PANDUAN PELAKSANAAN
E ARLY WARNI WARNI NG SYS SYST T E M (EWS)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI 2017
1
HALAMAN PENGESAHAN DAN PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAKSANAAN
E ARLY WARNI NG SYSTEM (EWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Disiapkan oleh
Diperiksa
Ketua
Komite
Mutu
dan
Keselamatan Pasien
Manajer Pelayanan Medis
oleh
Disahkan
Direktur
Oleh
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat rahmat dan anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Panduan Pelaksanaan Early Warning System ini dapat selesai disusun. Panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak dalam memberikan pelayanan pasien RSUD Palembang BARI Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian, ruang lingkup, tata laksana, dan pendokumentasian terkait Panduan Pelaksanaan Early Warning System di RSUD Palembang BARI. Penyusun menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan panduan ini.
Palembang, Desember 2017
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB I.
DEFINISI ............................................................................................................ 5
BAB II.
RUANG LINGKUP ............................................................................................ 8
BAB III.
TATA LAKSANA .............................................................................................. 9
BAB IV.
DOKUMENTASI ................................................................................................ 17
4
BAB I Definisi
Early Warning System (EWS) adalah suatu sistem permintaan bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien secara dini. EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan keadaan pasien melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana dan mengadopsi pendekatan ini dari Royal College of Physicians – National Health Services, 2012. Tujuan penerapan EWS adalah untuk menilai kondisi pasien dengan kondisi akut, dapat mendeteksi lebih dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di rumah sakit, dan untuk memulai respon klinis yang tepat waktu secara kompeten. Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang diharapkan. Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu 1) deteksi dini, 2) ketepatan waktu merespon, dan 3) kompetensi respon klinis, sangat penting untuk menentukan hasil klinis yang diharapkan. EWS sistem menggunakan pendekatan sederhana berdasarkan dua persyaratan utama yaitu: 1.
Metode yang sistematis untuk mengukur parameter fisiologis sederhana pada semua pasien untuk memungkinkan identifikasi awal pasien yang mengalami penyakit akut atau kondisi perburukan, dan
2.
Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang diperlukan, disesuaikan dengan beratnya penyakit. Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan status fisiologi pasien.
Pengamatan ini merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter ataupun tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7 (tujuh) parameter yaitu :
5
1.
Tingkat kesadaran,
2.
Respirasi/ Pernapasan,
3.
Saturasi oksigen,
4.
Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula ),
5.
Suhu,
6.
Denyut nadi,
7.
Tekanan darah sistolik. Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik
observasi pasien di setiap rumah sakit. Masing-masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka, di mana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin. Tujuan penerapan Early Warning System (EWS) ini untuk:
Menilai pasien dengan kondisi akut,
Mendeteksi sejak dini penurunan kondisi klinis pasien selama dalam perawatan di rumah sakit,
Dimulainya respon klinik yang tepat waktu secara kompeten
1.
Penggunaan EWS
EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang mempunyai risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di rumah sakit. Pasien pasien tersebut adalah:
Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak n yaman (uneasy feeling ),
Pasien yang datang ke unit gawat darurat,
Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil,
Pasien yang baru dipindahkan dari ruang rawat intensif ke bangsal rawat inap,
Pasien yang akan dipindahkan dari ruang rawat ke ruang rawat lainnya,
Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama sesuai dengan ketentuan penatalaksanaan pasien paska operasi,
Pasien dengan penyakit kronis,
Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukkan perbaikan,
6
Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift dinas perawat,
Pada pasien di Dialysis Unit dan Rawat jalan lainnya yang akan dirawat inap untuk menentukan ruang perawatan,
Pasien yang akan dipindahkan dari RSUD Palembang BARI ke rumah sakit lainnya. Penilaian EWS juga dilakukan terhadap pasien yang akan dipindahkan dari ruang
rawat ke ruang rawat lainnya, dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Bila didapati nilai yang memungkinkan untuk pengamatan EWS lebih lanjut (pemicu aktivasi respon klinik) maka keputusan untuk memindahkan pasien bisa dipertimbangkan lagi. Dengan mencatat EWS secara teratur, kecenderungan respon klinis pasien dapat ditelusuri untuk deteksi dini potensi penurunan kondis klinis pasien dan memberikan pemicu untuk eskalasi respon klinis lebih lanjut. Selain itu, pencatatan trend EWS akan memberikan gambaran pemulihan kondisi pasien, sehingga dapat memfasilitasi penurunan frekuensi dan intensitas monitoring pasien sampai akhirnya pasien direncanakan discharge. EWS digunakan sebagai alat bantu dalam asesmen klinis, bukan sebagai pengganti pertimbangan klinis yang kompeten. EWS tidak digunakan pada anak usia kurang dari 16 tahun dan wanita hamil, karena respon fisiologi kondisi penyakit akut dapat dimodifikasi pada pasien anak dan wanita hamil.
