BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Sumber
daya
manusia
merupakan
elemen
organisasi
yang
sangat
penting. penting . Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah
kompetensi
personil
agar
mengelola
atau
mengembangkan
mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka
mewujudkan visi. Rumah sakit merupakan suatu organisasi organisasi pelayanan jasa yang mempunyai
keunikan dalam hal Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana. Rumah Sakit merupakan organisasi yang padat modal, padat SDM, padat teknologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat sumber daya manusia karena didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak. Padat teknologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai berbaga i disiplin disipl in ilmu yang berkembang berkem bang dengan cepat. Padat P adat regulasi karena banyak regulasi/peraturan-peraturan
yang
mengikat
berkenaan
dengan
syarat-syarat
pelaksanaan pela yanan di rumah sakit. Pengelolaan Rumah Sakit yang khas menjadikan studi pengelolaan SDM
1
Rumah Sakit merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Terdapat dua kelompok besar dalam SDM rumah sakit yakni tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat,
tenaga kesehatan keseh atan lain, dan tenaga non-medis non-m edis yang terdiri terdi ri dari tenaga
administratif dan tenaga pelaksana lainnya. Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya Medical Staff (kelompok
dokter)
hubungan yang terjadi
antara
dan Administrator atau CEO (manajemen),
serta Governing Body. Oleh karena adanya kekhususan tersebut, membuat Rumah Sakit memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Tuntutan adanya interaksi yang tinggi antara ketiga hal tersebut membuat pengelolaan rumah sakit menjadi tidak mudah. Dari hasil observasi yang saya lakukan, bahwa tingkat perputaran karyawan di RSIA Bunda Aliyah cukup tinggi hal tersebut nampak pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Data Turnover Karyawan RSIA Bunda Aliyah Periode Tahun Tahun 2012 2012 s/d 2014
Tahun 2012 2013 2014
Jumlah Karyawan 195 236 244
Jumlah Karyawan Masuk 125 70 102
Jumlah Karyawan Keluar Keinginan Mutasi Dipecat Sendiri 19 2 63 14 7 41 18 4 60
Jumlah Karyawan 236 244 264
Berdasarkan table 1.1 diatas tampak bahwa turnover karyawan disebabkan tingginya banyaknya karyawan yang mengundurkan diri setiap tahunnya, hal tersebut dapat mengidentifikasikan tingkat turnover intention yang menjadi perhatian khusus di RSIA Bunda Aliyah. Ketika perusahaan kehilangan karyawan, maka perusahaan juga kehilangan
2
Rumah Sakit merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Terdapat dua kelompok besar dalam SDM rumah sakit yakni tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat,
tenaga kesehatan keseh atan lain, dan tenaga non-medis non-m edis yang terdiri terdi ri dari tenaga
administratif dan tenaga pelaksana lainnya. Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya Medical Staff (kelompok
dokter)
hubungan yang terjadi
antara
dan Administrator atau CEO (manajemen),
serta Governing Body. Oleh karena adanya kekhususan tersebut, membuat Rumah Sakit memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Tuntutan adanya interaksi yang tinggi antara ketiga hal tersebut membuat pengelolaan rumah sakit menjadi tidak mudah. Dari hasil observasi yang saya lakukan, bahwa tingkat perputaran karyawan di RSIA Bunda Aliyah cukup tinggi hal tersebut nampak pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Data Turnover Karyawan RSIA Bunda Aliyah Periode Tahun Tahun 2012 2012 s/d 2014
Tahun 2012 2013 2014
Jumlah Karyawan 195 236 244
Jumlah Karyawan Masuk 125 70 102
Jumlah Karyawan Keluar Keinginan Mutasi Dipecat Sendiri 19 2 63 14 7 41 18 4 60
Jumlah Karyawan 236 244 264
Berdasarkan table 1.1 diatas tampak bahwa turnover karyawan disebabkan tingginya banyaknya karyawan yang mengundurkan diri setiap tahunnya, hal tersebut dapat mengidentifikasikan tingkat turnover intention yang menjadi perhatian khusus di RSIA Bunda Aliyah. Ketika perusahaan kehilangan karyawan, maka perusahaan juga kehilangan
2
kemampuan, pengalaman, dan “memori perusahaan”. Hal tersebut juga merupakan isu yang penting bagi manajemen, karena akan mempengaruhi produktivitas, profitability, profita bility, dan kualitas dari pelayanan serta kualitas produk. Bagi karyawan, tingkat turnover yang tinggi akan berpengaruh terhadap moral karyawan, hubungan antar karyawan dan keamanan juga
akan
meningkat, meningkat ,
hal
kerja.
Biaya
penggantian
karyawan
ini berhubungan ber hubungan dengan biaya rekrutmen rekrutme n karyawan karyawa n
dan pelatihan. Masalah turnover dapat diatasi melalui berbagai kegiatan yang proaktif terhadap stratagi Employee Retention: kebijakan kerja yang meningkatkan komitmen dan loyalitas karyawan (Lockhead & Stephen, 2008).
Ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mengembangkan strategi pengelolaan pengelola an sumber daya manusia di rumah sakit. Rumah sakit membutuhkan membut uhkan pengelolaan sumber daya manusia yang efektif yang mampu memberikan dan
mengembangkan kualitas dan kenyamanan pelayanan. Pengelolaan sumber daya manusia yang efektif efektif dapat membuat karyawan dalam kondisi yang baik, kepuasan
kerja yang tinggi, tingkat tidak masuk kerja (absenteeism) dan turnover yang rendah, mendapatkan keuntungan finansial (menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas) produktivitas) dan kualitas pelayanan yang baik terhadap pasien dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi. Strategi sumber daya manuia yang efektif akan menjadi sukses poin bagi rumah sakit (Jamal & Tchaghchagian). Tantangan paling berat bagi pengelolaan sumber daya manusia khususnya di rumah sakit ialah kebijakan mengenai proses penundaan rekrutmen pegawai dan Employee Retention, pengelolaan sumber
daya manusia yang sentralistik dan parsial, insentif karyawan yang kurang. Dalam
penelitian
ini
difokuskan
pada kompensasi, kepemimpinan dan
lingkungan kerja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi turnover intention
adalah kepemimpinan. Bila peran pemimpin dianggap kurang baik, maka karyawan 3
yang bersangkutan akan mempunyai keinginan untuk meninggalkan pekerjaannya (Panggabean, 2004:21). Pimpinan yang kurang bisa memperhatikan bawahan bahkan cenderung lebih otokratis yaitu mengarahkan dan mengawasi karyawan secara ketat untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya diinginkannya serta pimpinan lebih
memperhatikan memperhatikan
pelaksanaan pekerjaan daripada
pengembangan pengembangan para
karyawan maka hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan para karyawan yang
mempunyai keinginan untuk berkembang (Kartono, 2003:71). Keadaan ini akan menimbulkan turunnya semangat kerja yang mengakibatkan tidak tercapainya
target
yang
sudah
direncanakan direncana kan
sebelumnya sebelum nya (Robbins, 2006:432).
