1. Definisi NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004). NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan
NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi
(Kemenkes RI, 2010).
Pengertian Kambuh Kembali
Kambuh kembali yaitu wujud perilaku menyimpang atau manifestasi
ketidakmampuan individu menjalankan fungsinya dengan baik, yang berlangsung
secara progresif. Gejala-gejala itu meningkat dan akhirnya ia memakai
NAPZA, agar bebas dari tekanan (Martono, 2008). Sedangkan menurut Nasution
(2004) kambuh kembali adalah seseorang yang sudah sembuh dari
penyalahgunaan NAPZA yang kembali menggunakannya.
Pengguna napza terbagi dalam 3 tingkatan :
1. User yaitu seseorang yang menggunakan napza sesekali
2. Abuser yaitu seseorang yang menggunakan napza karena alasan tertentu.
3. Addict yaitu seseorang yang menggunakan napza atas dasar kebutuhan
artinya jika tidak di penuhi maka akan timbul efek secara fisik maupun
psikis.
2. Jenis-jenis Napza
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat
berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari "cengkraman"-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam
3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya
adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein dan turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal
dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk
mengobati gangguan jiwa (psyche).
c. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat,
bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan juga tergolong NAPZA (Partodiharjo, 2008).
Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan :
1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung dari alam tanpa adanya
proses fermentasi
atau produksi mslnya : Ganja, Mescaline, Psilocybin, Kafein, Opium.
2. Semi Sintesis yaitu jenis zat/obat yang diproses sedemikian rupa melalui
proses fermentasi mslnya : Morfin, Heroin, Kodein, Crack.
3. Sintesis yaitu jenis zat yang dikembangkan untuk keperluan medis yang
juga untuk menghilangkan rasa sakit misal;nya : petidin, metadon,
dipipanon, dekstropropokasifen
Menurut efek yang di timbulkan di bagi dalam 3 golongan:
1. Depresan adalah zat atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas
fungsional tubuh. Jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan
tertitur atau tak sadarkan diri misalnya opioda, opium atau putau , morfin,
heroin, kodein opiat sintesis.
2. Stimulan adalah zat atau obat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan gairah kerja serta kesadaran misalnya : kafein, kokain,
nikotin amfetamin atau sabu-sabu.
3. Halusinogen zat atau obat yang menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan fikiran misalnya : Ganja, Jamur Masrum Mescaline,
psilocybin, LSD.
1. Ganja/kanabis/getok/cimeng
2. extacy
3. Kokain
4. Rokok
5. Sabu-sabu
6. Alkohol
7. Analgesic
8. Putaw
9. Pil koplo
10. Masrum
11. LSD
Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat patologis,
paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga menimbulkan
gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai
untuk kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau mengurangi
rasa sakit. Tetapi karena efeknya "enak" bagi pemakai, maka NAPZA kemudian
dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan
rasa nikmat. Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan
fisik ( Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah kondisi
yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-
menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati, 2009):
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan
mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti menggunakan
NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk
menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.
4. Faktor Resiko dan Penyebab Penyalahgunaan Napza
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal
dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya
memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan
emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan
emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi,
juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah
secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan
masalah dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada
taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan
narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan
identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba
digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya
merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin
merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama
kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan
tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM
Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat
beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah
bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat
terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar
saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua
sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata
orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan
dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog
dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam
banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara
teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar
berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam
delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang
dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya
ketergantungan fisik dan psikologis.
Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA
pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan betapa
besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja menggunakan narkoba.
Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990)
yang memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai
NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut
sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi
tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah
diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual
narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di
Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi
pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa
faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul
secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
Kelompok yang beresiko
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai atau
terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat hal
tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan
rentan).
Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri
tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk
menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri
kelompok risiko tinggi.
Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. ANAK :
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA
antara lain :
a. Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
b. Anak yang sering sakit
c. Anak yang mudah kecewa
d. Anak yang mudah murung
e. Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
f. Anak yang agresif dan destruktif
g. Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
h. Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2. REMAJA :
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
a. Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan
mempunyai citra diri negatif
b. Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
c. Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
d. Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko
tinggi/bahaya
e. Remaja yang cenderung memberontak
f. Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
g. Remaja yang kurang taat beragama
h. Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
i. Remaja dengan motivasi belajar rendah
j. Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
k. Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan
psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri,
kurang bergaul dengan lawan jenis).
l. Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
m. Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
3. KELUARGA
a. Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
b. Orang tua kurang komunikatif dengan anak
c. Orang tua yang terlalu mengatur anak
d. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar
berprestasi diluar kemampuannya
e. Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
f. Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua
berselingkuh atau ayah menikah lagi
g. Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benarsalah
yang jelas
h. Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan
i. Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
Faktor – Faktor Penyebab Kambuh Kembali
Adapun yang menjadi faktor penyebab kambuh kembali pada penyalahguna
NAPZA adalah sebagai berikut (Nasution, 2004) :
a. Mantan penyalahguna NAPZA yang sudah pulih seringkali mengalami euforia.
