REFERAT Optical Coherence Tomography (OCT) Bagian Ilmu Mata Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Slawi S lawi
Disusun oleh: Dinar Yudistira Firdaus
(030.12.083)
Putri Fatwa Nabilla Yamin
(030.12.215)
Pembimbing: dr. Adri Subandiro, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 2017
0
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Dinar Yudistira Firdaus
(030.12.083)
Putri Fatwa Nabilla Yamin (030.12.215) Universitas
: Trisakti
Fakultas
: Kedokteran
Tingkat
: Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan
: Ilmu Mata
Periode Kepaniteraan Klinik
: 28 Agustus 2017 – 2017 – 30 September 2017
Judul Referat
: Optical Coherence Tomography (OCT) Tomography (OCT)
TELAH DIPERIKSA DIPERIKSA dan DISETUJUI DISETUJUI TANGGAL : Bagian Ilmu Mata Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Slawi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Coassistan
Pembimbing
dr. Adri Subandiro, Sp.M
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat ini. Selama pembuatan referat ini penulis mendapat banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih
kepada orang tua penulis, dokter pembimbing referat dr. Adri Subandiro, Sp.M, staff polikilinik mata serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Mata. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam referat ini.
Slawi, 15 September 2017
2
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan………………………………………………………………… .... 1 Kata Pengantar……………………………………………………………………… .... 2 Daftar isi……………………………………………………………………………...... 3 Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….. .... 4 Bab II Tinjauan Pustaka ……………………………………………………………..... 5 2.1 Anatomi mata……….…………………………………………................... 5 2.2 Histologi mata…………. ……............................................... ...................... 8 2.3 Fisiologi……………………………………………………… .................... 10 2.4 Definisi…………………………………………………………… .............. 14 2.5 Prinsip dasar Ophtical Coherence Tomography (OCT)… ........................... 15 2.6 Jenis Ophtical Coherence Tomography ………………............................... 16 2.7 Indikasi Ophtical Coherence Tomography ………………………… .......... 16 2.8 Kontraindikasi Ophtical Coherence Tomography ………………… ........... 17 2.9 Cara penggunaan Ophtical Coherence Tomography................. ................... 17 2.10 Interpretasi hasil Ophtical Coherence Tomography ……………… ......... 23 Bab III Kesimpulan…………………………………………………………………..... 24 Daftar pustaka…………………………………………………………………. ............ 25
3
BAB I PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pencitraan semakin cepat sesuai dengan tuntutan kemajuan jaman. Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknologi pencitraan yang menampilkan gambaran resolusi mikron, cross sectional , pada jaringan invivo, termasuk mikrosutruktur okuli.1 Optical
coherence
(OCT) merupakan teknik pencitraan non-kontak dan non-invasif memperlihatkan
gambaran
retina,
koroid,
saraf
optik,
lapisan
tomography yang serat
dapat saraf
retina, dan struktur anterior mata.2 Selama bertahun-tahun, aplikasi klinis OCT telah meningkat secara dramatis dalam sensitivitas dan spesifisitas. OCT dapat memperlihatkan gambaran histologi potongan lintang retina yang masih hidup dengan resolusi yang sangat tinggi dan memiliki reprodusibilitas tinggi. OCT telah banyak digunakan untuk menilai berbagai kelainan makula. Namun penelitian lebih lanjut mendapatkan bahwa OCT sangat bermanfaat untuk mengevaluasi penyakit mata yang lain, yaitu glaukoma. Penilaian yang obyektif terhadap lapisan serabut saraf retina (Retinal Nerve Fiber Layer / RNFL) di daerah sekitar papil dan tomografi papil sangat penting dalam penilaian glaucoma. Penggunaan OCT sebagai alat penegak diagnosis dan monitoring glaukoma semakin banyak digunakan3 OCT
bekerja
berdasarkan
prinsip
interferometri
Michelson
dengan
menggunakan sinar infra merah koherensi rendah 800-830 nm. Sinar tersebut dilewatkan melalui serat optik menuju alat pembagi sinar / beam splitter dankemudian diarahkan ke retina dan cermin referensi. Sinar yang masuk mata akan dipantulkan oleh berbagai lapisan retina.3