7
BAB II RUANG LINGKUP
1. Instalasi Rawat Inap 2. Instalasi Gawat Darurat (IGD). 3. Ruang rawat khusus.
8
BAB III TATA LAKSANA
A. E arly Warning System 1. EWS digunakan pada pasien dewasa (berusia 16 tahun atau lebih) 2. EWS dapat digunakan untuk mengasesmen penyakit akut, mendeteksi penurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai. 3. EWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer, Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah sakit tujuan.
B. Parameter E arly Warning System (EWS)
Keterangan : 1-4
: Skor rendah (hijau)
5-6
: Skor menengah (kuning)
≥7
: Skor tinggi (merah)
9
NO
NILAI EWS
ASUHAN YANG DIBERIKAN
FREKUENSI MONITORING
1
0
Minimal setiap 12 jam sekali
Lanjutkan observasi/monitoring secara rutin
1. Perawat
pelaksana
menginformasikan
kepada ketua tim / penanggung jawab jaga ruangan tentang siapa yang melaksanakan assesmen selanjutnya. TOTAL SCORE
Minimal Setiap
1 – 4
4 – 6 Jam Sekali
2
2. Ketua tim / penanggung jawab membuat keputusan: a. Meningkatkan
frekuensi
observasi
/
monitoring b. Perbaikan asuhan yang dibutuhkan oleh pasien 1. Ketua Tim (Perawat) segera memberikan informasi tentang kondisi pasien kepada
3
TOTAL SCORE
Peningkatan Frekuensi
5 DAN 6 ATAU 3
Observasi /
DALAM 1
Monitoring.
(SATU)
Setidaknya Setiap 1
PARAMETER
Jam Sekali
dokter jaga atau DPJP, 2. Dokter assesmen
jaga
atau
sesuai
DPJP
melakukan
kompetensinya
dan
menentukan kondisi pasien apakah dalam penyakit akut, 3. Siapkan fasilitas monitoring yang lebih canggih.
10
1. Ketua Tim (Perawat) melaporkan kepada Tim kode biru 2. Tim kode biru melakukan assesmen segera Lanjutkan Observasi / 4
TOTAL SCORE
Monitoring Tanda-
7 ATAU LEBIH
Tanda Vital
3. Stabilisasi oleh Tim kode biru dan pasien dirujuk ke sesuai kondisi 4. Untuk pasien di IGD (Prioritas 3, 4 dan 5), Perawat penanggung jawab segera kirim pasien ke ruang Resusitasi untuk penangan Bantuan Hidup Lanjut (BHL).
11
B. Pediatric E arly Warning System (PEWS)
1.
PEWS digunakan pada pasien anak/pediatrik (berusia saat lahir - 16 tahun).
2.
PEWS dapat digunakan untuk mengasesmen penyakit akut, mendeteksi penurunan klinis, dan menginisiasi respon klinis yang tepat waktu dan sesuai.
3.
PEWS tidak digunakan pada: a. Pasien dewasa lebih dari 16 tahun, b. Pasien anak dengan TOF (Tetralogi of Fallot ), sindrom VACTERL.
4.
PEWS juga dapat diimplementasikan untuk asesmen prehospital pada kondisi akut oleh first responder seperti pelayanan ambulans, pelayanan kesehatan primer, Puskesmas untuk mengoptimalkan komunikasi kondisi pasien sebelum diterima rumah sakit tujuan.