Mereka cenderung mabuk dengan keberhasilannya, lalu menjadi sombong dan
serakah. Ia melupakan unsur-unsur penopang keberhasilannya. Mabuk
keberhasilan, ditambah dengan keserakahan itulah yang membuatnya lengah
dan kembali memakai NAPZA.
b. Stress. Mungkin mantan penyalahguna NAPZA banyak beban atau juga sering
menyalahkan dirinya sendiri. Semua itu membuatnya stress. Seperti yang
pernah dulu ia alami dan lakukan, setiap kali mengalami masalah, ia lari
ke NAPZA. Ia ingin lari dari kenyataan.
c. Kepribadian yang tidak tahan perubahan. Mantan penyalahguna NAPZA yang
tidak tahan perubahan potensial kambuh. Mereka ini termasuk yang tidak
disiplin. Hal-hal yang sebelumnya sudah berusaha keras ia lakukan atau
hindarkan, kembali lagi ia langgar.
d. Mereka yang demam obat. Yaitu mereka yang doyan makan obat. Setiap kali
sakit, ia akan memakan obat. Suatu saat nanti ia pasti akan menjadikan
NAPZA sebagai obatnya.
e. Kepribadian tanpa perlindungan. Maksudnya mereka yang sudah sembuh tidak
mendapat pengawasan dari keluarganya ataupun dari teman sebaya. Mereka
bisa dengan bebas kembali ke 'habitatnya'.
f. Tidak adanya dukungan atau bimbingan dari keluarga. Hingga saat ini ada
kesalahan yang tak disadari yaitu mereka yang berobat lebih banyak
berorientasi pada pengobatan fisik, sementara kurang dukungan penyembuhan
yang berasal dari keluarga.
5. Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi,
ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat
penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi
dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.
EFEK DAN GEJALA KLINIS GANGGUAN di setiap Jenis Pengunaan NAPZA
1. AMFETAMIN
a. Efek Fisik dan Psikologis
Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin.
Metamfetamin diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai
dampak yang lebih buruk. Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas
menunjukkan gejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan
pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada
pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama.
b. Efek fisik dan psikologis jangka panjang :
1) berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan
1) gangguan makan, anpreksia atau defisiensi gizi
2) kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis
3) daerah injeksi: bengkak, skar, abses
4) kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin
pada pembuluh darah yang kecll.
5) disfungsi seksual
6) gejala kardiovaskuler
7) delirium.paranoia, ansietas akut, halusinasi. Amphetamines induced
psychosis akan berkurang bila penggunaan Napza dihentikan , bersamaan
dengan diberikan medikasi jangka pendak.
8) depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya
gangguan makan pada protracted withdrawal.
9) penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.
c. Gejala Intoksikasi:
1) Agitasi
2) Kehilangan berat badan
3) Takikardia
4) Dehidrasi
5) Hipertermi
6) Imunitas rendah
7) Paranoia
8) Delusi
9) Halusinasi
10) Kehilangan rasa lelah
11) Tidak dapat tidur
12) Kejang
13) Gigi gemerutuk.rahang atas dan bawah beradu
14) Stroke
15) Gangguan kardiovaskular
16) Kematian
d. Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:
1) Agresif/ perkelahian
2) Penggunaan alkohol
3) Berani mengambil risiko
4) Kecelakaan
5) Sex tidak aman
6) Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya
7) Penggunaan obat-obatan lain
8) Problem hubungan dengan orang lain
e. Gejala withdrawal:
1) Depresi
2) Tidak dapat beristirahat
3) Craving
4) Ide bunuh diri
5) Penggunaan obat-obatan
6) Masalah pekerjaan
7) Pikiran-pikiran yang bizzare
8) Mood yang datar
9) Ketergantungan
10) Fungsi sosial yang buruk
2. KANABIS
a. Komplikasi fisik dan psikososial
Efek akut
Seperti umumnya dengan napza , efek dari kanabis tergantung dengan dosis
yang digunakan.individunya dan kondisi saat itu. Beberapa hal di bawah ini
di anggap sebagai efek positif bagi pengguna.yaitu :
1) perasaan tenang (relaksasi)
2) euforia
3) disinhibisi
4) peningkatan persepsi penglihatan dan pendengaran
5) nafsu makan meningkat
6) persepsi waktu yang salah
7) sulit untuk konsentrasi
Sedangkan efek akut negatif adalah:
1) ansietas dan panik
2) paranoia
3) halusinasi pendengaran dan penglihatan
4) gangguan koordinasi
5) kehilangan memori jangka pendek
6) takikardia dan aritmia supraventrikuler
Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal, Gejala yang umum terj$di
pada kondisi putus kanabis adalah :
1) ansietas, tidak dapat beristirahat dan mudah tersinggung
2) anoreksia
3) tidur terganggu dan sering mengalami mimpi buruk
4) gangguan gastrointestinal
5) keringat malam hari
6) tremor
Gejala-gejala yang terjadi biasanya ringan dan berakhir setelah satu atau
dua minggu. Pasien dengan putus kanabis hanya memerlukan manajemen gejala
jangka pendek.