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi mata
Gambar 1. Anatomi mata
Orbita Secara skematis rongga orbita digambarkan sebagai piramida segi empat yang
mengerucut di bagian posteriornya. Volume orbita pada orang dewasa sekitar 30mL dan bola mata hanya menempati seperlima bagian rongga. Lemak dan otot menempati bagian terbesarnya. Batas anterior rongga orbita adalah septum orbitale, yang berfungsi sebagai pemisah antara palpebra d an orbita.4
5
Konjungtiva Konjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu: konjungtiva palpebralis yang melapisi
permukaan posterior kelopak mata dan merekat erat ke tarsus dan konjungtiva bulbaris yang melekat longgar ke septum orbital di fornix dan melipat berkali-kali. Konjungtiva juga menyokong pergerakan bola mata dan menghasilkan lapisan air mata prakornea yang merata yang dihasilkan oleh sel-sel goblet pada lapisan epitel superfisialisnya.4
Sklera dan Episklera Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Struktur kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina kribosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus optikus. Bagian luar sklera terdapat sebuah lapisan yang disebut episklera. Selain sebagai pelindung, episklera juga mengandung banyak pembuluh darah untuk mendarahi sklera.4
Kornea Kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya, bersifat
jernih, transparan, permukaan yang licin, permukaan yang licin ini berfungsi sebagai pelindung mata. Kornea pada dewasa memiliki diameter horizontal sekitar 11,75mm dan diameter vertical sekitar 10,6mm. Kornea dinutrisi oleh aqueous humor, pembuluh-pembuluh darah limbus, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama nervus trigeminus.4
Iris Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak ditengah. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator sehingga iris dapat mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Iris mendapat nutrisi dari pendarahan yang dibawa oleh circulus major iris. Persarafan sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares.4
6
Corpus Ciliare Corpus ciliare secara zona terbagi atas dua zona yaitu: zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata yang terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena verticosa dan zona posterior yang datar.4
Koroid Koroid adalah segmen postrior uvea yang terdiri dari tiga lapis pembuluh
koroid yang makin dalam semakin besar lumennya. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Di sebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare. Pembuluh darah koroid juga berfungsi untuk mendarahi bagian luar dari retina.4
Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan. Lensa terdiri atas air (65%) dan protein (35%). Lensa memiliki tebal 4mm dan diameter 9mm yang dilapisi suatu membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Posisi lensa dipertahankan oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii.4
Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina memiliki tebal 0,1mm pada ora serrata dan 0,56mm pada kutub posterior. Retina menerima darah darah dari koriokapilaris yang mendarahi sepertiga luar retina dan cabangcabang arteria centralis retinae yang mendarahi dua pertiga dalam retina.4
7
Gambar 2. Ketebalan retina
Vitreus Vitreus adalah suatu bahan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Sekitar 99% komponen vitreus adalah air dan sisa 1% adalah asam hialuronat dan kolagen, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.4
2.2
Histologi mata
Sklera dan Episklera Secara histologi, sklera tersusun atas jaringan ikat padat dan fibroblas yang
saling bersilangan dan paralel dengan permukaan bola mata. Permukaan luar sklera (episklera) berhubungan melalui jalinan serat kolagen halus longgar dengan lapisan jaringan ikat padat yang disebut Kapsula Tenon. Kapsula Tenon berhubungan dengan stroma konjungtiva longgar pada perbatasan kornea dengan sklera. Diantara kapsula tenon dan sklera terdapat ruang tenon yang memungkinkan mbola mata berputar.5
