BAB 1 MORFOLOGI
1.1 MORFOGRAFI
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu bentukan, baik itu bentukan permukaan bumi ataupun bentukan lainnya. Ilmu yang memepelajari bentukan bumi disebut sebagai Geomorfologi. Dalam Geomorfologi, ada beberapa aspek penting yang menjadi dasar pembelajarannya, ialah morfografi dan morfometri. Morfografi adalah aspek geomorfologi yang deskriptif pada suatu area dataran, perbukitan, pegunungan dan plateau. Morfografi juga merupakan susunan dari objek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat deskriptif terhadap suatu bentukan lahan. Pencarian karakteristik morfometri ini sangat berkaitan erat dengan orde-orde sungai, panjang sungai, keliling sungai dan luas sungai. Berdasarkan orde-orde sungai, kita dapat mengetahui nilai indeks percabangan. Dari data panjang segmen sungai dan luas sungai, kita dapat mengetahui kerapatan aliran. Morfometri juga merupakan salah satu aspek geologi yang menyatakan bentukan lahan secara kualitatif. 1.2 MORFOMETRI
Morfometri adalah salah satu aspek geomorfologi yang menyatakan bentuk lahan secara kuantitatif. Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga klasifikasi semakin tegas dengan angka – angka yang jelas. Contoh morfometri antara lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, dan pola pola pengaliran.
II.1
Tabel Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE
Kemiringan
lereng (°)
lereng (%)
<1
0-2
Datar – hampir datar
0-2
1-2
1 – 3
3-7
Sangat landai
2-6
2-7
3 – 6
8 - 13
Landai
6 - 13
7 - 12
6 – 9
14 - 20
Agak curam
13 - 25
12 - 18
9 – 25
21 - 55
Curam
25 - 55
18 - 24
25 – 26
56 - 140
Sangat curam
> 55
> 24
> 65
> 140
Terjal
Keterangan
Klasifikasi
Klasifikasi
Kemiringan
USSSM* (%)
USLE* (%)
*USSSM = United Stated Soil System Management USLE
= Universal Soil Loss Equation
Tabel Ukuran Panjang Lereng
PANJANG LERENG (M)
< 15
15 - 50
KLASIFIKASI
Lereng sangat pendek
Lereng pendek
II.2
50 - 250
Lereng sedang
250 - 500
Lereng panjang
> 500
Lereng sangat panjang
Terlihat di atas pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara kuantitatif, melalui perhitungan dikelompokkan berdasarkan jumlah persen dan besar sudut lereng, untuk mengetahui jumlah tersebut melalui perhitungan dari perbandingan perbedaan ketinggian dengan jarak datar yang terbentuk. Perhitungan ini daat dilihat pada rumus di bawah ini :
Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara : S = ( h / D ) X 100 % (sumber Van Djuidam, 1988)
Keterangan: S = Kemiringan lereng (%) h
= Perbedaan ketinggian (m)
D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)
II.3
Tabel Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (sumber : Van Zuidam, 1985)
KETINGGIAN ABSOLUT
< 50 meter
50 meter - 100 meter
UNSUR MORFOGRAFI
Dataran rendah
Dataran rendah pedalaman
100 meter - 200 meter
Perbukitan rendah
200 meter - 500 meter
Perbukitan
500 meter - 1.500 meter
Perbukitan tinggi
1.500 meter - 3.000
Pegunungan
II.4
meter
> 3.000 meter
Pegunungan tinggi
Tabel Hubungan kelas relief - kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian. (sumber: Van Zuidam,1985)
KELAS RELIEF
KEMIRINGAN LERENG ( % )
PERBEDAAN KETINGGIAN (m)
Datar - Hampir datar
0 - 2
<5
Berombak
3 - 7
5 - 50
Berombak -
8 - 13
25 - 75
II.5
Bergelombang
Bergelombang -
14 - 20
75 - 200
Berbukit - Pegunungan
21 - 55
200 - 500
Pegunungan curam
55 - 140
500 - 1.000
pegunungan sangat
> 140
> 1.000
Berbukit
curam
II.6
Tabel Kerapatan aliran (rata - rata jarak percabangan dengan Ordo pertama aliran, Van Zuidam, 1985)
JENIS
PADA SKALA 1:
KERAPATAN
25.000
KARAKTERISTIK
MEMILIKI KERAPATAN
HALUS
Kurang dari 0,5 cm
Tingkat limpasan air permukaan tinggi, batuan memiliki porositas buruk
SEDANG
0,5 cm - 5 cm
Tingkat limpasan air permukaan sedang, batuan memiliki porositas sedang
Tingkat limpasan air KASAR
Lebih besar dari 5 cm
permukaan rendah, batuan memiliki porositas baik dan tahan terhadap erosi.
