2017
MODUL PEMETAAN TOPOGRAFI
PT. Suropati Hidro Energi Jalan Cisitu Lama Komplek Sangkuriang No. A2 Bandung Telp. (022) 2504665
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... 1 1.
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 2
2.
PEMBUATAN TITIK KONTROL PEMETAAN....................................................................... 3
3.
PENGUKURAN KERANGKA DASAR.................................................................................... 5 a.
Kerangka Dasar Horisontal ...................................................................................................... 5
b.
Kerangka Dasar Vertikal Metode Sipat Datar ...................................................................... 10
c.
Kerangka Dasar Vertikal Metode Trigonometris................................................................. 18
5.
PENGUKURAN DETAIL SITUASI ........................................................................................ 26 a.
Perlengkapan ........................................................................................................................... 26
b.
Penentuan Titik Detail ............................................................................................................ 26
c.
Pengukuran Titik Detail .......................................................................................................... 28
d.
Perhitungan Titik Detail ......................................................................................................... 30
6.
PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA ........................................................................... 32 a.
Pengolahan Data ..................................................................................................................... 32
b.
Penyajian Data ........................................................................................................................ 36
REFERENSI ....................................................................................................................................... 38
1
1. PENDAHULUAN Pemetaan merupakan proses pembuatan dan penggambaran dari sebagian maupun seluruh permukaan bumi pada bidang dua dimensi dengan menggunakan skala dan sistem proyeksi tertentu (Soendjojo dan Riqqi, 2012). Peta dengan informasi ketinggian disebut sebagai peta topografi. Sejalan dengan perkembangan teknologi hasil akhir dari kegiatan pemetaan tidak hanya berupa peta cetak dua dimensi saja, namun dapat berupa peta digital yang dengan mudah dapat mengatur skala, dapat di gabungkan dengan data lain untuk analisis lebih lanjut, dan lebih mudah untuk diperbarui. Peta topografi merupakan peta yang merepresentasikan posisi horisontal dan vertikal dari objek-objek alam maupun buatan manusia yang berada pada permukaan bumi yang dipetakan sesuai dengan maksud dan tujuan pembuatan peta (Soendjojo dan Riqqi, 2012). Peta topografi dapat disebut juga sebagai peta dasar karena peta topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi, dan peta topografi dapat digunakan sebagai dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik untuk berbagai tujuan. Peta topografi yang akan dihasilkan dalam format digital sehingga dapat dengan mudah diintegrasikan dengan data lain, seperti data jaringan drainase yang sudah ada, jaringan jalan, dan pembangunan di area pekerjaan. Pemetaan topografi dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara terestris maupun ekstraterestris. Pada modul ini akan dibahas mengenai metode pemetaan topografi secara terestris menggunakan alat berupa Total Station. Pada dasarnya Total Station merupakan alat ukur sudut dan jarak menggunakan prinsip laser, sudut dan jarak yang didapatkan akan dijadikan masukan dalam menghitung koordinat setiap titik yang dipetakan.
2
2. PEMBUATAN TITIK KONTROL PEMETAAN Sebelum pelaksanaan survei pemetaan terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan atau rekonaisans dan monumentasi atau pembuatan titik kontrol pemetaan. Survei pendahuluan dilakukan untuk mencari lokasi yang terbaik untuk penempatan titik-titik kontrol pemetaan serta mengumpulkan informasi terkait yang diperlukan nantinya untuk proses monumentasi maupun pengukuran/pengamatan. Proses monumentasi dimaksudkan untuk membuat monumen/tugu/Benchmark yang merepresentasikan titik kontrol di lapangan. Lokasi titik kontrol yang dipilih sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Distribusinya sesuai dengan desain jaringan yang telah dibuat, b. Kondisi dan struktur tanahnya yang stabil, c. Mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor) dan mudah ditemukan kembali, d. Sebaiknya ditempatkan di tanah milik negara, e. Tidak mengganggu (terganggu oleh) fasilitas dan utilitas umum, f. Ditempatkan pada lokasi pekerjaan sehingga monumen tidak mudah terganggu atau rusak, baik akibat gangguan manusia, binatang, ataupun alam, g. Penempatan titik pada suatu lokasi juga harus memperhatikan rencana penggunaan lokasi yang bersangkutan dimasa yang akan datang, h. Titik-titik kontrol harus dapat diikatkan ke beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya dari orde yang lebih tinggi, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, dan penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik dalam jaringan. Untuk pengamatan dengan sistem navigasi berbasis satelit (GNSS), persyaratan berikut harus diperhatikan: a. Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 15o, b. Jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath, c. Jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap penerimaan sinyal GPS. Jika pada proses rekonaisans posisi titik kontrol yang telah direncanakan harus dipindah karena ternyata lokasi tersebut tidak baik dan memadai 3
untuk pelaksanaan pengamatan, pihak pelaksana harus membuat laporan kepada petugas penanggung jawab teknis untuk memastikan bahwa perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi fungsi titik kontrol. Dalam proses pelaksanaan rekonaisans ini, untuk setiap lokasi titik tim lapangan harus mengisi secara lengkap semua informasi yang diminta pada formulir rekonaisans titik pada saat berada di lokasi, termasuk : a. Sketsa lokasi yang akurat dan deskripsi lokasi , b. Aksesibilitas (pencapaian) lokasi, c. Diagram obstruksi, d. Foto dari empat arah (utara, timur, selatan, dan barat) sehingga bisa didapatkan gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah. Berikut adalah contoh pilar/BM dengan klasifikasi orde 4:
4
3. PENGUKURAN KERANGKA DASAR Kerangka Dasar Pemetaan merupakan titik-titik yang memiliki nilai koordinat fiks atau nilai koordinatnya dicari terlebih dahulu sebelum melakukan pemetaan situasi. Fungsi dari kerangka dasar pemetaan adalah sebagai referensi atau acuan posisi dari setiap titik yang dipetakan, sebagai pengikat titik-titik yang dipetakan, dan sebagai acuan dari kegiatan setelah pemetaan seperti rekonstruksi, pembangunan, monitoring, dan lain sebagainya (Soedomo, A. S., 2004). Pengukuran kerangka dasar pemetaan umumnya terbagi menjadi dua, pengukuran untuk kerangka dasar horisontal dan pengukuran untuk kerangka dasar vertikal.
a.
Kerangka Dasar Horisontal
1. Pembuatan Kerangka Titik-titik kerangka untuk pembuatan kerangka dasar horizontal dibuat sedemikian rupa sehingga sudut-sudut dalam yang terbentuk tidak sama dengan 180o. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembedaan sudut yang didapatkan, apakah itu sudut dalam atau sudut luar. 2. Spek Teknis Pengukuran -
Melakukan pengukuran untuk salah indeks di awal dan di akhir untuk setiap harinya. Pengukuran sudut dalam keadaan teropong biasa dan luar biasa. Selisih antara βBiasa dan βLuarBiasa ≤ 20”
3. Teknis Pengukuran a. Alat yang diperlukan : - ETS - Reflektor - Statif - Baterai cadangan - Formulir pengukuran - Sketsa kerangka dasar
5
b. Dirikan alat seperti sketsa dibawah ini : 2
1
3
i.