Apabila
keadaan tersebut tidak segera diambil tindakan, maka tujuan perusahaan yaitu
meningkatkan kinerja karyawan dan kinerja perusahaan tidak dapat dicapai serta akan menghambat kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang
(Kartono, 2003:71). Faktor lain yang mempengaruhi turnover intebtion adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja merupakan
kondisi internal maupun eksternal
yang dapat
mempengaruhi semangat kerja sehingga pekerjaan dapat diharapkan selesai lebih cepat dan lebih baik (Nitisemito, 1992:159). Lingkungan kerja dapat menciptakan hubungan kerja yang mengikat
antara
orang-orang yang
ada
di dalam
lingkungannya. Oleh karena itu, hendaknya diusahakan agar lingkungan kerja harus baik dan kondusif karena lingkungan kerja yang baik dan kondusif
menjadikan karyawan merasa betah berada di ruangan dan merasa senang serta bersemangat untuk melaksanakan setiap tugas-tugasnya (Moekijat, 2003:136). Lingkungan kerja yang dianggap kurang baik, artinya kurang terciptanya
hubungan yang harmonis antara rekan dengan rekan, rekan dengan pimpinan bahkan pimpinan dengan pimpinan dapat menghambat semangat kerja karyawan,
4
suasana kerja bahkan peralatan yang kurang mendukung (Nitisemito, 1992:159). Faktor lingkungan kerja yang mendukung karyawan dalam bekerja seperti rekan kerja yang harmonis, suasana kerja yang nyaman serta adanya fasilitas yang mendukung dalam bekerja, maka dapat meningkatkan semangat kerja karyawan (Nitisemito, 1992:186). Menurut Simamora (2004) menyatakan bahwa kompensasi yang baik adalah sistem kompensasi yang tanggap terhadap situasi dan sistem yang dapat
memotivasi karyawan. Kompensasi penting bagi guru sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan nilai karya mereka diantara para guru dalam sekolah, keluarga dan masyarakat. Pimpinan harus cukup kompetitif dengan
beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan dan mempertahankan dan memberi imbalan terhadap kinerja organisasi (Atmajawati,2007). kompensasi dalam organisasi harus dihubungkan dengan tujuan dan strategi organisasi. Kompensasi juga membuat keseimbangan antara keuntungan dan
biaya. Menyadari Menyada ri betapa pentingnya karyawan karyaw an sebagai sumber daya manusia
sebagai aset
yang berharga, maka
perlu diperhatikanmya pemberian
kompensasi sebagai imbalan yang layak untuk sebuah penghargaan terhadap apa yang telah dikerjakan para karyawan. Semakin tinggi kompensasi yang diterima karyawan dari perusahaan maka kesejahteraan karyawan pun juga akan
meningkat. Hal ini memotivasi karyawan untuk melaksanakan semua tugas serta tanggung jawab pekerjaan yang diberikan dan begitupun juga sebaliknya jika
kompensasi yang diterima adalah berkurang
dan
pekerjaan pekerjaa n
sehingga
rendah
maka
mengakibatkan menurunnya menurunny a hal
ini
kesejahteraan
semangat semang at
dalam
pun
akan
melakukan melakuka n
dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan
karena tujuan yang tidak tercapai dengan baik. dengan baik. 5
Oleh karena itu, berdasarkan pernyataan - pernyataan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: ”
PENGARUH KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA & KOMPENSASI
TERHADAP TURNOVER INTENTION DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BUNDA ALIYAH
”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut ; 1. Masih belum adanya pembagian kompensasi yang sesuai dan standarisasi. 2. Kurangnya peran pimpinan dalam memberikan arahan dan pengawasan kepada karyawan
3. Lingkungan kerja yang belum nyaman dan belum ada pola koordinasi yang jelas dalam perusahan.
4. Tingkat turnover intention yang masih tinggi, sehingga produktifitas kerja tidak maksimal.
1.3. Batasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi terhadap Turnover Intention, namun dalam penelitian penulis hanya akan meitikberatkan terhadap kompensasi, kepemimpinan dan lingkungan kerja. Karena menurut penulis variable variable yang paling dominan dalam mempengaruhi turnover intention di RSIA Bunda Aliyah.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan Batasan masalah tersebut di atas, maka masalah-masalah penelitian
6
dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi secara bersama-sama terhadap turnover intention di RSIA Bunda Aliyah. 2. Bagaimana pengaruh kepemimpinan secara parsial terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah ? 3. Bagaimana pengaruh lingkungan kerja secara parsial terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah? 4. Bagaimana pengaruh kompensasi secara parsial terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah?
1.5.
Tujuan dan Keguanaan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan pada RSIA Bunda Aliyah adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan, lingkungan kerja dan kompensasi secara bersama-sama terhadap turnover intention di RSIA Bunda Aliyah. 2. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah ? 3. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah ? 4. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh kompensasi terhadap Turnover Intention di RSIA Bunda Aliyah ? Kegunaan penelitian yang dilakukan pada perusahaan RSIA Bunda Aliyah adalah sebagai berikut: 1. Bagi akademik 7
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan di bidang Sumber Daya Manusia, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh terhadap turnover intention di dalam perusahaan yang akan memberikan gambaran bagi mahasiswa dan akademik. 2. Bagi RSIA Bunda Aliyah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan di Rumah Sakit terutama dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan yang berkaitan mengenai kompensasi, kepemimpinan dan lingkungan kerja.
8
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan
tulang
punggung
pengembangan
organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Demikian pula dalam pencapaian tujuan organisasi diperlukan seorang
pemimpin yang memancarkan kepemimpinan yang sesuai dengan asas asas kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin juga harus mengajak, mengarahkan, membina,
dan
mempengaruhi
bawahan.