II.7
Pembagian Satuan Geomorfologi
Daerah penelitian terbagi atas tiga satuan geomorfologi, yaitu: 1. Satuan Geomorfologi Pedataran Sangat Landai 2. Satuan Geomorfologi Landai 3. Satuan Geomorfologi Agak Curam Satuan Geomorfologi Pedataran Sangat Landai
Satuan geomorfologi ini memiliki luas yang meliputi 30% keseluruhan dari daerah penelitian. Satuan geomorfologi ini letaknya berada di Utara daerah penelitian Pola pengaliran pada satuan geomorfologi ini adalah parallel, dan elevasinya berkisar 500 – 550 mdpl, serta slopenya 2 – 7 % (20 – 40). Bentuk lembah sungai pada satuan geomorfoloogi ini berbentuk U yang menandakan bahwa pada satuan ini tahap erosi yang berkembang relatif dewasa cenderung berarah lateral. Adapun litologi yang menyusun morfologi pedataran ini adalah batupasir dan breksi. Satuan Geomorfologi Landai
Satuan geomorfologi ini memiliki luas yang meliputi 40% keseluruhan daerah penelitian yang letaknya berada pada bagian tengah, Timur Laut, dan Tenggara daerah penelitian. Pola pengaliran pada satuan geomorfologi ini adalah dendritik. Elevasinya berkisar 550 – 600 mdpl, dan slopenya 7 – 15 % (40 – 80). Litologi yang menyusun morfologi landai ini didominasi breksi vulkanik muda, dan batulempung. Bentuk lembah sungai pada satuan ini berbentuk U yang menandakan bahwa pada satuan ini tahap erosi yang berkembang relatif dewasa cenderung berarah lateral. Satuan Geomorfologi Agak Curam
Satuan geomorfologi ini memiliki luas yang meliputi 30% dari daerah penelitian. Satuan geomorfologi ini berada di bagian utara dan selatan daerah penelitian. Elevasinya sekitar 600 – 650 mdpl, dan slopenya sekitar 15 – 30 % (8 0
II.8
– 160), dengan pola pengliran dendritik, dan bentuk lembah U-V. Litologi yang menyusun satuan geomorfologi ini adalah breksi volkanik muda.
II.9
BAB II MORFOGENESA
Morfogenesa adalah asal mula dari suatu proses yang membentuk bentang alam yang ada saat ini. Morfogenesa terbentuk dari beberapa proses struktur, diantaranya morfostruktur aktif, morfostruktur pasif dan morfostruktur dinamik. Setiap proses ini memberikan hasil bentukan lahan yang berbeda dan memiliki karakteristiknya sendiri. 2.1. MORFOSTRUKTUR AKTIF
Morfostruktur aktif berkaitan dengan terbentuknya bentukan lahan yang berkaitan dengan gaya yang berasal dari dalam bumi ( endogen). Produk yang dihasilkan dari proses ini ialah lipatan, patahan, pengangkatan, dan amblesan, serta seringkali dijumpai oleh adanya intrusi. Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik dari morfostruktur aktif, diantaranya : a. Bentukan lahan yang khas akan menunjukkan suatu struktur tertentu, seperti lapisan batuan dengan struktur horisontal, miring, terlipat (antiklin dan sinklin), patahan,maupun adanya intrusi. b. Bentukan struktur akan menunjukkan bentukan yang khas.
2.2.MORFOSTRUKTUR PASIF
Bentuk lahan yang berkaitan dengan resistensi batuan atau daya tahan batuan terhadap proses pelapukan atau denudasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses identifikasi resistensi batuan, yaitu : a. Batuan dengan butir yang kasar umumnya lebih resisten terhadap batuan berbutir halus b. Faktor
tersebut
diatas
menyebabkan
daerah
perbukitan
ataupun
pegunungan akan lebih resistensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dataran. Daerah yang lebih tinggi ini akan terlihat dari kontur yang rapat.
II.10
2.3.MORFOSTRUKTUR DINAMIK
Bentuk lahan berkaitan pula dengan tenaga yang berasal dari luar kulit bumi (eksogen) seperti air, angin, gleyser gerakan massa, dan juga aktivitas vulkanik. Ada beberapa hal yang menjadi penciri dari adanya morfostruktur dinamik pada peta, diantaranya : a. Proses air, fluvial, es, gerakan massa, dan gunung api relatif cepat sehingga dapat mengubah bentuk permukaan bumi
serta mengubah
topografi dari yang sudah ada sebelumnya. b. Bentuk lahan yang diperhatikan dalam aspek morfodinamik adalah bentuk lahan yang berasosiasi dengan air, fluvial, es dan gerakan massa dan gunung api.