Dirikan ETS pada titik 2, lakukan centering dan leveling : - Buat statif kira-kira mendatar dan berada dia atas paku/pin dari patok - Letakan ETS pada statif - Dekatkan tanda lingkarang pada alat dengan titik pada patok dengan cara menggeserkan statif - Jika sudah mendekati, antara tanda lingkaran dan titik pada patok, putar kiap untuk menghimpitkannya - Nivo kotak center-kan dengan cara naik-turun statif secara halus - Nivo tabung center-kan dengan memutar kiap 2 kiap sejajar alat Putar 90o alat terhadap 2 kiap sejajar pertama, putar kiap ketiga (jika belum center, maka ulang dari 2 kiap sejajar lagi lalu putar 90o lagi) - Putar ke sembarang arah untuk mengecek apakah gelembung pada nivo tabung sudah di tengah - Nivo tabung, nivo kotak sudah center, cek antara titik pada patok dan tanda lingkarang di alat apakah masih berhimpit atau tidak, jika tidak, longgarkan alat lalu geser (lakukan translasi)
ii.
Dirikan reflector di titik 1 dan 3, lakukan centering dan leveling pada reflektor
6
iii.
Lakukan pengukuran salah indeks, bidik suatu objek yang jaraknya jauh sehingga terlihat hanya „titik‟, baca dalam kondisi teropong biasa dan luar biasa iv. Lakukan bidikan terhadap simpul benang pada reflector untuk mendapatkan nilai sudut vertical dan jarak (SD) serta bidik tanda Δ pada reflector untuk mendapatkan nilai sudut horizontal v. Bidik titik 1 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertical, dan horizontal vi. Bidik titik 3 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertical, dan horizontal vii. Bidik titik 3 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD , vertical dan horizontal viii. Bidik titik 1 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD , vertical dan horizontal ix. Jika ketika diputar kondisi luar biasa nivo tabung bergeser, maka atur dengan memutar kiap lagi x. Cek toleransi sudut dalam hasil bacaan biasa (βBiasa ) dan sudut dalam hasil bacaan luar biasa (βLuar Biasa):
ǀ βBiasa – βLuar Biasa ǀ ≤ 20” Jika tidak memenuhi toleransi, maka lakukan pengukuran ulang xi. Pindahkan ETS dengan cara : Lepas ETS dari kunci tribragh, biarkan statif tetap berada di tempatnya. Lepas reflector yang ada di titik 1 (statif tetap berada di tempat) sehingga tidak diperlukan centering dan pemasangan statif seperti di awal. Sedangkan statif pada titik 3, pindahkan statif dengan reflektornya ke titik selanjutnya, sebut saja itu titik 4 sesuai dengan rencana pengukuran xii. Lakukan pengukuran seperti langkah diatas hingga semua titik terselesaikan dan telah sesuai dengan toleransi sudutnya xiii. Lakukan pengukuran untuk salah indeks di akhir pengukuran 4. Pengisian Formulir Data Ukuran - Pengisian formulir harus menggunakan pulpen - Tulisan tidak terlalu besar (masih ada space kosong, sehingga bisa dipakai untuk menulis ketika terjadi kesalahn pembacaan/penulisan), tidak terlalu kecil, dan jelas untuk dibaca - Kesalahan dalam penulisan, hanya boleh dicoret sekali (360o menjadi 359o 20‟ 31”) - Penulisan sudut hingga detik (359o 20‟ 31.02” dituliskan 359o 20‟ 31”) - Penulisan jarak hingga ketelitian mm (3 angka dibelakang koma) 7
- Isi secara lengkap bagian “identitas” - Jika ada medan yang sulit dan pengukuran tidak yakin, berilah tanda berupa keterangan pada tempat tersebut - Membuat sketsa kerangka untuk memudahkan analisis data (cek hasil sudut luar atau sudut dalam) 5. Pengolahan Data Kerangka Dasar Horizontal a. Menghitung salah indeks dan salah kolimasi Salah indeks dan salah kolimasi adalah kesalahan sistematik yang bersumber dari alat ukur yang digunakan, dalam hal ini adalah ETS (Electronic Total Station), karena kesalahan tersebut bersifat sistematic maka nilainya dapat diestimasi menggunakan persamaan matematis, kemudian dikoreksikan terhadap nilai ukuran sehingga didapatkan satu nilai yang sudah terhindar dari kesalahan sistematik berupa salah indeks dan salah kolimasi. Salah indeks digunakan untuk mengoreksi sudut vertikal sedangkan salah kolimasi digunakan untuk mengoreksi sudut horisontal. Berikut penghitungannya: -
Masukan data pengukuran dari formulir pengukuran kedalam ms. excel Hitung salah ideks dengan rumus : Salah indeks:
-
Lakukan pada setiap bacaan sudut vertikal dengan salah indeks VS = VU – si
Salah indeks yang digunakan adalah salah indeks yang telah dirata-ratakan, salah indeks awal dan akhir -
Hitung sudut dalam (β) dengan bacaan sudut yang telah dikoreksi dengan salah indeks dan jarak horizontal (HD) Jarak horizontal yang dipakai adalah HD rata-rata dari kondisi teropong biasa dan luar biasa. 8
Sedangkan untuk menghitung salah kolimasi menggunakan rumus:
NB: Salah kolimasi tidah perlu dihitung jika pembacaan sudut dilakukan dalam keadaan biasa dan luar biasa. 6. Penamaan Titik Kerangka Dasar Terdiri dari 4-6 digit untuk BM dan 2-3 digit untuk titik poligon, (XXXXYY) untuk nama BM XXXX umumnya kode yang dapat menjelaskan lokasi (misal dekat masjid maka MSJD atau di Cilegon maka CLGN) dan YY untuk nomor urut BM di lokasi tersebut. Sedangkan nama titik poligon umumnya merupakan kode titik dan nomor urut titik seperti P01, P02, P03, dst. atau S01, S02, dst. 7. Keselamatan Untuk Pengukuran KDH a. Alat Jika terjadi gerimis ataupun hujan : - alat ETS segera di payungi dan dipasangkan sarung pembungkus (rain cover) alat yang ada pada box. Setelah dipasangkan, pindahkan dan simpan ETS pada box. - Refelektor juga dipindahkkan ke dalam box. Namun prioritas utama adalah ETS, karena reflekor tidak akan rusak jika terkena air, sedangkan ETS akan sangat sensiitif karena adanya komponen elektronik pada ETS. Ketika memindahkan alat, jika medan: - licin, lumpur, terjal, alat (ETS dan reflektor) disimpan kembali ke dalam box nya untuk menghindari jatuhnya alat.
9
- Jika medan di rasa aman untuk berjalan dan jarak perpindahan tidak terlalu jauh, maka alat ETS dan reflektor boleh dibawa tanpa box. Jika ETS terpasang dengan statif, maka ETS dibawa di pundak dalam posisi miring untuk menjaga prisma alat tetap dalam kondisi yang baik. b. Data - Lakukan pemotretan formulir pencatatan data pengukuran setelah selesai melakukan pengukuran sebagai data back up jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan - Simpan formulir pengukuram dalam map yang waterproof. 8. Perhatian Teknis - Pengukuran dan pembacaan data untuk KDH (centering, pembacaan sudut dan jarak) dilakukan oleh satu orang saja. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan data yang konsisten sehingga nantinya akan mendapatkan hasil pengkuran yang akurat dan presisi. - Pencatatan data dilakukan oleh satu orang saja untuk menjaga keakuratan data. - Setelah data dicatat, pengukur diminta mengulangi kembali untuk menyebutkan data bacaan pengukuran. Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pembacaan dan pencatatan data hasil pengukuran. - Jika pengukuran KDH dan KDV dilakukan bersamaan, maka kemungkinan akan terdapat kekurangan statif tempat berdiri reflektor. Reflektor ini nantinya bisa diganti dengan benang berunting-unting yang dipasang pada kaki tiga.