Oleh
karena
itu disimpulkan kepemimpinan memegang peranan yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Malayu SP. Hasibuan (2009:170) “ Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar ma bekerja sama secara produktif
untuk mencapai tujuan organisasi”. Sedangkan menurut George R. Terry (Kartini Kartono, 2009:57) menyatakan bahwa “ Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok”. Howard H. Hoyt
(Kartini Kartono,
2009:57) menyatakan bahwa “
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
9
kemampuan untuk membimbing orang”. Kepemimpinan menurut Kartini Kartono ( 2006 : 57 )
adalah
“Masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin, muncul dan berkembang secara hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin“ Definisi lain menurut Joseph C. Rost
(Triantoro
Safaria,
2004:3) “Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya”. Dari beberapa pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama
2.1.2. Tipe Kepemimpinan
Sabagaimana
biasanya,
pembawaannya yaitu pembawaan
manusia
bahwa
mempunyai
akal,
manusia nafsu,
dilahirkan dan
sifat.
dengan Ketiga
pada umumnya berbeda-beda. Misalnya sifat
pembawaan manusia, ingin menonjolkan diri, berambisi dan ada pula yang mempunyai sifat sederhana. Begitu pula dengan tipe kepemimpinan, karena tipe akan mencerminkan watak dan pembawaan yang dapat mempengaruhi tindakannya.
Menurut
Kartini
Katono
dalam
bukunya (2009:80)
membagi tipe kepemimpinan menjadi delapan tipe, yaitu:
1. Tipe Karismatis Tipe pemimpin karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik, dan 10
wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal pengawal yang bisa dipercaya. Disamping itu ia mempunyai inspirasi,
keberanian, dan keyakinan teguh pada pendirian sendiri. 2. Tipe Paternalistis Yaitu tipe pemimpin yang memiliki sifat kebapakan, sehingga ia cenderung menganggap bawahannya sebagai anaknya, cenderung terlalu melindungi serta hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 3. Tipe Militeristis Tipe pemimpin memiliki kecenderungan sistem komando dalam hal mengintruksikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan bawahannya dengan kurang menghendaki saran, gagasan dari bawahannya. Pemimpin tipe ini kepemimpinannya didasarkan kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya. Tipe ini umumnya sangat efektif
dan secara relatif sederhana pelaksanaannya. 4.
Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator ) Tipe pemimpin yang memiliki kencenderungan berpegang teguh pada kehendak diri sendiri, adanya unsur paksaan dan pemimpin pada tipe ini selalu ingin bermain tunggal serta menjadi dominator.
5.
Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini seorang pemimpin praktis tidak memimpin, ia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin laissez faire pada hakikatnya bukanlah
pemimpin dalam pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi
11
kerja tidak terpimpin, tidak terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo “semau gue”.
6. Tipe Populistis Kepemimpinan
populistis
adalah
kepemimpinan
yang
dapat
membangunkan solidaritas rakyat yang menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme dan membangun sikap hati-hati terhadap kolonialisme dan penindasan penghisapan serta penguasaan oleh kekuatan asing. 7. Tipe Administratif atau eksekutif Kepemimpinan
administratif
adalah
kepemimpinan
yang
mampu menyelengarakan tugas-tugas administratif secara efektif.
8. Tipe Demokratis Pemimpin tipe ini berorientasi pada manusia, dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Disamping itu,
menitikberatkan pada partisipas kelompok dengan memanfaatkan pandangan-pandangan
atau
pendapat-pendapat
kelompok.
Kegagalankepemimpinan dari pemimpin tipe ini adalah apabila anggota kelompok tidak cakap dan kurang t ergerak untuk bekerjasama.
2.1.3
Teori Kepemimpinan
Menurut Veithzal
(2003:11), menyatakan teori-teori
kepemimpinan adalah:
1. Teori Sifat Teori yang berusaha untuk mengidentifikasi karakter khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan.
12
Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari pada pemimpin. a. Inteligensia Perbedaan inteligensia yang ekstrim antara pemimpin dan pengikut dapat menimbulkan gangguan. b. Kepribadian Beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, dan percaya diri diasosiasikan dengan kepeminpinan yang efektif.
c. Karakteristik fisik Studi mengenai hubungan antara kepemimpinan yang efektif dan karakteristik fisik seperti usia, tinggi badan, berat badan, dan
penampilan memberikan hasil-hasil yang bertolak belakang. 2. Teori Kepribadian Perilaku
a. Studi dari University of Michigan Telah kepemimpinan yang dilakukan pada Pusat Riset University of Michigan,
dengan
sasaran:
melokasi
karakteristik
perilaku
kepemimpinan yang tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja.
Melalui
penelitian
mengidentifikasikan
dua
gaya
kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi
pada
pekerjaan
dan employee-centered yang
berorientasi pada karyawan.
1) Pemimpin yang job-centered 13
Pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat
sehingga
bawahan
melakukan
tugasnya
dengan
menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan
paksaan,
imbalan,
dan
hukuman
untuk mempengaruhi sifat-sifat dan prestasi pengikutnya. 2) Pemimpin yang employee-centered Mendelegasikan
pengambilan
keputusan
pada
bawahan
dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif.
Pemimpin yang berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap
kemajuan,
pengikutnya.
pertumbuhan
Tindakan-tindakan
dan
ini
prestasi
diasumsikan
pribadi dapat
memajukan pembentukan dan perkembangan kelompok. b. Studi dari Ohio State University Program
ini
menghasilkan
perkembangan
teori
dua
faktor
dari kepemimpinan. Suatu seri penelitian mengisolasikan dua faktor kepemimpinan, disebut sebagai membentuk struktur dan konsiderasi. 1) Membentuk struktur Melibatkan
perilaku
dimana
pemimpin
mengorganisasikan
dan mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas,
dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang
14
benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan membentuk
struktur yang tinggi, akan berorientasi pada tujuan dan hasil. 2) Konsiderasi
Melibatkan
perilaku
yang
menunjukkan
persahabatan,
saling percaya, menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin dan konsiderasi
pengikutnya.
Pemimpin
yang
memiliki
tinggi menekankan pentingnya komuikasi yang
terbuka dan partisipasi.
3. Teori Kepemimpinan Situasional Suatu
pendekatan
terhadap
kepemimpinan
yang
menyatakan
bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan
diagnostik dalam perilaku manusia. 2.1.4 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Malayu SP. Hasibuan (2009:172), yaitu: 1. Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah
pemimpin
ialah 15
“bawahan adalah untuk pimpinan/atasan”. Bawahan hanya bertugas sebagai
pelaksana
keputusan
yang
telah
ditetapkan
pimpinan.
Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan
memberikan instruksi / perintah, ancaman hukuman serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya difokusnya hanya untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan
perasaan
dan
kesejahteraan
bawahan.
Pimpinan
menganut sistem manajemen tertutup (closed manag ement), kurang menginformasikan
keadaan
perusahaan
pada
bawahannya.
