Tugas M atakul atakul iah F isik isik a Kuantum
KELOMPOK II
PERSAMAAN SCHRÖDINGER BERGANTUNG WAKTU, KEKEKALAN PELUANG, NILAI HARAP DAN OPERATOR
: Oleh 1. I GEDE TINO PURNAMANTHA
(0513021034) (0513021034)
2. NI LUH PUTU SONIYANI
(0513021036) (051302103 6)
3. GUSTI AYU DEWI WISMAYANI
(0513021042) (0513021042)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2008
PERSAMAAN SCHRÖDINGER BERGANTUNG WAKTU, KEKEKALAN PELUANG, NILAI HARAP DAN OPERATOR I. PERSAMAAN SCHRODINGER BERGANTUNG WAKTU Dalam teori kuantum, keadaan partikel dinyatakan sebagai fungsi gelombang
(r , t ) , yang merupakan konsekuensi berlakunya asas Ketidakpastian Heisenberg. Hal ini karena posisi partikel yang mikroskopik tidak dapat diketahui secara pasti (indeterministik), yang bisa dinyatakan hanya kebolehjadian. Fungsi gelombang untuk menyatakan kebolehjadian terbesar (jenis posisi) dimana partikel itu berada dapat dinyatakan dengan amplitude terbesar
(r , t )
2
.
Persamaan Schrodinger yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika kuantum adalah persamaan gelombang dalam variabel
. Jika suatu gelombang
merambat ke sumbu – x dengan kelajuan v, maka persamaan gelombangnya dapat dinyatakan dengan :
2 y 1 2 y x 2 v 2 t 2
(1)
Dalam kasus gelombang pada tali yang terbentang, y menyatakan simpangan tali dari sumbu x. Pada gelombang bunyi y menyatakan perbedaan gelombang tekan, sedangkan pada gelombang cahaya y menyatakan besarnya medan listrik atau magnet Ada yang menyatakan sederetan gelombang superposisi yang mempunyai amplitudo dan panjang gelombang yang sama, suatu gelombang berdiri pada tali yang kedua ujungnya terikat, dan sebagainya semua pemecahan tersebut harus berbentuk : y
x F t v
(2)
Dengan F merupakan fungsi yang dapat dideferensiasikan.
x menyatakan gelombang yang berjalan dalam arah x . v
Pemecahan F t
Pemecahan F t
x
menyatakan gelombang yang berjalan dalam arah x .
v
Untuk gelombang yang ekivalen dengan partikel bebas (partikel yang tidak mengalami gaya sehingga menempuh lintasan lurus dengan kelajuan konstan) mempunyai pemecahan umum yang setara untuk gelombang harmonik monokromatik
1
tak teredam dengan frekuensi sudut konstan dan amplitudo konstan A dalam arah
x . y
Ae i t x v
(3)
Dalam mekanika kuantum fungsi gelombang
analogi dengan variabel gelombang y
dalam gerak gelombang umumnya. Namun,
tidak dapat diukur seperti y sehingga
berupa besaran yang kompleks. dalam arah x dinyatakan dengan persamaan :
( x, t ) Ae i (t x / v )
(4)
Dimana 2 dan v . sehingga persamaan (4) menjadi:
( x, t ) Ae i 2 t x ( x, t ) Ae 2 i (vt x / )