3. OPIODA
a. Efek Opioda
b. Simpton putus opioid dengan kerangka waktu
4. BENZODIAZEPIN
Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan.
a. Efek jangka pendek
o mengantuk, letargi, kelelahan
o gerakan yang tidak terkoordinasi, penurunan reaksi terhadap waktu dan
ataksia
o penurunan fungsi kognisi dan memori (terutama amnesia anterograde)
o kebingungan
o kelemahan otot atau hipotoni
o depresi
o nistagmus, vertigo
o disarthria, bicara cadel/tidak jelas
o pandangan kabur, mulut kering
o sakit kepala
o euforia paradoksal, rasa girang, tidak dapat beristirahat, hipomania dan
perilaku inhibisi yang ekstrim (terutama pengguna dosis tinggi dapat merasa
tidak dapat dilukai, kebai terhadap serangan atau pukulan dan merasa
dirinya tidak dapat dilihat orang sekitarnya)
o efek potensiasi dengan napza depresah susunan syaraf pusat lainnya, misal
alkohol dan opioid yang dapat meningkatkan risiko penekanan pernapasan
b. Efek jangka panjang
Mirip dengan efek jangka pendek, ditambah dengan :
toleransi terhadap efek sedatif/hipnotik dan psikomotor
emosi yang "tumpul" (ketidakmampuan merasa bahagia atau duka sehubungan
dengan hambatan terhadap emosi)
siklus menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara
ketergantungan (dapat terjadi setelah 3 sampai 6 bulan dalam dosis
terapi)
d. Gejala Putus Benzodiazepin :
Umumnya mencakup:
insomnia
ansietas
irritable
tidak dapat beristirahat
agitasi
depresi
tremor
dizziness
Jarang terjadi, tapi perlu penanganan serius :
kejang (kejang hampir menyerupai pengguna alkohol dosis tinggi)
delirium
Gejala lain mencakup:
kedutan otot dan nyeri
anoreksia, mual
kelelahan
tinnitus
hiperakusis, fotofobia, gangguan persepsi
depersonalisasi, derealisasi
pandangan kabur
5. ALKOHOL
a. Intoksikasi Alkohol Akut
Intoksikasi dapat dikenali dengan gejala-gejala :
ataksia dan bicara cadel/tak jelas
emosi labil dan disinhibisi
napas berbau alkohol
mood yang bervariasi
b. Komplikasi akut pada intoksikasi atau overdosis :
paralisis pernapasan, biasanya bila muntahan masuk saluran pernapasan
obstructive sleep apnoea
aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebih dari 0,4 mg/ml
c. Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi:
penurunan kesadaran, stupor atau koma
perubahan status mental
kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah
d. Gejala putus alkohol:
Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang terakhir: Gejala putus
alkohol ringan :
Tremor
Khawatir dan agitasi
Berkeringat
Mual dan muntah
Sakit kepala
Takikardia
Hipertensi
Gangguan tidur
Suhu tubuh meningkat
Gejala putus alkohol berat:
muntah
agitasi berat
disorientasi
kebingungan
paranoia
hiperventilasi
delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi gawat darurat pada putus
alkohol yang tidak ditangani .muncul 3-4 hari setelah berhenti minum
alkohol. DTs mencakup gejala agitasi, restlessness, tremor kasar,
disorientasi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, berkeringat dan
demam tinggi, halusinasi lihat dan paranoia.