Pengkaderan kurang mendapat perhatiannya. 2. Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan (dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus
berpartisipasi
memberikan
saran,
ide
dan
pertimbangan-
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan oleh bawahannya. Pemimpin mengatut terbuka (open management )
dengan
gaya
partisipasif
sistem manajemen
dan desentralisasi wewenang. Pemimpin akan
mendorong
kemampuan
bawahan
mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. 16
3.
Kepemimpinan Delegatif Kepemimpinan delegatif bila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas
atau leluasa dalam mengerjakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahannya
pemimpin
bersikap
menyerahkan
itu.
Pada
prinsipnya
dan mengatakan kepada bawahan
“Inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan, saya
tidak
peduli,
terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan
tersebut
bisa
diselesaikan
dengan
baik”. Disini
pimpinan menyerahkan
tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepadabawahan dalam arti pimpinan menginginkan, agar para bawahan bisa mengendalikan dirimereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan itu dan hanya melakukan sedikit kontak dengan para bawahannya. Dalam hal ini, bawahan
(kemampuan)
dituntut
memiliki
kematangan
pekerjaan
dan kematangan psikologis (kemauan). Kematangan
pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. dikaitkan
dengan
kemauan
Kematangan
psikologis
atau motivasi untuk melakukan sesuatu
yang erat kaitannya dengan rasa yakin dan keterikatan. Dari uraian diatas penulis simpulkan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk, namun yang terpenting adalah tujuan dapat tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena
17
kepemimpinan
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor:
tujuan,
pengikut
(bawahan), organisasi, karakter pimpinan dan situasi yang ada.
2.1.5
Model Kepemimpinan
Menurut Veithzal (2003:11), menyatakan beberapa model kepemimpinanyaitu:
1. Model Kepemimpinan Kontingensi Model ini dikembangkan oleh Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang
mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan
yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh. Fielder memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan:
a. Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif b. Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan. Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu : a. Hubungan pemimpin dan anggota, yaitu derajat baik/buruknya hubungan pemimpin dan bawahan. b. Struktur
tugas,
yaitu
derajat
tinggi/rendahnya
strukturisasi,
standarisasi dan rincian tugas pekerjaan.
Kekuatan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya kewenangan dan
18
pengaruh pemimpin atas variabel-variabel kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi. 2. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom dan Yetton Suatu teori kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Vroom dan Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi.
Dalam
mengembangkan
modelnya, mereka membuat sejumlah asumsi: a. Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin dalam menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan dalam berbagai situasi. b. Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan dalam berbagai situasi. c. Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan dan situasi dimana terjadi permasalahan. d. Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan dalama situasi yang lain. e. Terdapat
sejumlah
proses
sosial
yang
mempengaruhi
kadar
keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah. 3. Model Jalur-Tujuan ( Path Goal Model ) Model ini berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Pempimpin menjadi efektif karena pengaruh
19
motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Disebut sebagai memfokuskan
pada
bagaimana
jalur-tujuan
karena
pemimpin mempengaruhi persepsi
pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk mencapai tujuan.
Karakteristik pribadi baawahan 1. Tempat pengendalian 2. Pengalaman 3. Kemampuan
Faktor prilaku pemimpin 1. Direktif 2. Suportif 3. Partisipatif 4. Berorientasi prestasi
Pengikut / bawahan 1. Persepsi 2. Motivasi
Perolehan 1. Kepuasan 2. Prestasi
Factor lingkungan 1. Tugas 2. Sistem wewenang formal 3. Kelompok kerja
Gambar 2.1 Model Jalur-Tujuan sumber : Veithzal 2003 : 305
4. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard mengembangkan model kepemimpinan serta memiliki pengikut yang kuat di kalangan spesialis pengembangan 20
manajemen. Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Penekanan teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut pengikut dan tingkat kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai secara benar atau secara intuitif mengetahui tingkat kematangan
pengikut-pengikutnya dan kemudian menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut. Kesiapan didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan dari orang (pengikut) untuk mengambil tanggung jawab bagi pengarahan perilaku mereka sendiri. Hersey dan Blanchard menggunakan studi Ohio State untuk mengembangkan
lebih lanjut keempat yaitu:
(a)
gaya
kepemimpinan
mengatakan/telling,
(b)
yang dimiliki manajer, menjual/selling,
partisipasi/participating dan (d) delegasi/delegating .
(c)
Kepemimpinan
situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah didasarkan pada
saling berhubungannya di antara hal-hal berikut
ini: (a)
jumlah
petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, (b) jumlah
dukungan
sosioemosional
yang
diberikan
oleh pimpinan, dan (c)
tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu. Model kepemimpinan ini juga menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling
efektif
bervariasi
dengan
kesiapan
karyawan
yang
berprestasi,
kemauan
untuk
mendefinisikan
sebagai
keinginan
karyawan
untuk
bertanggung jawab, kemampuan yang berhubungan dengan tugas, keterampilan, dan pengalam. Sasaran dan pengetahuan d ari pengikut merupakan
variabel penting dalam menentukan gaya kepemimpinan
21
yang efektif. 2.1.6
Indikator Kepemimpinan
Indikator-indikator
kepemimpinan
menurut
Kartini
Kartono
(2005:159) terdiri dari : 1. Pembimbing Seorang pemimpin harus mampu membimbing bawahannya agar mau bekerja serta membawa bawahannya kepada sasaran atau tujuan yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan
2. Komunikatif Pemimpin harus mampu berkomunikasi dengan semua pihak, baik melalui hubungan formal maupun informal. Suksesnya pelaksanaan tugas pemimpin itu sebagian besar ditentukan oleh kemahirannya menjalin komunikasi yang tepat dengan semua pihak, secara horisontal maupun secara vertikal, keatas dan kebawah. 3. Demokratis Kepemimpinan
demokratis
memberikan bimbingan
secara
berorientasi efisien
pada
kepada
manusia, para
dan
pengikutnya.
Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal dan kerja sama yang baik. Pemimpin yang demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat dan sugesti bawahan.
22
2.1.3
Lingkungan Kerja 2.1.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Seorang karyawan akan mampu bekerja secara optimal apabila didukung oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat memberikan akibat yang dalam jangka panjang terus terasa, seperti banyaknya tenaga yang
dibutuhkan dan rancangan kerja yang tidak efisien, serta dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan dalam melaksanakan tugastugasnya. Menurut Nitisemito (2002:183) mengemuka kan “Lingkungan kerja adalah segala yang ada di sekitar para pekerja
yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan”. Sedangkan
Sedarmayanti
(2009:2)
mengungkapkan
bahwa
“Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan semua keadaan disekitar tempat kerja, baik yang menyangkut aspek fisik maupun non fisik dan dapat membuat para
karyawan merasa nyaman dan melakukan pekerjaannya dengan baik.