Kornea Secara histologi kornea terdiri dari tujuh lapisan. Lapisan pertama adalah
epitel berlapis gepeng yang tidak mengandung keratin yang terdiri dari lima sampai enam lapis sel. Dibawah epitel ini ada membran Bowman, yang terdiri dari serat kolagen yang tersusun menyilang secara acak dan berfungsi membantu stabilitas dan
8
kekuatan kornea. Stroma terbentuk dari lapisan berkas sejajar serat kolagen dan lapisan fibroblas. Sel-sel dan serat stroma terbenam di dalam substansi yang kaya akan glikoprotein dan kondroitin sulfat. Membran Descement adalah membran basalis tebal yang terletak di bagian posterior stroma dengan struktur homogen yang terdiri atas susunan filament kolagen halus. Endotel kornea merupakan epitel selapis gepeng yang memiliki fungsi dalam transpor aktif, sintesis protein, dan ketahanan membran Descement.5
Koroid Merupakan lapisan yang mengandung melanosit dan memberinya warna yang
khas. Koroid juga mengandung banyak pembuluh darah yang disebut lapisan koriokapiler yang berfungsi untuk nutrisi retina. 5
Iris Iris adalah perluasan koroid yang menutupi sebagian lensa dan memiliki
lubang dipusatnya yang disebut pupil. Iris dibentuk oleh lapisan sel pigmen dan fibroblas. Fungsi sejumlah besar sel melanosit di beberapa daerah mata adalah untuk mencegah berkas cahaya yang dapat mengganggu pembentukan bayangan.5
Lensa Lensa adalah struktur bikonkaf yang sangat elastis dan memiliki tiga
komponen utama. Kapsul lensa memiliki struktur homogen, refraktil, dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epitel. Kapsul ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terdiri dari kolagen tipe IV dan glikoprotein. Epitel subkapsular terdiri atas selapis sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa. Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Sel-sel pada serat lensa berisikan proten yang disebut kristalin.5
Retina Retina dalah lapisan dalam bola mata, yang terdiri dari dua bagian.Bagian
anterior yang tidak foto sensitif dan menyusun lapisan dalam badan siliar dan bagian
9
posterior iris. Bagian posterior atau bagian yang fotosensitif. Lapisan luarnya terdiri atas sel batang dan sel kerucut, lapisan tengah menghubungkan sel batang dan sel kerucut dengan sel-sel ganglion, dan lapisan dalam sel-sel ganglion, yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui dendritna dan mengirimkan akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini berkumpul pada papila optikus dan membentuk nervus optikus.5
Gambar 3. Lapisan retina 2.3
Fisiologi Penglihatan
Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di bagian anterior, terdapat kornea transparan yang dapat ditembus cahaya untuk masuk kedalam mata. Sinar/cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket energi mirip partikel yang berjalan dalam bentuk gelombang. 6Fotoreseptor mata hanya peka terhadap panjang gelombang dari 400 nanometer sampai 700 nanometer yang merupakan sebagian kecil dari spektrum elektromagnetik total. Cahaya yang melewati kornea tidak semuanya mencapai fotoreseptor, karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam aqueous humor . Iris 10
memiliki lubang di bagian tengah yang disebut dengan pupil yang memungkinkan cahaya masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Iris memiliki dua jenis otot polos, yaitu otot polos sirkular dan otot polos radial. Otot-otot iris ini dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Saat keadaan sinar terang, saraf parasimpatis menyarafi otot sirkular dan menyebabkan konstriksi pupil untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata, sementara saraf simpatis menyarafi otot radial saat intensitas cahaya rendah sehingga menyebabkan dilatasi pupil dan sinar yang masuk ke mata lebih banyak.6 Sumber cahaya mengalami divergensi (memancar ke segala arah) sehingga harus dibelokkan agar dapat difokuskan pada satu titik agar diperoleh bayangan yang akurat. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat dan arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi (pembiasan). Derajat refraksi dipengaruhi oleh rasio dari kedua indeks refraktif pada kedua medium transparan dan derajat angulasi dari sinar cahaya yang masuk. Kornea dan lensa merupakan struktur penting dalam kemampuan refraktif mata. Permukaan kornea yang melengkung merupakan struktur pertama yang dilewati sinar saat masuk ke mata sehingga memiliki peran paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan dalam densitas pada pertemuan udara-kornea. Kemampuan refraktif kornea tidak berubah karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Namun, kemampuan refraktif lensa dapat diubah ubah dengan mengubah kelengkungannya.6 Kemampuan lensa dalam menyesuaikan kekuatan lensa disebut sebagai akomodasi. Kekuatan lensa dipengaruhi oleh bentuknya (kelengkungan) dan pengaruh dari otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari badan siliar yang melingkar dan melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium. Aktivitas otot siliaris diatur oleh sistem saraf otonom, sinyal saraf parasimpatis yang dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III dan nukleus saraf III dibatang otak akan menimbulkan kontraksi pada
11
otot siliaris, yang akan mengendurkan ligamentum suspensorium, sehingga lensa lebih tebal dan meningkatkan daya biasnya. Otot siliaris juga dikontrol oleh stimulasi saraf simpatis untuk relaksasi sehingga lensa memipih.6 Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel kerucut,sel fotoreseptor retina. Setelah cahaya melewati susunan lensa mata dan vitreuos humor , cahaya memasuki retna dari bagian dalam mata. Secara berurutan cahaya akan melewati sel-sel ganglion, lapisan pleksiform, dan lapisan nukleus sebelum akhirnya mencapai lapisan sel batang dan sel kerucut. Setelah melewati beberapa lapisan maka akan ada pengurangan tajam penglihatan namun di bagian fovea retina lapisan-lapisan tadi tersingkap dan cahaya langsung sampai ke sel kerucut sehingga penglihatan tetap tajam.6 Secara struktur fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) memliki tiga bagian, yaitu: segmen luar, segmen dalam dan terminal sinaps. Segmen luar, yang terdiri dari susunan lempeng membran yang mengandung fotopigmen, merupakan bagian yang mendeteksi rangsangan cahaya. Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Melalui serangkaian tahap perubahan yang dipicu oleh cahaya ini akan mengaktifkan fotopigmen yang kemudian terjadi potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi.6 Fotopigmen terdiri dari opsin dan retinen. Retinen adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya. Pada sel batang terdapat fotopigmen rodopsin yang menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak dan pada sel kerucut terdapat fotopigmen merah, hi jau, biru yang berespon secara selektif terhadap berbagai panjang gelombang cahaya, menyebabkan kita dapat melihat warna. Setelah cahaya ditangkap oleh fotoreseptor maka sinyal ini akan diubah menjadi sinyal listrik. Proses ini dinamakan proses fototransduksi. Reseptor biasanya mengalami
depolarisasi
jika
dirangsang,
tetapi
fotoreseptor
mengalami
hiperpolarisasi ketika menyerap cahaya. Aktivitas fotoreseptor berbeda dalam keadaan gelap dan terang. Pada keadaan gelap, cGMP terikat ke saluran Na+ sehingga saluran Na+ tetap terbuka.6 Kebocoran pasif Na+ masuk ke sel menyebabkan
12