6. KOKAIN
a. Efek yang diharapkan :
euforia
banyak bicara
bertambahnya percaya diri
energi
berkurang keinginan untuk tidur
b. Efek akut pada dosis rendah :
anastesi lokal
dilatasi pupil
vasokonstriksi
peningkatan pernapasan
peningkatan denyutjantung
peningkatan tekanan darah
peningkatan suhu tubuh
c. Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):
stereotipik, perilaku repetitif
ansietas/ agitasi berat/ panik
agresif
kedutan otot/tremor/hilang koordinasi
peningkatan refleks
gagal napas
peningkatan tekanan darah yang bermakna
nyeri dada/angina
edema paru
gagal ginjal akut
konvulsi
penglihatan kabur
stroke akut
kebingungan/delirium
halusinasi, lebih sering halusinasi dengar
dizziness
kekakuan otot
lemah, nadi cepat
aritmia jantung
iskemi miokardial dan infark
berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal bisa mencapai 41°C)
sakit kepala
nyeri perut/mual/muntah
d. Efek pada penggunaan kronis :
insomnia
depresi
agresif atau liar
kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan
kedutan otot
ansietas
psikosis - waham curiga, halusinasi
hilang libido dan/atau impotensi
peningkatan refleks
peningkatan denyut nadi
e. Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain)
mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan
kelelahan
insomnia atau hipersomnia
agitasi psikomotor atau retardasi
craving
peningkatan nafsu makan
mimpi buruk
gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu
7. VOLATILE SUBSTANCE (SENYAWA YANG MUDAH MENGUAP)
a. Efek pada penggunaan akut
mata merah dan berair
bersin dan batuk
nafas berbau napza kimia
lem, solven, bekas cat tertinggal pada baju, jari tangan, hidung, atau
mulut
intoksikasi terlihat jelas/ perilaku menyimpang/ berani mengambil risiko
kebingungan
koordinasi yang lemah
mengeluarkan keringat yang berlebihan
ada tanda-tanda tidak biasa/rash,
iritasi kulit di sekitar mulut dan hidung
sekresi nasal yang berlebihan,
secara langsung menghirup
b. Efek yang diharapkan :
euforia
rasa girang
rasa melambung
rasa tidak dapat dilukai/disakiti
disinhibisi
c. Efek jangka pendek/efek negatif:
mengantuk
gejala mirip flu
mual dan muntah
sakit kepala
diare, nyeri abdominal
pernapasan tidak nyaman
perdarahan hidung dan tenggorokan
perilaku berisiko.
d. Efek pada dosis tinggi:
berbicara tidak jelas
koordinasi motorik lemah
disorientasi, kebingungan
tremor
sakit kepala
delusi
gangguan penglihatan atau halusinasi
perilaku yang tidak dapat diprediksi
- ataksia
- stupor
- final stages ( kejang, koma cardiopulmonary arrest, kematian ).
e. Gejala Overdosis
Dosis tinggi dapat menyebabkan pasien mengalami:
konvulsi, koma
Gangguan pernafasan
Aritmia jantung
Gangguan atau kematian dapat terjadi karena:
perilaku yang berisiko (tenggelam, jatuh, dll)
sufokasi
aspirasi muntahan
terbakar, ledakan
keracunan, kegagalan organ tubuh (pengguna kronis)
Laryngeal Spasm (Butane) Respiratory Arrest
keracunan logam (bensin/solar)
f. Gejala putus zat:
Permulaan dan lamanya: tidak diklasifikasikan dalam DSM IV tapi sifat dari
gejala putus yang memungkinkan dapat terjadi pada 24-48 jam sesudah
penggunaan berakhir Gejalanya:
gangguan tidur
tremor
mudah tersinggung dan depresi
mual
diaforesis
ilusi hilang dengan cepat
6. Pemeriksaan Diagnostik
Penampilan pasien,sikap wawancara,gejolak emosi dan lain-lain perlu
diobservasi. Petugas harus cepat tanggap apakah pasien perlu mendapatkan
pertolongan kegawat darurat atau tidak, dengan memperhatikan tanda-tanda
dan gejala yang ada.
1. Fisik
a. Adanya bekas suntikan sepanjang vena di lengan,tangan kaki bahkan pada
tempat-tempat tersembunyi misalnya dorsum penis.
b. Pemeriksaan fisik terutama ditijikan untuk menemukan gejala
intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik seperti Hepatitis,
Eudokarditis, Bronkoneumonia, HIV/AIDS dan lain-lain.
c. Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi pupil,cara
jalan, sklera ikterik, conjunctiva anemis, perforasi septum nasi, caries
gigi, aritmia jantung, edema paru, pembesaran hepar dan lain-lain.