b. Kerangka Dasar Vertikal Metode Sipat Datar 1. Kelengkapan Alat Alat yang harus dibawa ketika melakukan pengkuran sipatdatar, antara lain: a. Waterpass/Sipatdatar 1 buah b. Statif 1 buah c. Rambu ukur 2 buah d. Stratpot 2 unit e. Formulir pengukuran f. Papan jalan dan alat tulis 1 set g. Payung 10
2. Persiapan Pengukuran a. Penempatan Alat 1. Dirikan rambu ukur pada dua titik yang akan diukur beda tingginya dengan menggunakan stratpot. Stratpot digunakan jika kondisi tanah tempat meletakkan rambu tidak stabil, penggunaan stratpot harus konsisten jika rambu depan menggunakan rambu belakang juga harus menggunakan. 2. Letakkan alat sipat datar di antara titik rambu didirikan. - Tempatkan pada tempat yang relatif stabil. - Tempat alat tidak harus pada garis lurus atau sejajar dari kedua rambu. - Tempatkan sedemikian rupa, dengan kira-kira jarak ke rambu belakang dan depan sama. - Jika tempat yang akan digunakan berada pada medan yang miring, letakkan 2 kaki statif di bagian yang lebih rendah dan 1 kaki di bagian yang lebih tinggi 3. Setelah alat sipat datar didirikan, atur menggunakan statif terlebih dahulu untuk menempatkan gelembung nivo mendekati lingkaran tengah. 4. Gunakan bantuan kiap untuk menempatkan gelembung nivo tepat pada lingkaran tengah. b. Pembacaan Rambu Prosedur pembacaan rambu dilakukan dengan membaca bacaan tengah dari rambu belakang terlebih dahulu, kemudian bacaan atas, dan bacaan bawah. Setelah itu baru membaca rambu muka. -
Pastikan nilai orde desimeter (dm) pada pembidikan, yaitu nilai yang ditunjukan dengan angka Tentukan nilai orde centimeter (cm), dengan melihat posisi benang tengah pada kotak merah keberapa. Tentukan nilai orde millimeter (mm), dengan memperkirakan posisi benang. Ulangi untuk pembacaan benang atas dan bawah. Lakukan dengan satu kali pembidikan.
11
c. Kesalahan Garis Bidik Kesalahan yang besar pengaruhnya dalam pengukuran metoda ini adalah kesalahan garis bidik, yaitu kesalahan akibat dari pendataran garis bidik yang tidak baik. Besar salah garis bidik, diamati dengan cara sebagai berikut : - Alat ditempatkan condong pada rambu pertama, lakukan pendataran alat - Lakukan pembacaan data, yang terdiri dari BT , BA dan BB ke arah kedua rambu - Pindahkan alat pada tempat II (condong ke rambu kedua), lakukan pendataran alat - Lakukan pembacaan data, yang terdiri dari BT , BA dan BB ke arah kedua rambu
12
di mana : C = besar kesalahan garis bidik Di = 100 ( BAi – BBi ) I = dudukan i ( I , II ) Bila C = 1 mm/m , berarti besarnya kesalahan pembacaan BT adalah 1 mm untuk jarak alat ke rambu sebesar 1 m. Untuk jarak ke rambu adalah 10 m, maka kesalahan pembacaan adalah sebesar 10 mm. 3. Prosedur Pengukuran Setelah melakukan penempatan dan pendataran (levelling) alat, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk pengkuran KDV adalah sebagai berikut: i.
Pengukuran dilakukan dengan membidik rambu belakang terlebih dahulu, kemudian mencatat benang tengah, benang atas, dan benang bawah dalam satu kali pembidikan. Pembacaan bacaan tengah, atas, dan bawah dilakukan sekaligus dengan mata tetap melihat ke teropong. ii. Pengukuran dilakukan dengan mengarahkan alat ke rambu depan, kemudian membidiknya, dan melakukan pencatatan sama seperti sebelumnya. iii. Melakukan double stand, dengan cara memindahkan sedikit posisi alat sipat datar dan melakukan lev elling kembali. iv. Pembidikan dilakukan terhadap rambu muka terlebih dahulu, kemudian mencatat benang tengahnya saja.
4 langkah di atas dilakukan pada setiap slag v. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan semua alat ke posisi pengukuran slag berikutnya. Untuk alat rambu ukur, gunakan sistem rambu loncat.
13
Sistem ini dapat memperkecil/menghilangkan pengaruh kesalahan yang bersumber dari peralatan yaitu salah nol rambu dan perbedaan titik tempat rambu dari titik sebelumnya. vi. Ulangi langkah 1 s.d. 5. 4. Ketentuan Teknis Pengukuran a. Jarak rambu dengan alat sipat datar minimal 2,5 meter. b. Pembacaan skala rambu yaitu maksimal 2,5 meter. c. Untuk mengurangi kesalahan sistematis, perbedaan jarak alat dengan rambu belakang dan rambu depan ± 2 m. d. Pembacaan ketiga benang diafragma (BA, BT, BB) toleransi kontrol bacaan harus memenuhi : | BT−((BA+BB)/2)| ≤ 2mm Dimana: BT = Bacaan Benang Tengah BA = Bacaan Benang Atas BB = Bacaan Benang Bawah e. Beda tinggi pada stand 1 dan stand 2, toleransi perbedaan yang diperbolehkan harus memenuhi : | ΔBT1 – ΔBT2 | ≤ 2mm ΔBT = Beda tinggi yang diperoleh dari pengukuran stand 1 ΔBT = Beda tinggi yang diperoleh dari pengukuran stand 2 Jika nilai beda tinggi pada stand 1 dan stand 2 lebih dari 2 mm, membuat stand 3 dengan prosedur yang sama dengan double stand dan hanya dibaca bacaan tengahnya saja kemudian dipilih 2 bacaan dengan selisih terkecil untuk dirata-ratakan. f. Pengukuran dilakukan dengan pergi-pulang pada satu hari yang sama, dan toleransi yang diperbolehkan untuk perbedaan ketinggian antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi:
𝝈 = 15√d
d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km) Jarak yang digunakan adalah jarak terpendek dari pengukuran pergi atau pulang. 14
g. Perhitungan toleransi pergi dan pulang dilakukan untuk metode yang sama yaitu sipat datar dan ETS. h. Toleransi salah penutup untuk satu kring untuk setiap pengukuran pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi:
𝝈 = 15√d
d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km) Jarak yang digunakan adalah jarak terpendek dari pengukuran pergi atau pulang. 5. Ketentuan Teknis Lapangan a. Setiap surveyor harap mematuhi titik awal dilaksanakannya pengukuran yang sudah disepakati dalam briefing sebelum pengukuran berlangsung. b. Setiap surveyor diharap memperhatikan durasi pengukuran total dalam melaksanakan pengukuran KDV secara pergi pulang. Jika durasi sudah menunjukkan setengah dari durasi total pengukuran diharap segera melakukan pengukuran KDV untuk sesi pulang. Atau dengan kata lain durasi total dibagi menjadi dua untuk melaksanakan pengukuran KDV sesi pergi dan pulang. c. Pengukuran kesalahan garis bidik dilakukan dua kali setiap melakukan pengukuran yaitu sebelum memulai pengukuran dan setelah pengukuran dan harus dilakukan di tempat pengukuran/pemetaan. Nilai koreksi garis bidik yang akan digunakan dalam proses perhitungan adalah hasil rata-rata dari kedua pengukuran. d. Setiap surveyor harap memperhatikan kondisi cuaca saat melakukan pengukuran, jika langit dirasa mulai mendung diharapkan segera melakukan pengukuran pulang. Jika sudah terlanjur hujan pengukuran harap dihentikan, jika memungkinkan untuk menunggu hingga reda kembali silahkan melanjutkan pengukuran ulang, tetapi jika pengukuran tidak bisa dilanjutkan pengukuran harus diulang dari awal. Tetapi data hasil pengukuran sebelumnya jangan dihilangkan, dan bisa digunakan sebagai pembanding data pengukuran selanjutnya. e. Setiap rambu harap diletakkan di atas stratpot. f. Karena rambu tidak dilengkapi dengan nivo maka cara memegang rambu harap diperhatikan sehingga benar-benar tegak, cara memegang ini diharapkan dengan menggunakan kedua tangan tanpa menutupi bacaan saat pembidikan pada rambu.