depolarisasi fotoreseptor yang menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps membuat saluran Ca2+ tetap terbuka sehingga masuknya kalsium memicu pelepasan neurotransmiter inhibitorik dari ujung sinaps dalam keadaan gelap. Sebaliknya, pada keadaan terang, konsentrasi cGMP menurun. Cahaya kemudian mengaktifkan fotopigmen lalu mengaktifkan protein transdusin dari fotoreseptor dan mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase yang menguraikan cGMP . Penurunan cGMP ini membuat saluran Na+ tertutup. Penutupan saluran ini menghentikan kebocoran Na+ penyebab depolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor, secara pasif menyebar dari segmen luar menuju ujung sinap fotoreseptor. Hal in menyebabkan penurunan pelepasan neurotrasmiter inhibitorik sehingga terjadi potensial aksi menuju pusat persepsi penglihatan.6 Tahap berikutnya, potensial aksi meninggalkan retina melalui nervus optikus dan setiap nervus optikus membawa informasi dari kedua retina yang disarafinya. Kemudian nervus optikus bertemu di kiasma optikum. Di dalam kiasma optikum, serat-serat dari separuh medial masing-masing retina menyebrang ke sisi kontralateral, tetapi yang separuh lateral tetap di sisi semula.6 Reorganisasi berkas-berkas serat yang meninggalkan kiasma optikum disebut traktus optikus. Serat-serat dari tiap traktus optikus bersinaps di nucleus genikulatum lateralis dorsalis di talamus, dan dari sini, serat-serat genikulokalkarina berjalan melalui radiasio optikus menuju korteks penglihatan primer (area 17) yang terletak di fisura kalkarina lobus oksipitalis.6 Kemudian, sinyal-sinyal penglihatan berakhir di area fisura kalkarina, yang meluas ke arah depan dari ujung oksipital pada bagian medial setiap korteks oksipital (Hall dan Guyton, 2011). Berdasarakan kompleksitas rangsangan yang diperlukan untuk menimbulkan respon, diketahui terdapat tiga jenis neuron korteks penglihatan yaitu: sel sederhana, kompleks, dan hiperkompleks. Tidak seperti retina yang merespon jumlah sinar, sel korteks hanya melepaskan muatan jika menerima pola
13
iluminasi tertentu yang telah terprogram di sel tersebut. Polapola ini dibentuk dengan menyatukan koneksi-koneksi yang berasal dari sel-sel fotoreseptor yang berdekatan di retina.6 Setiap level neuron korteks penglihatan memperlihatkan peningkatan kapasitas untuk abstraksi informasi yang terbentuk oleh peningkatan konvergensi masukan dari neuron-neuron level di bawahnya. Dengan cara ini, korteks mengubah pola mirip titik dari fotoreseptor yang dirangsang oleh cahaya dengan berbagai intensitas di bayangan retina menjadi informasi tentang kedalaman, posisi, orientasi, gerakan, kontur, dan panjang. Lalu potongan-potongan informasi ini diintegrasikan oleh regio-regio visual yang lebih tinggi sehingga kita dapat mempersepsikan informasi visual secara lengkap.6
2.4
Definisi
Optical coherence tomography (OCT) merupakan teknik pencitraan nonkontak dan non-invasif yang dapat memperlihatkan gambaran retina, koroid, saraf optik, lapisan serat saraf retina, dan struktur anterior mata.1 Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan teknologi pencitraan yang menampilkan gambaran resolusi mikron, cross sectional, pada jaringan invivo, termasuk mikrosutruktur okuli. Seperti pada CT-scan yang menggunakan sinar X, MRI yang menggunakan resonasi electron, OCT dapat dianalogikan dengan ultrasonografi.2 OCT dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk meneggakan diagnose karena kemudahannya pada mata baik pada segmen anterior maupun segmen posterior.2
14
2.5
Prinsip dasar Optical Coherence Tomography (OCT)
Beberapa tahun belakangan ini penggunaannya meningkat pesat dalam oftalmologi terutama oleh spesialis retina. Selain itu OCT dapat dipakai juga untuk kelainan glaukoma. Informasi kelainan retina dapat diterangkan oleh OCT seperti edema makula, RPE detachment , perubahan neovaskular intra-retinal dan sub-retinal, serta traksi vitreoretina. Selain itu OCT dapat dipakai juga sebagai alat bantu tambahan pemeriksaan angiografi.1 Optical coherence tomography (OCT) merupakan suatu alat pemeriksaan imaging dengan prinsip kerja mirip dengan pemeriksaan ultrasonografi B-mode, namun OCT lebih sensitif dan akurat. Ultrasonografi dengan resolusi 150 mikron, sedangkan OCT 10 mikron untuk time-domain OCT (TD-OCT) dan 1-6 mikron untuk spectral-domain OCT (SD-OCT). Alat ini memakai gelombang cahaya, berbeda dengan ultrasonogafi yang memakai gelombang suara, sehingga OCT