2. Psikiatrik
a. derajat kesadaran
b. daya nilay realitas
c. gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi labil,
sedih, depresi, euforia)
d. gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
e. gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif gangguan pola
tidur, sikap manipulatif dan lain-lain)
3. Penunjang
a. Analisa Urin
- Bertujuan untuk mendeeteksi adanya NAPZA dalam tubuh (benzodiazepin,
barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis)
- Pengambilan urine hendaknya tidak lebih dari 24 jam dari saat pemakaian
zat terakhir dan pastikan urine tersebut urine pasien
b. Penunjang lain
Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan
- Laboratirium rutin darah,urin
- EKG, EEG
- Foto toraks
- Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi
Psikologik, Evaluasi Sosial)
7. Terapi dan Rehabilitasi
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab
profesi medis. Profesi medis memegang teguh dan patuh kepada etika medis,
karena itu diperlukan keterampilan medis yang cukup ketat dan tidak dapat
didelegasikan kepada kelompok profesi lain. Salah satu komponen penting
dalam keterampilan medis yang erat kaitannya dengan gawat darurat medik
adalah keterampilan membuat diagnosis.
Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis (dokter)
mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA
melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. Namun dalam kondisi
emergency, dokter merupakan pilihan yang harus diperhitungkan. Gawat
Darurat yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA :
Gawat Darurat yang terjadi meliputi berbagai gejala klinis berikut :
a. Intoksikasi
b. Overdosis
c. Sindrom putus NALZA
d. Berbagai macam komplikasi medik (fisik dan psikiatrik)
Penting dalam kondisi Gawat Darurat adalah ketrampilan menentukan
diagnosis, sehingga dengan cepat dan akurat dapat dilakukan intervensi
medik. Berbagai bentuk Terapi dan Rehabilitasi :
1. TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
1. Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3
menit sampai 2-3 kali
2. Intoksikasi kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg
oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
3. Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg
oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit.
Untuk mengatasi palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral
4. Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin bergantian air hangat, Minum kopi
kental, Aktivitas fisik (sit-up,push-up), Bila belum lama diminum bisa
disuruh muntahkan
5. Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):
Melonggarkan pakaian
Membarsihkan lender pada saluran napas,Bila oksigen dan infus garam
fisiologis.
TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
1. Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
- Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan
dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
- Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
- Hilangkan obstruksi pada saluran napas
- Bila perlu berikan oksigen
2. Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar
- Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin
0.1-0.2 cc I.M
- Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi)
karena sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium
bikarbonas
3. Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi
untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika
didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
4. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau trauma yang membahayakan
5. Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan
diazepam 10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit
jika kejang belum teratasi.
6. Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
2. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi, penyalahguna NAPZA perlu menjalani
Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai
menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan
menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang
selalu terjadi.
Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat :
- Mempunyai motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
- Mampu menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
- Pulih kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
- Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan
baik;
- Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
- Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam
pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara lain :
a. Program Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap
opioid (heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang
sangat kuat (craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat
(Naltrexon HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan
rindu itu. Apabila pasien menggunakan opieat lagi,ia tidak merasakan efek
euforiknya sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi
dan psikoterapi untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum
memutuskan pemberian antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam dosis
tunggal 50 mg sekali sehari secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena
hepatotoksik, perlu tes fungsi hati secara berkala.
b. Program Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan
heroin yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi
medik. Program ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih
berupa uji coba di RSKO
c. Program yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi
psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok,
psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial
yang bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa,
serta meningkatkan mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal Berbagai
variasi psikoterapi sering digunakan dalam setting rehabilitasi.
Tergantung pada sasaran terapi yang digunakan.
- Psikoterapi yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan
mendatangkan insight sebagai parameter keberhasilan.
- Psikoterapi yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan Relaps Prevention Training
- Supportive Expressive Psychotherapy
- Psychodrama,art-therapy adalah psikoterapi yang dijalankan secara
individual
d. Therapeutic Community
Berupa program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam
sutu tempet. Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi
syarat sebagai konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja.Disini penderita dilatih
keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta
kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan memakai NAPZA
atau sugesti (craving) dan mencegah relap. Dalam komonitas ini semua ikut
aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaan anggota dihilangkan. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap
anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat
positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka
sendiri.
e. Program yang berorientasi Sosial
Program ini memusatkan kegiatan pada keterampilan sosial, sehingga mereka
dapat kembali kedalam kehidupan masyarakat yang normal,termasuk mampu
bekerja.
f. Program yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan cara
melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.
g. Program dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Pesantren dan beberapa pendekatan agama lain melakukan trial and error
untuk menyelenggarakan rehabilitasi ketergantungan NAPZA
h. Lain-lain
Beberapa profesional bidang kedokteran mencoba menggabungkan berbagai
modalitas terapi dan rehabilitasi. Hasil keberhasilan secara ilmiah dan
dapat dopertanggungj jawabkan masih ditunggu. Beberapa bentuk terapi
lainnya yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan tenaga
dalam prana dan meditasi. Terapi yang mengandalkan adanya kekuatan
spiritual baik dalam arti kata kekuatan diri maupun Keagungan Allah telah
dikembangkan hampir diseluruh dunia.