15
g. Jika cuaca sedang panas dan terik, diharapkan untuk memayungi alat sipat datar yang digunakan. h. Pengukuran dan pembacaan data untuk KDV (levelling, pembacaan benang) dilakukan oleh satu orang saja. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan data yang konsisten sehingga nantinya akan mendapatkan hasil pengkuran yang akurat dan presisi. i. Pencatatan data dilakukan oleh satu orang saja untuk menjaga keakuratan data. j. Setelah data dicatat, pencatat diminta mengulangi kembali untuk menyebutkan data bacaan pengukuran. Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pembacaan dan pencatatan data hasil pengukuran. 6. Pengisian Formulir Pengukuran a. Untuk semua pengisian formulir, diharapkan ditulis dengan menggunakan bolpoin. b. Tulisan tidak terlalu besar (masih ada space kosong, sehingga bisa dipakai untuk menulis ketika terjadi kesalahan pembacaan/penulisan), tidak terlalu kecil, dan jelas untukdibaca c. Jika terjadi kesalahan dalam penulisan pada formulir cukup dicoret tanpa menghilangkannya. d. Pengisian data pada formulir untuk bacaan tengah, atas, dan bawah serta jarak dan beda tinggi menggunakan satuan desimeter. e. Penulisan data hingga ketelitian mm (2 angka dibelakang koma). f. Bagian “identitas” harap diisi dengan lengkap. g. Jika ada medan yang sulitdan pengukuran tidak yakin, berilah tanda berupa keterangan pada tempat tersebut. h. Pembaca rambu diharapkan menggunakan angka yang jelas tanpa menyebutkan jenis angka ratusan, puluhan atau satuan. Contoh : 35,8 dm dibaca tiga lima koma delapan bukan tiga puluh lima koma delapan. i. Membuat sketsa pengukuran dan disertakan dalam formulir pengukuran. 7. Pengolahan Data a. Jarak optis dapat diperoleh dengan D = 100 x (BA-BB)
16
b. Beda tinggi Untuk menyatakan perbedaan tinggi dari slag adalah sebagai berikut: ΔH = BT1 – BT2 dimana: ΔH = beda tinggi slag BT1 = bacaan benang tengah rambu belakang BT2 = bacaan benang tengah rambu muka c. Koreksi garis bidik pada beda tinggi slag Berdasarkan nilai kesalahan garis bidik yang sudah didapatkan dan nilai beda tinggi setiap slag, maka untuk koreksi pada beda tinggi slag dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana: ΔHslag= beda tinggi slag setelah dikoreksi (mm) ΔHuslag = beda tinggi slag ukuran (mm) Db = jarak alat ke rambu belakang (m) Dm = jarak alat ke rambu muka (m) C = besar salah garis bidik (mm/m) d. Seksi (beda tinggi yang akan ditentukan ) dinyatakan sebagai:
dimana: ΔHsseksi = beda tinggi seksi. ΣΔHslag = jumlah beda tinggi slag yang sudah terkoreksi dalam satu seksi tersebut. e. Hitungan ketinggian titik Untuk menghitung ketinggian suatu titik dari titik ikat diterapkan persamaan:
HB = HA + ΔHAB
17
Dimana: HB = ketinggian titik yang akan ditentukan ketinggiannya HA = ketinggian titik yang telah diketahui ketinggiannya ΔHAB = beda tinggi hasil ukuran f. Hitungan rangkaian seksi dengan koreksi Apabila pengukuran terdiri dari beberapa seksi yang titik awal dan titik akhirnya berupa titik ikat maka akan timbul syarat geometri yang harus dipenuhi sebagai berikut:
Hakhir - Hawal =
∑ΔHuseksi - FH
Dimana:
Hakhir = ketinggian titik akhir pengukuran Hawal = ketinggian titik awal pengukuran ∑ΔHuseksi = jumlah beda tinggi ukuran tiap seksi FH
=
salah penutup ketinggian
Bentuk kring yang digunakan menyebabkan titik awal pengukuran akan sama dengan titik akhir pengukuran sehingga:
atau
c. Kerangka Dasar Vertikal Metode Trigonometris 1. Kelengkapan Alat Alat yang harus dibawa ketika melakukan pengkuran sipat datar, antara lain: a. Ets b. Statif 2 buah c. Reflektor d. Pita Ukur e. Baterai cadangan f. Formulir pengukuran
18
g. Papan jalan dan alat tulis 1 set h. Payung 2. Persiapan Pengukuran a. Penempatan Alat i. Dirikan ETS pada titik 1 (titik awal), lakukan 2 centering dan leveling dengan langkah-langkah sebagai berikut : - Buat statif kira-kira mendatar dan berada dia atas paku/pin dari patok. 3 1 - Letakan ETS pada statif. - Dekatkan tanda lingkarang pada alat dengan titik pada patok dengan cara menggeserkan statif. - Nivo kotak ditengahkan dengan cara naik-turun statif secara halus. - Jika sudah mendekati, antara tanda lingkaran dan titik pada patok, putar kiap untuk menghimpitkannya - Nivo tabung ditengahkan dengan memutar kiap 2 kiap sejajar alat Putar 90o alat terhadap 2 kiap sejajar pertama, putar kiap ketiga (jika belum center, maka ulang dari 2 kiap sejajar lagi lalu putar 90o lagi) - Putar ke sembarang arah untuk mengecek apakah gelembung pada nivo tabung sudah di tengah - Nivo tabung, nivo kotak sudah center, cek antara titik pada patok dan tanda lingkarang di alat apakah masih berhimpit atau tidak, jika tidak, longgarkan alat lalu geser (lakukan translasi) ii. Dirikan reflector di titik 2, lakukan centering dan leveling pada reflektor
19
b. Salah Indeks Perhitungan salah indeks dengan rumus: - Untuk sudut zenit
- Untuk sudut miring
Keterangan: ZB = Bacaan susut vertikal zenit biasa ZLB = bacaan sudut vertikal zenit luar biasa mB = Bacaan sudut vertikal miring biasa mLB = Bacaan sudut vertikal miring luar biasa 3. Prosedur Pengukuran 1. Lakukan pengukuran salah indeks, bidik suatu objek yang jaraknya jauh sehingga terlihat hanya seperti titik, baca dalam kondisi teropong biasa dan luar biasa. (Bisa dengan membidik Reflektor) 2. Lakukan pengukuran tinggi alat ETS dan juga reflektor dengan menggunakan pita ukur kemudian catat hasilnya. 3. Lakukan bidikan terhadap simpul benang pada reflector untuk mendapatkan nilai sudut vertical dan jarak (SD) dengan pendekatan dari kanan. 4. Bidik titik 2, catat bacaan SD, HD, VD, dan sudut vertikal. 5. Lakukan prosedur 3 dan 4 untuk melakukan pembidikan reflektor dengan pendekatan dari kiri (seri ganda), cukup membaca SD, dan sudut vertikal saja. 6. Jika ketika diputar kondisi luar biasa nivo tabung bergeser, maka atur dengan memutar kiap lagi 7. Pindahkan ETS dengan cara : Lepas ETS dari kunci tribragh, biarkan statif tetap berada di tempatnya. Lepas reflector yang ada di titik 1 (statif tetap berada di tempat) sehingga tidak diperlukan centering dan pemasangan statif seperti di awal. 8. Lakukan pengukuran seperti langkah diatas hingga semua titik terselesaikan.