(5)
Hubungan antara dan dinyatakan dalam energi total E yang digambarkan oleh
,
yaitu:
E h
(6)
Hubungan antara dan dinyatakan dalam momentum p dari partikel yang digambarkan oleh
, yaitu: p
Dimana
h 2
h
(7)
h 2 sehingga persamaan (6) dan (7) menjadi: E 2 p
2
E 2 2 p
(8)
(9)
Sehingga persamaan (5) dapat dinyatakan sebagai :
( x, t ) Ae
E x p 2 i t 2 2
( x, t ) Ae (i /
)( Et px )
(10)
Untuk memperoleh persamaan Schrodinger, persamaan (10) didiferensialkan dua kali terhadap x, sehingga diperoleh : i E t p x i ( x, t ) Ae . p x
2
( x, t ) i i E t p x . p Ae x 2 2 ( x, t ) p 2 i E t p x i Ae x 2 i E t p x p 2 2 ( x, t ) 2 Ae x 2
2 p 2 2 ( x, t ) 2 2 ( x, t ) 2 ( x, t ) p ( x, t ) x 2 x 2
(11)
Jika persamaan (10) didiferensialkan sekali terhadap t, diperoleh i E t p x i ( x, t ) Ae . E t i iE E t p x ( x, t ) Ae t iE ( x, t ) ( x, t ) ( x, t ) E ( x, t ) i t t
(12)
Untuk kelajuan yang kecil terhadap kelajuan cahaya. Energi total partikel sama dengan jumlah energi kinetic ( K ) dan energi potensial V , dengan V(x,t) merupakan fungsi dari kedudukan x dan waktu t . Secara matematis hubungan ketiganya dirumuskan dengan persamaan:
E K V E E E
1 2
V
mv 2
m 2v 2 2m p 2 2m
V
V ( x, t )
(13)
Apabila kedua ruas pada persamaan (13) sama-sama dikalikan dengan fungsi gelombang ( ) akan menghasilkan persamaan: E ( x, t ) =
p 2 2m
( x, t ) + V(x) ( x, t )
(14)
Dengan mensubstitusikan persamaan (11) dan persamaan (12) ke persamaan (14) diperoleh persamaan berikut; 2 2 ( x, t ) ( x, t ) V ( x, t )( x, t ) i 2m t x 2
3
2 2 ( x, t ) ( x, t ) i V ( x, t )( x, t ) t 2m x 2
(15)
Persamaan (15) merupakan persamaan Schrodinger yang gayut (bergantung) waktu. i i . i i i
Dimana
Persamaan Schrodinger yang gayut waktu dalam 3
dimensi dirumuskan dengan:
2 2 2 2 (r , t ) (r , t ) (r , t ) (r , t ) i V ( r , t ) ( r , t ) 2m x 2 t y 2 z 2
Di mana i
(16)
j k x y z
i j k . i j k . 2 y z x y z x 2 2 2 2 2 2 2 x y z
(17)
2 merupakan operator laplacean dalam sistem koordinat Cartesan Dengan mensubstitusikan persamaan (17) ke persamaan (16) maka diperoleh persamaan berikut.
2 (r , t ) i 2 (r , t ) V (r , t )(r , t ) 2m t
(18)
Dengan energi potensial V merupakan fungsi dari x, y, z dan t .
II. KEKEKALAN PELUANG Persamaan schrodinger secara umum merupakan persamaan schrodinger gayut waktu. Jika fungsi gelombang
misalnya r dan (t), maka
2
2m
r , t dinyatakan
sebagai perkalian fungsi posisi,
r , t r t sehingga persamaan (18) menjadi:
d t
t 2 r V r , t t r i r
dt
(19)
Karena termasuk gaya konservatif maka fungsi V -nya adalah fungsi posisi saja.