3. PROGRAM PASCA RAWAT (AFTER CARE)
Setelah selesai mengikuti suatu program rehabilitasi, penyalahguna
NAPZA masih harus mengikuti program pasca rawat (After care) untuk
memperkecil kemungkinan relaps (kambuh). Setiap tempat/panti rehabilitasi
yang baik mempunyai program pasca rawat ini.
4. NARCOTICS ANONYMOUS (NA)
NA adalah kumpulan orang,baik laki-laki maupun perempuan yang saling
berbagi rasa tentang pengalaman, kekuatan, dan harapan untuk menyelesaikan
masalah dan saling menolong untuk lepas dari NAPZA (khususnya Narkotika).
Satu-satunya syarat untuk menjadi anggota NA adalah keinginan untuk
berhenti memakai Narkotika. NA tidak terikat pada agama tertentu,pahak
politik tertentu maupun institusi tertentu. Mereka mengadakan pertemuan
seminggu sekali. Pertemuan ini biasanya tertutup,hanya bagi anggota saja
atau terbuka dengan mengundang pembicara dari luar. Mereka menggunakan
beberapa prinsip yang terhimpun dalam 12 langkah (the twelve steps).
8. Perspektif teori ketergantungan
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang
ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu
dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya
ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman
sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun.
Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan
bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk
melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu
menggunakan zat pada saat sedang mempunyai
masalah, stres, dan frustasi.
Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai
digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan
perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan,
dan pekerjaan.
Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan
adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang
biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan
jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan
kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi
adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah
zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
Tahapan Pemamakaian NAPZA
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut :
1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman
beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau minum pil
ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara
tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA diperoleh
secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari
NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.
Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai
berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh dan
gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi sensitif,
mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab
narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya
semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih
suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat
mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya.
Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak. Pada ketergantungan, tubuh
memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia dapat berfungsi
normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat, meskipun sebenarnya
sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul
gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya
bergantung pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat merasakan
pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-
organ tubuh.
Gejala lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah
NAPZA yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang
sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang
diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA yang dipakai berlebihan
(overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).
Proses Kambuh Kembali
Menurut Groski dan Miller (1986), proses kambuh kembali terjadi dalam
sebelas tahap yaitu sebagai berikut :
Tahap ke-1 : Perubahan Dalam Diri
Terlihat baik di luar, tetapi mulai menggunakan pemikiran yang tidak
sehat dan adiktif untuk mengelola perasaan negatif mengenai citra diri.
Beberapa gejala sebagai berikut:
a. Stres meningkat - dapat disebabkan oleh keadaan besar atau hal-hal
kecil.
b. Berubah dalam berpikir - program pemulihan tidak penting lagi.
c. Perubahan perasaan - perubahan suasana hati dan perasaan positif atau
negatif yang berlebihan.
d. Perubahan perilaku - tidak ikut serta pada program seperti sebelumnya,
mengetahui sesuatu yang salah.
Tahap ke-2 : Menyangkal
Mulai mengabaikan apa yang dipikirkan dan dirasakan, dan berhenti
berkata jujur kepada orang lain mengenai apa yang dipikirkan dan rasakan.
Beberapa gejala sebagai berikut:
a. Mengkhawatirkan tentang diri sendiri - merasa takut menggunakan NAPZA,
dan memberhentikan ketakutan karena pikiran yang terlalu tidak nyaman.
b. Menyangkal diri dalam keadaan khawatir - meyakinkan diri bahwa semuanya
baik, padahal sebenarnya tidak.
Tahap ke-3 : Menghindar dan Mempertahankan Diri
Menghindari orang atau situasi yang akan memaksa evaluasi akan
kejujuran dari pemikiran, perasaan dan perubahan perilaku: dan jika
dihadapkan, menjadi defensif dan tidak mendengarkan. Beberapa gejala
sebagai berikut:
a. Yakin bahwa alkohol atau obat-obatan tidak akan digunakan lagi -
meyakinkan diri sendiri bahwa energi tidak banyak yang dibutuhkan untuk
menjaga ketenangan hati, dan menjaga ini meskipun rahasia.
b. Khawatir tentang orang lain - lebih berfokus pada ketenangan orang lain
dari pada diri sendiri, menilai program lainnya, dan membuat segala
sesuatunya menjadi rahasia.
c. Defensif - menghindari diskusi tentang masalah pribadi karena takut
dikritik.
d. Perilaku kompulsif - kembali ke cara lama, kaku dan merugikan diri
sendiri dalam hal berpikir dan bertindak.
e. Perilaku impulsif - menggunakan penilaian buruk dan menyebabkan masalah
karena perilaku impulsif tanpa memikirkan dengan tuntas.
f. Menghindari orang - merasa tidak nyaman di sekitar orang lain dan
mengubah perilaku untuk menyendiri, mencari-cari alasan untuk tidak
bersosialisasi, dan merasa kesepian.