20
9. Untuk pengukuran pulang lakukan semua langkah di atas tetapi dengan membalik posisi ETS pada titik 2 dan reflektor pada titik 1. 4. Ketentuan Teknis Pengukuran a. Pengukuran dilakukan dengan seri ganda yaitu pembacaan dilakukan dengan pendekatan kanan dan kiri. b. Selisih antara bacaan sudut vertikal pada bacaan pertama dan kedua harus memenuhi syarat V1 - V2 ≤ 20” c. Perbedaan jarak miring yang didapat melalui bacaan melalui pendekatan kanan dan kiri (seri ganda) melalui harus memenuhi persyaratan: |SD1 − SD2 | ≤ 2mm Dengan: SD1 = Jarak miring yang diperoleh dari bacaan pertama SD2 = Jarak miring yang diperoleh dari bacaan kedua d. Perbedaan jarak vertikal yang didapat melalui bacaan jarak vertikal dari ETS dan juga hitungan dengan sudut vertikal harus memenuhi persyaratan: |VD1 − VD2 | ≤ 2mm Dengan: VD1 = Jarak vertikal yang diperoleh dari bacaan langsung ETS (VD) VD2 = Jarak vertikal yang diperoleh dari perhitungan dengan sudut vertikal e. Pengukuran dilakukan dengan pergi-pulang pada satu hari yang sama, dan toleransi yang diperbolehkan untuk perbedaan ketinggian antara pengukuran pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi: 21
𝝈 = 15√d mm Dimana: d = Jarak mendatar pergi atau pulang pengukuran (km) Jarak yang digunakan adalah jarak terpendek dari pengukuran pergi atau pulang hasil perhitungan jarak mendatar dengan sudut vertikal. Dalam hal ini pengukuran pergi adalah pengukuran beda tinggi dari titik 1 ke titik 2 dan pengukuran pulang adalah dari titik 2 ke titik 1. f. Perhitungan toleransi pergi dan pulang dilakukan untuk metode yang sama yaitu sipat datar dan ETS. g. Toleransi salah penutup untuk satu kring untuk setiap pengukuran pergi dan pengukuran pulang harus memenuhi:
𝝈 = 15√d mm Dimana: d = Jarak pergi atau pulang pengukuran (km) Jarak yang digunakan adalah jarak terpendek dari pengukuran pergi atau pulang. 5. Ketentuan Teknis Lapangan a. Keselamatan pengukuran: Jika terjadi gerimis ataupun hujan : - alat ETS segera di payungi dan dipasangkan sarung pembungkus alat yang ada pada box. Setelah dipasangkan, pindahkan dan simpan ETS pada box. - Refelektor juga dipindahkkan ke dalam box. Namun prioritas utama adalah ETS, karena reflekor tidak akan rusak jika terkena air, sedangkan ETS akan sangat sensitif karena adanya komponen elektronik pada ETS. Ketika memindahkan alat, jika medan - licin, lumpur, terjal, alat (ETS dan reflektor) disimpan kembali ke dalam box nya untuk menghindari jatuhnya alat. 22
- Jika medan di rasa aman untuk berjalan dan jarak perpindahan tidak terlalu jauh, maka alat ETS dan reflektor boleh dibawa tanpa box. Jika ETS terpasang dengan statif, maka ETS dibawa di pundak dalam posisi miring untuk menjaga prisma alat tetap dalam kondisi yang baik. b. Pengukuran salah indeks cukup dilakukan satu kali saja setiap melakukan pengukuran yaitu sebelum memulai pengukuran atau setelah pengukuran dan harus di tempat pengukuran dalam satu hari yang sama. c. Setiap surveyor harap memperhatikan kondisi cuaca saat melakukan pengukuran, jika langit dirasa mulai mendung diharapkan segera melakukan pengukuran pulang. Jika sudah terlanjur hujan pengukuran harap dihentikan, jika memungkinkan untuk menunggu hingga reda kembali silahkan melanjutkan pengukuran ulang, tetapi jika pengukuran tidak bisa dilanjutkan pengukuran harus diulang dari awal. Tetapi data hasil pengukuran sebelumnya jangan dihilangkan, dan bisa digunakan sebagai pembandung data pengukuran selanjutnya. d. Pengukuran dan pembacaan data untuk KDV (centering, pmbacaan sudut dan jarak) dilakukan oleh satu orang saja. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan data yang konsisten sehingga nantinya akan mendapatkan hasil pengkuran yang akurat dan presisi. e. Pencatatan data dilakukan oleh satu orang saja untuk menjaga keakuratan data. f. Setelah data dicatat, pencatat diminta mengulangi kembali untuk menyebutkan data bacaan pengukuran. Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya kesalahan pembacaan dan pencatatan data hasil pengukuran. g. Jika cuaca sedang panas dan terik, diharapkan untuk memayungi alat sipat datar yang digunakan. 6. Prosedur Pengisian Formulir a. Pengisian formulir harus menggunakan pulpen. b. Tulisan tidak terlalu besar (masih ada space kosong, sehingga bisa dipakai untuk menulis ketika terjadi kesalahan pembacaan/penulisan), tidak terlalu kecil, dan jelas untuk dibaca 23
c. Kesalahan dalam penulisan, hanya boleh dicoret sekali (60o menjadi 59o 20‟ 31”) d. Penulisan sudut hingga detik (59o 20‟ 31.02” dituliskan 59o 20‟ 31”) e. Pengisian data pada formulir untuk jarak mendatar, jarak miring dan beda tinggi menggunakan satuan desimeter. f. Penulisan jarak hingga ketelitian mm (2 angka dibelakang koma). g. Isi secara lengkap bagian “identitas” h. Jika ada medan yang sulit dan pengukuran tidak yakin, berilah tanda berupa keterangan pada tempat tersebut i. Membuat sketsa kerangka untuk memudahkan analisis data. 7. Pengolahan Data a. Lakukan koreksi salah indeks pada setiap bacaan sudut vertical dengan salah indeks Vs = Vu - si Keterangan: Vs = sudut vertikal setelah dikoreksi Vu = sudut vertikal ukuran b. Lakukan perhitungan rata-rata dari sudut vertikal dan jarak miring (SD) dari bacaan satu dan bacaan dua dengan cara:
c. Lakukan pengukuran HD dan VD atau jarak mendatar dan beda tinggi untuk semua titik dengan cara: - Untuk sudut vertikal sebagai sudut zenit HD = SD sin z VD = SD cos z 24
- Untuk sudut vertikal sebagai sudut miring HD = SD cos m VD = SD sin m Sudut vertikal yang digunakan adalah sudut yang sudah dikoreksi dengan salah indeks dan juga sudah dirata-rata antara bacaan satu dan bacaan dua. SD (jarak miring) yang digunakan adalah jarak yang sudah dirata-rata dari bacaan satu dan bacaan dua. d. Pengukuran beda tinggi antar titik. Beda tinggi yang didapat sebelumnya adalah beda tinggi antar teropong ETS dan reflektor sehingga untuk mendapatkan beda tinggi antar titik dapat dilakukan dengan cara: BT = TA + VD – TR Keterangan: BT = Beda tinggi antara titik 1 dan 2 (dm) TA = Tinggi ETS (dm) VD = Jarak vertikal antara titik 1 dan 2 (dm) TR = Tinggi Reflektor (dm)
VD
BT
TA
TR
1 2
25
5. PENGUKURAN DETAIL SITUASI Pengukuran titik detail situasi merupakan pengukuran atau penentuan posisi dari titik-titik detail. Titik detail merupakan titik-titik yang membentuk unsur-unsur penyusun bentuk alam maupun buatan. Unsurunsur tersebut dapat berupa rumah, jalanan, pohon, dan sebagainya. Kuantitas titik detail yang ada bergantung kepada : 1. 2. 3.