2.1.3.2 Jenis Lingkungan Kerja
Dalam bukunya Sedarmayanti
(2009:26) mengemukakan
23
bahwa lingkungan kerja dibagi kedalam dua bagian, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Yang termasuk kedalam lingkungan kerja fisik adalah: 1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) 2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya : temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain. Lingkungan kerja non fisik menurut Sedarmayanti (2001:31) adalah semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan
dengan bawahan.
2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang baik sesuai dengan kebutuhan karyawan yang dapat meningkatkan semangat kerja karyawan, ada faktor-faktor yang membentuknya.
Menurut Sedarmayanti
(2009:28)
faktor
yang
dapat
mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan
dengan kemampuan manusia / pegawai, diantaranya:
24
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapatkan keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu diperlukan cahaya yang terang tapi tidak menyilaukan. Cahaya
yang kurang jelas mengakibatkan penglihatan kurang jelas sehingga pekerjaan menjadi lambat dan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan. 2. Temperatur ditempat kerja Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap pegawai karena kemampuan beradaptasi tiap
pegawai berbeda, tergantung di daerah bagaimana pegawai dapat hidup.
3. Kelembaban di tempat kerja Kelembaban ini berhubungan dengan temperatur udara, dan secara bersamasama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.
4. Sirkulasi udara di tempat kerja Udara disekitar tempat kerja harus segar karena dapat memberikan rasa sejuk dan segar selama bekerja, sebaliknya apabila udara kotor akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses kelelahan 25
5. Kebisingan di tempat kerja Suara
bising
mengganggu
pendengaran, dan menimbulkan
pekerjaan
membutuhkan
hendaknya
dihindarkan
agar
ketenangan
bekerja,
merusak
kesalahan
komunikasi.
Karena
konsentrasi,
maka
suara
pelaksanaan pekerjaan
bising dapat
dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
6. Getaran mekanis di tempat kerja Getaran mekanis artinya getaran yang timbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian getaran ini sampai ketubuh dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis dapat menganggu tubuh
dalam
timbulnya
hal konsentrasi
beberapa
kerja,
datangnya
kelelahan,
penyakit diantaranya karena gangguan
terhadap mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.
7. Bau tidak sedap di tempat kerja Adanya
bau-bauan
disekitar
tempat
kerja
dapat
dianggap
sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja.
8. Tata warna di tempat kerja Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di tempat kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna,
perlengkapan dan lainnya untuk bekerja. 26
10. Musik di tempat kerja Menurut para pakar musik harus disesuaikan dengan suasana, waktu, dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang pegawai untuk
bekerja. Musik yang tidak sesuai yang dipedengarkan ditempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
11. Keamanan di tempat kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Salah satu upaya menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan Satuan Petugas Pengamanan (SATPAM).
Sedangkan faktor yang membentuk kondisi lingkungan non fisik atau kondisi psikologis kerja
menurut Anwar Prabu Mangkunegara
(2005:105) meliputi: a. Bosan Kerja Kebosanan kerja dapat disebabkan perasaan yang tidak enak, kurang bahagia, kurang istirahat dan perasaan lelah. Kebosanan kerja dapat mengakibatkan penurunan produksi, untuk mengurangi perasaan bosan
kerja dapat dilakukan melalui dengan
bidang
keahlian
penempatan
kerja
yang
sesuai
dan kemampuan karyawan, pemberian
motivasi, dan rotasi kerja. b.
Keletihan kerja Keletihan kerja terdiri dari dua macam yaitu keletihan psikis dan keletihan fisiologis dapat menyebabkan meningkatnya absensi, labour
27
turn over , dan kecelakaan kerja.
2.1.3.4 Indikator Lingkungan Kerja
Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Nitisemito ( 2002:183) terdiri dari: 1. Suasana kerja 2. Hubungan dengan rekan kerja 3. Hubungan antar bawahan dengan pimpinan 4. Tersedianya fasilitas untuk karyawan
2.1.4 Pengertian Kompensasi
Bagi perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan
upaya
organisasi
dalam
mempertahankan
dan
meningkatkan
kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan. Kompensasi ditinjau dari sudut pandang perusahaan merupakan unsur biaya yang dapat mempengaruhi posisi persaingan perusahaan, proses rekrutmen, dan tingkat perputaran karyawan. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang karyawan merupakan unsur pendapatan yang mempengaruhi gaya hidup, status, harga diri, dan perasaan karyawan terhadap perusahaan untuk tetap bersama perusahaan at au mencari pekerjaan lainnya. Selain itu juga merupakan alat manajemen bagi perusahaan untuk meningkatkan motivasi kerja, meningkatkan produktivitas, dan mempengaruhi kepuasan kerja.
28
Beberapa ahli mengungkapkan pendapat mengenai pengertian kompensasi, yaitu sebagai berikut : Menurut Heidjrachman dan Husnan (2000:1) “Kompensasi dapat didefinisikan sebagai penghargaan yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.” Hasibuan (2006 : 125) menyatakan kompensasi adalah “Kompensasi yang diterapkan dengan baik akan memberikan motivasi kerja bagi karyawan. Kompensasi diketahui terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Jika perbandingan kedua kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka motivasi karyawan akan lebih baik”. Veithzal Rivai (2004 : 357), mengatakan kompensasi adalah : “Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada abad ke-21”. Berdasarkan definisi para pakar tersebut penulis menyimpulkan
bahwa
kompensasi merupakan unsur biaya pengeluaran bagi perusahaan yang dikeluarkan sebagai balas jasa pada karyawan atas pengorbanan sumberdaya (waktu, tenaga, dan pikiran) serta kompetensi (pengetahuan, keahlian, dan kemampuan) yang telah mereka curahkan selama periode waktu tertentu sebagai sumbangan pada pencapaian tujuan organisasi dan diterimakan karyawan sebagai pendapatan yang merupakan bagian dari hubungan kepegawaian yang dikemas dalam suatu sistem imbalan jasa.
