BAB II KAJIAN TEORI
A. Crushing atau Peremukan Material
Peremukan material pada dasarnya bertujuan untuk mereduksi ukuran material, dari ukuran bongkah besar menjadi pecahan kecil, proses peremukkan atau mereduksi ukuran material yang ditambang yakni Batu kapur, menjadi ukuran produk yang yang seragam (50 mm). Proses crushing ini ini menggunakan alat yang bernama Hammer crusher . Yaitu suatu unit alat peremuk yang terdiri dari beberapa hammer sebagai sebagai media peremuk material umpan tersebut. Material umpan ( feed ) yang akan di-crushing di-crushing ialah batu kapur yang telah ditambang,lalu dicurahkan ke hopper bagian bagian Crusher dan dan selanjutnya mengalami proses peremukan di bagian dalam hammer crusher hammer crusher . 1. Tahap-Tahap Peremukan Material
Kegiatan peremukan material ini bertujuan untuk memperoleh ukuran butiran tertentu melalui alat a lat peremuk dan pengayakan penga yakan dilakukan dengan 3 tahap menurut Currie (1973), yaitu: a. Primary Crushing Merupakan peremukan tahap pertama, umpan material berupa batuan yang digunakan biasanya biasanya berasal dari hasil penambangan dengan ukuran berkisar 1500 mm, dengan ukuran setting antara 30 mm sampai 100 mm.
Ukuran terbesar dari produk peremukan material tahap pertama biasanya kurang dari 200 mm, alat peremukan yang digunakan pada tahap ini adalah Jaw Crusher dan Gyratory Crusher . 1) Jaw crusher Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan (swing jaw) dan yang lainnya tidak bergerak (fixed jaw). 2) Gyratory Crusher Crusher jenis ini mempunyai kapasitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan jaw crusher. Gerakan dari gyratory crusher ini berputar dan bergoyang sehingga proses penghancuran berjalan terus menerus tanpa selang waktu. Berbeda dengan jaw crusher yang proses penghancurannya tidak continue, yaitu pada swing jaw bergerak ke belakang sehingga ada material-material yang tidak mengalami penggerusan. b. Secondary Crushing Merupakan peremukan tahap kedua, pada tahap peremukan ini peralatan yang digunakan adalah Jaw Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran kecil, Cone Crusher, Hammer Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar 150 mm, dengan ukuran antara 12,5 mm sampai 25,4 mm. Produk terbesar yang dihasilkan adalah 75 mm.
c. Fine Crushing Merupakan peremukan tahap lanjutan dari secondary crushing , alat yang digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills dan Ring Mills. Umpan material yang biasanya digunakan kurang dari 25,4 mm. 2. Beberapa faktor yang mempengaruhi peremukan
Faktor-faktor yang mempengaruhi peremukan batuan oleh Crusher menurut Taggart (1964:49) antara lain: a. Kuat tekan batuan Ketahanan batuan dipengaruhi oleh kerapuhan (brittlenes) dari kandungan mineralnya. Struktur mineral yang sangat halus biasanya lebih tahan dari pada batuan yang berstruktur kasar. b. Ukuran material umpan Ukuran material umpan untuk mencapai produk yang baik pada peremukan adalah kurang dari 85 % dari ukuran bukaan dari alat peremuk. c. Reduction Ratio Nisbah
reduksi
( Reduction
ratio)
sangat
menentukan
keberhasilan suatu peremukan, karena besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh kemampuan alat peremuk untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk. Untuk itu harus dilakukan pengamatan terhadap tebal material umpan maupun tebal material produk. Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan ukuran terbesar produk. Pada primary crushing