Parameter Pernafasan
3
2
1
0
11-15
≤10
Retraksi dinding
1
2
3
16-29
30-39
40-49
≥50
Normal
ringan
Sedang
Parah
No
≤2L
>2L
110-129
130-149
dada Alat bantu O2 Saturasi oksigen
≤85
Denyut jantung
≤50
86-89
90-93
>94
50-69
70-110
Tekanan sistolik
≤80
80-89
Tingkat kesadaran ≤35◦
Suhu
>2
≤2
Kapilla reffil
90-119
120-129
130-139
>140
A
P/ U
36◦-37◦
>38.5◦
TOTAL : Keterangan :
0-2
: skor normal (hijau), penialain setiap 4 jam.
3
: skor rendah (hijau), penilaian setiap 1-2 jam
4
: skor menengah (orange) penilaian setiap 1 jam
≥5
: skor tinggi (merah) penilaian setiap 30 menit.
12
≥150
0
Parameter
1
2
3
Fisiologis Perilaku
Sesuai
Cenderung murung/
Sensitif
diam
Letargik/ Bingung/ Penurunan respon terhadap nyeri
Kardio
Pink atau
Pucat atau CRT 3
Abu abu/ BiruCRT
Abu abu/ Biru, mottled
vaskular
CRT 1-2
detikTekanan darah
4 detikTakikardia:
atau CRT>5 atau Taki
detik
sistolik 10 mmHg di
Nadi lebih
Kardi, Nadi lebih
atas atau di bawah
tinggi/rendah 10
tinggi atau lebih
nilai normal
kali/menit
rendah 30 kali/menit
Normal
RR >10 di atas normal,
RR>20 di atas
5 di bawah normal
tidak ada
menggunakan otot otot
normal, terdapat
dengan retraksi dan
retraksi
aksesoris pernapasan
retraksi dada
atau grunting
Respirasi
(mendengkur)
Penanganan Pasien terhadap penilaian EWS :
Biru Muda: Pasien dalam kondisi stabil.
Hijau: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift . Jika
skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien.
Kuning: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ Shift dan
diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan memberikan instruksi tata laksana pada pasien tersebut . Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam.
Merah: Aktifkan code blue , harus dilakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi
untuk menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam (setiap 15 menit - 30 menit - 60 menit).
13
a. Nilai normal tanda-tanda vital
H eart rate
Respiratory rate
Bayi baru lahir (lahir-1 bulan)
100-180
40-60
Infant (1-12 bulan)
100-180
35-40
Tooddler (13 bulan-3 tahun)
70-110
25-30
Preschool (4-6 tahun)
70-110
21-23
Shool Age (7-12 tahu)
70-110
19-21
Dolescent (13-19 tahun)
55-90
16-18
Usia
3.1. Pernafasan
Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah menilai sistem pernapasan pasien meliputi jalan napas, pernapasan pasien, dan kebutuhan oksigen tambahan. Jalan napas pasien harus dipastikan bersih dan tidak tersumbat. Bila didapati pernapasan yang berbunyi, maka dapat dipastikan bahwa terdapat sumbatan pada jalan napas pasien. Frekuensi pernapasan, pola pernapasan dan adanya pemakaian otot bantu pernapasan dapat menunjukkan adanya distres pernapasan ataupun obstruksi jalan napas. Frekuensi pernapasan sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap gangguan di tubuh (nyeri, gelisah, penyakit paru, gangguan metabolik, infeksi dan obstruksi jalan napas) akan menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang akan ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi pernapasan. Pola pernapasan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi adanya abnormalitas pada pasien. Pola pernapasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) merupakan gambaran pernapasan pada gangguan asidosis metabolik berat. Pola pernapasan periodik (Cheyene-Stokes) menggambarkan adanya gangguan pada batang otak atau adanya gangguan fungsi jantung. Pola pernapasan yang demikian akan diikuti oleh hipoksemia. Saturasi oksigen yang rendah pada keadaan hipoksemia ini bisa dideteksi dengan pulse oxymetri.
14
Namun, pengukuran pulse oxymetri bisa menjadi tidak akurat pada pasien yang hipovolemia, hipotensi ataupun hipotermi. Parameter pernapasan yang dipantau dalam EWS ini adalah frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen. Selain itu, nilai bobot 2 harus ditambahkan untuk setiap pasien yang membutuhkan tambahan oksigen (pemberian oksigen melalui masker atau nasal kanula).
