Nama
: Olivia Ersafitri
Nima
: 1111003026
Kelas
: Komunikasi Massa / Mass Communication (KOM 32)
Pengajar : Trusyanti Sutrasno BFA, MComms Tanggal
: 08 Januari 2013
( Semester Ganjil 2012/2013) Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial – Universitas Bakrie, Jakarta, Indonesia. 1917 Words
1
Film Animasi yang Mencerdaskan Bangsa oleh Olivia Ersafitri
Abstrak Televisi merupakan media komunikasi massa yang paling banyak diminati oleh masyarakat termasuk anak-anak. Kebanyakan anak-anak menonton televisi untuk menonton film animasi. Namun, banyak orang yang memandang film animasi dengan sebelah mata. Mereka beranggapan jika tayangan televisi seperti film animasi tidak mendidik karena hanya bersifat menghibur. Sebenarnya film animasi yang
ditayangkan di televisi
pendidikan anak-anak
dapat berperan dalam
meningkatkan kualitas
Indonesia. Tentu saja hal ini dapat terwujud jika film
animasi tersebut berisikan informasi-informasi yang mendidik, seperti informasi mengenai fenomena alam misalnya. Dengan format film animasi, dapat dipastikan anak-anak suka menontonnya sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk menyerap informasi yang mendidik tersebut. Pada akhirnya, pengetahuan mereka pun akan bertambah dan kualitas pendidikan Indonesia pun akan meningkat.
Keywords : Televisi, Film Animasi, Pendidikan, Laswell, Schramm, Teori Kultivasi, Teori Pembelajaran Sosial.
2
Pendahuluan
Shirley Biagi menuliskan didalam bukunya jika kata televisi muncul pertama kali di majalah Scientific American pada tahun 1907. Televisi menjadi populer di Amerika semenjak Sarnoff memamerkan regular television broadcasting di World’s Fair pada tahun 1939. Saat ini, televisi merupakan salah satu media massa yang dinilai paling diminati dan merupakan alat media massa yang populer. Berdasarkan artikel yang dirilis di situs Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (kemenperin.go.id) selama enam bulan pertama di tahun 2012 penjualan perangkat elekronik didominasi oleh yang penjualannya mencapai angka Rp 5,84 triliun. Melalui sifat audio-visual dan teknologinya yang terus dikembangkan, televisi
terbukti
dapat
menarik
banyak
simpati
dari
masyarakat
luas.
Tidakterkecuali simpati dari anak-anak. Televisi ibarat magnet yang menyita perhatian anak-anak Indonesia. Anakanak Indonesia menghabiskan waktu menonton televise jauh lebih lama dari pada waktu yang mereka habiskan di bangku sekolah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Dancow Parenting Center di Jakarta, disimpulkan bahwa anak-anak Indonesia menghabiskan waktunya menonton televisi rata-rata enam jam sehari, bandingkan dengan waktu belajar yang tidak lebih dari lima jam sehari (Yunus dalam Yusuf, 2011). Hal ini membuktikan kesukaan anak-anak Indonesia terhadap televisi. Didukung dengan waktu siaran yang hampir 24/7, berbagai macam program televisi telah hadir disetiap layar kaca. Program-program yang ditayangkan diantaranya ialah siaran berita, opera sabun, acara kuis, hingga film animasi. Menurut kamus Oxford, film animasi berarti film yang seolah hidup, terbuat dari fotografi, gambaran, boneka, dan sebagainya dengan perbedaan tipis antarframes, untuk memberi kesan pergerakan saat diproyeksikan. Film animasi bersifat menghibur. Oleh karena itu, kebanyakanaudiensfilm animasi merupakan anak-anak.Namun, banyak orang yang menganggap jika film 3
animasi tidak mendidik karena hanya bersifat menghibur. Sebenarnya tidak juga. Jika kita jeli dalam menyimak siaran film animasi di televisi maka kita bisa menemukan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Salah satu film animasi yang bersifat mendidik ialah Magic School Bus. Magic School Bus awalnya merupakan buku serita untuk anak-anak karangan Joanna Cole dengan ilustrasi gambar oleh Bruce Degen. Lalu, National Science Foundation dan Microsoft
Home
memberikan
bantuan
kepada
Scholastic
Media
untuk
mengkonvergensikan buku Magic School Bus menjadi film animasi. Sehingga, pada tahun 1994 film animasi Magic School Bus bisa disaksikan di Kanada dan Amerika Serikat. Bahkan saat ini, Magic School Bus juga bisa disaksikan setiap hari oleh anak-anak di seluruh Indonesia melalui stasiun televisi Spacetoon. Namun, Apakah pesan yang dikandung dalam film animasi Magic School Bus bisa sampai dan diterima serta dimengerti oleh anak-anak yang menontonnya? Lebih jauh lagi, apakah tayangan serial televisi dalam format film animasi seperti Magic School Bus bisa efektif dalam mendidik target audiens-nya, anak usia sekolah dasar, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan mereka? Dan, apakah televisi merupakan media yang lebih bisa meningkatkan kualitas pendidikan jika dibandingkan dengan media konvensional lainnya?