tidak memerlukan kontak dengan mata. Pemeriksaan OCT ini hanya memerlukan waktu beberapa detik, OCT mudah dilakukan dan mudah interpretasinya, cepat, reliabel, sensitif, reproducible, dan non-kontak.7 Prinsip kerja OCT dimulai dari adanya cahaya koheren rendah yang berasal dari diode superluminan (SLD) digabungkan dengan nterferometer fiber, kemudian dipisahkan oleh. serabut splitter pada suatu coupler menjadi ke dalam jalur acuan (reference) dan sampel (measurement) Sinar dikombinasikan dalam coupler dengan cahaya pantulan(backscattered) dari mata penderita. Kemudian kembali melalui sample arm (retina) dan mencapai detektor. Sinar yang terkirim ke reference arm (mirror) dipancarkan dengan sejajar oleh lensa pada keluaran reference arm, direfleksikan dari cermin, dan ditangkap kembali oleh lensa dan dikombinasi dengan sinar . Sinyal yang terbentuk diamati hanya bila panjang lintasan optic sesuai dengan panjang koheren dari sumber cahaya oto diode yang kemudian diproses .Didapatkan gambaran serupa dengan ultrasound A-scan.7
15
2.6
Jenis Optical Coherence Tomography (OCT)
Terdapat 2 jenis OCT yaitu time-domain OCT (TDOCT) dan spectraldomain OCT (SDOCT). Pada TDOCT, sinar dengan koherensi rendah mirip sinar infra merah dari dioda sumber cahaya dipancarkan ke retina dan kaca sebagai perbandingan. Setelah itu
sinar
hasil
pantulan
dari
membentuk pola gabungan yang akan ditangkap dan sinar
sehingga
kaca
dan
dianalisis
mata
oleh
akan
detektor
terbentuk gambaran potong lintang. Untuk melihat kedalaman,
kaca digerakkan dan perubahan pola pantulan diamati dan diambil gambarnya secara sekuensial. 2 SDOCT Perbedaannya
menggunakan adalah
untuk
mekanisme
yang
sama
dengan
TDOCT.
menentukan kedalaman, kaca berada dalam posisi
statis dan terdapat kamera yang menggambil gambar secara simultan. SDOCT memiliki resolusi lebih baik dan lebih sensitif serta dapat digunakan untuk merekonstruksi gambaran 3D.2
2.7
Indikasi Optical Coherence Tomography (OCT)
Optical
coherence
tomography memberikan
analisis
kualitatif
(morfologi dan reflektifitas) dan kuantitatif (ketebalan, pemetaan dan volume) dari jaringan yang diperiksa. Sehingga dapat dijadikan alat bantu diagnostik penyakit mata seperti: 8
Cystoid macular edema (CME)
Retinopati diabetik
Retinal vascular disease dan edema macula
Myopia degenerative
Ruptur koroid
Distrofi makula dan retina
16
Mengevaluasi hasil dari pengobatan dari waktu ke waktu.
Mengukur ketebalan dan volume lesi.
Mengetahui progresivitas penyakit.
Mengevaluasi keadaan setelah operasi.
Kontraindikasi Optical C oherence Tomography (OCT)
2.8
Kontraindikasi untuk dilakukannya pemeriksaan OCT adalah :2
2.9
1.
Media pengelihatan yang buruk (kontra indikasi relatif)
2.
Pasien yang kurang kooperatif (kontra indikasi relatif)
Cara penggunaan Optical Coherence Tomography (OCT)
Disaat melakukan pemeriksaan pasien dengan menggunakan OCT sebaiknya pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pasien dengan demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.9 a) Dilatasi pupil guna mengoptimalkan pemeriksaan. Pemindaian dapat diperoleh secara memadai melalui pupil yang tidak berdilatasi, namun gambar yang dihasilkan terkadang kurang jelas atau terpotong.9 b) Pasien duduk dan meletakan dagu di tempat dagu pada mesin OCT
17
c) Saat pasien duduk dengan nyaman, mesin OCT secara perlahan digerakkan terhadap mata pasien, dengan menggunakan joystick sampai gambar terlihat jelas pada monitor. d) Selama prosedur berlangsung pasien diharapkan untuk dapat kooperatif dalam pemeriksaan. Kerja sama pasien yang buruk dapat membatasi kualitas pemindaian karena fiksasi yang buruk.9
2.10 Interpretasi Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT dibaca melalui tahapan: analisa kualitatif dan kuantitatif, deduksi dan sintesis. 2.10.1 Analisa Kualitatif
Studi morfologgi yang mengukur variasi morfologi: 1
Deformasi retina, yaitu konkaf, misalnya pada kasus miopia dan stafiloma posterior, serta konveks pada RPE dan kista subretina.