II.11
BAB III PEMBAHASAN
Pada peta topografi yang telah dibuat dengan skala 1: 12.500 meliputi
wilayah
Mandiracan,
Papringan,
Kebasen,
Kalisalak,
Binangun serta daerah sekitarnya. Pada skala ini, kontur yang terlihat cukup bervariasi. Peta topografi ini umumnya memiliki indeks kontur antara 50 hingga 400 meter dengan interval kontur yang variatif antara 24 hingga 450 meter. Kontur-kontur yang terlihat menandakan bahwa daerah-daerah yang ada pada peta terdiri atas datarn tinggi hingga dataran rendah. Bila dilihat dari jarak antar kontur maka daerah ini memiliki beberapa bukit kecil.
Pada sayatan ini pula telah dibuat
beberapa dua sayatan, yaitu sayatan A-A’ dan B-B’ dengan perbandingan 1:1. Sayatan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam memvisualisasikan dan membaca kondisi permukaan bumi pada daerah yang dipetakan serta mempermudah dalam pengklasifikasian bentuk lahan berdasarkan ketinggian yang diperlihatkan oleh indeks kontur. Kemudian pada legenda peta, ditunjukkan pula beberapa keterangan penjelasan seperti titik ketinggian atau elevasi, Admin dusun, batas administrasi desa, jalan kereta api, jalan, jembatan, dan juga sungai. Adanya keterangan ini maka penjelasan dalam peta dapat disampaikan secara rinci. Adanya beberapa wilayah yang merupakan dataran tinggi atau terdapat bukit, yang ditunjukkan oleh indeks kontur dengan angka 350 hingga 400 meter. Pada wilayah Papringan dan Mandiracan, terlihat angka indeks kontur yang menurun dari dataran tinggi sebelumnya, yaitu 300- 100, maka wilayah ini merupakan dataran sedang. Sedangkan
untuk
wilayah
Pegalongan
sekitar,
indeks
kontur
menunjukkan angka 100 hingga 50 meter, maka wilayah ini merupakan dataran rendah. Kemudian untuk menggolongkan daerah berdasarkan resistensinya maka dilakukan delinasi atau penarikan garis
II.12
disepanjang kontur yang memiliki kerapatan tinggi ataupun indeks kontur yang tinggi (>100m). Daerah yang memiliki kerapatan kontur tinggi dapat dikategorikan sebagai dataran tinggi, dan tentu saja merupakan daerah dengan resistensi batuan yang tinggi. Sedangkan bila kerpatan kontur rendah atau elevasi rendah dengan kisaran 0-50m, maka dapat dikategorikan sebagai daerah dataran rendah dengan resisten batuan yang rendah pula. Untuk mengetahui aspek morfologi lainnya dari peta topografi ini maka dilakukan sayatan melintang secara vertikan dan horisontal. Setelah sayatan ini, peta topografi dapat memberikan informasi data morfologi dan morfo genesa dari wilayah yang dipetakan.
II.13
BAB IV KESIMPULAN
Peta morfologi dan morfogenesa daerah Mandiracan dan Binangun sekitar memiliki ketinggian yang bervariasi. Titik terendah 24,2 meter yang berada pada daerah Sokawera Kidul sedangkan titik tertinggi berada pada daerah kalisalak yaitu 420.64 meter.
Berdasarkan kerapatan konturnya, daerah yang merupakan dataran rendah adalah daerah Papringan sekitar, sedangkan daerah Mandiracan dan Kebasen merupakan daerah dataran tinggi didaerah ini pula ditemukan beberapa perbukitan.
Berdasarkan penampang morfologi yang telah dibuat, maka dapat terlihat bahwa dataran rendah dicirikan dengan elevasi yang rendah dan resistensi batuan yang rendah pula. Daerah dengan dataran tinggi memiliki elevasi yang tinggi, dengan kontur yang rapat serta resistensi batuan yang tinggi.
Keberadaan sungai pada daerah yang dipetakan dominan berada di bagian dataran sedang hingga dataran rendah. Terdapat sungai besar yang berada di daerah Sokawera Kidul yang merupakan dataran rendah, dan beberapa anak sungai serta sungai musiman di daerah Binangun sekitar yang merupakan daerah dataran sedang.
Maka, secara keseluruhan daerah ini merupakan daerah dataran sedang yang diisi dengan beberapa sungai dan juga perbukitan kecil.
II.14
DAFTAR PUSTAKA
Angga. 2009. Paper Praktikum Geologi Dasar. (online) http://angga-on-blogspot.co.id/2009/03/paper-praktikum-geologi-d Diakses pada 19 Januari 2018 Firdaus. 2011. Penuntun Geologi Dasar . Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Haluo Leo. Kendari. Harnani. 2015. Modul Praktikum Geomorfologi. Palembang : Program Studi Teknik Geologi Universitas Sriwijaya. Mulyadi, Asep. 2009. Makalah Segara Anakan Sebagai Obyek Studi Lapangan Geografi Schwartz, Maurice L. 2005. Encyclopedia of Coastal Science. Springer, Dordrecht. 1243 hal.
II.15