Tinjauan Pustaka Dalam menyampaikan pesannya kepada audiens, televisi memiliki cara khas. Televisi, sebagai pengirim pesan tunggal, mampu menjangkau banyak audiens pada saat yang bersamaan. Jelas, televisi merupakan alat dari komunikasi massa. Seperti yang tertulis di buku Teori Komunikasi I Sejarah, Metode, dan Terapan oleh Severin dan Tankard komunikasi massa bisa didefinisikan dalam tiga ciri:
4
1. Komunikasi pesan diarahkan kepada audiens yang relative besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroprasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar (Wright, 1959, hlm. 15)
Jadi, komunikasi masa merupakan komunikasi yang diarahkan kepada khalayak yang pesan-pesannya disebar secara umum, bersifat serempak dan sementara serta komunikator merupakan bagian dari organisasi yang kompleks yang membutuhkan biaya besar dalam proses pengiriman pesan. Televisi merupakan sebuah alat elektronik yang bersifat sebagai penyedia informasi. Informasi yang disediakan televisi terbagi menjadi dua bentuk yaitu dalam bentuk audio dan visual yang uniknya disampaikan secara bersamaan. Model komunikasi dasar yang diterapkan oleh televisi ialah model Laswell dengan teori dari Shannon dan Weaver. Di
dalam
buku
Severin
dan
Tankard,
model
komunikasi
Laswell
dideskripsikan dengan kalimat “who says what in what channel to whom with what effect”.
Who
disini
merupakan
siapa
yang
mengirim
pesan
(program
televisi).Sedangkan, What merupakan isi pesan (cerita yang diusung program televisi tersebut).Lalu, In what channel merujuk kepada media apa yang digunakan (televisi). Sedangkan, To whom sendiri merupakan target audiens dari pesan tersebut (individu yang diharapkan menyaksikan tayangan tersebut). Dan, with what effect berarti efek apa yang dialami oleh penerima pesan setelah terjadi proses interpretasi terhadap pesan tersebut (reaksi individu setelah menonton prorgarm televisi tersebut). The Mathematical Theory of Communication dari Claude Shannon dan Warren Weaver mendukung teori Laswell. Teori ini didasarkan pada konsep statistik transmisi sinyal yang menurut Osgood “terlalu bersifat mekanis”. ”Teori ini membahas mengenai sumber informasi yang menghasilkan pesan yang harus
5
dikomunikasikan dari serangkaian kemungkinan pesan (Severin dan Tankard, 2011)”. Pada
televisi,
mengubahnya
pesan
menjadi
sinyal
audio-visual yang
cocok
dikirim
melalui
dengan
saluran
transmitter
yang
(channel)
yang
digunakan. Saluran adalah media untuk mengirimkan sinyal dari transmitter ke penerima. Istilah komunikasi sendiri didefinisikan sebagai “semua prosedur yang bisa digunakan oleh suatu pikiran untuk mempengaruhi pikiran lain (Weaver dalam Severin dan Tankard, 2011)”. Dalam buku Severin dan Tankard juga terdapat kalimat yang berbunyi “Teori Shannon mempertajam persepsi normal kita (seperti pandangan dan suara) menjadi bit digital, memberi kita keuntungan bahasa yang bisa dipahami oleh komputer. Kemudian bisa kita manipulasi dengan cepat (Fentel, 1989, hlm 28).” Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Weaver memandang jika komunikasi memiliki tujuan untuk mempengaruhi tingkah laku sasaran (tujuan) komunikasi (atau penerima pesan); di sini arti tingkah laku bersifat luas. Singkatnya, The Mathematical Theory of Communication dari Shannon dan Weaver membahas mengenai bagaimana pesan yang disampaikan melalui media televisi dapat mempengaruhi tingkah laku penontonnya dengan menggunakan model komunikasi Laswell. Model
komunikasi
lainnya
yang
sesuai
dengan
televisi
ialah
komunikasi masa dari Wilbur L. Schramm. Berikut ialah model Schramm :
6
model
Menurut model komunikasi masa dari Schramm, pengirim pesan berjumlah tunggal. Ia menyusun satu pesan yang ditujukan kepada khalayak (penerima pesan lebidari
satu
individu).