Deformasi profil retina, yaitu hilangnya depresi dari fovea pada edema makula, macula pucker, macular pseudoholes, lamellar holes,membran epiretina yang terpisah atau melekat pada retina, mengetahui diameter dan dalamnya macular hole.
Perubahan struktur intraretina, misalnya pada pada edema makula sistoid,cotton wool spot yang terdiri dari nodul retina hiperefleksi yang melekat di lapisan serabut saraf, hard exudate yang terjadi di batas antara area edema dan normal.
Perubahan struktur posterior, yaitu terlepasnya
Retinal pigment
epithelium (RPE) yang membentuk sudut dengan kariopkapiler, ablasio retina serosa yang membentuk sudut yang sempit dengan RPE.1
Studi reflektivitas, yaitu hiperefleksi, hiporefleksi, dan area bayangan. Saat didapatkan kelainan, akan terjadi perubahan reflektivitas,
Area
18
bayangan adalah area densitas, jaringan hiperrefleksi menghasilkan area bayangan pada
gambaran OCT. Bayangan
di anterior, misalnya
perdarahan, eksudat, dan pembuluh darah Bayangan di posterior, misalnya jaringan parut pada retina, hipertropi atau hiperplasia epitel pigmen.1
2.10.2 Analisa Kuantitatif
Program software OCT dapat mengukur ketebalan retina beserta volumenya. Analisa kuantitatif terdiri dari pengukuran ketebalan atau volume retina, dengan tampilan ketebalan retina pada bagian atas berwarna, disertai skalanya. Ketebalan retina dapat diukur secara otomatis oleh software OCT, jarak antara permukaan vireoretina dan permukaan anterior dari pigmen epitelium rata-rata berukuran 250-275 mikron. Cekungan fovea rata-rata berukuran 170-190 mikron. Dengan menentukan permukaan anterior dan posterior retina, maka dapat diketahui ketebalan retina.1
Gambar 4.Ophtical Coherence Tomography pada mata normal. 10
19
Gambar 5. Gambaran OCT pada segmen anterior 11
Gambar
6.
Gambaran
OCT
pada
sumbu
papillomaacular
yang
menghubungkan dengan Optic nerve10
Gambar 7. Gambaran makula normal.11
20
A
B
Gambar 8. A. Pembuluh darah retina normal. B. Gambaran pembuluh darah normal pada garis hitam.10
Gambar 9. Data statistik ketebalan makula normal.10
21
2.10.3 Gambaran OCT pada berbagai kelainan mata
A. Edema makula
Gambar 10 .Menampakan adanya penebalan lapisan neurosensori retina dengan ruang kistik non reflektif yang kelihatan dari fovea.10
B. Macular hole
22
Gambar 11. Macular hole meliputi defek full-thickness pada retina dan sering terjadi oada sentral makula (fovea yang berhubungan dengan kelainan permukaan vitreomacular. Pada gambar didapatkan hilangnya jaringan retina full-thickness pada fovea dan penebalan retina pada tepi hole.10
C. Degenerasi makula terkait usia
g
Gambar 12 . Degenerasi makula terkait usia tipe eksudatif . A, retina semakin tebal dan akumulasi cairan intraretina. B, perdarahan fovea. C, edema makula sistoif menyebabkan peningkatan ketebalan sensori retina.1
D. Glaukoma Telah ditegaskan bahwa hilangnya RNFL dapat mendeteksi adanya glaukoma sebelum terjadi defek pada lapang pandang dan perubahan saraf optik. Kemampuan OCT yang dapat menggambarkan struktur RNFL merupakan alat
23
yang handal untuk diagnosa dini dan monitoring perjalanan glaukoma. Tentu saja penting menginterpretasikan hasil OCT dengan membandingkan gejala klinis.1 Analisa OCT yang sering digunakan pada laukoma adalah RNFL thickness analysis, RNFL map, dan optic nerve head analysis.RNFL analysis dan RNFL map berdasarkan scan sirkular dari diskus optik. Fast RNFL thickness meliputi tiga lingkaran scan dengan diameter 3.4 mm mengelilingi diskus optik dalam 1.92 detik.1
24
BAB III KESIMPULAN
Optical coherence tomography (OCT) merupakan teknik pencitraan nonkontak dan non-invasif yang dapat memperlihatkan gambaran retina, koroid, saraf
optik,
Mekanisme
lapisan OCT
serat mirip
saraf
retina,
dengan
dan
B-scan
struktur
anterior
mata.