Skala peta Kondisi lapangan Tujuan penggunaan peta
Objek yang harus tergambar/disajikan pada peta : 1. 2.
Relief muka bumi (topografi daerah) Objek muka Bumi (secara umum) yang perlu diketahui oleh pembaca peta, baik objek alam maupun buatan.
a. Perlengkapan Pada pengukuran titik detail situasi, peralatan yang digunakan adalah: 1. ETS 2. Statif 3. Jalon 4. Prisma 5. Unting-unting 6. Pita Ukur 7. Payung 8. Alat Tulis
b. Penentuan Titik Detail 1. Penggambaran sketsa kasar Acuan dalam penentuan titik detail dimana setiap pojok/pembentuk unsur alam/buatan pada dasarnya akan menjadi titik detail. Dalam penggambaran sketsa kasar, sebaiknya digambarkan juga :
26
-
Letak titik-titik kerangka Perkiraan dari titik kerangka yang mana akan dilakukan pengukuran titik detail.
2. Penentuan titik detail Unsur yang termasuk dalam titik detail bergantung pada - Skala Contoh pengukuran suatu area dengan output peta skala 1:500. Dengan ketelitian ±0,5 mm, maka ukuran terkecil yang digunakan sebagai ukuran suatu benda yang masuk ke dalam detail adalah 25 cm, atau 1 mm di peta sama dengan 500 mm di lapangan atau 0,5 m, maka objek di lapangan dengan ukuran setengah dari 0,5 m atau 25 cm harus terpetakan. - Kepentingan Unsur Walaupun kecil dan tidak masuk ke dalam skala, apabila unsur tersebut penting, maka unsur tersebut harus masuk ke dalam pengukuran titik detail 3. Penentuan simbol yang digunakan Sebaiknya dilakukan oleh satu orang sehingga tidak ada kebingungan antara satu simbol dan simbol lainnya. Simbolisasi dibuat supaya mudah dibaca oleh pengguna sehingga ia haruslah mewakili objek aslinya namun tetap sederhana. 4. Penomoran titik detail Penomoran titik detail akan dilakukan bersamaan dengan pengukuran titik detail.
Titik Tinggi Untuk titik tinggi, skala juga merupakan hal penentu daerah manakah yang harus diukur ketinggiannya. Untuk skala 1 : a, dengan ketentuan a/2000=b, maka kira-kira setiap ada beda tinggi (interval) b m, harus dilakukan pengukuran untuk mendapatkan hasil kontur yang sesuai. Walaupun begitu, penentuan pengukuran ketinggian dapat dilakukan secara kasat mata saja dengan memperhatikan daerah yang cukup berubah
27
ketinggiannya dan kepentingan dari unsur tersebut. Apabila merupakan puncak suatu daerah, sebaiknya diukur.
c. Pengukuran Titik Detail 1. Data Elemen yang diukur selama pengambilan data titik detail adalah : - Tinggi ETS - Tinggi Reflektor - Sudut Horizontal (H) - Sudut Vertikal (V) - Horizontal Distance (HD) - Slope Distance (SD) - Vertical Distance (VD) Untuk metode penggunaan ETS, sama seperti saat dilakukan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal (KDH) dan Kerangka Dasar Vertikal (KDV). 2. Metode Pengukuran Titik Detail dilakukan dengan Metode Backsight. Hal ini dikarenakan dalam perhitungannya, diperlukan tidak hanya sudut dan jarak namun azimuth dan jarak. Metode Backsight bertujuan untuk memudahkan mendapatkan hasil akhir berupa azimuth dari arah utara ke titik detail. Metode Backsight merupakan metode dimana 0 alat di-setting pada suatu titik kerangka lain dari titik kerangka tempat melakukan pengukuran. Pengukuran kali ini dilakukan dengan perputaran kerangka searah jarum jam dengan backsight pada titik kerangka sebelum titik kerangka tempat melakukan pengukuran. Pada Gambar di atas, kotak oranye merupakan titik kerangka dan titik hijau merupakan titik detail. Titik 2 merupakan tempat mendidikan alat dan titik 1 merupakan tempat melakukan 0 set. 28
- Dirikan ETS pada salah satu titik kerangka tempat melakukan pengukuran. Pada ilustrasi di atas, titik 2 adalah titik tempat pendirian alat - Lakukan centering dan leveling - Perhitungan salah indeks dan kolimasi - Dirikan reflektor pada titik kerangka sebelumnya setelah dilakukan centering dan leveling Pada ilustrasi di atas, titik 1 adalah titik tempat reflektor - Bidik ETS ke reflektor dan lakukan 0 set, kunci horizontal - Buka kunci horizontal, bidik ETS ke prisma tempat titik detail berada - Baca dan catat data-data yang perlu. Pengukuran hanya dilakukan satu kali. - Lakukan untuk semua titik detail Untuk titik detail yang tidak dapat diukur dari titik kerangka dasar manapun, maka harus digunakan Metode Titik Bantu, dimana pengukuran dilakukan ke suatu titik detail yang akan dijadikan tempat berdiri alat untuk mengukur titik detail lainnya.
d. Prosedur Pengisian Formulir 1. Pengisian formulir harus menggunakan pulpen 2. Tulisan tidak terlalu besar (masih ada space kosong, sehingga bisa dipakai untuk menulis ketika terjadi kesalahan pembacaan/penulisan), tidak terlalu kecil, dan jelas untuk dibaca 3. Kesalahan dalam penulisan, hanya boleh dicoret sekali (60o 0‟ 1” menjadi 59o 20‟ 31”) 4. Penulisan sudut hingga detik (59o 20‟ 31.02” dituliskan 59o 20‟ 31”) 5. Pengisian data pada formulir untuk jarak mendatar (HD), jarak miring (SD) dan beda tinggi (VD) menggunakan satuan meter 6. Penulisan jarak hingga ketelitian mm (3 angka dibelakang koma) 7. Isi secara lengkap bagian “identitas” 8. Jika ada medan yang sulit dan pengukuran tidak yakin, berilah tanda berupa keterangan pada tempat tersebut 9. Membuat sketsa kerangka untuk memudahkan analisis data.
29
Berikut adalah contoh tabel atau formulir pengukuran titik detail situasi:
e.
Penghitungan Titik Detail Sebelum melakukan perhitungan titik detail, setiap sudut horizontal dan vertikal sudah harus dikoreksi dengan salah indeks dan salah kolimasi. Perhitungan Titik Detail dilakukan menggunakan Metode Polar. Pencarian Sudut Azimuth dilakukan dengan mencari terlebih dahulu azimuth setiap dua titik kerangka. Titik-titik kerangka yang fix sebelumnya harus sudah dihitung dengan metode perataan dari hasil pengukuran KDH. Perhitungan Azimuth dilakukan dengan rumus :
αji = arc tan ((xi- xj)/(yi- yj)) Setelah diketahui setiap azimuth untuk kerangka, dapat diketahui azimuth untuk setiap daerah titik detail dengan melihat dari sketsa kasar. Contohnya pada Gambar di bawah untuk titik detail yang diambil dari titik kerangka 5 dengan backsight titik kerangka 4 : Dapat dilihat bahwa azimuth dari titiktitik detail k merupakan penjumlahan hasil pengukuran sudut Bk (sudut 30
horizontal tercatat) ditambah dengan Azimuth titik 54. Sehingga perhitungan azimuth untuk daerah ini adalah :
αk = α54 + βk Perlu dicatat bahwa perhitungan Azimuth sangat mungkin berbeda untuk perbedaan arah titik detail oleh karena itu penting untuk menggambarkan sketsa kasar beserta azimuth untuk setiap daerah. Dengan Azimuth dan juga data hasil ukuran lainnya, maka ketiga komponen koordinat (X, Y, Z) untuk setiap detail dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
∆Xi = dni x cos αi ∆Yi = dni x sin αi ∆Z = (SD x sin m) + tinggi alat – tinggi reflektor Xi = Xn + ∆Xi Yi = Yn + ∆Yi Zi = Zn + ∆Zi Dengan n merupakan nomor titik kerangka dan i merupakan nomor titik detail. Sehingga setiap detail dapat diketahui koordinat 3D nya. Perlu diingat untuk titik detail yang datanya diukur dari titik bantu, perlu dilakukan perhitungan dua kali yaitu perhitungan untuk titik bantu dan untuk titik detail sebenarnya.