3.2. Sirkulasi (Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sistolik)
Pemeriksaan berikutnya setelah pernapasan adalah pemeriksaan sirkulasi. Sirkulasi yang tidak adekuat bisa disebabkan secara primer oleh adanya gangguan sistem kardiovaskular, ataupun secara sekunder akibat adanya gangguan metabolik seperti pada sepsis, hipoksia ataupun pengaruh obat-obatan. Pemantauan pertama pada sistem sirkulasi adalah pemantauan denyut nadi. Yang perlu dipantau adalah frekuensi denyut nadi, keteraturan denyut, isi/volume denyut dan apakah denyut tersebut simetris di masing-masing sisi tubuh. Pada pasien dengan hipovolemia ataupun dengan curah jantung yang rendah akan dijumpai denyut nadi yang lemah dan tidak teratur. Frekuensi denyut yang tidak teratur biasanya dijumpai pada gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium yang bisa sangat membahayakan. Denyut yang paradoksikal dengan pernapasan (pulsus paradoxus) akan ditemui pada kasus hipovolemia, perikarditis, tamponade jantung, asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Sementara pada pasien dengan gangguan katup / sekat jantung akan dijumpai denyut nadi yang teraba bergetar (thrill). Tekanan darah merupakan turunan dari fungsi kardiovaskuler. Pemantauan tekanan darah harus dilakukan setelah pemantauan denyut nadi. Pada gangguan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang terasa lemah, ireguler hampir dapat dipastikan bahwa pengukuran tekanan darahnya menunjukkan nilai rendah. Sehingga dengan demikian tekanan darah yang rendah merupakan tanda lambat dari adanya gangguan sistem kardiovaskuler yang tidak bisa te rkompensasi oleh auto regulasi tubuh. Namun sebaliknya, tekanan darah tinggi bukan merupakan pertanda bahwa sirkulasi pasien adalah baik. Tekanan darah tinggi menandakan adanya konstriksi pembuluh darah yang bisa merupakan akibat dari kompensasi awal tubuh saat hipovolemia, adanya penyempitan dan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis ataupun pre /
15
eklampsia, dll). Tekanan darah yang sangat tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik yang bisa berakibat fatal.
3.3. Neurologi
Gangguan neurologi pasien bisa terjadi akibat akibat iskemia, kerusakan struktur otak atau kerusakan akibat metabolik ataupun infeksi. Identifikasi terhadap gangguan neurologi yang ada sangat berguna dalam penanganan pasien selanjutnya untuk meminimalkan kerusakan otak sekunder. Pemeriksaan neurologi yang dilakukan serial akan sangat membantu dalam penanganan pasien. Setiap perubahan yang ditemukan dalam pemeriksaan merupakan indikator yang sensitif dan harus dikaji ulang. Misalnya, adanya penurunan tingkat kesadaran yang tidak disertai lateralisasi bisa diakibatkan oleh adanya peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus, demam, keracunan ataupun akibat gangguan metabolik yang memerlukan penanganan sesegera mungkin. Pemeriksan neurologi dalam EWS dilakukan dengan cara menilai Alert, Verbal, Pain atau Unresponsive (AVPU), seperti tercantum pada tabel di sub bab 2 diatas.
3.4. Suhu Tubuh
Panas tubuh dihasilkan oleh reaksi kimia akibat metabolisme sel. Peningkatan suhu tubuh ditimbulkan oleh peningkatan produksi panas tubuh akibat peningkatan metabolisme sel seperti pada aktivitas fisik, tirotoksikosis, trauma, peradangan, dan infeksi. Selain itu peningkatan suhu tubuh juga bis a diakibatkan karena gangguan dalam melepaskan panas ke lingkungan sekitar seperti pada abnormalitas kelenjar keringat, gagal jantung kongestif, atau bila suhu lingkungan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh. Dengan demikian, suhu tubuh bisa menjadi panduan dalam memperkirakan apa yang terjadi pada pasien. Pada keadaan normal, suhu tubuh berkisar antara 36° - 38° C, bervariasi dalam 24 jam dan mengikuti pola diurnal.
16
BAB IV DOKUMENTASI
1. Lembar observasi Early Warning System (EWS) 2. Lembar observasi Pediatric Early Warning System (PEWS)
17