BAKTERI PENYEBAB INFEKSI PADA SALURAN CERNA
MORFOLOGI DAN PATOGENESIS Shigella
NAMA MAHASISWA : WINDY YULIA ZAHARA
NIM : AK816071
SEMESTER : IV
KELAS : IV A
MATA KULIAH : BAKTERIOLOGI III
PROGRAM STUDI : ANALIS KESEHATAN
DOSEN : PUTRI KARTIKA SARI, M.Si
Bakteri Penyebab Infeksi Pada Saluran Cerna
Morfologi dan Patogenesis Shigella
1. Definisi Shigella
Shigella adalah bakteri patogen usus yang dikenal sebagai agen
penyebab penyakit disentri basiler. Bakteri ini menginfeksi saluran
pencernaan dan menyebabkan berbagai gejala, dari diare, kram, muntah,
dan mual. (Jawetz, 2005)
Shigella merupakan penyebab diare disentri yang paling sering pada
anak usia 6 bulan sampai 10 tahun di Amerika Serikat dan negara
berkembang. Shigella tahan terhadap keasaman lambung dan membutuhkan
inokulum yang kecil untuk menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan
ke orang lain. Penularan terjadi dalam kondisi banyak orang berkumpul
dalam satu tempat seperti di penitipan anak, panti asuhan atau tempat
penampungan. Rendahnya sanitasi, pasokan air yang buruk, dan fasilitas
yang pipa tidak dapat memberi sumbanagan terhadap peningkatan risiko
infeksi. Shigella menginvasi dan berproliferasi di dalam epitel kolon.
Kemudian menghasilkan suatu toksin dengan efek sekretori dan sitotoksik
dan menyebabkan ulkus sehingga tinja mengandung lendir dan darah,
secara mikroskopis ditemukan leukosit dan eritrosit. (Jawetz, 2005)
Bakteri Shigella dysenteriae dapat menyebabkan penyakit disentri
basilar. Disentri basilar adalah infeksi usus besar oleh bakteri
patogen genus Shigella. Shigella dysenteriae merupakan penyebab
penyakit yang paling ganas dan menimbulkan epidemi hebat di daerah
tropis dan subtropis. Pengobatan infeksi dapat digunakan dengan
antibiotik yang telah diresepkan secara luas seperti pada saat sekarang
ini (Gould and Brooker, 2003).
Shigellosis adalah infeksi enterik invasif akut yang disebabkan
oleh bakteri yang masuk kedalam genus Shigella, secara klinis
ditunjukkan dengan diare yang sering berdarah. Shigellosis banyak
menjadi endemik di banyak negara berkembang dan juga menjadi epidemi
yang menyebabkan cukup morbiditas dan kematian(Nuraeni. 2012).
Di antara empat jenis shigella, Shigella dysenteriae tipe 1 ( sd1 )
merupakan yang penting karena dapat menyebabkan penyakit yang paling
parah dan dapat menjadi epidemi di daerah besar. Kendala utama untuk
mengontrol Shigellosis adalah cepat menyebarnya Shigella dari orang ke
orang dan perlawanan antimikrobial yang berkembang cepat. (Nuraeni.
2012).
2. Morfologi
Shigella sp adalah kuman berbentuk batang dengan pengecatan Gram
bersifat Gram negatif, tumbuh baik pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob, tidak dapat bergerak,kuman ini patogen pada pencernaan.
Termasuk dalam (famili) Enterobacteriace genus Shigella.c.
(Brooks,dkk.2001)
Shigella sp dibagi menjadi 4 spesies yatu: Shigella dysentrial,
Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei. (Jawetz et al.,
2005).
Shigella sp merupakan kuman kecil berbentuk batang dengan pengecatan
gram bersifat negatif ramping dengan ukuran 0,5 – 0,7 µm x 2 -3 µm,
tidak mempunyai Flagel sehingga tidak dapat bergerak dan tidak
berspora. Pertumbuhan cepat pada suhu 370 C pada Mac Conkey, SSA, EMBA
dan Endo. Tampak koloni kecil dan transparan tidak dapat meragikan
laktosa kecuali pada Shigella sonnei bersifat laktosa fermenter lambat.
(Brooks,dkk.2001)
Pada uji Citrat adanya perubahan warna hijau ke biru karena kuman
tersebut menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. (Brooks,dkk.2001)
Bakteri ini tidak meragi laktosa, kecuali Shigella sonnei.