31
6. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA a. Pengolahan Data Pengolahan data survei pemetaan dilakukan pada perangkat lunak Ms. Excel dengan formula seperti yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya. Secara umum pengolahan data tersebut terdiri dari: I. Input berupa data sudut dan jarak II. Koreksi sudut terhadap salah indeks dan salah kolimasi
III.
Nama Titik
Jarak Jarak Miring (SD) Datar (D)
dut Vertikal (θ) ΄
58
˝
dd
(meter)
Pengolahan titik-titik kerangka dengan output berupa koordinat titik-titik kerangka pemetaan. Berikut adalah contoh tabel penghitungan koordinat titik kerangka dengan koordinat dua titik awal diketahui dan pengukuran KDV dilakukan dengan metode trigonometris (menggunakan ETS): Sudut Horisontal (sudut dalam) (β)
Koreksi Sudut (Kβ)
Sudut Dalam Terkoreksi
˚
΄
˝
dd
BM02 KRW BM01 KRW 89
25
36
89,427
0,021848
89,448
7 37,5 199,127
0,021848
199,149
P1
199
P2
154
28
13 154,470
0,021848
154,492
P3
163
47 59,5 163,800
0,021848
163,822
D sin (α)
(meter) (meter)
Sudut Jurusan (α) ˚
΄
˝
65,431 65,421
63,849
0,045433
63,804
-14,255
121
44 3,97
121,734
95
13 16,5 95,221
27,620 27,505
23,393
0,019101
23,374
-14,467
96
13 35,6
96,227
97
42 45,5 97,713
28,151 27,896
27,732
0,019373
27,712
-3,026
(meter)
(meter)
(meter)
Target
13 16,5 95,221
27,620 27,505
23,393
0,019101
23,374
-14,467
-0,003675
-14,463
42 45,5 97,713
28,151 27,896
27,732
0,019373
27,712
-3,026
-0,003728
-3,022
(meter)
37 90,977
(meter)
-14,246
(meter)
58
(meter)
-0,008742
D cos (α)
(meter)
(meter) (meter)
90
Tinggi Alat
-14,255
(meter)
102,586
Ordinat terkoreksi
63,804
dd
35 7,81
Koreksi Ordinat (K y)
0,045433
˝
Absis terkoreksi
102
D cos (α)
63,849
΄
Koreksi Absis (K x)
8 13,7
Absis terkoreksi
65,431 65,421
˚
D sin (α)
13
Koreksi Absis (K x)
37 90,977
dd
Jarak Jarak Miring (SD) Datar (D)
Sudut Vertikal (θ)
Titik
1,108 1,500 1,495 1,5 1,523 1,435 1,414
32
13,137
Beda Tinggi Koreksi Beda Beda Tinggi (ΔH) Tinggi (K H) terkoreksi (meter)
(meter)
(meter)
-1,508 -0,1158022
-1,392
-2,518 -0,0486867
-2,470
-3,690 -0,0493795
-3,641
Koordinat X
Y
Nama Tittik Z
748429,040 748395,000
9281971,850 9281826,000
79,946 BM02 KRW 78,683 BM01 KRW
748458,804
9281811,754
77,291 P1
748482,177
9281797,290
74,821 P2
748509,890
9281794,268
71,181 P3
O
Dengan: - Kolom I adalah nama titik kerangka (nama BM atau titik poligon) - Kolom II adalah sudut horisontal (sudut dalam) yang telah dikoreksi salah kolimasi dalam derajat (o), menit („), detik (“), dan derajat desimal (dd) - Kolom III adalah koreksi sudut poligon (Kβ), dengan rumus sebagai berikut: Kβ = fβ/n Dimana:
fβ = ∑β – (n-2)*180o
β adalah sudut dalam poligon n adalah jumlah sudut dalam poligon/jumlah titik kerangka
Kβ adalah koreksi sudut poligon fβ adalah besarnya salah penutup poligon -
Kolom IV adalah sudut dalam terkoreksi (β’), dimana β' = β – Kβ
-
Kolom V adalah sudut jurusan (α) atau azimut dari titik kerangka 1 ke foresight atau titik kerangka 2 dalam derajat (o), menit („), detik (“), dan derajat desimal (dd), dengan rumus sebagai berikut: αi+1 = αi + βi ± 180o ± disesuaikan dengan kuadran dari sudut jurusan Dimana azimut (α) awal dihitung dengan rumus sebagai berikut:
α21 = arc tan ((X2 – X1) / (Y2 – Y1)) dengan x dan y merupakan koordinat dari dua titik awal yang telah diketahui, umumnya x adalah easting dan y adalah northing (UTM). -
Kolom VI adalah sudut vertikal (θ) yang telah terkoreksi salah indeks dalam derajat (o), menit („), detik (“), dan derajat desimal (dd)
-
Kolom VII adalah jarak miring (SD), hasil bacaan alat
33
-
Kolom VIII adalah jarak datar (D) hasil hitungan dengan rumus: D = sin (θ) * SD
-
Kolom IX adalah absis titik 2 terhadap titik 1 (Δx) dari hasil hitungan sebagai berikut: Δx = D sin (α)
-
Kolom X adalah besarnya koreksi absis (Kx) dari rumus:
Kxi = (Di / ∑D)* ∑Δx -
Kolom XI adalah absis terkoreksi (Δx‟) atau Δx‟ = Δx – Kx
-
Kolom XII adalah ordinat titik 2 terhadap titik 1 (Δy) dari hasil hitungan sebagai berikut: Δy = D cos (α)
-
Kolom XIII adalah besarnya koreksi ordinat (Ky) dari rumus:
Kyi = (Di / ∑D)* ∑Δy -
Kolom XIV adalah ordinat terkoreksi (Δy‟) atau Δy‟ = Δy – Ky
-
Kolom XV adalah tinggi alat (TA) dan tinggi target/reflektor (TT)
-
Kolom XVI adalah beda tinggi antara titik berdiri alat dengan target/reflektor (ΔH), yang didapat dari rumus: ΔH = (cos(V)*SD) + TA – TT
-
Kolom XVII adalah koreksi beda tinggi (KΔH) yang didapat dari rumus: KΔHi = (Di / ∑D)* ∑ΔH
∑ΔH merupakan salah penutup beda tinggi karena poligon tertutup, maka nilai ∑ΔH harusnya 0 (nol) -
Kolom XVIII adalah beda tinggi terkoreksi (ΔH‟) atau ΔH‟ = ΔH – KΔH
34
-
Kolom XIX adalah koordinat hasil hitungan (XYZ), umumnya dalam sistem koordinat UTM dimana X adalah easting, Y adalah northing, dan Z dapat didefinisikan sebagai tinggi ellipsoid, geoid, maupun MSL sesuai dengan sistem tinggi yang digunakan pada titik awal yang telah diketahui nilainya. Berikut perhitungannya:
Xi+1 = xi + Δx‟ Yi+1 = yi + Δy‟ Zi+1 = zi + ΔH‟ IV.