Lalu,
masing-masing
individu
menguraikan
dan
mengintepretasikan pesan yang mereka terima. Penerima pesan juga mengirimkan umpan balik yang bersifat delayed (tertunda) dan pengirim pesan bisa mengetahui isi umpan balik melalui sumber lain. Scholastic Media merupakan komunikator tunggal. Setiap episode Magic School Bus merupakan pesan yang ia buat yang ditujukan kepada khalayak. Seperti pada
episode
All
Dried
Up
yang
mengandung
informasi
(pesan)
berupa
pengetahuan tentang bagaimana gurun pasir bisa terbentuk, apa saja hewan yang tinggal di sana dan bagaimana mereka bertahan hidup. Atau, episode Get Lost In Space yang bercerita bagaimana Mrs. Frizzle mengajak murid-muridnya field trip ke bulan, Planet Mars dan Planet Venus. Episode tersebut mengandung pesan mengenai bagaimana planet bisa terbentuk serta hal-hal apa saja yang membedakan bumi dengan benda ruang angkasa lainnya. Lalu,
setiap
anak
yang
menonton
episode
tersebut,
mereka
akan
menguraikan dan mengintepretasikan pesan yang mereka terima. Feedback dari anak-anak yang menonton dapat diketahui oleh Scholastic Media melalui rating terhadap program Magic School Bus.
Hasil dan Pembahasan Teori belajar observasi menyatakan jika anak belajar dari apa yang mereka simak. Sehingga, dengan menonton Magic School Bus, maka anak-anak dapat belajar mengenai fenomena alam, yang disajikan disetiap episode Magic School Bus, seperti gurun pasir atau pun ruang angkasa. Selain itu, jurnal Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan jika 7
“televisi dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan. Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognitif, afektif, ataupun psikomotor bisa dikemas dalam program televisi. Oleh karena itu, pola berpikir anak akan berkembang dengan menyaksikan acara yang sifatnya mendidik. Begitu pula dengan perilaku.Anak akan merasa terdidik apabila menyaksikan acara yang sifatnya mendidik.”
Magic School Bus memang sarat dengan ilmu pengetahuan yang mendidik. Dengan menonton Magic School Bus anak-anak Indonesia bisa tahu dan paham mengenai fenomena-fenomena sains yang ada di dunia. Tentu hal ini akan membantu
mengembangkan
pola
pikir
anak-anak
Indonesia
sehingga
bisa
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ditambah lagi Magic School Bus yang disugguhkan dalam format film animasi menambah daya pikat dimata anak-anak. Sehingga, anak-anak tertarik dan mau menonton. Seperti artikel yang ditulis oleh Semiawan “…salah satu faktor eksogen yang berpengaruh terhadap pembentukan watak dan pribadi seseorang adalah media yang berbentuk bacaan atau film… anak pada usia 8 tahun sampai dengan 18 tahun memiliki kepekaan terhadap pengaruh eksogen tersebut”. Magic School Bus menggambarkan semangat belajar yang dimiliki oleh murid-murid Mrs. Frizzle. Rasa ingin tahu mereka membawa mereka menjelajahi tempat-tempat menarik seperti dasar laut, sistem pencernaan manusia, gurun sahara hingga ruang angkasa dengan bis sekolah mereka yang bisa berubah menjadi pesawat ruang angkasa bahkan kapal selam untuk mempelajari fenomenafenomena sains yang ada. Albert Bandura dengan teori pembelajaran sosialnya menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Anakanak Indonesia yang menonton Magic School Bus pasti juga akan mengamati perilaku murid-murid kelas Mrs. Frizzle yang bersemangat, penuh rasa ingin tahu, dan suka belajar. Sehingga, mereka akan belajar bagaimana menjadi murid yang hebat, yang bersemangat, selalu ingin tahu dan suka belajar dengan mencontoh perilaku murid-murid Mrs. Frizzle.
8
Disamping itu, Cultivation theory dari George Gerbner menjelaskan jika menyaksikan televisi secara terus-menerus dalam waktu yang lama akan berdampak pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai individu yang menyaksikannya. Jika anak Indonesia terus-menerus menyaksikan Magic School Bus dalam waktu yang lama, bisa diprediksikan bahwa pada suatu titik anak-anak Indonesia akan mencontoh
sikap
murid-murid
kelas
Mrs.
Frizzle
yang
digambarkan
selalu
bersemangat, ceria, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta suka belajar.
Prediksi ini juga didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Waldopo. Didalam jurnalnya, Waldopo menuliskan jika individu (terlebih pada usia anak-anak dan remaja) memiliki kecenderungan untuk meniru hal-hal yang sering dilihatnya. Selain cultivation theory, teori lain yang membuat saya yakin jika televisi, khususnya film animasi Magic School Bus, berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia ialah sebuah teori tentang kemampuan manusia dalam penerimaan pesan. Teori tersebut menyebutkan bahwa “apabila sebuah pesan diterima hanya dengan perangkat audio atau indera pendengaran semata, maka kemampuan daya tangkapnya adalah 15 %. Sedangkan jika dengan audio-visual maka kemampuan daya tangkapnya sebesar 55%, dan akan meningkat hingga 95% jika selain audio-visual juga melibatkan emosional (Yunus dalam Yusuf, 2005)”.