Ketidakmampuannya untuk meragikan laktosa membedakan bakteri Shigella
pada perbenihan diferensial. Shigella juga dapat dibedakan menjadi 2
bagian yaitu bagian yang dapat memfermentasi manitol dan yang tidak
dapat memfermentasi manitol (Jawetz et al., 2005).
Shigella sp mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat
banyak tumpang tindih dalam sifat serologi berbagai spesies dan
sebagian besar bekteri ini mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh
bakteri enteric lainnya. Antigen somatic O dari Shigella sp. adalah
lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung pada polisakarida
dan terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella sp didasarkan
pada sifat-sifat biokimia dan antigeniknya ( Jawetz et al.,2005).
Semua spesies Shigella menyebabkan diare berdarah yang akut dengan
menyerang dan menyebabkan kehancuran dari colonic epitelium. Hal ini
menyebabkan pembentukan micro-ulcers dan peradangan exudates, dan
menyebabkan peradangan sel (polymorphonuclear leucocytes, PMNS ) dan
darah muncul pada feses. Feses diarrhoeal yang berisi 106- 108
Shigellae per gram. Sekali diekskresikan, organisme yang sangat peka
terhadap kondisi lingkungan akan hidup dan mati dengan cepat , terutama
ketika kondisi lingkungan kering atau terkena sinar matahari langsung.
(Lightfoot D. 2003)
1. Sifat Biakan
Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik
secara aerob. Koloni berbentuk konveks, bulat, transparan dengan
tepi yang utuh dan mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam.
Bakteri Shigella dysentriae berkembang biak dengan pembelahan
biner, artinya Pada pembelahan ini, sifat sel anak yang dihasilkan
sama dengan sifat sel induknya. Pembelahan biner mirip mitosis
pada sel eukariot. Badanya, pembelahan biner pada sel bakteri
tidak melibatkan serabut spindle dan kromosom. Pembelahan Biner
dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut: (1) Fase
pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak lurus
(2) Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding
melintang (3) Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang
identik. Ada bakteri yang segera berpisah dan terlepas sama
sekali. Sebaliknya, ada pula bakteri yang tetap bergandengan
setelah pembelahan, bakteri demikian merupakan bentuk koloni.
(Nygren, dkk. 2012)
Pada keadaan normal bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap
20 menit sekali. Jika pembelahan berlangsung satu jam, maka akan
dihasilkan delapan anakan sel. Tetapi pembelahan bakteri mempunyai
faktor pembatas misalnya kekurangan makanan, suhu tidak sesuai,
hasil eksresi yang meracuni bakteri, dan adanya organisme pemangsa
bakteri. Jika hal ini tidak terjadi, maka bumi akan dipenuhi
bakteri. (Brooks,dkk.2001)
2. Sifat Pertumbuhan
Semua Shigella memfermentasikan glukosa. Kecuali Shigella
sonnei, shigella tidak memfermentasikan laktosa. Ketidakmampuannya
memfermentasikan laktosa membedakan shigella pada medium
diferensial. Shigella membentuk asam dari karbohidrat tetapi
jarang menghasilkan gas. Organisme ini dapat dibagi menjadi
organisme yang memfermentasikan manitol dan tidak memfermentasikan
manitol. (Nygren, dkk. 2012)
3. Fisiologi
Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH
pertumbuhan 6,4 – 7,8 suhu pertumbuhan optimum 370C kecuali S.
sonnei dapat tumbuh pada suhu 450 C. Sifat biokimia yang khas
adalah negative pada reaksi adonitol tidak membentuk gas pada
fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S kecuali S.flexneri,
negative terhadap sitrat, DNase, lisin, fenilalanin, sukrosa,
urease, VP, manitol, laktosa secara lambat, manitol, xylosa dan
negative pada test motilitas. Sifat koloni kuman adalah sebagai
berikut : kecil, halus, tidak berwarna, bila ditanam pada media
agar SS, EMB, Endo, Mac Conkey. (Lampel & Maurelli . 2003)
3. Patogenesis
Bakteri tertelan, masuk dan berada di usus halus, menuju ileum
terminal dan kolon melekat pada permukaan dan kolon, melekat pada
permukaan mukosa, berkembang biak, reaksi peradangan hebat, sel-sel
terlepas, timbul Ulkus, terjadi disentri basiler (tinja lembek,
bercampur darah, mukus dan pus, nyeri abdomen, mules, tenesmus ani).
(Brooks,dkk.2001)
Infeksi peroral, bakteri masuk lambung melalui makanan dan minuman
Masuk kedalam usus halus kemudian colon disini ditangkap epitel
kemudian Berkembang biak dan menyebabkan sel epitel hancur kemudian
menyebar ke Lamina propria, bereplikasi disini. Akibatnya timbul ulcera-
ulcera dan mikro abses mukosa kolon pada bagian terminal ileum. Terjadi
nekrosis, perdarahan dan pembentukan psedomembran di atas ulcer .