Tahap ke-4 : Terbangunnya Krisis Bekerja keras untuk memecahkan masalah
tetapi menyebabkan timbulnya permasalahan yang baru. Beberapa gejala
sebagai berikut:
a. Perubahan visi - berfokus pada satu bagian kecil dari kehidupan dengan
mengesampingkan segala sesuatunya.
b. Depresi - merasa sedih, tidur terlalu banyak dan kurang energi.
c. Hilangnya perencanaan konstruktif - bukan melihat ke depan atau berpikir
tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.
d. Kegagalan rencana - rencana mulai gagal dan setiap kegagalan menyebabkan
reaksi yang berlebihan menciptakan masalah baru dan perasaan bersalah dan
penyesalan.
Tahap ke-5 : Immobilisasi
Merasa terjebak dalam masalah yang berkelanjutan, tidak terkendali dan
merasa tidak termotivasi untuk mengambil tindakan. Beberapa gejala sebagai
berikut:
a. Berangan-angan - memiliki fantasi untuk melarikan diri jika seseorang
akan membantu atau suatu peristiwa akan terjadi.
b. Kekalahan - perasaan seperti kegagalan, seseorang yang tidak bisa
mendapatkan sesuatu dengan benar.
c. Kebahagiaan - keinginan untuk bahagia tapi tidak tahu bagaimana
mewujudkannya.
Tahap ke-6 : Kebingungan dan Reaksi Berlebihan
Bermasalah dalam hal berpikir jernih dan mengelola pikiran, perasaan
dan tindakan. Beberapa gejala sebagai berikut :
a. Kesulitan berpikir jernih - masalah biasanya sederhana namun
membingungkan karena mental yang jatuh dan pemikiran yang tidak terkendali.
b. Kesulitan mengelola perasaan dan emosi - bereaksi berlebihan atau
menjadi mati rasa, pikiran gila.
c. Kesulitan mengingat – kesulitan mengingat sesuatu dari masa lalu dan
belajar hal baru yang menjadi suatu tantangan.
d. Kebingungan - tidak tahu apa yang benar atau salah, sehat atau tidak
sehat, dan tidak tahu bagaimana memecahkan masalah.
e. Ketidakmampuan mengelola stress - perasaan mati rasa dan tidak mengakui
itu, merasa kewalahan tanpa alasan, tidak bisa terlepas dari situasi atau
lingkungan.
Tahap ke-7 : Depresi
Merasakan bahwa hidup ini tidak layak atau berpikir untuk mengobati
diri sendiri dengan obat - obatan atau alkohol untuk menghindari depresi.
Beberapa gejala sebagai berikut :
a. Makan tidak teratur – makan berlebihan atau kehilangan nafsu makan,
mengganti makanan sehat dengan siap saji.
b. Tidak termotivasi - tidak bisa memulai dan menyelesaikan apapun dan
merasa terjebak.
c. Susah tidur - tidak bisa tidur, mimpi buruk dan tidak nyenyak tidur.
d. Hilangnya kegiatan harian - rutinitas sehari-hari menjadi berantakan.
e. Depresi mendalam - depresi diperhatikan oleh orang lain dan tidak dapat
dengan mudah disangkal, merasa tidak ada yang peduli atau memahami.
Tahap ke-8 : Tingkah Laku Hilang Kontrol
Ketidakmampuan untuk mengendalikan pemikiran, perasaan, dan tingkah laku.
Beberapa gejala sebagai berikut :
a. Tidak teratur menghadiri pertemuan - mencari alasan untuk tidak pergi
pertemuan dan bertemu dengan sponsor, membuat hal-hal lain menjadi lebih
penting.
b. Sikap tidak peduli - tidak peduli tentang masalah untuk menyembunyikan
perasaan putus asa.
c. Ketidakpuasan dengan kehidupan - perasaan ingin kembali ke alkohol dan
obat-obatan karena segala sesuatu tidak akan menjadi lebih buruk.
d. Ketidakberdayaan - perasaan seolah-olah tidak ada yang bisa dilakukan
dan tidak ada jalan keluar.