besarnya reduction ratio adalah 4 –7 cm dan pada secondary crushing besarnya reduction ratio adalah 7-20 cm (Curie,1973). Besarnya reduction ratio merupakan batasan agar kerja alat efektif. d. Arah resultan gaya Untuk terjadinya suatu peremukan, maka arah resultan gaya terakhir haruslah mengarah ke bawah. Jika arah resultan gaya terakhir mengarah ke atas berarti peremukan tidak terjadi melainkan material hanya akan meloncat-loncat ke atas. e. Energi peremukan Energi yang dibutuhkan alat peremuk tergantung dari beberapa faktor antara lain ukuran umpan, ukuran produk, kapasitas mesin peremuk, bentuk material, persentase dari waktu berhenti alat peremuk pada suatu proses peremukan. Besarnya energi yang dibutuhkan untuk meremuk berkisar antara 0,3 – 1,5 Kwh/ton. f. Kapasitas Kapasitas alat peremuk dipengaruhi oleh jumlah umpan yang masuk setiap jam, berat jenis umpan dan besar setting dari alat peremuk. 3. Alat Peremuk
Alat peremuk yang digunakan di tambang batu kapur PT Semen Padang ialah Hammer crusher . Hammer crusher ialah alat peremuk batuan berupa rotor yang dilengkapi hammer. Cara kerja dari hammer crusher ialah umpan yang masuk mengalami putaran yang dilakukan
rotor dan hammer. Dan sebagai media penghancurnya adalah breaker plate. Batu kapur yang telah terhancurkan akan melewati gratebar (batangan baja yang berfungsi sebagai screen) sebagai produk sedangkan yang tidak lolos akan kembali mengalami proses peremukan. Pada proses peremukan ini material akan direduksi sesuai yang ditetapkan, gaya – gaya yang mengakibatkan material remuk antara lain: a. Gaya tekan (compression ) Gaya tekan dari alat peremuk harus lebih besar dari kekuatanmaterial, gaya tekan bisa berasalsatu permukaan ataupun dua permukaan. Alat peremuk yang meremukkan material adalah jaw crusher , gyratory crusher , dan roll crusher . b.Gaya Pukul ( Impact ) Pukulan dikenakan pada material dimana semakin cepat pukulan maka material yang terpukul akan semakin mudah untuk pecah. Alat
pukul
yang menggunakan
gaya
pukul
untuk
meremukkan material adalah hammer mill dan Impact crusher .
Gambar. Hammer Crusher
c. Gaya gesek ( Attrition atau Abrasion ) Gesekan akan mengakibatkan material remuk, gesekan bisa terjadi antara media yang digunakan untuk meremuk atau dari sesama material yang akan diremuk. Alat peremuk yang menggunakan gaya ini adalah ballmill . 4.
Peralatan pada Alat Peremuk
Bagian dan fungsi peralatan pada alat peremuk (crusher): a. Hopper Hopper berfungsi sebagai tempat atau wadah penampungan material batu kapur. Hopper terbuat dari baja agar tidak mudah rusak karena gesekan batu kapur yang berbentuk bongkahan. Kapasitas hopper dihitung dengan rumus berdasarkan volume trapesium yang terpancung, dapat dilihat pada gambar 46 dibawah ini.
Setelah volume hopper diketahui, maka kapasitas hopper dapat dicari, berikut ini: K = Vh Bi
Dimana : K
= Kapasitas hopper (ton)
Vh
= Volume hopper (m3)
Bi
= Bobot isi material berai (ton/m3)
(Sumber : Yalsriman, (2011, 36) )
b. Pengumpan ( Feeder ) Feeder adalah alat pengumpan material dari hopper ke unit peremuk dengan kecepatan tidak konstant. Penggunaan alat pengumpan bertujuan agar proses pengumpanan dari hopper menuju ke alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang tidak konstan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan batukapur atau tidak ada umpan di dalam hopper ataupun pada alat peremuk. 1) Bentuk –Bentuk Pengumpan ( Feeder ) Macam-macam feeder yang sering digunakan dalam
industri
pertambangan batukapur antara lain: a) Apron Feeder, pengumpan yang berupa lembaran baja, masing-masing dihubungkan oleh roller chain (rantai berputar),
feeder ini dirancang untuk memindahkan
material yang berat dan besar dari hooper menuju ban berjalan atau ke unit peremuk.