Akhirnya terjadi reaksi inflamasi dan trombosis kapiler. Berbeda dengan
Salmonella , Shigella tidak menyebar ke tempat lain. Adanya perdarahan
kecil menyebabkan tinja berdarah dan berlendir tetapi tidak terjadi
perforasi dan tidak terjadi peritonitis. Bila sembuh ulkus akan ditutup
oleh jaringan granula dan terjadi jaringan parut. Setelah sembuh
secara klinis tinja yang positip bisa menjadi carrier. (Fitria, dkk.
2008)
Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1
minggu. Oleh seseorang yang sehat diperlukan dosis 1000 bakteri
Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan spontan dapat terjadi
dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat
sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga
pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung lama.
Pernah ditemukan terjadinya septicemia pada penderita dengan gizi buruk
dan berkhir dengan kematian. (Fitria, dkk. 2008)
Penyebaran Shigella adalah dari manusia ke manusia lain, dimana
karier merupakan reservoir kuman. Dari karier ini Shigella disebarkan
oleh lalat, juga melalui tangan yang kotor, makanan yang
terkontaminasi, tinja serta barang-barang lain yang terkontaminasi ke
orang lain yang sehat. (Fitria, dkk. 2008)
Shigellosis disebut juga Disentri basiler, disentri sendiri artinya
salah satu dari berbagai gangguan yang ditandai dengan peradangan usus,
terutama kolon dan disertai nyeri perut, tenesmus dan buang air besar
yang sering mengandung darah dan mucus. Habitat alamiah bakteri
disentri adalah usus besar manusia, tempat bakteri tersebut dapat
menyebabkan disentri basiler. Infeksi S.dysenteriae praktis selalu
terbatas pada saluran pencernaan, dan invasi bakteri ke dalam darah
sangat jarang. S.dysenteriae menimbulkan penyakit yang sangat menular
dengan dosis infektif dari bakteri S.dysenteriae adalah kurang dari 103
organisme dan merupakan golongan Shigella sp yang cenderung resisten
terhadap antibiotic (Ahmed,dkk. 2008).
Proses patologik yang penting adalah invasi epitel selaput lender,
mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang cenderung
mengakibatkan nekrosis selaput lender, ulserasi superficial,
pendarahan, pembentukan "pseudomembran" pada daerah ulkus. Ini terdiri
dari fibrin, leukosit, sisa sel, selaput lender yang nekrotik dan
bakteri. Waktu proses patologik berkurang, jaringan granulasi akan
mengisis ulkus sehingga terbentuk jaringan parut (Ahmed,dkk. 2008).
S. dysenteriae dapat menyebabkan 3 bentuk diare :
1. Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah,
mucus dan pus
2. Watery diarrhea
3. Kombinasi antara disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek
disertai darah, mucus, pus dengan watery diarrhea. (Fitria, dkk.
2008)
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri
abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri
dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses
berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada
orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama
3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif,
dan status karier kronis dapat terjadi. (Lampel & Maurelli . 2003)
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk
gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic
Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga
3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan
polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan
untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik. ( Lightfoot
D. 2003)
Penata laksanaan Shigellosis dengan pemberian antibakteri seperti
kotrimoksazol, ciprofloksasin, ampisilin, asam nalidixic atau
ceftriaxone dapat membantu memperpendek masa sakit dan sekresi patogen
serta meringankan penyakit. Obat-obat antibakteri tersebut harus
digunakan pada situasi tertentu dengan indikasi yang jelas, indikasi
tersebut antara lain untuk mengurangi beratnya penyakit, untuk
melindungi kontak dan indikasi epidemiologis. Resistensi bakteri
Shigella sp terhadap antibiotic dengan segala aspeknya bukanlah
merupakan suatu hal yang baru, dimana selama 5 dekade terakhir bakteri
Shigellasp telah resisten terhadap berbagai antibakteri baru yang pada
awalnya sangat efektif terhadap infeksi Shigella sp yang resisten
terhadap multiantibiotik, seperti S. dysenteriae tipe 1, ditemukan di
seluruh dunia dan timbul sebagai akibat pemakaian antibiotika yang
tidak rasional. Akibat sering terjadinya resistensi terhadap suatu
antibakteri maka pemilihan antibakteri yang tepat perlu dilakukan,
dimana pemilihan antibakteri tergantung kepada gambaran resistensi
bakteri setempat sesuai prevalensi infeksi yang terjadi pada daerah
tersebut (Dzen dkk, 2003).
Sesudah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), ada serangan tiba-
tiba berupa sakit perut, demam, dan diare cair. Diare terjadi akibat
pengaruh eksotoksin dalam usus kecil. Eksotoksin merupakan sebuah
protein antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan mematikan pada
binatang percobaan. Pada manusia, eksotoksin dapat menghambat
penyerapan gula dan asam amino pada usus kecil (Jawetz et al., 2005).
1. Toksin
Shigella sp menghasilkan toksin yang disebut Shigatoksin dan
mengadakan multiplikasi tanpa invasi di dalam jejunum kemudian
memproduksi toksin. Toksin ini kemudian berikatan dengan reseptor
dan menyebabkan aktivasi proses sekresi sehingga terjadi diare
cair yang tampak pada awal penyakit, hal ini merupakan tanda dari
sifat enterotoksik shigatoksin. Selanjutnya, perjalanan penyakit
melibatkan usus besar dan invasi jaringan dimana aksi shigatoksin
akan memperberat gejalanya. Efek enterotoksin shigatotoksin lebih
pada penghambatan absorpsi elektrolit, glukosa, dan asam amino
dari lumen intestinal (Dzen dkk, 2003).
Toksin shigella dysenteriae dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
:
1. Endotoksin
Pada waktu terjadi autolisis, semua Shigella mengeluarkan
lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin ini mungkin
menambah iritasi pada dinding usus. (Dzen dkk, 2003).
2. Eksotoksin (Shigella dysentriae)
S. Dysentriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin
tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan
dan sistem saraf pusat. Eksotoksin merupakan protein yang
bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan
mematikan hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini dpat
menimbulkan diare, sebagaimana halnya enterotoksin. (Dzen dkk,
2003).
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau
intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat
harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk
mempersingkat berlangsungnya penyakit
danpenyebaranbakteri.Trimetoprim-sulfametoksazole atau
fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan
antibiotik yang dianjurkan. (Dzen dkk, 2003).
Antibiotik terpilih untuk infeksi Shigella adalah
ampisilin, kloramfenikol, sulfametoxazol-trimetoprim. Beberapa
sumber lain menyebutkan bahwa kanamisin, streptomisin dan
neomisin merupakan antibiotik yang dianjurkan untuk kasus-
kasus infeksi Shigella. Masalah resistensi kuman Shigella
terhadap antibiotik dengan segala aspeknya bukanlah merupakan
suatu hal yang baru. Shigella yang resisten terhadap
multiantibiotik (seperti S. dysentriae 1) ditemukan di seluruh
dunia dan sebagai akibat pemakaian antibiotika yang tidak
rasional. (Dzen dkk, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Gould, D. & Brooker, C,2003, Mikrobiologi Terapan untuk perawat, halaman.
252, cetakan pertama, Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2005. Medical Microbiologi. Salemba Medica
Page: 353-357
Dzen, Sjoekoer M., et al. 2003. Bakteriologi Medik. Edisi 1. Malang:
Bayumedia Publishing
Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran
(Medical Microbiology) Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta.
Fitrial, Y., Astawan, M., Soekarto, S. S., Wiryawan, G. K., Wresdiyati, T.,
& Khairina, R., 2008, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Teratai
(Nymphaea pubescens Willd) terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare,
J.Teknol. dan Industri Pangan, 19(2), 158-164.
Nygren Bl, Schilling KA, Blanton EM, Silk BJ, Cole DJ, Mintz ED. 2012.
Foodborne Outbreaks Of Shigellosis. Dalam : Epidemiology And Infection. The
USA. New York. 141(2): 233–241.
Lampel KA, Maurelli AT . 2003. Shigella Species Chapter 11. Dalam: Miliotis
MD, Bier JW, penyunting. International Handbook Of Foodborne Pathogens.
Marcel Dekker. New York. 167–180
Lightfoot D. 2003. Shigella Chapter 17. Dalam: Hocking AD, penyunting
Foodborne Microorganisms Of Public Health Significance Edisi Ke-6.
Australian Institute Of Food Science And Technology (Nsw Branch)
Sydney. 543–552.
Nuraeni. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Tahun
2012. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.
Ahmed, F., Amin, R., Shahid, IZ., & Sobhani, MME., 2008, Antibacterial,
cytotoxic and neuropharmacological activities of Cerbera odollam seeds,
Oriental Pharmacy and Experimental Medicine, 8(4), 323-328.