29
2.1.4.1 Tujuan Pemberian Kompensasi
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan- pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama dipasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Selain itu tujuan kompensasi adalah untuk kepentingan karyawan, dan kepentingan pemerintah atau masyarakat. Supaya tujuan kompensasi tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip-prinsip adil dan wajar, undang-undang pemburuhan, serta memperhatikan internal dan eksternal konsistensi. Program kompensasi harus dapat menjawab pertanyaan apa yang mendorong seseorang bekerja dan mengapa ada orang yang bekerja keras, sedangkan orang lain bekerjanya sedang-sedang saja. Tujuan kompensasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2006:121) adalah sebagai berikut: 1. Ikatan Kerja Sama, dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerjasama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugastugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati. 2. Kepuasan kerja, dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik,
status
social,
dan
egoistiknya
sehingga
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
30
3. Pengadaan efektif, jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualifield untuk perusahaan akan lebih mudah. 4. Motivasi, jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya. 5. Stabilitas karyawan, dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan akan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. 6. Disiplin, dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik, mereka akan menyadari serta menaati peraturan peraturan yang berlaku. 7. Pengaruh serikat buruh, dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. 8. Pengaruh pemerintah, jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.
2.1.4.2. Sistem Kompensasi
Menurut Anoki H Dito (2010:32), sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah: 1. Sistem Waktu, dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. 2. Sistem Hasil (Output), dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram.
31
3. Sistem Borongan, sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.
2.1.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya tingkat kompensasi. Hal ini perlu mendapat perhatian supaya prinsip pengupahan adil dan layak lebih baik dan kepuasan kerja dapat tercapai. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi menurut Mangkunegara (2001:84), adalah sebagai berikut: 1. Faktor Pemerintah Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi/ angkutan, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai. 2. Penawaran bersama antara perusahaan dan pegawai Kebijakan dalam penentuan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan perusahaan kepada pegawainya. Hal ini terutama dilakukan oleh perusahaan dalam merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang sangat dibutuhkan perusahaan. 3. Standar dan biaya hidup pegawai Kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan standar pegawai harus terpenuhi. Dengan
32
terpenuhinya kebutuhan standar pegawai dan keluarganya, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan.Banyak penelitian yang menunjukkan adanya korelasi yang tinggi antara motivasi kerja pegawai dan prestasi kerjanya, ada korelasi positif antara motivasi kerja dengan pencapaian tujuan perusahaan. 4. Ukuran perbandingan upah Kebijakan dalam penetuan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besara kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. Artinya, perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan ti ngkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran perusahaan. 5. Permintaan dan persediaan Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar pada saat itu perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai. 6. Kemampuan membayar Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar pegawai. Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada perusahaan. 2.1.4.4 Komponen-Komponen Kompensasi
Menurut Flippo yang dikutip Handoko (2001:56), kompensasi dibagi menjadi :
33
1.
Kompensasi Langsung (Direct Compensation) Kompensasi langsung merupakan kompensasi yang diterima oleh karyawan yang mempunyai hubungan langsung dengan pekerjaan, yang biasanya diterima oleh karyawan dalam bentuk gaji, upah, intensif, bonus. a. Gaji Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap bulan/minggu untuk karyawan tetap sebagai imbalan atas pekerjaannya sedangkan bila terjadi naik/turunnya prestasi kerja, tidak mempengaruhi besar kecilnya gaji tetap. Besar kecilnya nilai gaji terjadi apabila terjadi kenaikan atau penurunan nilai gaji yang ditetapkan oleh perusahaan. b. Upah Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap minggu/harian untuk pegawai tidak tetap atau biasa disebut dengan part-time sebagai imbalan yang berkaitan dengan pekerjaan borongan atau menghadapi event-even tertentu. c. Insentif Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap bulan/minggu untuk karyawan tetap atau part-time sebagai imbalan kasus perkasus yang dikerjakan berdasarkan keterampilan kinerjanya. Atau tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya diatas prestasi standar. d. Bonus Yaitu sejumlah uang yang diterima secara langsung sebagai imbalan atas prestasi kerja yang tinggi untuk jangka waktu tertentu, dan jika prestasinya sedang menurun, maka bonusnya tidak akan diberikan.
2.
Kompensasi tidak langsung (Indirect Compensation)
34
Kompensasi tidak langsung merupakan kompensasi yang diterima oleh karyawan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pekerjaan, tetapi lebih menekankan kepada pembentukan kondisi kerja yang baik untuk menyelesaikan pekerjaannya. a. Pembayaran untuk waktu tidak bekerja (payment for time not worker), dalam bentuk :
Istirahat on-the-job
Hari-hari sakit
Liburan dan cuti
Alasan-alasan lain kehamilan, kecelakaan, wamil, dll
b. Pembayaran terhadap bahaya (Hazard Protection), bentuk perlindungan terhadap bahaya pertama yang umum ini bisa berbentuk :
Asuransi Jiwa
Asuransi Kesehatan
Asuransi Kecelakaan
c. Program Pelayanan Karyawan (Employee service)
Program rekreasi
Cafetaria
Perumahan
Beasiswa pendidikan
Fasilitas pembelian
Konseling finansial dan legal
Aneka ragam pelayanan lain, seperti pemberian pakaian seragam, transportasi.
d. Pembayaran yang dituntut oleh hukum (Legally required payment) masyarakat, melalui pemerintahannya telah memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari pengeluaran 35
perusahaan akan ditujukan melindungi karyawan terhadap bahaya-bahaya hidup yang utama. 2.1.4.5 Karakteristik Kompensasi
Menurut Simamora (Terdapat lima karakteristik yang harus dimiliki oleh kompensasi apabila kompensasi dikehendaki secara optimal efektif dalam mencapai tujuantujuannya. Karekteristik-karakteristik tersebut adalah:
a.
Arti penting, sebuah imbalan tidak bakal dapat mempengaruhi apa yang dilakukan oleh orang-orang atau bagaimana perasaan mereka jika hal tersebut tidak penting bagi mereka. Adanya rentang perbedaan yang luas diantara orang-orang jelaslah mustahil mencari imbalan apapun yang penting bagi setiap orang didalam organisasi. Dengan demikian tantangan dalam merancang sistem imbalan adalah mencari imbalan-imbalan yang sedapat mungkin mendekati kisaran para karyawan dan menerapkan berbagai imbalanimbalan guna meyakinkan bahwa imbalan-imbalan yang tersedia adalah penting bagi semua tipe individu yang berbeda didalam organisasi.
b.
Fleksibilitas, jika sistem imbalan disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik unik dari anggota-anggota individu, dan jika imbalan-imbalan disediakan tergantung pada tingkat kinerja tertentu, maka imbalan-imbalan memerlukan beberapa tingkat fleksibilitas. Fleksibilitas imbalan merupakan prasyarat yang perlu untuk merancang system imbalan yang terkait dengan individu-individu.
c.
Frekuensi, semakin sering suatu imbalan dapat diberikan, semakin besar potensi daya gunanya sebagai alat yang mempengaruhi kinerja karyawan. Oleh karena itu, imbalan yang sangat didambakan adalah imbalan yang dapat diberikan dengan sering tanpa kehilangan anti pentingnya.
d.