2
2m
t 2 r V r t r i r
d t dt
(20)
Jika kedua ruas pada persamaan (20) dibagi (r ) (t ) diperoleh:
4
2
1
2m r 2
1
2m r
1 d t
2 r V r i
t dt 1 d t
2 r V r i
t dt
(21)
(22)
Pada ruas kanan persamaan (22) merupakan fungsi t , sedangkan pada ruas kiri merupakan fungsi r . Suku kedua diruas kiri adalah energi potensial maka suku-suku lainnya baik diruas kiri maupun diruas kanan harus berdimensikan energi. Karena ruas kiri tersebut menyatakan jumlah energi kinetik ditambah energi potensial maka tetapan yang digunakan memiliki arti fisik sebagai energi total yang dilambangkan dengan E. Sehingga ruas kanan diselesaikan untuk E maka diperoleh: E
i t t t ( t )
t
t o
o
( t )
E t
1
dt t d t
i
t o
o
Et i Et i e
i
t t
E dt
ln t ln o t
ln
Et
i
t o t
t o t
t o t e Karena o
(23)
t o t
e
Et
i
Et
i
A 1, i 2 1 dan E h 2 , jadi persamaannya menjadi: 2
t e
i 2 t i
t e i t t
2
(24)
e i t e i t e o 1
(25)
Apabila persamaan (24) disubstitusikan maka fungsi gelombangnya menjadi :
r , t r t r , t r e i t
(26) (27)
Sehingga fungsi rapat peluangnya menjadi :
5
| (r , t ) | 2 | (r ) | 2 t
2
| (r ) |2 12 | (r ) |2
(28)
Ini berarti bahwa rapat peluang global tidak tergantung pada waktu . Fungsi rapat peluang yang diasosiasikan dengan fungsi gelombang sebagai
(r , t ) * (r , t ) (r , t ) sedemikian
rupa sehingga
(r , t )d 3 x menyatakan
besarnya
peluang menemukan partikel di dalam unsur volume d 3 x di sekitar r pada saat t . Persamaan rapat arus peluang ternormalkan:
r , t d 3 x 1
(29)
V
Persamaan (29) menunjukkan bahwa jika kita melacak kehadiran partikel keseluruh ruang maka peluang untuk mendapatkannya adalah 1, artinya pasti mendapatkan partikel tersebut. Persamaan itu juga menunjukkan bahwa rapat peluang global (dihitung meliputi seluruh ruang) bersifat konstan, tidak bergantung pada waktu. Ini berarti bahwa rapat peluang global bersifat kekal (tidak bergantung waktul . Sebaliknya jika rapat peluang tersebut dihitung secara lokal (meliputi ruang yang terbatas, maka rapat peluang lokal bergantung waktu. Adapun penurunannya sebagai berikut. Rapat peluang lokal, dinyatakan dengan
r , t * r , t r , t ,
kita
derivatifkan terhadap waktu t . Hasil penderivatifan tersebut adalah
r , t * r , t * r , t t t t Menurut persamaan Schrödinger
(30)
r , t r , t V r , t r , t i , 2m t
2
2
kedua
derivatif fungsi gelombang terhadap waktu diruas kanan persamaan (30) tersebut masing-masing menghasilkan
r , t t
i 2m
2 (r , t )
i
V (r , t ) (r , t )
dan
(31)
* r , t i 2 * i (r , t ) V (r , t ) * (r , t ) 2m t
Subtitusi persamaan (31) ke dalam persamaan (30) maka menghasilkan
r , t t
i 2m
*
2
2 *
i 2m
*
*
(32)
6
dengan
menyatakan vektor operator (nabla) yang dalam sistem koordinat Cartesan
berbentuk i
ˆ
j k . Persamaan (32) dapat diubah menjadi x y z ˆ
ˆ
r , t J r , t 0 t
(33)
dengan vektor rapat arus peluang J r , t didefinisikan sebagai
J r , t
i 2m
*
*
(34)
Persamaan (33) memiliki bentuk yang sama dengan persamaan kontinuitas yang sudah kita kenal dalam fisika klasik. Sebagai misal, dalam elektrodinamika berlaku persamaan
kontinuitas
r , t J r , t , t
dengan rapat muatan (persatuan volume) dan
J vektor rapat arus muatan (persatuan luas). Persamaan kontinuitas ini menyatakan bahwa jika rapat muatan dalam suatu volume tertutup berubah (berkurang atau bertambah) terhadap waktu maka harus ada aliran muatan (keluar atau masuk) yang menembus luasan yang membatasi ruang tertutup tersebut secara tegak lurus. Persamaan kontinuitas dalam elektrodinamika ini merupakan manifestasi dari hukum kekekalan muatan listrik. Pemaknaan secara fisik persamaan (33) tersebut dapat dilakukan dengan mengambil analogi dengan persamaan kontinuitas dalam elektrodinamika. Jika dalam
ektrodinamika sebagai rapat muatan dan J sebagai vektor rapat arus muatan ,
maka dalam kontek persamaan (33)
sebagai rapat peluang dan J sebagai vektor
rapat arus peluang (sebagai hasil analogi). Sehingga pada persamaan (33) dinyatakan bahwa
rapat peluang lokal
bergantung pada waktu. Selain itu persamaan (33) juga menunjukkan bahwa jika rapat
peluang dalam suatu volume terbatas berubah terhadap waktu maka harus ada “aliran” peluang yang menembus secara tegak lurus luasan yang membatasi volume tadi. Analog dengan persamaan kontinuitas dalam elektrodinamika, jadi persamaan (33) dapat juga dimaknai sebagai hukum kekekalan rapat peluang secara lokal .