Gambar. Apron Feeder
b)
Vibrating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang didesain untuk memisahkan batukapur dari debu-debu halus hasil penambangan. Pengumpan tipe ini terdiri dari lembaran baja bergelombang dengan jarak tertentu, cara kerjanya adalah berdasarkan
getaran
yang
ditimbulkan
oleh
motor
penggerak. c) Belt Feeder, merupakan pengumpan yang terdiri dari belt (sabuk) karet yang dihubungkan dengan pulley seperti pada belt conveyor. d) Reciprocating Feeder, merupakan tipe pengumpan yang cara kerjanya adalah mendorong material yang ada di dalam hopper dengan kecepatan teratur, pengumpan tipe ini terdiri dari alat pendorong yang terletak pada rel (jalur) yang dapat bergerak maju mundur secara teratur. Pengumpan ini biasanya dipakai pada alat peremuk sekunder. e)
Chain Curtain Feeder atau Ross Feeder adalah pengumpan yang menggunakan rantai yang menjulur di bawah hopper yang ditahan oleh lembaran baja, fungsinya adalah mengontrol pengumpanan pada alat peremuk primer dengan efek berat dari rantai tersebut.
f)
Grizzly
Feeder, pengumpan
yang
dirancang
untuk
memindahkan material yang cara kerjanya lebih selektif, dimana material yang lolos (undersize) langsung masuk ban
berjalan sedangkan yang tidak lolos (oversize) akan masuk ke alat peremuk. g)
Chain and Flight Feeder, adalah pengumpan yang terdiri dari
rangkaian flight (batangan baja) dengan ketebalan
tertentu dan jarak tertentu yang berfungsisebagai pendorong material menuju alat peremuk. Flight (batangan baja) tersebut dihubungkan dengan rangkaian rantai (chain) serta lantai yang berupa lembaran baja sebagai penahan material ( plate). 2) Perhitungan Kapasitas Teoritis Pengumpan ( Feeder ) Kapasitas teoritis pengumpan ( feeder ) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan CEMA ( Conveyor Equipment Manufactures Association), Belt Conveyor For Bulk Materials, second edition 1979 ). Adapun beberapa bagian-bagian dari unit crusher adalah sebagai berikut: a) Inlet Roller Merupakan 2 buah unit seperti tabung besar yang berfungsi untuk mengumpan batukapur dari feeder ke hammer crusher b) Grate bar Seperti jaring yang berfungsi penyaring batukapur lebih kurang 50 mm yang hancur oleh proses peremukan untuk diteruskan ke belt conveyor . c) Motor crusher
Motor untuk menggerakkan rotor shaft dari hammer crusher tersebut. d) Liner Dinding crusher tersebut yang terbuat dari baja yang berfungsi sebagai tempat pemukul dari hammer crusher tersebut. e) Belt Conveyor Belt conveyor berfungsi sebagai alat yang mengangkut atau memindahkan material yang sudah diremukkan sesuai dengan ukuran yang diinginkan hingga ke ayakan. Alat tersebut terdiri dari sabuk yang tahan terhadap pengangkutan benda padat. Sabuk yang digunakan pada belt conveyor ini dapat dibuat dari berbagai jenis bahan. Misalnya dari karet, plastik, kulit yang tergantung dari jenis dan sifat bahan yang akan diangkut. Untuk mengangkut bahan-bahan batu kapur belt conveyor yang dipakai di PT Semen Padang terbuat dari karet.
Gambar. Belt Conveyour
B. Produktivitas Loading dan Hauling 1. Alat Loading
Alat muat ini mempengaruhi productivity crusher yang sangat besar.
Dimana, jika alat muat rusak, maka produksi crusher akan
berhenti.Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut, apakah kedudukan alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan kedua-duanya sama tinggi. Cara pemuatan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : a. Top Loading Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truk jungkit (alat muat berada diatas tumpukan material atau berada di atas jenjang). Cara ini hanya di pakai pada alat muat Back Hoe. Selain itu operator lebih leluasa untuk melihat bak dan menempatkan material. b. Bottom loading Ketinggian atau kedudukan alat angkut dan truk jungkit adalah sama. Cara ini hanya di pakai pada alat muat Back Hoe dan Wheel loader. Bagian-bagian alat muat, yaitu :
Ukuran bucket/Kapasitas bucket
swell factor
Faktor yang mempengaruhi cycle time alat muat :
Ukuran mesin (makin kecil,makin cepat)
Kemudahan penggalian
Posisi truck (single side / double side loading)
Kondisi jalan kerja
Keterbatasan manufer
Keterampilan Oper
Gambar. Top Loading dan Bottom Loading
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung produktifitas alat gali. Langkah-langkah perhitungan produktivitas alat muat : 1) Kapasitas produksi persiklus (q) Alat muat: Q = q x k x
3600
Q : Produktivitas per jam q : Kapasitas bucket k
: Faktor Pengisian
cm : Cycle time bucket E : Efisiensi kerja
x E
(Sumber : Partanto Prodjosumarto.1996) Berikut adalah tabel faktor bucket alat muat. No
1.