Karena Magic School Bus merupakan pesan audio-visual, maka teori tersebut menjamin jika anak-anak Indonesia yang menonton Magic School Bus dapat menangkap isi ceritanya sebesar 55%. Terlebih lagi jika saat menonton Magic School Bus anak-anak merasa senang dan bersemangat (melibatkan emosi) maka informasi mengenai fenomena sains yang disuguhkan oleh Magic School Bus dapat diterima sebesar 95%. Juga didukung oleh pernyataan Abraham Maslow mengenai perilaku anak yang sebenarnya terbentuk dan berkembang melalui proses komunikasi. Mengingat menonton film animasi juga merupakan proses komunikasi. Maka, menjadi jelas
9
jika Magic School Bus bisa membantu anak-anak Indonesia dalam mengembangkan tidak hanya pengetahuannya mengenai fenomena sains. Namun, juga membantu mengembangkan watak, pribadi serta perilaku mereka. Kelebihan
televisi
dibandingkan
dengan
media
lainnya
ialah
televisi
dipandang sebagai “telepresence” yang merupakan gelombang yang tidak bisa dihentikan (Smoot dalam Biagi, 2010). Hal ini berarti televisi akan ada hingga di masa depan. Televisi juga lebih cepat dan lebih luas dalam menyampaikan pesan, sehingga semua anak Indonesia bisa belajar melalui Magic School Bus yang ditayangkan di televisi. Pada akhirnya,hal tersebut akanberkontribusi kepada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kesimpulan Televisi merupakan media yang dinilai paling efektif. Salah satu program yang ada di televisi ialah film animasi. Film animasiterbuat dari fotografi, gambaran, boneka, dan sebagainya dengan perbedaan tipis antarframes, untuk memberi
kesan
pergerakan
saat
diproyeksikan
yang
tidak
hanya
bersifat
menghibur namun juga dapat bersifat mendidik. Film animasi yang seperti Magic School Bus, yang bercerita mengenai muridmurid yang menjelajahi gurun sahara hingga ruang angkasauntuk mempelajari alam serta fenomena-fenomena sains dengan cara yang menyenangkan, dapat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Didukung oleh model komunikasi Laswell dan Schramm serta didasari oleh dua teori efek media yaitu teori kultivasi dan teori pembelajaran social, dapat disimpulkan jika anak-anak Indonesia suka menonton Magic School Bus maka pengetahuan dan pola piker mereka akan berkembang. Sehingga, pada akhirnya hal
tersebutakan
berkontribusi
dalam
Indonesia. 10
meningkatkan
kualitas
pendidikan
di
DAFTAR PUSTAKA
Biagi, S. 2012. Media/Impact Pengantar Media Massa. Jakarta: Salemba Humanika. Darwanto. 2007. Televisi Sebagai Media Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kreshna.
Anak
Belajar
dari
Melihat.
Diakses
pada
4
Januari
2012,
dari
http://www.bincangedukasi.com/anak-belajar-dari-meliha.html Landsberg, M. 12 April 1991. The Magic School Bus Lost in the Solar System (1991).
Diakses
pada
4
Januari
2013,
dari
http://www.ew.com/ew/article/0,,20205413,00.html Media
Effects
Theories.
Diakses
pada
4
Januari
2013,
dari
http://oregonstate.edu/instruct/comm321/gwalker/effectsmedia.htm Penjualan Elektronik Tembus Rp 12 T.
Diakses pada 5 Januari 2013, dari
http://www.kemenperin.go.id/artikel/3844/Penjualan-Elektronik-Tembus-Rp12-T Semiawan, C. R. Pengaruh Film Terhadap Pembentukan Watak (The Effect of Movie on
Attitude).
Diakses
pada
4
Januari
2012,
dari
http://episentrum.com/artikel-psikologi/pengaruh-film-terhadappembentukan-watak-effect-of-movie-on-attitude/#more-498 Severin, W. J., & Tankard, J. W. 2011. Teori Komunikasi I Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media. Utami, F. E. 2011. Pengaruh Televisi yang Dapat Memengaruhi Perkembangan Pola Pikir dan Perilaku Anak. Bogor. Waldopo. 2000. Potensi Televisi Sebagai Media Pendidikan dan Pembelajaran. Jurnal Teknodik. 4, 53-58. 11
Yusuf, A. A. 27 Mei 2011. Pendidikan Media Televisi. Diakses pada 4 Januari 2013, dari http://muda.kompasiana.com/2011/05/27/pendidikan-media-televisi/
12