No. Titik Alat Target
Kolom XX adalah nama titik seperti kolom pertama Pengolahan titik detail situasi tidak jauh berbeda dengan pengolahan titik kerangka, namun semua nilai sudut yang digunakan telah terkoreksi dan titik koordinat awal (yang telah diketahui) berupa titik kerangka hasil hitungan. Berikut contoh tabel penghitungan koordinat titik detail situasi: Tinggi BACAAN SUDUT Alat Sdt. Horizontal
BM02 KRW BM01 KRW 1,108 BM02 PWKcek Jalan Jalan Jalan Jalan Jalan Jalan Gerbang Gerbang Lapangan Lapangan Lapangan Kontur Lapangan Kontur P1
-
BACAAN SUDUT Sudut Jurusan Tinggi Jarak Sdt. Vertikal (Azimuth) Target MIRING
0
0
-5
-0,001
90
59
47
13
10
39
0 0 1 359 1 328 351 186 184 177 140 90 81 67 30 89
0 28 15 32 32 58 9 27 6 16 10 45 40 6 38 25
-5 13 57 55 0 50 39 20 53 38 32 14 27 33 55 36
-0,001 0,472 1,267 359,550 1,535 328,982 351,162 186,457 184,116 177,279 140,177 90,755 81,676 67,111 30,650 89,428
90 91 91 90 90 89 90 89 89 89 89 90 90 90 91 90
59 7 10 42 45 26 6 46 44 38 36 55 34 38 2 58
47 9 4 31 23 38 30 43 13 58 1 41 20 6 55 37
13 13 14 12 14 342 4 199 197 190 153 103 94 80 43 102
10 38 26 43 42 9 20 38 17 27 21 55 51 17 49 36
34 57 41 39 44 34 23 4 37 22 16 58 11 17 39 20
1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500 1,500
148,925 148,384 148,859 76,173 76,222 8,323 7,252 70,306 70,534 75,822 99,469 62,424 31,322 5,800 14,657 65,431
Jarak Datar
148,902 148,356 148,828 76,167 76,215 8,323 7,252 70,305 70,533 75,821 99,467 62,416 31,320 5,800 14,655 65,421
d[ X ]
33,942 35,009 37,125 16,781 19,356 -2,550 0,549 -23,624 -20,967 -13,760 44,608 60,579 31,208 5,717 10,148 63,844
d[ Y ]
144,982 144,166 144,123 74,296 73,716 7,922 7,231 -66,218 -67,345 -74,561 -88,903 -15,029 -2,650 0,978 10,572 -14,277
Beda Tinggi
-2,982 -3,290 -3,426 -1,334 -1,398 -0,311 -0,406 -0,120 -0,068 0,072 0,302 -1,403 -0,705 -0,456 -0,660 -1,508
KO O R D I N A T X Y 748428,978 748395,000 748428,942 748430,009 748432,125 748411,781 748414,356 748392,450 748395,549 748371,376 748374,033 748381,240 748439,608 748455,579 748426,208 748400,717 748405,148 748458,844
Kolom I adalah nama titik dan nama target Kolom II adalah tinggi alat (ETS) Kolom III adalah bacaan sudut horisontal Kolom IV adalah bacaan sudut vertikal Kolom V adalah sudut jurusan Kolom VI adalah tinggi target (reflektor) Kolom VII adalah jarak miring Kolom VIII adalah jarak datar hasil hitungan Kolom VIX adalah selisih absis (Δx) Kolom X adalah selisih ordinat (Δy) Kolom XI adalah beda tinggi Kolom XII adalah Koordinat hasil hitungan (XYZ) Kolom XIII adalah nama titik (keterangan) 35
9281971,119 9281826,000 9281970,982 9281970,166 9281970,123 9281900,296 9281899,716 9281833,922 9281833,231 9281759,782 9281758,655 9281751,439 9281737,097 9281810,971 9281823,350 9281826,978 9281836,572 9281811,723
Z
Nomor Titik
75,485 BM02 KRW 78,683 BM01 KRW 75,701 BM02 PWKcek 75,393 Jalan 75,257 Jalan 77,349 Jalan 77,285 Jalan 78,372 Jalan 78,277 Jalan 78,562 Gerbang 78,615 Gerbang 78,755 Lapangan 78,985 Lapangan 77,280 Lapangan 77,978 Kontur 78,226 Lapangan 78,023 Kontur 77,175 P1
b. Penyajian Data Setelah didapatkan daftar koordinat titik-titik detail situasi kemudian titik-titik tersebut diplot atau digambarkan pada AutoCAD atau ArcGIS, bisa juga pada perangkat lunak pemetaan yang lain, seperti Qgis, ERMapper, GlobalMapper, dll. Proses penggambaran meliputi; pendefinisian objek di lapangan sesuai dengan skala dan tujuan pemetaan, penarikan garis kontur, pemberian label, dan pembuatan layout peta (kop peta). Prosesproses demikian dapat disebut juga sebagai proses kartografi. Peta pada dasarnya hanya terdiri dari tiga elemen peta, yaitu muka peta, informasi batas peta, dan informasi tepi peta. muka peta adalah bagian peta yang menyajikan seluruh simbol yang merepresentasikan informasi yang hendak disampaikan oleh peta. Informasi batas peta berisi koordinat peta pada setiap ujung peta berupa koordinat geografis, kartesian (XY), ataupun keduanya, harga koordinat pada setiap interval tertentu, dan arah koordinat. Sedangkan informasi tepi peta berisi keterangan sebagai berikut: - Judul peta - Nomor lembar peta (pada peta RBI atau jika peta untuk suatu area/pekerjaan lebih dari satu lembar peta) - Edisi peta, berhubungan dengan waktu pembuatan peta - Petunjuk letak peta (posisi peta terhadap lembar peta yang lain)
36
-
Diagram lokasi (inset peta)
-
Data geodetis, berisi keterangan tentang penggunaan sistem proyeksi peta, datum geodesi atau ellipsoid referensi, datum tinggi atau sistem tinggi yang digunakan, sistem koordinat yang digunakan, dan selang kontur, Keterangan penerbitan atau pembuat peta Catatan hak cipta Keterangan simbol peta atau legenda, menjelaskan seluruh simbol yang terdapat pada muka peta Keterangan riwayat peta, seperti sumber data dan metode pemetaan yang digunakan Petunjuk pembacaan koordinat Keterangan tentang arah utara Penjelasan singkatan yang digunakan pada muka peta Skala peta, berupa skala numeris dan skala grafis.
-
Brikut adalah contoh beberapa desain layot peta terhadap tiga elemen peta:
37
REFERENSI BSN. (2002). SNI 19-6724-2002 Jaring Kontrol Horisontal. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta BSN. (2004). SNI 19-6988-2004 Jaring Kontrol Vertikal dengan Metode Sipat Datar. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta BSN. (2010). SNI 6502.2:2010 Spesifikasi penyajian peta rupa bumi – Bagian 2 Skala 1:25.000. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta Modul Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Kemah Kerja Geodesi ITB 2015 Modul Pembangunan Kerangka Dasar Horisontal, Kemah Kerja Geodesi ITB 2015 Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran Titik Detail, Kemah Kerja Geodesi ITB 2015 Soedomo, A. S. (2003). Surveying & Mapping. Institut Teknologi Bandung. Bandung Soendjojo, H. dan Riqqi, A. (2012). Kartografi. Penerbit ITB. Bandung.
38