Visibilitas, imbalan-imbalan yang dapat dilihat jika dikehendaki supaya kalangan karyawan merasakan adanya hubungan antara kinerja dan imbalan-imbalan. Imbalan36
imbalan yang kelihatan memiliki keuntungan tambahan karena mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan karyawan akan pengakuan dan penghargaan. e.
Biaya, sistem kompensasi nyata sekali tidak dapat dirancang tanpa pertimbangan yang diberikan terhadap biaya imbalan-imbalan yang tercakup. Jelasnya, semakin rendah biayanya, semakin diinginkan imbalan tersebut dari sudut pandang organisasi. Imbalan yang berbiaya tinggi tidak dapat diberikan sesering imbalan berbiaya rendah, dan karena sifat mendasar biaya yang timbulkannya, imbal berbiaya tinggi mengurangi efektivitas dan efisiensi.
37
2.1.5
Turnover Intention
Dalam teori perilaku terencana, faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu adalah intensi untuk menampilkan perilaku tertentu. Intensi diasumsikan
sebagai
faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Intensi
merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai aturan umum, semakin
keras intensi seseorang
untuk terlibat dalam
suatu
perilaku, semakin besar
kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya hanya jika perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu yang bersan gkutan. Individu tersebut memiliki pilihan untuk memutuskan menampilkan perilaku tertentu atau tidak sama sekali. Sampai seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku, juga tergantung pada faktor-faktor non motivasional. Salah satu contoh dari faktor non motivasional adalah ketersediaan kesempatan dan sumber yang dimiliki (misal, uang, waktu, dan bantuan dari pihak lain). Faktor motivasional dan non motivasional mencerminkan kontrol aktual terhadap perilaku. Jika kesempatan dan sumbersumber yang dimiliki tersedia dan terdapat intensi untuk menampilkan perilaku,
maka kemungkinan perilaku itu muncul, sangatlah besar. Dengan kata lain, suatu perilaku akan muncul, jika terdapat motivasi (intensi) dan kemampuan (kontrol
perilaku). Arti intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Dapat didefinisikan bahwa intensi turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya
38
secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Intensi turnover ada di bawah kontrol individu, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan
relatif mudah diprediksi dibanding perilaku turnover-nya. Menurut Ajzen (1991) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover , diantaranya adalah faktor eksternal yakni pasar tenaga kerja, faktor institusi yakni kondisi ruang kerja,
upah, keterampilan kerja, dan supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Intensi turnover merupakan hasil (outcome) yang ditunjukkan oleh individu dalam perusahaan berupa perilaku sebagai akibat dari adanya ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan. Hughes et.al. mengungkapkan ada tiga faktor seorang karyawan memiliki keinginan untuk keluar dari sebuah perusahaan. Pertama, adanya anggapan dari individu-individu yang telah berada pada posisi terbaik bahwa mereka tidak akan lama lagi berada pada posisi tersebut, kedua, menurunnya kapabilitas dan tingkat kesuksesan karyawan karena penambahan beban kerja yang diberikan sebagai akibat dari pelaksanaan downsizing , serta ketiga, bagi organisasi yang melaksanakan perampingan struktur organisasi sangat sulit dari segi waktu atau tertundanya proses perekrutan karyawan baru yang
dibutuhkan untuk memperbaiki eksistensi keberlangsungan hidup perusahaan.
Turnover yang dapat dikontrol adalah karyawan yang meninggalkan organisasi secara sukarela (voluntary), sementara itu turnover yang tidak terkontrol adalah karena alasan yang tidak sukarela ( involuntary) seperti pengunduran diri, meninggal, atau mengikuti kepindahan suami/isteri. Selanjutnya, turnover dikatakan fungsional apabila merupakan permulaan dari karyawan untuk memberikan hasil
39
bagi organisasi, atau disfungsional apabila tidak memberikan hasil bagi organisasi. Organisasi selalu berusaha mencari cara menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama dysfunctional turnover yang akan menimbulkan berbagai biaya
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, seperti biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, serta biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa keinginan berpindah merupakan variabel yang paling berhubungan dan lebih banyak menerangkan perilaku turnover . Tingkat turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari organisasi (Heneman III dan Judge 2007). 2.2
Penelitian Terdahulu
Penulis dan Sumber (Jurnal / tahun)
No
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
Perbedaan
Peneliti Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
(Tahun) Haig Malvinas S 2013
Rian Hadinata 2011
Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Turnover Intention
1. Kepemimpinan 2. Lingkungan Kerja
Turnover Intention
Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Berpengaruh Positif Terhadap Turnover Intention
Pengaruh Kompensasi & Gaya Kepemimpinan Terhadap Turnover Karyawan PT. Carvil Abadi
1. Kompensasi 2. Gaya Kepemimpinan
Turnover Intention
Kompensasi & Gaya Kepemimpinan Berpengaruh Positif dan signifikan Terhadap Turnover Intention
40
Ferdiansyah Ritonga 2013
Arfian Utomo
Setyo
2012
Anndre Anggara 2014
2.3
Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan , Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention di Kantor Akuntan Publik
1. Gaya Kepemimpinan 2. Kepuasan Kerja
Turnover Intention
Gaya Kepemimpinan & Kepuasan Kerja Berpengaruh Positif Terhadap Tunrover Intention
Pengaruh Kompensasi & Job Insecurity Terhadap Turnover Intention PT. Swatama Mega Tehnik
1. Kompensasi 2. Job Insecurity
Turnover Intention
Kompensasi & Job Insecurity Berpengaruh Positif Terhadap Tunrover Intention
Pengaruh Kepuasan Kerja & Lingkungan Kerja Terhadap Turnover Intention pada PT. Duta Raya Sejati
1. Kepuasan Kerja 2. Lingkungan Kerja
Turnover Intention
Kepuasan Kerja & Lingkungan Kerja Berpengaruh Positif & Signifikan Terhadap Tunrover Intention
Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan (X1)
Kompensasi (X2)
Turnover Intention (Y)
Lingkungan Kerja (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Sumber : Dikembangkan untk penelitian ini.