ultrasound
namun
OCT
menggunakan gelombang cahaya, bukan gelombang suara. OCT memberikan gambaran potong lintang dengan resolusi tinggi dan real-timesehingga disebut juga biopsi optik. Terdapat 2 jenis OCT
yaitu
time-domain OCT (TDOCT) dan
spectral-domain OCT (SDOCT). Pada TDOCT, sinar dengan koherensi rendah mirip sinar infra merah dari dioda sumber cahaya dipancarkan ke retina dan kaca sebagai perbandingan. Setelah itu
sinar
hasil
pantulan
dari
membentuk pola gabungan yang akan ditangkap dan sinar
sehingga
kaca
dan
dianalisis
mata
oleh
akan
detektor
terbentuk gambaran potong lintang. Untuk melihat kedalaman,
kaca digerakkan dan perubahan pola pantulan diamati dan diambil gambarnya secara sekuensial. OCT
dapat
membantu
mendefinisikan kedalaman, luas
melokalisasi
dan
ketebalan
lesi
patologis dan mampu
lesi. OCT
dapat
mendeteksi
penyakit makula, seperti age-related macular degeneration, oklusi vena retina, dan
retinopati
diabetik.
OCT
juga
dapat
melihat
edema
makula
secara
kuantitatif termasuk edema makula kistik. OCT memiliki sensitifitas 89% dalam mendiagnosis edema makula kistik,
25
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
1. Novita HD Moestidjab,. Optical coherence tomography (OCT) segmen posterior. Jurnal Oftalmologi Indonesia V.ol. 6, No. 3, Desembe r 2008 : Hal. 169 – 177 2. Sitompul R. Peran Pencitraan dalam Diagnosis Uveitis. epartemen Ilmu Kesehatan
Mata,
FK
Universitas
IndonesiaRSUP
Nasional
dr.
Cipto
Mangunkusumo. ol. 4, No. 2, Agustus 2016 3.
Dacosta S, Rajendran B, Janakiraman P. In: spectral domain OCT. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2008. p17-25.
4. Putz, R dan R. Pabst., 2003, Atlas Anatomi Sobotta Ed 21, EGC : Jakarta. 5. Junqueira L, Carneiro J. Bab 24 Sistem Fotoreseptor dan Audioreseptor. Histologi Dasar Teks &Atlas. 10 th Ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009. p. 451-64. 6. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel k e sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC. 7. . A F Fercher, W Drexler, C K Hitzenberger, T Lasser. Optical coherence tomography — principles and applications. Institute of physics . Rep. Prog. Phys. 66 (2003) 239 – 303 8. Thiago Trindade Nesi, Daniel Amorim Leite, dkk. Indications of Optical Coherence Tomography in Keratoplasties: Literature Review. Journal of OphthalmologyVolume
2012
(2012),
Article
ID
989063,
6
pages
http://dx.doi.org/10.1155/2012/989063 9.
Regatieri CV, Alwassia A, Zhang JY, Vora R, Duker JS. Use of Optical Coherence Tomography in the Diagnosis and Management of Uveitis. International
ophthalmology
clinics.
2012;52(4):33-43.
doi:10.1097/IIO.0b013e318265d439. 10. Boyd S,Brancato R,Straatsma B. Optical Coherence Tomography: Atlas and Text.
26
Highlight Medical Publisher.2009. 11. Adhi M, Duker JS. Optical coherence tomography – current and future applications.
Current
opinion
in
ophthalmology.
2013;24(3):213-221.
doi:10.1097/ICU.0b013e32835f8bf8.
27