Tahap ke-9 : Pengakuan Atas Hilangnya Kontrol
Penolakan atas gangguan dan realisasi atas kehidupan yang tidak
terkendali, masalah semakin parah, dan ada sedikit kontrol atas keadaan,
ketakutan dan kecemasan akibat hasil isolasi dan merasa bahwa tidak
seorangpun yang membantu.
1. d. Kehilangan kontrol perilaku - ketidakmampuan untuk mengendalikan
pemikiran, emosi, dan penilaian.
Tahap ke-11 : Penggunaan Alkohol dan Obat-obatan
Kembali ke penggunaan alkohol atau obat-obatan dan cepat kehilangan
kontrol. Beberapa gejala sebagai berikut :
a. Mencoba mengendalikan penggunaannya - berencana untuk menggunakan karena
sosial atau jangka pendek.
b. Kecewa, malu dan rasa bersalah - penggunaan alkohol dan obat tidak
menghasilkan hasil yang diinginkan dan kekecewaan diikuti dengan rasa malu
dan rasa bersalah karena kambuh.
c. Hilangnya kontrol - alkohol dan kimia, penggunaan narkoba di luar
kendali.
d. Hidup dan masalah kesehatan - kualitas hidup merosot sebagai masalah
berat dengan hubungan, pekerjaan, keuangan, kesehatan mental dan fisik
sehingga memerlukan perawatan profesional.
9. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka,
individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu,
kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini,
agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi
dengan baik.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah
menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan
NAPZA lagi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi
penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi
untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap
penyalahguna
NAPZA yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat
membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi,
maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.
Pencegahan Kekambuhan Kembali
Pencegahan kekambuhan kembali adalah suatu metode yang sistematik bagi
penyalahguna yang sedang pulih, untuk mengenal dan mengelola munculnya
kembali perilaku adiktif. Tujuan program pencegahan kekambuhan kembali,
meliputi :
a. Mengembangkan keterampilan untuk mengatasi situasi risiko tinggi,
b. Mengidentifikasi tanda-tanda peringatan munculnya kekambuhan,
c. Mengubah gaya hidup penyalahguna NAPZA menjadi gaya hidup sehat, dan
d. Meningkatkan kegiatan-kegiatan yang produktif.
Pencegahan kekambuhan harus menjadi bagian dari upaya pemulihan.
Penyalahguna NAPZA yang telah pulih harus diajarkan keterampilan untuk
mengatasi masalah. Adapun kegiatan pencegahan kekambuhan antara lain :
1. Pemulihan fisik
a) Perawatan aspek medik dan kesehatan
b) Kebiasaan makan yang sehat
c) Latihan relaksasi
d) Tidur teratur
e) Kegiatan rekreasi
2. Pemulihan psikologis dan perilaku
a) Membangun citra diri
b) Mengembangkan nilai-nilai, seperti kejujuran
c) Mengikuti kegiatan yang teratur dan terencana
d) Bekerja tepat waktu
e) Mengambil tanggung jawab dan mengelolanya
3. Pemulihan sosial
a) Menyediakan waktu dengan keluarga dan teman-teman
b) Pergi bersama anggota keluarga
c) Makan bersama anggota keluarga
d) Mengambil peran tertentu
4. Pemulihan rohani : Meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.
Penyalahguna NAPZA yang telah selesai mengikuti terapi atau
rehabilitasi harus tetap mengikuti program pemulihan dan mengerjakan
latihan atau tugas yang diberikan setiap hari selama sisa hidupnya. Jika
tidak, dapat terjadi kekambuhan. Ada perjanjian antara penyalahguna NAPZA
dan tempat terapi atau rehabilitasi setelah selesai terapi, agar ia
mengikuti program rawat lanjut. Ia harus secara teratur menghadiri
pertemuan kelompok pendukung, beroleh dukungan dan berpartisipasi aktif. Ia
harus dilatih cara mengatasi rasa rindu dan mencegah kekambuhan. Orang tua
pun harus memahami masalah itu dan turut membantu anak mengidentifikasi
gejala kekambuhan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan penyalahguna NAPZA yang sedang
pulih agar tidak kambuh :
a. Mengelola perasaannya secara sehat
Cara : membiarkan perasaan itu muncul, menarik napas panjang beberapa kali,
mencurahkan perasaan, mengecek perasaannya dengan kenyataan, tidak
mempersalahkan orang lain atau keadaan, menuliskan perasaannya, tidak
mengasihani diri sendiri, mengubah cara pandang, melakukan sesuatu yang
positif dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan Terapi Dan Rehabilitasi
Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit