilisasi fauna dan flora terjadi sepanjang geologic record dalam urutan yang berbeda dan dapat diidentifikasi. Berdasarkan hukum ini, batuan sediment dapat ditentukan umurnya berdasarkan fossil yang terkandung di dalamnya. Index fossil sangat berguna dalam penentuan umur berdasarkan hukum ini. Yaitu fossil yang berevolusi dengan cepat dan tersebar luas secara geografis.
c) Crosscutting Relationship. Umur relative dari batuan dan kejadian geologic juga dapat ditentukan menggunakan hukum hubungan crosscutting. Di mana fitur geolic seperti intrusi igneous maupun patahan memiliki umur lebih muda daripada unit yang mereka lalui atau mereka potong.
d) Inclusions. Pecahan dari batuan berumur tua yang berada diantara batuan igneous yang lebuh muda atau batuan sediment dengan ukuran bulir kasar juga dapat digunakan dalam penentuan umur relative. Inklusi sangat membantu pada bidang contact dengan igneous rock bodies di mana magma yang bergerak ke atas melalui kerak membawa serpihan batuan yang berumur lebih tua di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Gambar 4. Cross Cutting
Metode Korelasi:
Secara praktis pada singkapan terbuka atau foto udara atau yang lebih jelas lagi pada rekaman seismic dapat ditelusuri secara menerus bidang-bidang perlapisan atau yang mewakilinya. Tetapi kebanyakan keberadaan singkapan selalu tidak menerus karena tertutup vegetasi atau soil. Ada dua metoda yang biasa dipakai dalam mengerjakan korelasi yaitu:
Metoda Organik Mempergunakan fosil, kumpulan fosil, atau ciri alamiah lain yang memiliki kesamaan waktu dalam
kehidupannya. Fosil-fosil tersebut antara lain: a) Fosil Indeks, fosil penunjuk (paleomarker) yaitu yang memiliki penyebaran lateral luas dan penyebaran vertical terbatas b) Zona fosil, yaitu acme-zones, lineage zone, concurrent zone
Metoda Anorganik Didasarkan atas penyamaan lapisan-lapisan batuan, antara lain:
a) Menyelusuri secara menerus perlapisan batuan b) Mempergunakan “key- bed” c) Menyamakan urut-urutan batuan dalam lapis d) Menyelusuri karakteristik “kicks electric log” atau log mekanik lainn ya e) Dengan menentukan umur absolut
Untuk Pengkorelasian log dapat dilakukan melalui pendekatan
KORELASI LITOSTRATIGRAFI :
menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan jenis litologi (batuan). Catatan : satu lapisan batuan adalah satu satuan waktu pengendapan.
Gambar 5. Korelasi Litostratigrafi Prosedur : 1. Korelasikan mulai dari bawah dengan melihat litologi (batuan) yang sama. 2. Korelasikan/hubungkan titik-titik lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang sama 3. Breksi pada SUMUR-1 dikorelasikan dgn breksi pada SUMUR-2, demikian halnya juga dengan batugamping dan batulempung. 4. Sebaran batupasir di SUMUR-1 menunjukkan adanya pembajian ke arah SUMUR-2, demikian napal di SUMUR-2 menunjukkanpembajian ke arah SUMUR-1.
KORELASI BIOSTRATIGRAFI
Menghubungkan lapisan-lapisan batuan didasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan.
Gambar 6. Korelasi Biostratigrafi Mengacu pada kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan Prosedur dan penjelasan: 1. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang mengandung kesamaan dan persebaran fosil yang sama (Pada gambar diatas diwakili oleh garis warna hitam). 2. Kandungan dan sebaran fosil pada batulempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada serpih di Sumur-2, sehingga batulempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan serpih yang terdapat di Sumur-2. 3. Batupasir pada Sumur-1 mengandung kumpulan fosil K sedangkan pada Sumur-2, batupasir juga mengandung kumpulan dan sebaran fosil K. Dengan demikian lapisan batupasir pada Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan batupasir pada Sumur-2. 4. Kandungan dan sebaran fosil pada lempung di Sumur-1 sama dengan kandungan dan sebaran fosil pada napal di Sumur-2, sehingga lempung yang ada di Sumur-1 dapat dikorelasikan dengan napal n apal yang terdapat di Sumur-2.
KORELASI KRONOSTRATIGRAFI
Menghubungkan lapisan-lapisan batuan yang mengacu pada kesamaan umur geologinya.
Gambar 7. Korelasi Kronostratigrafi
Prosedur : 1. Korelasikan/hubungkan titik-titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada, pada gambar diwakili oleh garis orange). Garis ini dikenal sebagai garis kesamaan umur geologi. 2. Korelasikan lapisan-lapisan batuan yang jenis litologinya sama dan berada di antara garis umur yang sama. Pada gambar di atas ditunjukkan oleh batupasir pada SUMUR-1 dengan batupasir pada SUMUR-2, serpih pada SUMUR-1 dan serpih pa da SUMUR-2 (diwakili garis biru). 3. Konglomerat pada SUMUR-1 tidak boleh dikorelasikan dengan konglomerat pada SUMUR-2 karena umur geologinya berbeda. 4. Korelasi lapisan-lapisan batuan tidak boleh memotong garis umur.
PALEONTOLOGI Mikropaleontologi
2.1. Mikropaleontologi
Definisi:
Fosil-fosil yang dalam mempelajarinya harus menggunakan alat bantu mikroskop
-
Keunggulan Because microfossils are so small & abundant (mostly < 1mm). They can be recovered from small samples, Microfossils now provide the main evidence for organic ev olution through more than three-quarters of the history of life on earth, Microfossils can answer about age of rock, the salinity, and the depth of water which it was laid down, By using microfossils, geological surveys, deep sea drilling programmes, oil & mining companies working with the small samples can learn more about the rocks they are handling. (Armstrong, H. & Brasier, M. D., 2005)
Ukuran - Mesofosil (0,1 cm- 1 cm): Small gastropod, bivalve, brachiopod, spina & plate Echinoid. - Mikrofosil (50 mikron- 1 mm): Foraminifera, Ostracoda. - Nanofosil (<50 mikron): - Polen, spora, dinoflagelata, coccolith
Jenis Mikrofosil
Calcareous mikrofosil: - Foraminifera - Calcareous alga - Ostracoda - Pteropoda - Bryozoa Phosphatic mikrofosil: - Conodonta
-
Siliceous mikrofosil: - Radiolaria - Diatom - Silicoflagelata & Ebridians
Organic-walled mikrofosil: - Dinoflagelata - Chitinozoa - Spora & Polen
Kegunaan Biostratigrafi Analisis Paleoenvironment Paleoklimatologi Indikator Polusi Perubahan temperatur
2.2. Bryozoa
-
Karakteristik Organisme akuatik Mayoritas hidup berkoloni Koloni bryozoa mempunyai ukuran berkisar milimeter-meter Zooid (individu), seperti polyp pada koral Mempunyai calcified skeleton Hermaprodit Cara hidupnya sesil dan immobile Kebanyakan hidup pada perairan dangkal, walaupun ada yang ditemukan pada kedalaman 8200 meter
Fosil bryozoa berlimpah (abundant) pada batuan calcareous seperti limestone, calcareous shales. Jarang terdapat pada black shales, dolomites dan batuan klastik kwarsa. Pada batuan sedimen kebanyakan fosil bryozoa berupa fragmen-fragmen karena bentuk koloninya fragile sehingga banyak spesies mengalami disintegrasi sebelum terendapkan.
-
Faktor Penyebaran Substrat Waters turbulence Tingkat sedimentasi Salinitas Temperatur Water currents
2.3. Calcareous Alga Definisi Alga yang menyimpan atau mengendapkan kalsium karbonat di dalam jaringannya
-
Karakteristik Aquatik Autotropic Tumbuhan non vascular Thallus Chlorophyl a
Jika alga mati, dia akan meninggalkan fosil “skeleton” yang sebenarnya bukanlah skeleton sesungguhnya tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk seperti skeleton. Skeleton-skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal lagoon dan reef.
-
-
Jenis Alga Phylum Cyanophyta (blue-green algae): Girvanella, Renalcia, Sphaerocodium (Cambrian-Paleogen) Phylum Rhodophyta (red algae): Solenopora, Parachatetes, Archaeolithophyllum, Cunelphycus, Lithothamnium, Lithophyllum, Corallina (Cambrian-Recent) Phylum Chlorophyta (green algae): Eugonophyllum, Halimeda, Diplopora (Cambrian-Recent) Phylum Charophyta
2.4. Ostracoda Ostracoda merupakan mikro organisma yang termasuk dalam anggota Crustacea, bercirikan setangkup cangkang/valve yang disebut carapace yang melindungi bagian lunaknya.
-
Karakteristik Small Crustacea Cangkangnya disebut Carapace Bivalve (khitin/calcareous) Ukuran: 0,15 mm-2 mm Habitat: di laut dari abyssal sampai pantai, estuari, lagoon, danau air tawar dan air asin dan tanahtanah lembab. Free swimming, benthonic, beberapa parasit atau komensalisme dengan crustacea lain, cacing, echino bahkan hiu.
2.5. Pteropoda -
Cangkang aragonitic Hidup di laut terbuka (sekitar kedalaman 500 meter) Lebih banyak diendapkan pada cekungan-cekungan yang mempunyai temperatur tinggi, sirkulasi lambat dan tingkat sedimentasi yang cepat seperti Laut Mediterania dan Laut Merah Pola distribusinya dipengaruhi oleh berbagai parameter fisika dan kimia dari lingkungan hidupnya seperti temperatur, salinitas, makanan, oksigen dan kedalaman
2.6. Radiolaria - Hewan laut uniseluler yang mempunyai rangka (skeleton) silika - Silika (amorphous silika) pembentuk rangkanya berasal dari lingkungan laut - Mempunyai ukuran 0,1 mm-0,2 mm dalam diameter - Hidup secara plangtonik dalam kolom air - Radiolaria merupakan kelompok yang mempunyai catatan evolusi yang lengkap - Fosil-fosil radiolaria diketahui dari Phanerozoic sampai saat ini (600 juta tahun) Cangkang Radiolaria Umumnya terdiri dari Opaline silica (Spummelaria & Nassellaria ), kecuali pada golongan Phaedaria, silika berkombinasi dengan senyawa organik dan golongan Acantharia, skeletonnya terdiri dari Strontium Sulfat
Spummellarian
2.7. Nanofosil
Nassellarian
-
-
-
Definisi dan Keterbentukkan Nanofosil gampingan (calcareous nannofossils) adalah suatu kelompok fosil yang berukuran halus sekitar 2-25 µ yang diduga berasal dari coccolithophore (Rahardjo & Kapid, 1993) Calcareous nannofossils are fossil remains of golden brown, single celled algae that live only the oceans (http://geology.er.usgs.gove/paleo/...) Calcareous nannoplankton are a heterogeneous group of calcareous forms, including coccolith, discoasters & nannoconids, ranging in size from 0.25 to 30 µm (Armstrong & Brasier, 2005) Coccolithophore merupakan organisme bersel tunggal, fotosintetik, termasuk golongan alga dari Divisi Chrysophyta (Haptophyta), Kelas Coccolithophyceae. Jenis alga ini mampu menghasilkan lempeng-lempeng gampingan dalam salah satu fase siklus hidupnya Lempeng-lempeng tersebut bertaut satu dengan yang lain membentuk suatu struktur kerangka berbentuk bulat atau bulat telur, yang melingkupi seluruh atau sebagian sel disebut cocosphere Setelah sel mati, cocosphere umumnya akan mengalami disintegrasi. Setiap lempengan (disebut coccolith) akan terlepas dan jatuh ke dasar laut sebagai sedimen karbonat yang berbutir halus. Secara individu mempunyai ukuran 1-15 µ Fungsi Cocolith Sebagai pelindung dari abrasi, predasi dan cernaan; Sebagai alat pengambang; Sebagai pemantul cahaya matahari sehingga mampu bertahan hidup di zona photic; Sebagai pengumpul cahaya untuk fotosintesa pada daerah dengan intensitas cahaya yang rendah.
Morfologi Nanofosil 1. Placolith; 2. Discolith; 3. Lopadolith; 4. Cricolith; 5. Cyclolith; 6. Zygolith; 7. Rhabdolith; 8. Caliptrolith; 9. Pentalith; 10. Asterolith; 11. Stelolith; 12. Sphenolith; 1 3. Ceratolith; 14. Scapholith; 15. Nannoconid
2.8. Polen dan Spora Definisi - Studi mengenai polen dan spora tumbuh-tumbuhan, di dalamnya terdapat juga acritrarchs dan dinoflagellates, inner test foraminifera (microforaminifera lining test). - Fide dan Williams (1944); berasal dari perkataan palynos yang artinya debu - Erdtman (1966); merupakan studi morfologi butir polen dan spora tetapi tidak meliputi bagian dalamnya. 2.8.1. Polen
Karakteristik Serbuk sari bunga Sel kelamin jantan Mikroskopis Morfologi khusus yang dapat dibedakaan Dihasilkan tumbuhan berbunga (spermatophyta) Terlepas pada saat polinasi/penyerbukan
-
Morfologi Polen
1. UNITY Pada polen yang matang akan mengalami pemisahan,terlepasnya polen dengan polen lainnya membentuk unit-unit (Unity) - Monad: tunggal - Dyads: dua - Tetrads: empat - Polyads: lebih dari empat unit 3. POLARITY
5. UKURAN Ukuran polen, Reitsma (1970) membaginya menjadi:
2. BENTUK
Bentuk polen Perbandingan P/E Peroblate <4/8 Oblate 4/8 – 6/8 4. APERTURE - Butir polen tanpa apertur disebut inaperturate - Butir polen dengan apertur budar berada di bidang ekuatorial disebut porus, tetapi jika berada dibagian distal dsebut ulcus - Butir polen dengan apertur memanjang, berada dibidang ekuatorial diebut colpus, tapi jika berada di bagian distal disebut sulcus - Jika dalam satu butir polen terdapat kombinasi antara colpus dan porus disebut colporus 6. ORNAMENTASI
-
sangat kecil <10μ kecil 10-25 μ medium 25-50μ besar 50-100 μ sangat besar 100-200μ giganta > 200μ.
Kode Polen 1 = Kode Polen 2 = Jumlah Colpus atau Sulcus 3 = Jumlah Porus atau Ulcus 2.8.2. Spora
-
Karakteristik Dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan dari kelompok Ptrophyta, Bryophyta Fungi Pterophyta ada yang menghasilkan dua jenis spora (heterospore) Spora sama ukurannya, tidak dapat dibedakan antara jantan dan betinanya, disebut isospora
Morfologi Spora 1. LAESURA 2. ORNAMENTASI Tapak atau bekas kontak spora dengan spora yang bersebelahan Trilate membentuk tanda Y o Monolate hanya satu o o Alete tanpa leasure
Kode Spora 1 = Kode Spora 2 = Jumlah Laesura 3 = Morfologi Khusus
Nama Fosil dan Botanical - Nama fosil diberikan berdasarkan karakter morfologi yang dimiliki polen atau spora - Botanical: nama tumbuhan, ini digunakan utk polen resen, kuarter - Botanical affinity dibutuhkan utk mengetahui lingkungan hidup/habitat
2.9. Foraminifera Kecil Definisi dan Karakteristik Foraminifera are unicellular protists that construct shells of one to many chambers. They either live in and on the sediments of the seafloor (benthos) or freely float amongs th e marine plankton (planktic). - Unicellular organisms; - Produce tests (approximately 0.1 to 1 mm in size); sometime to a few cm. Tests have pores; - Motion by reticulate pseudopodia; - Planktic & Benthic; - Most of them lives in marine environment
F. Bentonik
F. Planktonik
Kehidupan Foraminifera - inhabited the oceans. - They are extremely abundant in most marine sediments - in many different environments, from live in marine to b rackish habitats near shore to the deep sea, - and from near surface to the ocean floor Waktu siklus hidup foraminifera dapat berlangsung beberapa hari atau bahkan ada yang mencapai 2 tahun tergantung dari spesies dan kondisi lingkungan;
-
Kematian foraminifera dapat disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah: 1. Reproduksi 2. Dimangsa 3. Terkubur dalam sedimen akibat adanya gelombang & arus 4. Penyakit
Bentuk Cangkang
Forams test are generally composed of secreted calcium carbonate (CaCO3), but less commonly they may be composed of organic material or cemented particles scavanged from the sea floor.
MONOTH ALAM US:
o
1. Bulat 2. Botol 3. Tabung
o
POLYTHALAMUS: 1. Uniformed 2. Biformed 3. Triformed
4. Botol & Tabung 5. Planispiral 6. Planispiral-tidak teratur 7. Palnispiral-lurus
-
4. Multiformed
Komposisi Cangkang Khitin/Tektin Aglutinin/Arenaceous Silikaan (Siliceous) Gampingan (Calcareous) Porselen o Hyalin o Gampingan granular o o Gampingan yang kompleks
Foraminifera berdasarkan cara hidupnya terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut: Foraminifera Planktonik:
Foraminifera Bentonik:
- Kamar berbentuk globular
- Kamar berbentuk pipih
- Hidup didalam kolom air
- Hidup didasar permukaan laut
2.10. Foraminifera Besar
Karakteristik
-
Ukuran 600 mikron – 20 cm Diameter umum 5 - 20 mm Hidup bersama algae, diatom Bentuk cangkang fusiform, lenticular,discoidal,stelate Struktur dalam yang kompleks Kelompok A
Lepidocyclina
cangkang lenticular, circular, kadang stelate dengan atau tanpa pilar dengan dinding gampingan berpori kamar equatorial dapat berbentuk spatulate , hexagonal, rhombic atau arcuate tapi tidak pernah berbentuk segi empat
Pada bentuk yang telah maju, deuteroconch=protoconch Pada sayatan vertikal kamar equatorial menjadi lebih tebal ke arah peripheri (tepi)
Discocyclina cangkang lenticular, pipih, circular, dengan atau tanpa pilar dengan dinding gampingan berpori Pada sayatan horizontal kamar equatorial berbentuk segi empat Pada sayatan vertikal kamar equatorial rendah, hanya terdiri dari satu lapisan dengan kamar lateral yang sangat halus Umur Paleosen- Eosen, Ta- Tb, namun musnah pada akhir Eosen Top Ta-Tb Lingkungan neritik tepi Miogypsina/Miogypsinoides
Bentuk rumah segitiga,oval hingga circular, cangkang pipih dinding gampingan berpori Pada sayatan horizontal kamar embrionik teletak di pinggir, kamar equatorial berbentuk rhombis atau hexagonal Pada sayatan vertikal dengan atau tanpa kamar lateral dengan atau tanpa pilar Dengan kamar lateral jelas : Miogypsina, tanpa kamar lateral Miogypsinoides Umur Te awal- Tf awal Lingkungan hidup perairan tropis – subtropis, laut dangkal 0- 35m, sering bersama golongan Miliolid Hal Khusus Foraminifera Kelas A
a. protoconch = deteroconch : isolepidina b. Protoconch < deteroconch : Nephrolepidina c. Protoconch dilingkupi deteroconch : Eulepidina d. Beberapa deteroconch lebih kecil dan mengelilingi protoconch : Pliolepidina Kelompok B
Operculina
cangkang lenticular, pipih, licin dan berhias dengan dinding gampingan berpori Pada sayatan horizontal 3-4 putaran dapat dilihat, tinggi putaran cepat menjadi besar pada putaran berikutnya Sayatan vertikal : involute atau evolute,terdapat marginal chord, dinding sederhana Nilai stratigafinya kurang signifikan Lingkungan terumbu, bersifat eury bathic, mempunyai toleransi yang besar terhadap kedalaman
Nummulites cangkang lenticular,involute, hanya putaran akhir yang tampak dari luar dengan dinding gampingan berpori Pada sayatan horizontal kamar tersusun secara spiral, 4-40 putaran Sayatan vertikal : involute marginal chord jelas, dinding sederhana, alar prolongation ada Ta – Td (Eosen Awal- Oligosen awal) Lingkungan perairan tropis-subtropis, substratum dangkal Kenampakan mirip dengan Amphistegina Assilina
Sayatan horisontal : Kamar terputar secara spiral Kamar-kamar rendah perlahan menjadi tinggi pada putaran berikutnya umumnya > 4 putaran, sulit dibedakan dari numulites Sayatan vertikal tidak terdapat alar prolongation, marginal cord berkembang baik Cangkang pipih, evolute – involute dengan atau tanpa pilar Umur Ta Lingkungan : tropis-sub tropis, dangkal Heterostegina
Sayatan horisontal : Seperti bentuk operculina, namun dengan septa sekunder sehingga membentuk chamberlet (kamar-kamar) Sayatan vertikal tidak dijumpai kamar lateral pada massa gampingan yang terdapat pada kedua sisi lapisan ekuatorial Cangkang lentikular,discoidal, planispiral, simetris bilateral, tdp marginal cord Umur Eosen- resen Lingkungan : topis-sub tropis, < 30m Spiroclypeus
cangkang lentikular, discoidal dengan alar prolongation jelas, kamar ekuator dan chamberlet seperti heterostegina, kamar lateral jelas sayatan horizontal mirip heterostegina( susah dibedakan) sayatan vertikal mirip lepidocyclina, dibedakan dari kamar lateral dan adanya alar prolongation yang memotong kamar equatorial, pilar jelas
Umur Ta- Te Lingkungan air hangat, jernih 50-60m ,lingkungan terumbu Cycloclypeus
Cangkang pipih, dengan/tanpa umbo, pillar sayatan horizontal: kamar nepionik terputar spiral disusul oleh kamar neanik terputar cyclic sayatan vertikal, kamar lateral absen umur Ta- resen Lingkungan terumbu, tropis-sub tropis
Pellatispira Sayatan horisontal : kamar-kamar tersusun secara spiral ,pori-pori kasar yang khas terdapat pada dinding spiral Sayatan vertikal :kamar – kamar tersusun dalam satu lapis tanpa alar prolongation Cangkang lentikular atau ellipsoidal, simetri bilateral , involute dinding sangat tebal dengan pori-pori yang kasar Umur Tb Lingkungan : air hangat, jernih,salinitas normal 6-40m Biplanispira
Sayatan horisontal : mula-mula kamar terputar secara radial, pada tahap dewasa terbentuk kamarsekunder yang tersusun dalam 2 lapis Sayatan vertikal :kamar evolute, kemudian disusul oleh kamar sekunder yang tersusun dalam 2 lapis Cangkang discoidal,lenticular,pipih Umur Tb Lingkungan : air hangat, jernih,salinitas normal 6-40m Kelompok D
Alveolina 1 baris chamberlet per kamar Cangkang berbentuk cerutu (fusiform) - spherical Mempunyai 2 saluran yaitu preseptal dan post septal canal yang berada di belakang dan dimuka setiap septa utama Septa ditembus oleh apertur utama yang letaknya berselingan dengan apertur sekunder Septa sekunder letaknya selang-seling (sayatan tangensial) Penyebaran Eosen Tengah Flosculinella
2 baris chamberlet per kamar Cangkang berbentuk cerutu (fusiform) - globular Hanya ada 1 saluran yaitu preseptal canal Apertur tersusun dari 1 baris Septula tersusun secara bergantian. Chamberlet sekunder (attics) terletak diatas Chamberlet pertama Penyebaran Miosen Tengah
Paleontologi
Paleontologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari mengenai sejarah kehidupan di bumi dan tanaman serta hewan purba berdasarkan fosil yang ditemukan di bebatuan. Macam-macam Pemfosilan Pertrifaksi, berubah menjadi batu oleh adanya bahan-bahan : silika, kalsiumkarbonat, FeO, MnO dan FeS. Bahan itu masuk dan mengisi lubang serta pori dari hewan atau tumbuhan yang telah mati sehingga menjadi keras/membatu menjadi fosil. Proses Destilasi, tumbuhan atau bahan organik lainnya yang telah mati dengan cepat tertutup oleh lapisan tanah. Proses Kompresi, tumbuhan tertimbun dalam lapisan tanah, maka air dan gas yang terkandung dalam bahan organic dari tumbuhan itu tertekan keluar oleh beratnya lapisan tanah yang menimbunnya. Akibatnya, karbon dari tumbuhan itu tertinggal dan lama kelamaan akan menjadi batubara, lignit dan bahan bakar lainnya. Impresi, tanda fosil yang terdapat di dalam lapisan tanah sedan gkan fosilnya sendiri hilang. Bekas gigi, kadang-kadang fosil tulang menunjukan bekas gigitan hewan carnivore atau hewan pengerat. Koprolit, bekas kotoran hewan yang menjadi fosil. Gastrolit, batu yang halus permukaannya ditemukan di dalam badan hewan yang telah menjadi fosil. Liang di dalam tanah, dapat terisi oleh batuan dan berubah sebagai fosil, merupakan cetakan. Pembentukan Kerak, hewan dan tumbuhan terbungkus oleh kalsiumkarbonat yang berasal dari travertine ataupun talaktit. Pemfosilan di dalam Tuff, pemfosilan ini jarang terjadi kecuali di daerah yang b erudara kering sehingga bakteri pembusuk tidak dapat terjadi. Pemfosilan dengan cara pembekuan, hewan yang mati tertutup serta terlindung lapisan es dapat membeku dengan segera. Oleh karena dinginnya es maka tidak ada bakteri pembusuk yang hidup dalam bangkai tersebut.
-
-
-
2.1. Evolusi dan Taksonomi Proses perubahan struktur tubuh mahluk hidup yang berlangsung dari generasi kegenerasi yang sangat lambat dan lama yang berakibat munculnya keaneka ragaman mahluk hidup Perubahan gen pool dari populasi dalam waktu. Gen adalah unit hereditas yang dapat merubah banyak generasi. Gen pool adalah satu set gen dalam satu spesies atau populasi. Kata Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “Taxis” yang berarti menyusun atau susunan dan “nomos” berarti peraturan atau tatacara Taksonomi dapat diartikan sebagai peraturan atau tatacara untuk menyusun Menurut Simpson (1969), taksonomi adalah sebagai studi teoritis tentang pengklasifikasian atau pengolongan di dalamnya meliputi : dasar-dasar, prinsip- prinsip prosedur dan aturan-aturannya 2.2. Filum Protozoa
Karakteristik
Uniseluler, berukuran mikron sampai dengan beberapa sentimeter Tubuh lunaknya terdiri dari protoplasma dengan sebuah/ beberapa nukleus dan tidak terbagi-bagi menjadi apa yang dinamakan sistem organik Hidup di segala habitat mulai dari perairan yang paling dalam hingga terdangkal, di rawa-rawa, di dalam lingkungan anaerobik dan bahkan di dalam usus manusia Jumlah individunya sangat berlimpah melebihi jumlah individu dari phylum lainnya Perkembang biakannya secara sexual dan asexual silih berganti di dalam siklus hidupnya Pada umumnya hidup secara soliter, namun ada beberapa diantaranya hidup secara berkoloni Klasifikasi KELAS MASTIGOPHORA ORDO CHRYSOMONADIDA o o ORDO DINOFLADELLIDA ORDO SILICOFLAGELLIDA o ORDO CHOANOFLAGELLIDA o KELAS SARCODINA SUBKELAS RHIZOPODA o ORDO AMOEBIDA ORDO TESTACIDA ORDO FORAMINIFERA o SUBKELAS ACTINOPODA ORDO RADIOLARIA ORDO HELIOZOA KELAS SPOROZOA KELAS CILIATA/INFUSORIA
2.3. Filum Porifera
Binatang golongen Metazoa, bentuk seperti vas, silinder, bulat setuuh dinding cangkangnya berpori. Pada umumnya hidup didasar laut secara beathos Golongan binatang ini mulai muncul pada zaman Kambrium hingga sekarang, jarang dijumpai fosil-fosilnya, biasanya fosil hanya berupa spicula
2.4. Filum Brachiopoda
-
Karakteristik Mempunyai 2 cangkang yang asimetris Cangkang dari kalsit Mempunyai pedicle Hidup di dasar laut Berlimpah pada sedimen-sedimen laut dangkal
2.5. Coelenterata
hewan invertebrata yang mempunyai rongga dengan bentuk tubuh seperti tabung dan mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Pada saat berenang, mulut coelenterata menghadap ke dasar laut. Tubuh Coelenterata (hewan berongga) adalah terdiri atas jaringan luar (eksoderm) dan jaringan dalam (endoderm) serta sistem otot yang membujur dan menyilang (mesoglea). 2.6. Filum Moluska Kelas Gastropoda
-
Karakteristik Gaster - perut, podos -kaki Klas terbesar dari phylum moluska single shell Awalnya hidup di laut, kedalaman maks 3 mil Meso- Keno beradaptasi di pantai-laut dangkal, rawa dan darat / Aquatic (freshwater-marine) dan terestrial Burrowing, sessile,vagil,planktonik ,parasitic Ukuran cangkang 0,5 mm – 60 cm Tersebar luas, mulai ketinggian 5490m- arid Fosil tertua Kambrium Bawah Dinding cangkang tersusun dari tiga lapisan yaitu peristoma - khitin, lapisan prismatik – CaCO3, dan lapisan mutiara – CaCo3 CaCo3 umumnya aragonit, tidak stabil, Fosil umumnya dalam bentuk tuangan
Klasifikasi 1. Subclass Protogastropoda -. Ordo Cynostraca -. Ordo Cochliostracea 2. Subclass Prosobranchia -. Ordo Archaeogastropoda -. Ordo Mesogastropoda -. Ordo Neogastropoda
3. Subclass Opisthobranchia -. Ordo Pleurocoela -. Ordo Pteropoda -. Ordo Acoela 4. Subclass Pulmonata -. Ordo Basommatophora -. Ordo Stylommatophora
2.7. Filum Moluska Kelas Pelecypoda
-
Bivalvia adalah kelas dalam moluska yang mencakup semua kerang-kerangan (Kerang Cs) : memiliki sepasang cangkang (nama "bivalvia" berarti dua cangkang). - Nama lainnya adalah Lamellibranchia, Pelecypoda. - Hewan yang masuk kedalam kelompok ini termasuk berbagai kerang, kupang, remis, kijing, lokan, simping, tiram, serta kima; meskipun variasi di dalam bivalvia sebena rnya sangat luas. - Bivalvia yang mempunyai dua cangkok ini , cangkoknya dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya ( lihat gambar cara membuka menutupnya) Klasifikasi Ordo Taksodonta o Mempunyai kisaran umur Ordovisium-Resen, mempunyai gigi yang hampir sama besar dan berjumlah 35 buah o Ordo Anisomyaria Mempunyai kisaran umur Ordovisium-Resen. Mempunyai dua muscle scar, dimana muscle scar bagian belakang (posterior) lebih besar dari anterior, serta mempunyai gigi dan socket dua buah Ordo Eulamellibranchiata o Mempunyai anterior muscle scar yang lebih kecil dari posterior muscle scar, tetapi umumnya sama besar dimana gigi dan susunan giginya tidak sama besar 2.8 Filum Moluska Kelas Cephalopoda
Berasal dari Bahasa Yunani,yaitu Cephalon : Kepala; Podos : Kaki.Berarti,Cephalopoda adalah Mollusca yang berkaki di kepala.Kelas ini memiliki contoh yang amat terkenal,yaitu cumi-cumi dan sontong.Cephalopoda memiliki sepuluh tentakel (dua buah tentakel panjang dan delapan buah tentakel pendek).
Sutura dan Bentuk Cangkang
2.9. Filum Echinodermata
Filum Echinodermata (dari bahasa Yunani untuk kulit berduri) adalah sebuah filum hewan laut yang mencakup bintang laut, Teripang, dan beberapa kerabatnya. Kelompok hewan ini ditemukan di hampir semua kedalaman laut. Filum ini muncul di periode Kambrium awal dan terdiri dari 7.000 spesies yang masih hidup dan 13.000 spesies yang sudah punah. Lima atau enam kelas (enam bila Concentricycloidea dihitung) yang masih hidup sekarang mencakup - Asteroidea bintang laut: sekitar 1.500 spesies yang menangkap mangsa untuk makanan mereka sendiri - Concentricycloidea, dikenal karena sistem pembuluh air mereka yang unik dan terdiri dari hanya dua spesies yang baru-baru ini digabungkan ke dalam Asteroidea. - Crinoidea (lili laut): sekitar 600 spesies merupakan predator yang menunggu mangsa.
-
Echinoidea (bulu babi dan dolar pasir): dikenal karena duri mereka yang mampu digerakkan; sekitar 1.000 spesies. Holothuroidea (teripang atau ketimun laut): hewan panjang menyerupai siput; sekitar 1.000 spesies. Ophiuroidea (bintang ular dan bintang getas), secara fisik merupakan ekinodermata terbesar; sekitar 1.500 spesies.
Berikut adalah kelas-kelas penting dari echinodermata :
Kelas Crinoidea
Golongan ini memiliki cera hidup tertambat pada dasar permukaan menggunakan batang panjang yang disebut stem yang biasanya memiliki kehidupan secara berkoloni pada suatu lapangan taman yang luat dimana bagian-bagian dari kelas ini terbagi menjadi 4 yaitu clayx, brachia, pelma atau stem, dan juga rhizae seperti gambaran berikut
Perbedaan dari keduanya hanyalah pada keberadaan plate infrabasal yang berada pada bagian dyciclic.
Kelas Blastoid
Merupakan kelompok yang telah punah pada perm dimana mirip crinoid namun kelas ini tidak memiliki brachia dimana calyxnya berbentuk bulat dan petagon dan mempunyai gagang yang pendek. Calyx terdiri dari 13 lempeng yaitu 5 deltoid, 5 radial, dan 3 basal dimana mulut terletak pada puncak calyx seperti gambar berikut ini
Kelas Echinoid Kelas ini bersifat vagil atau tidak tertambat pada dasar laut dimana memiliki bentuk globular, pipih, dan bentuk jantung dimana kelas ini terbagi menjadi 2 yaitu regular yang memiliki simetri radial dan juga irregular yang hanya memiliki simetri bilateral
Regular
Irregular
2.10. Ichnofosil Bukti dari pengawetan bioturbasi dalam sedimen, dihasilkan dalam sedimen-sedimen lunak dan substratsubstrat keras sebagai akibat dari aktifitas kehidupan organisme.
Materi Penyusunan Laporan Bebas Laboratorium Paleontologi
3.1. Determinasi Foraminifera 3.1.1. Sampling Sampling untuk analisis foraminifera dilakukan pada batuan sedimen dimana pada dasarnya setidaknya diambil 2 sampling (atas, bawah) untuk setiap satuan yang telah ditentukkan, namun hal tersebut tidak menuntut kemungkinan untuk berubah tergantung keinginan dosen pembimbing. Jangan pernah menganalisis fosil foraminifera pada batuan vulkanik karena sudah dipastikan untuk tidak adanya fosil dalam sampel tersebut 3.1.2. Preparasi Foraminifera -
-
Pertama-tama tumbuk sampel hingga dirasa cukup halus menggunakan alat tumbuk yang telah disediakan Lalu hasil tumbukkan tersebut dimasukkan dalam mangkok plastik yang telah diberi label nama sampel Masukkan NaOH (3-4 butir sesuai banyaknya sampel) dan H2O2 secukupnya hingga basah dan aduk selama reaksi antara NaOH dan H2O2 berlangsung Setelah reaksi selesai diamkan sekurang-kurangnya 3 jam Selanjutnya saring sampel tersebut menggunakan 2 saringan dimana saringan atas memiliki lubang yang lebih besar dibandingkan yang dibawah, dimana sampel yang diambil adalah sampel yang terletak antara sampel yang atas dan yang bawah masukkan sampel yang sudah disaring kedalam mangkok alumunium yang telah diberi label dan masukkan kedalam oven hingga kering
-
setelah sampel kering, timbang sampel tersebut sebanyak 1 gram dan sampel tersebut siap untuk di picking dan determinasi
3.1.3. Picking dan Determinasi Foraminifera -
-
Siapkan alat berupa jarum, air, plate, piringan, dan lem Ambil sedikit sampel dan tuangkan kedalam piringan, cari fosil foraminifera yang ada didalam piringan dan masukkan kedalam plate bulat dengan cara beri sedikit air pada jarum dan ambil foraminifera menggunakan jarum tersebut Ambil fosil hingga dirasa cukup (biasanya minimal 5 species planktonik dan 2 species bentonik yang berbeda-beda) Beri nama setiap fosil yang telah diambil dan tempelkan didalam kotak yang ada didalam plate Tentukan umur dengan mengiris setiap umur fosil dari setiap species foraminifera planktonik Tentukan Lingkungan Pengendapan dengan mengiris setiap Lingkungan pengendapan dari setiap species foraminifera bentonik berikut adalah contoh ha sil dari determinasi foraminifera
3.2. Determinasi Foraminifera Besar 3.2.1. Sampling Analisis foraminifera ini dilakukan ketika dalam kavling pemetaan ditemukannya ada batugamping. Namun pada batuan sedimen foraminifera besar ini relatif tidak akan ditemukan sehingga sampling ini sangat khusus pada batugamping 3.2.2. Preparasi Foraminifera Besar Pada dasarnya analisis foraminifera ini dilakukan dengan objek sebuah sayatan, sehingga untuk preparasi yang dilakukan adalah menyayat batuan atau sampel batugamping yang telah disiapkan sebelumnya kebagian penyayat batuan 3.2.3. Picking dan Determinasi Foraminifera Besar - Pertama-tama siapkan plate, mikroskop, dan catatan untuk mencatat fosil yang ditemukan - Cari fosil pada plate tersebut dengan menjelajahi seluruh bagian plate hingga menemukan fosil foraminifera besar - Tentukan nama foraminifera tersebut dari hasil pengamatan kesamaan bentuknya - Catat koordinat, No plate, Nama, serta deskripsi dari setiap fosil yang ditemukkan dan jika perlu disertai dengan sketsa - Tentukan Umur dan Lingkungan Pengendapan dari fosil foraminifera besar yang telah ditemukan 3.3. Determinasi Polen dan Spora 3.3.1. Sampling Pada dasarnya polen dan spora ini dianalisis jika menemukan sampel yang diendapkan pada daerah terestrial, selain itu analisis ini tidak selalu dilaksanakan oleh karena tergantung dosen pembimbingnya 3.3.2. Preparasi Polen dan Spora - Pertama-tama tumbuk sampel lalu keringkan dalam oven hingga kering
-
Timbang 12,5 gram sampel dan masukkan dalam gelas ukur untuk reaksi selanjutnya Masukkan HF 40% kedalam sampel sebanyak 2 kali tinggi sampel sedimen dan diamkan hingga 24 jam dan sesekali diaduk - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan setelah itu saring dengan saringan 200 mikron - Masukkan residu sampel kedalam tabung sentrifugasi dan beri HCl hingga 2 kali tinggi sedimen tersisa dan diamkan kurang lebih 6 jam - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan sentrifugasi - Selanjuntya beri KOH hingga 2 kali tinggi sedimen tersisa dan diamkan kurang lebih 6 jam - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan sentrifugasi - Selanjuntya beri HNO3 Panas hingga 2 kali tinggi sedimen tersisa dan panaskan selama 10 menit - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan sentrifugasi - Selanjuntya beri HCl Panas hingga 2 kali tinggi sedimen tersisa dan panaskan selama 10 menit - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan sentrifugasi - Selanjuntya beri KOH Panas hingga 2 kali tinggi sedimen tersisa dan panaskan selama 10 menit - Netralkan reaksi tersebut dengan akuades dan sentrifugasi - Saring hasil reaksi dengan saringan 5 mikron dan ambil sampel pada bagian atas saringan - Buat plate dari cairan sampel yang telah dihasilkan tersebut pada masing-masing sampel 3.2.3. Picking dan Determinasi Polen dan Spora - Pertama-tama siapkan plate, mikroskop, dan catatan untuk mencatat fosil yang ditemukan - Cari fosil pada plate tersebut dengan menjelajahi seluruh bagian plate hingga menemukan fosil foraminifera besar - Tentukan nama Polen dan Spora tersebut dari hasil pengamatan kesamaan bentuknya - Catat koordinat, No plate, Nama, serta deskripsi dari setiap fosil yang ditemukkan dan jika perlu disertai dengan sketsa - Tentukan Umur dan Lingkungan Pengendapan dari fosil Polen dan Spora besar yang telah ditemukan
GEOLOGI STRUKTUR
CARA PENGUKURAN STRIKE DALAM SEGALA KONDISI A. Mengukur Strike/Dip di Top Lapisan :
1. Tempelkan “East” pada bidang lapisan. 2. Buat kompas sejajar dengan water level dengan cara membuat “bulls’es eyes” berada ditengah. 3. Ketika posisi kompas sudah sejajar dengan water level, tekan tombol penahan jarum kompas, kemudian lihat jarum utara kompas. Jarum utara kompas menunjukan arah strike. (jika mengukur dengan menggunakan alat bantu semisal papan dada, buat garis strike dengan menggunakan alat tulis. Namun jika diukur langsung tepat diatas batuan, bias langsung menggunakan ujung kompas dengan cara menggoreskan ujung kompas tersebut langsung ke batuan) 4. Tempelkan “west” tegak lurus dengan strike. 5. Atur sampai klinometer berada di tengah. Tungkai pengatur klinometer berada di bagian belakang kompas. 6. Lihat garis penunjuk nilai dip. B. Mengukur Strike/Dip di Bottom Lapisan
:
1. Tempelkan “West” pada bidang lapisan. 2. Buat kompas sejajar dengan water level dengan cara membuat “bulls’es eyes” berada ditengah. 3. Ketika posisi kompas sudah sejajar dengan water level, tekan tombol penahan jarum kompas, kemudian lihat jarum utara kompas. Jarum utara kompas menunjukan arah strike. (jika mengukur dengan menggunakan alat bantu semisal papan dada, buat garis strike dengan menggunakan alat tulis. Namun jika diukur langsung tepat diatas batuan, bias langsung menggunakan ujung kompas dengan cara menggoreskan ujung kompas tersebut langsung ke batuan) 4. Tempelkan “west” tegak lurus dengan strike. 5. Atur sampai klinometer berada di tengah. Tungkai pengatur klinometer berada di bagian belakang kompas. 6. Lihat garis penunjuk nilai dip. C. Mengukur strike/Dip jika Sudut Dip < 10o
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
: Atur agar garis penunjuk nilai dip menunjukan nilai dip 0o. Tempelkan “west” namun menempelkannya seperti ketika ingin menghitung nilai dip. Putar2 kompas sampai klinometernya berada di tengah. Lalu kasih tanda garis. Kemidian tempelkan “East” pada garis yang telah dibuat. Atur agar kompas mendekati sejajar dengan water level. Lihat jarum utara kompas, maka itulah nilai strikenya. Tempelkan “west” tegak lurus dengan strike. Atur sampai klinometer berada di tengah. Tungkai pengatur klinometer berada di bagian belakang kompas. Lihat garis penunjuk nilai dip.
Garis Penunjuk Nilai Dip
Tombol penahan Jarum kompas
Bulls’es Eyes
Clinometer
Jarum Kompas
KEKAR a. Pendahuluan
Kekar adalah rekahan pada batuan yang cenderung tidak bergerak atau bergerak hanya sedikit sekali sehingga tidak terlihat pergerakannya. Berdasarkan genetiknya, kekar dibagi menjadi tiga yaitu kekar tarik, kekar gerus, dan kekar hybrid. Penjelasan lebih lanjut tentang kekar-kekar tersebut akan dibahas kemudian. Dari data kekar ini dapat digunakan untuk mengetahui datangnya arah-arah tegasan yang bekerja pada daerah penelitian dan menjadi data pendukung untuk mengetahui arah pergerakan sesar. Keterbentukan kekar bisa karena tektonik dan bisa juga karena non tektonik. Untuk non tektonik, kekar dapat terbentuk karena perbedaan suhu misalnya magma yang panas yang keluar ke permukaan bumi. Perubahan temperatur secara mendadak dari panas ke dingin dapat menyebabkan pembekuan magma secara tiba-tiba yang diikuti dengan terbentuknya kekar meniang (columnar joint) atau kekar berlembar (sheeting joint) pada batuan beku tersebut. a. Kekar tarik Kekar yang arah pergerakannya tegak lurus terhadap bidang rekahnya. Cirinya ada jarak di bidang rekahnya (kalo bidang rekahnya terisi mineral namanya vein, mineralnya biasanya kalsit), bidang rekahnya terlihat
Garis merah menunjukkan vein berupa kalsit
b. Kekar gerus Kekar yang arah pergerakannya sejajar terhadap bidang rekahnya. Cirinya jarak antara bidang rekahnya tak terlihat, Bidang rekah berupa gerusan c. Kekar hybrid Kekar yang arah pergerakannya oblik terhadap bidang rekahnya (tidak tegak lurus dan tidak sejajar bidang rekahnya.
Keterangan gambar di atas - Sigma 1 tegasan terbesar, sigma 3 tegasan terkeceil - Garis merah menunjukkan kekar tarik - Garis biru menunjukkan kekar gerus - Garis warna hijau menunjukkan kekar hybrid Kekar dapat terbentuk berupa kumpulan. Kumpulan kekar yang meiliki orientasi yang teratur disebut dengan sistematic joint dan kekar yang tak memiliki orientasi yang teratur disebut dengan non systematic joint.
Systematic Joint Pada gambar di atas, merupakan contoh dari systematic joint yang terditi dari tiga joint set kekat. Joint set merupakan kekar-kekar yang saling paralel. Pada gambar di atas, masing-masing joint set diwakili garis berwarna hijau, merah, dan kunung. Kumpulan dari joint set disebut dengan joint system. b. Yang diperlukan: - Kompas geologi - Papan dada - Pita ukur - Penggaris (kalo bisa sih yg 30 cm) c. Metode - Bentangan Menggunakan pita ukur yang dibentangkan. Panjang bentangan bebas, tapi harus konsisten (pengukuran di tempat lain panjang bentangannya harus sama). Lalu ukur tiap kekar yang terkena bentangan pita ukur tersebut. Jangan lupa foto bentangannya dan dibuat sketsanya -
Luasan / window
Menggunakan area yang berbentuk kotak. Luas kotak bebas, tapi harus konsisten (pengukuran di tempat lain luas kotaknya harus sama). Lalu ukur kekar yang ada di dalam kotak tersebut. Jangan lupa foto luasannya dan dibuat sketsanya.
d. Cara Pengukuran - Tentukan kekar yang ingin diukur strike-dip nya - Buat nomor kekar tersebut pada sketsa yang telah dibuat (untuk mempermudah pengolahan data studio) - Masukkan papan dada ke dalam celah kekar yang ingin diukur - Ukur dengan kompas geologi seperti mengukur strike-dip perlapisan batuan (cara mengukur strike-dip perlapisan batuan ada dibahasan sebelumnya)
Catatan tambahan a. Kelompokkan jenis kekar yang diukur (kekar tarik, kekar gerus, dan kekar hybrid). Kumpulkan data kekar yang sejenis untuk pengolahan data selanjutnya menggunakan aplikasi dips b. Di lapangan, kekar hybrid sulit diidentifikasi. Kalau tidak terlalu yakin dengan kekar hybrid, lebih baik tentukan antara kekar tarik atau kekar gerus c. Hasil pengolahan data kekar dari satu kavling sebanyak satu dari masing-masing jenis kekar d. Kekar yang terpotong paling banyak oleh kekar lain memiliki umur yang lebih tua dibanding kekar yang memotongnya (azas pemotongan) e. Kekar berumur lebih tua dari mineral yang mengisi celah kekarnya f. Apabila kekar ditemukan pada top lapisan batuan yang membentuk unconformity dengan lapisan batuan di atasnya, maka umur kekar lebih tua dibanding batuan penindihnya
SESAR Penciri Sesar Bentuk morfologi yang memperlihatkan pola kelurusan Perbedaan elevasi yang mencolok dan signifikan Pola pengaliran yang dikontrol oleh kondisi struktur geologi seperti rectangular dan trellis Kelokan sungai yang tiba-tiba membelok sacara tajam Offset litologi Kehadiran lipatan seret (dragfold ) Data lapangan Saat menjumpai cermin sesar di lapangan, data yang perlu diambil berupa: 1. Strike dan dip cermin sesar 2. Sudut pitch (sudut lancip yang dibentuk antara strike cermin sesar dan gores garis/ slicken line) 3. Jejak pergerakan ( sense of movement ) Pengambilan Data Lapangan Strike dan Dip cermin sesar
Caranya sama seperti mengukur strike dan dip perlapisan. Pitch Dalam melakukan pengukuran sudut pitch membutuhkan alat bantu berupa busur derajat. Setelah mendapatkan garis strike cermin sesar yang diperoleh dari pengukuran sebelumnya maka dapat dilakukan sudut pitch yang mana sudut lancip antara garis strike dan garis slicken line.
Selain sudut pitch, yang perlu dicatat selanjutnya adalah orientasi/arah dari sudut pitch. Orientasi sudut pitch ini berupa arah seperti NE, SW, SE, atau NW. Hal ini perlu dicatat karena bisa ada 2 kemungkinan pergerakan blok hanging wall seperti yang ditunjukkan gambar berikut
Adapun cara menentukan orientasinya dengan memperhatikan arah pergerakan blokhanging wall menujua arah mana. Sebagai contoh gambar dibawah ini memiliki nilai sudut pitch 300 NW Karen blok hanging wall yang bergerak naik kea rah barat laut.
Jejak pergerakan sesar ( sense of movement )
Yang umum dijumpai di lapangan berupa 1. Penanggaan (naik/turun) 2. Gash fracture Penanggaan Penanggaan diperoleh dengan mengamati dan meraba cermin sesar, jika saat diraba ke atas dirasakan ada bagian yang menonjol dan menahan pergerakan maka pergerakan sesar ke arah sebalikanya atau ke bawah yang mana disebut sebagai penanggaan turun (sesar normal) dan begitu sebaliknya untuk sesar naik.
Gash Fracture Bayangkan sebuah tubuh batuan yang semula utuh kemudian mengalami pergerakan tentu saja akan meninggalkan bekas robekan. Bekas robekan tersebutlah yang disebut gash fracture. Arah bukaan dari robekan dapat menunjukkan pergerakan dari blok sesar seperti yang ditunjukkan pada gambar disamping. STREONET SESAR DALAM DIPS
1. Buka aplikasi dips 2. Ubah job control menjadi strike/dip dengan cara ; klik file → setup → jo b control → strike/dipr → ok 3. Ubah convention menjadi plane vetor karena untuk pengukuran sesar, yang akan di plot itu adalah bidang. Caranya adalah ; klik setup → convention → plane vector 4. Kemudian kita munculkan panel streonet dengan cara ; klik view → major plane plot 5. Setelah panel streonet keluar, selanjutnya plot strike dip pada streonet dengan cara ; klik select → add plane → masukkan nilai strik/dip → ok. Untuk mengubah warna garis, mengedit atau menghapus garis yang telah dibuat dapat dilakukan denagn cara; klik select → edit plane. 6. Kemudian tahap selanjutnya klik kursor di pojok kanan bawah aplikasi tepatnya pada tulisan strike/dip right hingga berganti menjadi trend/plunge. Selanjutnya arahk an kursor ke tepi garis strike/dip yang ada pada streonet kemudian lihat nilai trend/pluge yang ditunjukan pada pojok kanan bawah aplikasi
7. Kemudian klik tools → pilih steonet overlay → custom → masukkan nilai trend plunge yang tadi telah di lihat → ok. Akan muncul kotak kotak pada streonet kalian. 8. Selanjutnya plot data pitch yang telah kalian dapatkan dengan cara memplot besar sudut pitch dari atas garis sesar. Kemudian beri tanda panah dan tulisan pitch
9. Tambah 90° dari titik pitch → buat tanda panah dan beri nama sigma 2 10. Kemudia buat garis bantu yang memotong pitch dengan cara ; add plane → posisikan kursor di sigma 2 → posisikan garis hingga memotong titik pitch. 11. Sesuaikan dengan data litologi untuk menentukan bagaimana harus memposisikan sigma 1 dan 3. Seperti contoh jika litologinya batupasir maka sigma 1 = 30° dari titik pitch dan sigma 3 = 60° kearah berlawanan dari sigma 1 (atau 90° dari sigma 1) 12. Selanjutnya hilangkan streonet overlay → letakkan kursor di pitch → catat trend dan plunge nya 13. Klik streonet overlay → custom → masukkan nilai trend/plunge yang tadi dicatat 14. Ukur nilai trend/plunge sigma 1, sigma 2, dan sigma 3 kemudian catat hasilnya\1 15. Save hasil pekerjaan kalian dengan cara; file → save as → ok 16. Dan yang terakhir, export hasil pekerjaan kalian menjadi data .jpeg dengan cara; file → export image file → ok
STEREONET LIPATAN
File new
Setup Job Control Global Orientation Format
Srike/dip Ok
Setup Comention Plane Vector
Klik view major planes plot
Kalau display berwarna hitam, pilih display option
Klik add plane (select
add
plane)
Klik pada streonet, masukkan data strike/dip
ok
ubah warna streonet
Untuk mengubah warna garis strike/dip, klik select
edit plane (bisa juga untuk menghapus data)
Ubah warna garis
Lakukakan hal yang sama dan masukkan data strike/dip kedua
Untuk membuat garis tengah, tools add line buat garis tengah Untuk menghapus garis, tools delete delete line
ok
Pastikan kursor di tengh hinge point, lalu catat trend dan pluge
Ubah display strike – dip menjadi trend plunge (klik pojok kanan bawah)
Tools Streonet overlay style costum
Masukkan nilai trend – plunge ok Untuk merubah warna buka display option
Membuat sudut interlimb, select
Untuk menambahkan arrow
Menamnahkan teks
add
plane kursor diarahkan ke hinge point
ok
Beri arrow dan keterangan pada tiap-tiap titik (plunge, hinge point, interlimb)
Add plane posisikan garis di titik tengah interlimb
Akan didapat axial planenya
Hitung nilai interlimb, plunge, dan dip of axial plane
Untuk menyimpan klik save as
ok
sedangkan untuk menyimpan dalam format jpg pilih Export Image File
save
STEREONET KEKAR
File new job control strike/dip ok
Setup convention plane vector
Copy lalu masukan data kekar
Klik view contour plot
Klik kanan oada streonet contour option
Pada menu mode bisa dipilih filed atau linnes, pilih lines
Akan telihat titik tertinggi dengan intensitas kekar terbanyak
Klik select add plane kursor pada titik tertinggi
Lakukan 2 kali sesuai banyak titik tertinggi
Klik major planes plot untuk menghilangkan kontur.
Peri petunjuk untuk sigma 2
ok
Ubah tampilan strike-dip ke trend-plunge pada pojok kanan bawah
Catat trend-plunge dari sigma 2 (kursor pada sigma 2)
Buat plane baru, select add plane letakkan kursor di sigma 2 ok
klik streonet overlay custom masukkan nilai trend-plunge sigma 2
Kalau belum muncul, ubah warna overlaynya
Hitung garis interlimb, kalau jaraknya < 900, titik tengah garis interlimb menjadi sigma 1, kalau >900 titik tengahnya sigma 3 Arahkan kursor ke sigma 1 tadi, dan catat nilainya
Dari sigma 1 atau 3 tadi, tambahkan 900 keatas atau kebawah pada garis interlimb. Itu merupan sigma selanjutnya sigma 3 atau sigma 1. Catat trend-plunge nya
Hilangkan overlay nya (streonet overlay)
File save as atau untuk format jpg, file export image file enlargement (semakin besar semakin baik resolusinya ok
PETROLOGI
I.
Petrologi Batuan Beku
Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk oleh karena hasil pembekuan magma. Sebelum kita menentukan penamaan batuan, terlebih dahulu kita mengetahui mineral yang menyusun utama batuan beku. Batuan beku secara umum disusun oleh mineral – mineral primer yang merupakan rock forming mineral atau mineral penyusun batuan. Mineral ini banyak ditemukan karena unsur kimia penyusun batuan merupakan unsur major element yang kandungan di dalam bumi lebih dari 1%. Unsur tersebut meliputi Si, Al, Fe, Ca, Na, K, Mg, O. Karena presentase mineral tersebut banyak dalam batuan, maka para ahli umumnya menamakan batuan berdasarkan mineral primer (terutama dalam petrografi). Sebelum kita mengidentifikasi batuan, baiknya kita mengenal terlebih dahulu mineral penyusun batuan tersebut. Mineral tersebut terdapat pada Bowen Reaction Series yaitu Olivin, Piroksen, Hornblende (Amphibol), Biotite, Plagioklas, K-Feldspar, Quartz, Muskovite. Mineral tersebut dapat dikelompokkan kembali menjadi mineral mafic/mineral basa/mineral gelap (Olivin, Piroksen, Hornblende, Biotite) dan mineral felsic/mineral asam/mineral terang (Plagioklas, KFeldspar, Quartz, Muskovite) a. Olivine Olivin merupakan salah satu mineral penyusun batuan basa dan ultramafic. Ciri mineral ini ialah berwarna hijau. Memiliki sistem kristal orthorombik. Olivin merupakan mineral yang tidak resisten terhadap pelapukan. b.
c.
d.
e.
f.
Piroksen Piroksen merupakan salah satu mineral yang banyak ditemukan p ada batuan basa dan ultrabasa. Ciri mineral ini ialah berwarna hitam.Habit nya ialah prismatik (Paul F Kerr, Optical Mineralogy). Hornblende / Amphibol Mineral ini dapat ditemukan baik di batuan basa hingga batu asam. Ciri mineral ini berwarna hitam dan berbeda dengan piroksen, bentuk amphibol diujungnya lancip/Huruf A dan berbentuk prismatik. Biotit Mineral ini dapat ditemukan baik di batuan basa namun dominan di batuan intermediet hingga asam. Ciri mineral ini berwarna hitam dan berbentuk seperti lembaran. K-Feldspar Mineral ini ditemukan pada batuan beku asam. Ciri mineral ini berwarna pink / merah daging.Memiliki habit tabular Plagioklas Mineral ini dapat sering ditemukan di berbagai batuan. Ciri mineral ini ialah berwarna putih susu
g. Kuarsa Mineral ini ditemukan dominan pada batuan beku asam dan terdapat pada batuan beku intermediet. Ciri mineral ini ialah berwarna putih atau putih kelabu.
Olivine
Piroksen
Amphibol
K-Feldspar
Plagioklas (Putih)
Kuarsa
Biotit
Setelah mengetahui mineral – mineral dasar penyusun batuan kemudian selanjutnya adalah mendeskripsi batuan beku. Aspek – aspek deskripsi batuan beku adalah sebagai berikut : 1. Warna : (Warna segar dan warna lapuk) 2. Tekstur: a. Tingkat Kristalisasi : Holokristalin (Semua kristal) Hipokristalin/Hipohyalin (Sebagian kristal/sebagian massa dasar) Holohyalin (Semua gelas) b. Bentuk kristal : - Euhedral (Membentuk sistem kristal mineral tersebut / terdapat batas bidang kristal yang jelas) -Subhedral (Masih terdapat batas bidang kristal yang jelas namun tak seideal euhedral) -Anhedral (Tidak membentuk bidang kristal yang jelas / tegas c. Keseragaman butir:
- Equigranular (Seragam) -Inequigranular (Tidak seragam)
d. Bentuk mineral : dominan
- Panidiomorf (Bentuk mineral keseluruhan
euhedral) -Hipidiomorf (Bentuk mineral keseluruhan dominan subhedral) -Allotriomorf (Bentuk mineral keseluruhan dominan anhedral) e. Granularitas : - Phaneritik (Fenokris keseluruhan dominan ‘k asar ’ / berukuran besar dengan sedikit massa dasar) -Porfiritik (Fenokris keseluruhan berukuran sedang / tak sebesar phaneritik dan terdapat massa dasar) subhedral) -Afanitik (Fenokris keseluruhan berukuran halus dan dominan massa dasar) 3. Komposisi Mineral :
-Mineral Mafic (Olivin, Piroksen, Amphibol, Biotit) sebutkan persentasenya.
-Mineral Felsic (Kuarsa, Plagioklas, K-Feldspar, Muskovite) sebutkan persentasenya. 4. Struktur Batuan Beku:
Intrusif (Konkordan : Siil, Lacolith, Lopolith, Pacolith ; Diskordan : Dike, Stock, Batolith)
Nama Batuan : Tips: Apabila teman – teman teman masih sulit mengidentifikasi mineral, coba sering berlatih dari sekarang dam sering – sering menggunakan komparator. Biasakan amati satu persatu mineral yang terdapat pada komparator batuan beku. Perhatikan warnanya, bentuk mineral / habitnya seperti apa. Tujuannya ialah agar teman – teman teman dapat mengetahui dan terbiasa sehingga mudah untuk mengidentifikasi mineral tersebut.
Jenis
Asam (Granit / Rhyolit )
Interme diet (Diorit / Andesit e)
Basa (Gabbr o / Basalt)
Ultraba sa (Perido tit)
Intrusif
Ekstrusif
II.
Petrologi Batuan Sedimen Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk karena proses pengendapan ! (Hilangkan konsep PETS !). Batuan sedimen terbagi menjadi batuan sedimen silisiklastik (pengendapan mineral silikat oleh hasil pelapukan yang tertransportkan dan kemudian terdeposisi), batuan sedimen karbonat (presipitasi kimia dan organik), batuan sediment evaporit (presipitasi kimia), batuan sedimen hasil pengendapan material organik. Deskripsi batuan sedimen silisiklastik secara makroskopis, penamaan batuan didasarkan kepada ukuran butir. Ukuran butir ini mengikuti skala yang dibuat oleh Udden – Udden – Wemtworth.Ukuran butir. Oleh karena itu, sangatlah penting un tuk mengetahui range ukuran uku ran butir mulai dari Gravel hingga kepada Clay. Clay. Dalam batuan sedimen silisiklastik, batuan tersusun atas lithic fragmen dan matrix (Biar mudah fragmen butiran yang berukuran besar, matriks butiran berukuran kecil) Berikut adalah aspek deskripsi batuan sedimen silisiklastik sebagai berikut : 1. Warna : (Warna segar dan warna warna lapuk) 2. Tekstur: a. Pemilahan / Sortasi : Baik / Sedang / Buruk Buruk b. Bentuk butir : Angular - Rounded c. Ukuran Butir : d. Kemas : Terbuka / Tertutup 3. Kekerasan : Kompak / Keras / Getas / Lunak 4.Struktur Sedimen : 5.Karbonatan Nama Batuan : Pada kasus konglomerat / breksi, deskrips harus meliputi : Konglomerat / Breksi (Tentukan apakah dia membundar atau menyudut) ; Polimik / Monomik (Polimik = fragmen terdiri lebih dari satu batuan misal fragmen batuan b eku dan batuan sedimen ; Monomik = Fragmen batuan yang hadir hanya satu batuan misal fragmen total berasal dari batuan beku) ; Deskripsi keseluruhan batuan (Warna segar & lapuk, Kekerasan, Karbonatan, Struktur Sed, Imbrikasi) ; Deskripsi komponen (Batuan sedimen ikutin yang sedimen, batuan beku ikutin deskripsi tahapan batuan beku), b eku), Deskripsi matriks (sama seperti deskripsi batuan sedimen).
Catatan: Imbrikasi = kesejajaran butiran lithic fragment pada fragment pada arah tertentu. Memberikan informasi arah poaleocurrent arah poaleocurrent . Tips: Dalam menentukan ukuran butir, baiknya ialah membandingkan dengan cara ‘mengelus’ antara batuan dengan komparator DAN membandingkan ukuran butir yang ada pada komparator dengan ukuran butir pada batuan sedimen kita. Disarankan agar teman” sering melatih hal tadi dari sekarang sehingga dengan mudah dapat menentukan
ukuran butir / tidak tagu-ragu dalam menentukan ukuran butir karena kalau teman ” ragu otomatis hal yang sebenarnya sepele akan menghabiskan banyak waktu dilapangan. (Ingat, deskripsi batuan merupakan tahapan yang lama di lapangan dan kita harus mencari stasiun singkapan sebanyak – banyaknya dan persebaran data mewakili)
III.
Batuan Piroklastik Merupakan batuan yang terbentuk oleh karena hasil letusan gunungapi yang kemudian terendapkan langsung dari produk letusan. Berikut ialah aspek – aspek deskripsi batuan piroklastik 1. Warna Deskripsi warna dibedakan menjadi warna segar dan warna lapuk. 2. Ukuran butir - Bom (membundar) atau Blok (menyudut), material yang berukuran lebih besar dari 64 mm, jika di skala wentworth setara dengan kerakal / pebble. - Lapili , material yang berukuran 2 – 64 mm, jika pada skala wentworth setara dengan kerikil / butiran/ granule. - Debu kasar, material yang berukuran 2 – 0.063 (1/16) mm, jika pada skala wentworth setara dengan ukuran pasir sangat kasar – pasir sangat halus. - Debu halus, material yang berukuran lebih kecil dari 0.063 (1/16) mm, jika pada skala wentworth setara dengan ukuran lanau dan lempung. 3. Bentuk Butir Angular, Sub Angular, Sub Rounded, Rounded, Very Rounded, dicocokan dengan gambar. 4. Kemas : - Batuan disebut memiliki kemas terbuka/ matrix supported , jika komponen pada batuan vulkanik tidak saling bersentuhan. - Batuan disebut memiliki kemas tertutup/ clast supported , jika komponen pada batuan vulkanik saling bersentuhan. 5. Pemilahan : - Batuan disebut terpilah baik jika secara umum hanya terdapat satu jenis ukuran butir yang mendominasi berdasarkan skala wentworth, contoh : pasir sedang - Batuan disebut terpilah buruk jika terdapat beberapa jenis ukuran butir yang mendominasi berdasarkan skala wentworth, contoh : pasir halus dan kasar, atau kerikil dan kerakal. Klasifikasi pemilahan diatas diambil berdasarkan Garry Nichols (2009). Seringkali terdapat beberapa orang yang mencantumkan batuan terpilah sedang, namun penulis tidak menemukan literatur yang mencantumkan terdapat pemilahan sedang, sehingga parameter untuk menentukan bahwa batuan terpilah sedang tidak jelas. 6. Porositas : - Baik / Sedang / Buruk 7. Sementasi : - Karbonatan / non karbonatan 8. Kandungan fosil 9. Komposisi - Mineral
Mineral yang umum pada batuan Piroklastik berupa kuarsa, plagioklas feldspar, dan alkali feldspar. Mineral mafik jarang ditemukan pada batuan vulkanik kecuali dalam bentuk scoria. Pada lingkungan vulkanik, mineral mafik biasanya muncul pada batuan beku ekstrusif sebagai lava. - Gelas Gelas dapat di identifikasi pada batuan piroklastik dengan bentuk menyerupai mineral, berwarna hitam, seperti kaca. Seringkali pada deskripsi batuan piroklastik kita mendeskripsikan gelas menjadi biotit atau amfibol. - Fragmen Batuan Fragmen pada batuan piroklastik dapat berupa batuan piroklastik dari sumber yang sama maupun berbeda, batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf. 10. Struktur batuan Struktur pada batuan piroklastik biasanya dijumpai dalam bentuk graded bedding, reverse graded bedding, cross bedding, paralel bedding, maupun masif (tanpa struktur batuan). 11. Nama Batuan Klasifikasi nama batuan piroklastik berdasarkan ukuran butir nya. Untuk debu kasar dan halus, dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi mineral, gelas, dan fragmen batuan.
IV.
Batuan Metamorf Merupakan batuan yang terkena tekanan dan temperature dalam fase padat dan bersifat isokimia. Berikut merupakan aspek aspek dalam mendeskripsi batuan metamorfisme: 1. Warna Deskripsi warna dibedakan menjadi warna segar dan warna lapuk. 2. Tekstur Pembagian tekstur berdasarkan bentuk mineral nya:
-
Lepidoblastik, batuan secara umum tersusun atas mineral-mineral pipih seperti biotit dan muskovit. - Nematoblastik, batuan secara umum tersusun atas mineral-mineral tabular seperti piroksen dan plagioklas. - Granuloblastik, batuan secara umum tersusun atas mineral-mineral membundar, seperti kuarsa dan garnet. Jika batuan secara umum tersusun atas satu jenis bentuk mineral yang terdapat diatas, maka batuan disebut homeoblastik , namun jika batuan secara umum tersusun atas lebih dari satu jenis bentuk mineral maka batuan disebut heteroblastik . 3. Struktur Batuan Metamorf : Foliasi: Slaty, Filitik, Schistose, Gneissic (gambar) (kalo mau ditambahin bisa) Non Foliasi : Kataklastik, Milonitik, Filonitic, Granulose, Hornfelsik (gambar) (kalo mau ditambahin bisa) 4. Komposisi Mineral 5. Nama Batuan
V.
Batuan Karbonat Definisi
Batuan Karbonat merupakan kelompok batuan sedimen yang memiliki kandungan mineral karbonat >50%, Batuan karbonat dibagi menjadi dua major types yaitu limestone yang tersusun atas calcite atau aragonite (CaCO3) dan Dolostone, yang tersusun oleh mineral dolomite (CaMg(CO3)2.
AUTOCTHONOUS VS ALLOCTHONOUS
a. Autocthonous Karbonat terendapkan di tempat dimana dia terbentuk (tidak mengalami transportasi) b. Allocthonous Karbonat terendapkan di tempat yang bukan merupakan asalnya (mengalami transportasi dari tempat dia semula terbentuk)
Penamaan Batugamping (berdasarkan Grabau)
a. Calcirudite Batugamping yang tersusun oleh lebih dari 50% butir yang memiliki ukuran > 2mm (ukuran butir gravel) b. Calcarenite Batugamping yang tersusun oleh lebih dari 50% butir yang memiliki ukuran 0.0625 to 2 mm in diameter (ukuran butir pasir)
c. Calcilutite Batugamping yang tersusun oleh lebih dari 50% butir yang memiliki ukuran silt atau clay atau keduanya
Komposisi Batugamping
Secara umum Batuan Karbonat tersusun atas allochemical particles (atau allochems) dan matriks /semen. Allochems adalah kerangka penyusun limestone dan dolostone. Jenis-jenis Allochem adalah sebagai berikut: a. Skeletal fossil b. Ooid berbentuk spherical dengan ukuran butir struktur internal butir yang cocentirc dan radial
pasir
yang
memiliki
c. Peloid partikel berbentuk spherical hingga elipsoidal dengan butir <2mm, tidak memiliki struktur internal cocentric atau radial
ukuran
d. Lithoclast Merupakan fragmen pada batuan karbonat yang berasal dari preexisting carbonate rock e. Intraclast Merupakan fragmen pada batuan karbonat yang berasal dri semi- lithified carbonate rock d. Butiran Terigen Merupakan fragmen pada batuan karbonat yang berasal dari batuan lainnya (bukan merupakan batuan karbonat) Matriks dan semen pada batuan karbonat tersusun oleh mineral aragonite/calcite/dolomite
Membedakan Mineral Calcite, Aragonite, dan Dolomite
Mineral calcite, aragonite, dan dolomite sulit dibedakan pada hand speciment, namun dapat dibedakan dengan meneteskan Alizarin Red S pada mineral/batuan. Pada calcite memiliki warna pink hingga merah setelah diteteskan, pada ferroan calcite berwarna ver y pale pink-red and pale blue-dark blue, pada dolomite tidak ada perubahan warna, dan pada ferroan dolomite berwarna menjadi deep turqoise
Kenampakan Petrografi : Calcite :
Paralel Nivol
Cross Nicol
Paralel Nivol
Cross Nicol
Paralel Nivol
Paralel + Cross Nicol
Aragonite
Aragonite
Jenis-jenis Porositas
Porositas Primer Porositas yang terbentuk pada saat batuan tersebut mengalami proses pembentukan (pada saat deposisi hingga lithifikasi) a. Interkristallin Pori yang terbentuk karena adanya ruang kosong di antara crystal yang saling bersinggungan
karbonat
b. Interparticle Pori yang terbentuk karena adanya ruang kosong di antara partikel/fragmen batuan karbonat yang saling bersinggungan c. Intergranular Pori yang terbentuk di dalam satu individual grain, yang saling interkoneksi
Porositas Sekunder Porositas pada suatu batuan yang terbentuk setelah proses pembentukan batuannya (peningkatan porositas) a. Vuggy Porosity Porositas yang terjadi akibat pelarutan dari dissolousi fragmen pada karbonat sehingga meninggalkan pori yang memiliki ukuran cenderung simetris, dengan diameter pori > 1/16 mm
batuan
b. Channel Porosity Porositas yang membentuk saluran-saluran sebagai hasil dari disolusi fragmen/ matriks
c. Mouldic Porosity Porositas yang terbentuk akibat terlepasnya fragmen (fragmen batuan/ fossil) pada tubuh batuan
fragmen
Diagenesis
Diagenesis adalah proses sedimen terlithifikasi menjadi batuan sedimen selama pembebanan, pada proses ini terjadi kompaksi komponen akibat peningkatan tekanan, presipitasi semen dari fluida yang mengisi pori serta proses transformasi komponen mineral. a. Dolomitisasi Proses diagenesis dimana mineral calcite/aragonite tertransformasi menjadi mineral dolomit
b. Neomorphism Meliputi proses Rekristalisasi (perubahan kembali ukuran/bentuk kristal dan terjadi pula perubahan jenis mineral) dan Inversi (terjadinya perubahan struktur kristal namun mineral tetaplah sama) . Ex: terjadinya perubahan mineral Aragonite menjadi Calcite c. Replacement Merupakan proses dimana suatu mineral/fossil tergantikan oleh mineral lain tanpa disertai perubahan volume.
MINERAL OPTIK / PETROGRAFI
Dalam mengidentifikasi suatu mineral pada sayatan tipis, terdapat 16 sifat optik yang dapat diamati dibawah mikroskop. Artinya, dalam menentukan jenis mineral tidak hanya semata kepada salah satu aspek sifat optik (misal kuarsa colourless) tapi harus melihat sifat optik yang lain sehingga dapat mendeterminasi mineral tersebut. Berikut 16 sifat optik : ORTOSKOP
KONOSKOP:
Tanpa Analisator: -
Warna Pleokroisme Relief Indeks Bias
Sumbu Optik Tanda Optik Sudut 2V
Dengan / Tanpa Analisator: -
Belahan Inklusi Bentuk Kristal
Dengan Analisator : -
Kembar Zoning Tekstur Warna Interferensi Orientasi Sudut Pemadaman
Keterangan: Ortoskop: -
Lensa Objektif Perbesaran <40x Tanpa, Dengan/Tanpa, Dengan Analisator Dengan/Tanpa Kondensor Lensa Amici Bertrand Tak Dipakai
Konoskop: - Lensa Objektif Perbesaran >= 40x - Dengan Analisator - Dengan Kondensor - Lensa Amici Bertrand Dipakai
1. Warna : Merupakan kenampakan warna mineral dibawah mikroskop 2. Pleokroisme : Peristiwa ketika meja mikroskop diputar, terjadi perubahan warna. Apabila ada terdapat tiga sifat pleokroisme yaitu kuat/sedang/lemah serta perubahan warna dari apa sampai apa
3. Relief: Kenampakan posisi mineral pada sayatan apakah tinggi/sedang/rendah
4.
Indeks bias:Indeks ketika cahaya dibiaskan saat melewati medium dan mineral. Untuk menentukan indeks bias umumnya menggunakan cara relative (biasanya paling sering menggunakan metode garis ‘Becke’)
5. Belahan: Merupakan garis garis bidang lemah mineral yang merepresentasikan struktur kristal. Umumnya cleavage menampakkan garis – garis sejajar yang tidak acak dan berpola.
6. Tekstur: Kenampakan fisik atau karakter pada batuan baik geometri, hubungan antar komponen mineral, bentuk, ukuran,kemas, granularitas. Sangat penting untuk mengenali tekstur karena dalam mineral optik untuk mengetahui jenis mineralnya. Berikut merupakan jenis – jenis tekstur Kembar (Twinning)
Albit
Sederhana
Kalrsbad
Jamak
Penetrasi
Mikroklin
Bird s eye:Tekstur khusus yang dimiliki grup mika yang memberikan kenampakan ‘ berkerikil’ pada mineral ’
Zoning : adalah perbedaan komposisi kimia yang terdapat pada kristal.
7.
Warna Interferensi: Merupakan warna yang dihasilkan ketika analisator dimasukkan. Warna yang dihasilkan kemudian dicocoka dengan table warna Michel-Lev y sehingga diketahui warna dan pada orde berapa
8. Orientasi optik : Dalam mineral optik, orientasi mineral disebut juga dengan elongation atau rentang mineral. Terdapat dua macam orientasi optik yaitu fast ray(length fast) dan slow ray (length slow) 9. Sumbu optik : Kenampakan gambar interferensi atau isogire pada kondisi konoskop. Pada sumbu satu (trigonal, hexagonal, tetragonal), akan terlihat isogire berbentuk +. Sedangkan pada sumbu dua (orthorombik, monoklin, triklin), isogir akan membentuk seperti bulan sabit tergantung arah sayatan mineranya.
10. Tanda optik : Merupakan kelanjutan dari sumbu optik saat kondisi komparator dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk melihat adanya penambahan atau pengurangan warna pada kuadran tertentu Tanda optik positif untuk uniaxial berlaku sebaliknya
Tanda optik untuk mineral biaxial/sumbu II
Kuarsa : Warna colourless, indeks bias mineral > indeks bias medium, bentuk anhedral, tidak ada pleokroisme, relief rendah, tekstur yang umum hadir pada kuarsa umumnya corroded (untuk gambar ini tidak memiliki), length fast, sudut pemadaman lurus / 0o, tidak memiliki belahan / terdapat fracture, warna interfrensi putih orde 1, sudut pemadaman lurus, sumbu optic 1, tanda optic +
K -Feldspar : Warna colourless hingga sedikit kelabu (umumnya warna kelabu karena feldspar mudah lapuk), indeks bias mineral < indeks bias medium, bentuk subhedral (untuk gambar ini), tidak ada pleokroisme, relief rendah, tekstur yang umum hadir adalah kembar karlsbad, perthit, dan kembar mikroklin (Pada gambar ini menunjukkan tekstur mikroklin), length fast, sudut pemadaman, lurus hingga 0 – 10o. Sumbu optic II, Tanda optic -
Amphibole : Warna coklat, pleokroisme kuat, indeks bias mineral > indeks bias medium, relief tinggi, belahan 2 arah (untuk gambar ini), orientasi length slow, sudut pemadaman 10-20o, sumbu optic II, tanda optik -. Salah satu ciri khas dari amphibole pada sayatan tipis adalah memiliki warna, serta pleokroisme. Perbedaan dengan biotit adalah amphibole memiliki belahan 2 arah dan tak memiliki tekstur bird eye seperti pada biotit
Biotit : Warna coklat, pleokroisme kuat, indeks bias mineral > indeks bias medium, relief tinggi, belahan 1 arah, tekstur birds eye orientasi length slow, sudut pemadaman 10-20o, sumbu optic II, tanda optik -. Salah satu ciri khas dari biotit pada sayatan tipis adalah memiliki warna, serta pleokroisme serta ketika analisator dimasukkan, terdapat tekstur bird eye (mirip ketika tembok dicaplok semen tanpa diaci)
Piroksen. Warna colourless, indeks bias mineral > indeks bias medium, relief sedang,tidak ada pleokroisme belahan 2 arah hampir 90o, warna interferensi orde 2 umumnya (tergantung jenis piroksen), sudut pemadaman ortopiroksen lurus, klinopiroksen miring, sumbu optic 2
Olivin: Warna colourless, indeks bias mineral > indeks bias medium, relief tinggi, bentuk anhedral, tidak ada pleokroisme, tidak ada belahan / terdapat fracture, warna interferensi orde 2, sudut pemadaman lurus, sumbu optik 2
Plagioklas: Warna colourless hingga kelabu (umumnya