7
III. NILAI HARAP DAN OPERATOR NIL AI H ARAP
Nilai harap hasil pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem dinyatakan sebagai fungsi gelombang
ψ didefinisikan sebagai berikut.
Dalam ruang posisi satu dimensi didefinisikan sebagai ^
( A)
* A dx
dx
(35)
*
Dan dalam ruang momentum satu dimensi didefinisikan sebagai
( A) ~
^
~ * A ~ dp
~ * ~dp
(36)
Tanda bintang menyatakan “konjugat kompleks dari”, artinya ψ * adalah konjugat kompleks dari ψ. Penulisan lambang nilai harap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ~
(A) atau ( A) . Jika fungsi gelombang sudah ternormalkan, yaitu integral ke seluruh ruang dari kuadrat modulusnya bernilai satu, maka penyebut pada kedua persamaan terakhir tadi bernilai
satu.
Dengan demikian,
jika fungsi gelombang
telah
ternormalkan,
penghitungan nilai harap tadi menjadi:
( A)
*
^
A dx
Atau
( A) ~
^
~ * A ~dp
Nilai harap operator hermitan Nilai harap sebarang operator
Ấ, pada sistem yang menduduki keadaan
ternormalkan ψ, didefinisikan sebagai :
A
^
* A dx
(37)
Konjugat kompleks nilai harap tersebut adalah
8
*
A ˆ
*
* ^ ^ * A dx ( A ) dx
(38)
Jika Ấ merupakan operator hermitan maka ruas kanan persamaan ( 38) sama dengan ruas kanan persamaan (37). Ini berarti kedua ruas kiri persa maan tersebut sama. Jadi: ^
^
*
A
Jika Ấ hermitan maka A
OPERATOR
a. Operator posisi Dalam ruang posisi, di mana fungsi gelombang berbentuk
(r, t ) ,
operasi
operator posisi dipostulatkan sebagai berikut. R (r, t ) r(r, t )
(39)
ˆ
Yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan vektor posisi r. Dalam bentuk komponen-kompenen cartesannya dapat dinyatakan sebagai berikut.