Jenis Faktor Kondisi Muatan Pekerjaan Bucket Menggali dan memuat dari stockpile atau material yang Ringan
telah dikeruk excavator lain, yang tidak membutuhkan daya gali dan dapat dibuat munjung dalam bucket.
1,0-0,8
Contoh: pasir, tanah pasir. Menggali dan memuat dari stockpile. Tanah yang sulit 2.
Sedang
untuk di gali dan dikeruk tetapi dapat dimuat hampir 0,8-0,6 munjung (antara penuh dan munjung penuh) Memuat dan menggali bijih pecah, tanah liat yang keras,
3.
pasir campur kerikil yang telah ada di stock pile oleh Agak Sulit 0,6-0,5 excavator lain, dan sulit mengisi bucket dengan material tersebut.
4.
Sulit
Bongkahan bijih besar dengan bentuk tidak teratur dengan banyak rongga diantaranya.
0,5-0,4
(Sumber: Ir. Rochmanhadi) 2. Alat Hauling
Alat angkut ini juga mempengaruhi productivitas crusher , karena alat angkut jika tidak ada , maka crusher tidak bisa di laksanakan. Faktor yang mempengaruhi cycle time alat angkut :
Ukuran mesin (makin kecil,makin cepat)
Posisi berdirinya alat
Kondisi lantai kerja
Keterbatasan maneuver
Keterampilan operator
Langkah-langkah perhitungan produktivitas alat angkut : a. Kapasitas produksi persiklus (C) C = n x q1 x K Keterangan : n
= Jumlah bucket
q1
= Kapasitas bucket alat muat (m3)
K
= Faktor bucket alat muat
b. Produksi alat angkut : P=
C x 60 x E Cmt
Keterangan : P
= Produksi dump truck perjam (m3/ jam)
C
= Kapasitas produksi persiklus (m3)
E
= Effisiensi kerja dump truck (%)
Cmt = Waktu siklus dump truck (menit) (Sumber : Partanto Prodjosumarto.1996)
3. Cycle Time
Waktu siklus alat muat adalah waktu yang dibutuhkan alat untuk melakukan pekerjaan dari awal hingga akhir dan kembali lagi pada keadaan awal. Gerakan yang dilakukan alat muat adalah: a. Waktu gali
Waktu gali adalah waktu yang dibutuhkan excavator untuk mengisi bucket . b. Waktu swing isi Waktu swing isi adalah lama waktu yang dibutuhkan excavator untuk membawa bucket yang terisi material ke alat angkut. c. Waktu Tumpah Waktu Tumpah adalah lama waktu yang dibutuhkan excavator untuk menumpahkan material isi bucket ke alat angkut. d. Waktu swing kosong Waktu swing kosong adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengayunkan bucket kembali ke gerakan penggalian. e. Waktu terbuang (Spot Time) Waktu terbuang (Spot Time) adalah keadaan dimana alat muat menunggu sedangkan alat angkut melakukan pengangkutan. 1) Mengamati kegiatan pengangkutan ( Hauling I ) Pengangkutan bertujuan untuk memindahkan material batu kapur hasil kegiatan peledakan menuju ke tempat alat peremukan material (crusher dan MTM). Pencatatan waktu siklus alat angkut, gerakan yang dilakukan alat angkut adalah: a. Waktu Manufer I. Adalah waktu yang dibutuhkan alat angkut untuk membelok hingga mundur mengatur posisi untuk diisi oleh alat muat. b. Waktu Muat