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Uraian kerangka pemikiran tersebut diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 41
1. Kepemimpinan (X1) berpengaruh signifikan dan positif terhadap Turnover Intention (Y) 2. Kompensasi (X2) berpengaruh signifikan dan positif terhadap Turnover Intention (Y). 3. Lingkungan Kerja (X 3) berpengaruh signifikan dan positif terhadap Turnover Intention (Y) 4. Kepemimpinan (X1), Kompensasi (X2) & Lingkungan Kerja (X3) berpengaruh secara bersama terhadap Turnover Intention (Y)
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu & Tempat Penelitian 3.1.1
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah yang beralamat di Jalan Pahlawan Revolusi, No.100, Pondok Bambu, Jakarta Timur. 3.1.2
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus – September 2015
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Rumah Sakit RSIA Bunda Aliyah. Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 80 karyawan, diambil secara Stratified Random Sampling, karena kondisi populasi heterogen dan berstrata secara proporsional. 3.3
Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu:
42
3.3.1 Variabel Independen (X) yang digunakan dalam penelitian ini 1. Kepemimpinan (X1) 2. Kompensasi (X2) 3. Lingkungan Kerja (X3)
3.3.2 Variabel Dependen (Y) yang digunakan dalam penelitian ini 1. Turnover Intention (Y) 3.4
Definisi Operasional
Bertujuan untuk memudahkan proses mendapatkan dan mengolah data yang berasal dari para responden. Operasionalisasi variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel (Variabel Penelitian) Variabel
Kepemimpinan (Variabel X1)
Kompensasi (Variabel X2)
Konsep
Indikator
Skala
Adalah cara seorang 1. Pembimbing Likert pemimpin 2. Komunikatif mempengaruhi 3. Demokratis perilaku bawahan agar Kartono (2005:159) mau berkerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan oranisasi Hasibuan (2009:170) pendapatan yang 1. Upah / Gaji Likert berbentuk uang, barang 2. Insentif langsung atau tidak 3. Tunjangan langsung yang diterima 4. Fasilitas karyawan sebagai (Malayu S.P. Hasibuan, imbalan atas jasa yang 2002:54) diberikan kepada perusahaan (Malayu S.P. Hasibuan, 2002:54) 43
Lingkungan Adalah segala yang Kerja (Variabel ada di sekitar para X3) pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan Nitisemito (2002:183)
Turnover Intention
3.5
Keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002:2)
1. Suasana kerja Likert 2. Hubungan dengan rekan Kerja 3. Hubungan antar bawahan dengan pimpinan 4. Tersedianya fasilitas untuk karyawan Nitisemito (2002:183)
1. Absensi yang meningkat 2. Mulai malas bekerja 3. Peningkatan terhadap tata tertib kerja 4. Peningkatan protes terhadap atasan 5. Prilaku positif yang sangat berbeda seperti biasanya Harnoto (2002:2)
Likert
Sumber Data Data yang digunakan didasarkan pada dua jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Data Primer Data primer diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner. Kuesioner
berisi
pertanyaan-pertanyaan
mengenai
variabel
Kepemimpinan
(X1),
Kompensasi (X2), Lingkungan Kerja (X3) & Turnover Intention (Y) 2. Data sekunder
Data sekunder adalah data mengenai objek penelitian yang diperoleh dari sumber lain, yaitu dari Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah.
3.6
Instrumen Penelitian 44
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei. Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang Kepemimpinan (X1), Kompensasi (X2), Lingkungan Kerja (X3) & Turnover Intention (Y). Seluruh variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan skala 1 sampai 5. 3.7
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kuesioner sebagai alat
ukur dapat mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur (Cooper and Schindler, 2008). Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengukur konsep
yang diharapkan dan tidak mengukur hal yang lain (Sekaran, 2006). Uji validitas ada tiga, yaitu validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruk Penelitian ini .
menggunakan pearson correlation untuk mengukur validitas konstruk dari kuesioner. Realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah tanpa bias dan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Sekaran, 2006). Alat uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cronbach’s Alpha untuk mengetahui kehandalan atau konsistensi alat ukur untuk mengukur. Menurut Sekaran (2006), koefisien reliabilitas 1,0 semakin baik; kurang dari alpha 0,6 buruk; 0,7 dapat diterima; dan lebih dari 0,8 dikatakan baik.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kuantitatif, pada pengujian hipotesis 1 (pertama), 2 (kedua) dan 3 (ketiga)
45
menggunakan regresi linier sederhana.
46
PENGARUH KEPEMIMPINAN, LINGKUNGAN KERJA & KOMPENSASI TERHADAP TURNOVER INTENTION DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BUNDA ALIYAH
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat – Syarat Memperoleh Gelar SarjanaEkonomi Pada Universitas Borobudur
Oleh : Arif Rahman Hakim NIM : 11620043
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SDM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BOROBUDUR 2015
47
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BOROBUDUR JAKARTA
TANDA PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI
Nama
Arip Rahman Hakim
NIM
: 11620043
Konsentrasi Bidang
: Manajemen Sumber Daya Manusia
Judul
: Pengaruh
Kepemimpinan,
Lingkungan
Kerja
&
Kompensasi Terhadap Turnover Intention di Rumah Sakit Ibu & Anak Bunda Aliyah
Telah disetujui dipertahankan didepan penguji ujian komprehensif Fakultas Ekonomi Universitas Borobudur
Jakarta,
Juni 2015
Dosen Pembimbing,
1. Dr. Hj. Yolanda, SE. MM
(
)
2. Ir. Sugiyanto, MM
(
)
3. Dr. Karno, SE. MM
(
)
48
DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………..
i
PERSETUJUAN PROPOSAL …………………………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………………………………
1
1.2 Identifikasi Masalah ……………………………………………………………………….
5
1.3 Batasan Masalah …………………………………………………………………………...
6
1.3.1 Rumusan Masalah …………………………………………………………………..
6
1.3.2 Tujuan & Kegunaan Penelitian ………………………………………………………
7
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori …………………………………………………………………………….
9
2.1.1 Kepemimpinan …… …………………………………………………………………
9
2.1.2 Lingkungan Kerja …………………...………………………………………………
23
2.1.3 Kompensasi ……..………………………………………………………………….
28
2.1.4 Turnover Intention .………………………………………………………………….
38
2.2 PenelitianTerdahulu ……………………………………………………………………….
40
2.3 Kerangka Pemikiran ……………………………………………………………………….
41
2.4 Hipotesis Penelitian ………………………………………………………………………..
41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………………………………
42
3.2 Populasi dan Sampel ……………………………………………………………………….
42
3.2.1 Populasi ……………………………………………………………………………...
42
3.2.2 Sampel ………………………………………………………………………………
42
3.3 Variabel Penelitian ………………………………………………………………………..
42
3.4 Definisi Operasional Variabel ……………………………………………………………
43
3.5 Jenis dan Sumber Data ……………………………………………………………………
44
3.6 Metode Pengumpulan Data ………………………………………………………………
44
3.5 Metode dan Alat Analisis Data ……………………………………………………………
45
49