X (r, t ) x(r, t ) ˆ
Y (r, t ) y(r, t ) ˆ
Z (r, t ) z (r, t ) ˆ
Jadi, cara kerja operator komponen vektor posisi dalam ruang posisi adalah mengalikan fungsi gelombang dengan komponen vektor posisi pada arah yang bersesuaian. ~ Dalam ruang momentum, fungsi gelombang berbentuk (p, t ) yang merupakan transform Fourier dari
(r, t ) . Dengan demikian, operasi operator posisi dalam ruang
~ momentum dituliskan secara R (p, t ) . Untuk penyederhanaan, tanpa mengurangi ˆ
generalisasinya, kita gunakan kasus satu dimensi sehingga operasi tersebut dapat ~ dituliskan secara X ( p, t ) . Dengan menggunkan transformasi Fourier, sehingga dapat ˆ
diubah menjadi;
~ X ( p, t ) X ˆ
ˆ
1
1
ipx / e 2
( x, t )dx
ipx / e X 2
ˆ
( x, t )dx
9
1
2
ipx / e x
( x, t )dx
Integran dalam integral tersebut dapat diubah menjadi i
(40)
ipx / e ( x, t ), p
sebab
ipx / e Z ( x, t ) ix / e ipx / ( x, t ) . Sehingga persamaan (40) menjadi p
~ X ( p, t ) i ˆ
i
p
1
ipx / e 2
( x, t )dx
~ ( p, t ) p
(41)
Persamaan di atas menyatakan bahwa dalam ruang momentum, operator posisi berbentuk i
. p
Penjabaran tersebut dapat diperluas ke dalam kasus 3 dimensi. Hanya: operator yang mewakili komponen vektor posisi dalam ruang momentum masing-masing berbentuk: X i ˆ
p x
Y i ˆ
p y
Z i ˆ
p z
(42)
Dalam bentuk vektor: R i p
(43)
ˆ
Dengan
p (i / p x j / p y k / p z )
b. Operator Momentum Linear Dalam ruang momentum, di mana fungsi gelombang berbentuk operator momentum linear dipostulatkan sebagai berikut. ~ ~ P(p, t ) (p, t ) ˆ
~
(p, t ) ,
operasi
(44)
Yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan momentum p. Dalam bentuk komponen-komponen Cartesian yang dinyatakan sebagi berikut:
~ ~ P x (p, t ) p x (p, t ) ˆ
~ ~ P y (p, t ) p y (p, t ) ˆ
~ ~ P z (p, t ) p z (p, t ) ˆ
10
Jadi, cara kerja operator komponen vektor momentum linear dalam ruang momentum adalah mengalikan fungsi gelombang dengan komponen momentum linear pada arah yang bersesuaian. Dalam ruang posisi, fungsi gelombang berbentuk
(r, t ) .
Sehingga operator
momentum dalam ruang posisi dituliskan secara P(r, t ) . ˆ
~
(r, t ) , merupakan pasangan Fourier dari (p, t ) , yaitu
Karena
(p, t ) (2 ) 3 / 2 - e ip.r / (r, t )d 3r
dan
(45)
~
(r, t ) (2 ) 3 / 2 - e ip.r / (p, t )d 3p Dengan d 3r
dx dy dz dan d 3p dp x dp y dp z ,
maka dengan prosedur yang sama
dengan yang kita gunakan untuk mendapatkan operator posisi dalam ruang momentum, kita peroleh hubungan P(r, t ) i r (r, t )
(46)
ˆ
r (i / x j / y k / z ) .
Dengan
Ini berarti, dalam ruang posisi, operator
momentum berbentuk: P i r
(47)
ˆ
Dalam bentuk komponen-komponen Cartesannya: P x i ˆ
x
P y i ˆ
y
P z i ˆ
z
c. Operator Hermitan Perkalian skalar antara fungsi
ψ dan ' A (dalam urutan yang demikian) ˆ
menghasilkan bilangan kompleks
(, A ) ˆ
* Adx ˆ
(48)
Jika urutannya dibalik kita dapatkan bilangan
( A, ) ˆ
( A) * dx (2) ˆ
Yang selalu merupakan konjugat kompleks bagi bilangan sebelumnya persamaan (48).
Jika kedua bilangan itu sama untuk sebarang fungsi ψ, operator Ấ yang muncul pada
11
persamaan itu dikatakan bersifat hermitan. Jadi jika
Ấ merupakan operator hermitan
maka berlaku hubungan:
* Adx ( A) * dx ˆ
ˆ
(49)
Untuk sebarang fungsi ψ yang square integrable.
12
DAFTAR PUSTAKA Arthur, Beiser. 1987. Konsep Fisika Modern (Edisi keempat). Jakarta: Erlangga. Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Jakarta: Universitas Indonesia. Sutopo. 2004. Pengantar Fisika Kuantum. Malang: Universitas Negeri Malang.
13