Adalah lama waktu pengisian material ke alat angkut. c. Waktu Angkut Adalah lama waktu yang dibutuhkan alat angkut untuk membawa material dari tempat pengisian ke tempat penumpahan (dumping). d. Waktu Manufer II Adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk membelok dan bersiap untuk dumping. e. Waktu Tumpah (dumping) Adalah lama waktu yang dibutukan alat untuk menumpahkan material. f. Waktu Kembali Adalah lama waktu yang dibutuhkan alat angkut untuk kembali ke tempat pengisian material. g. Waktu Terbuang (Spot Time) Adalah keadaan dimana alat angkut menunggu sedangkan hopper crusher dan MTM (medium speed trapezium mill ) masih belum bisa ditambah. 2) Mengamati kegiatan pengolahan (Crushing)
C. Perhitungan Kesediaan Alat Pada Unit Crusher
Dilakukan agar dapat menunjukkan keadaan alat dalam pencapaian target yang direncanakan. 1. Mechanical Avaibility (MA)
Merupakan faktor yang menunjukkan ketersediaan alat dengan memperhitungkan waktu kerja yang hilang untuk perbaikan alat karena alasan mekanis (Ir. Partanto, 2005 :179). W
MA =
X 100 %
W+R
Keterangan: W
= Jumlah jam kerja alat (Working Hours)
R
= Jumlah jam perbaikan alat (Repair Hours)
2. Physical Availability (PA) Merupakan tingkat kesediaan alat untuk melakukan kegiatan produksi dengan memperhitungkan kehilangan waktu karena alasan tertentu (Ir.Partanto, 2005 :181). Kesediaan fisik dapat dirumuskan sebagai berikut: PA =
W+S W+R+S
X 100 %
Keterangan: W
= Jumlah jam kerja alat (Working Hours)
R
= Jumlah jam perbaikan alat (Repair Hours)
S
= Jumlah jam standby alat (Standby Hours)
3. Use of A vailability (UA) Merupakan cara untuk menyatakan efisiensi kerja berdasarkan pada keadaan alat standby, karena suatu alasan selain alasan mekanis (Ir. Partanto, 2005 :180). UA =
W
X 100 %
W+S
Keterangan:
W
= Jumlah jam kerja alat (Working Hours)
S
= Jumlah jam standby alat (Stanby Hours)
4. E ffective Utilization (Eut) Merupakan tingkat prestasi kerja alat, yaitu yang benar-benar digunakan untuk melakukan produksi dari waktu yang tersedia. Dapat dirumuskan sebagai berikut (Ir. Partanto, 2005 :181) : Eut =
W W+R+S
X 100 %
Keterangan: W
= Jumlah jam kerja alat (Working Hours)
R
= Jumlah jam perbaikan alat (Repair Hours)
S
= Jumlah jam standby alat (Stanby Hours)
D. Waktu Hambatan Rangkaian Unit Crusher
a. Hambatan Persiapan Alat Hambatan pada persiapan alat antara lain: pemeriksaan, isi BBM, pemanasan alat dan pembersihan alat. Kegiatan persiapan alat dilakukan pada setiap awal kerja yaitu sebelum alat di operasikan, hal ini yang menyebabkan banyak waktu terbuang sehingga mengganggu hasil produksi mesin crusher . b. Gangguan Alat Muat Hambatan ini terjadi karena adanya waktu loose time yang berlebih pada alat e xcavator sehingga membuat alat crusher terhenti produksinya.
c. Gangguan Peralatan Hambatan ini meliputi gangguan mekanik pada peralatan crushing seperti vibrating screen tidak bergetar, belt conveyor putus, genset rusak dan crusher tiba-tiba mati akibat gangguan listrik. d. Kondisi Material Hambatan material ini terjadi karena adanya batu kapur yang memiliki ukuran melebihi bukaan mulut crusher untuk diproses. Sehingga perlu pembongkaran oleh mekanik yang mengakibatkan crusher terhenti. e. Materi batu kapur bertanah Hambatan ini terjadi karena pada batu kapur bercampur tanah.