BUKU PANDUAN TAHUN AJARAN 2016/2017
LABORATORIUM PETROLOGI SIE. MINERALOGI OPTIK-PETROGRAFI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan Panduan Praktikum Mineralogi Optik-Petrografi ini. Penyusunan Panduan Praktikum Mineralogi Optik-Petrografi ini dimaksudkan agar dipergunakan sebagai
penuntun bagi para praktikan dan diharapkan praktikan mampu
mengelompokkan, mendeskripsikan dan menamai batuan dari sebuah sayatan tipis. Adapun tujuan utama adalah supaya praktikan dapat memahami batuan yang ada di bumi melalui analisa petrografi. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami selama proses penyelesaian buku Panduan Praktikum Mineralogi Optik-Petrografi ini. Dan tak lupa kami mengharapkan para pembaca untuk membantu kami dalam mengoreksi buku ini, sehingga pada massa yang akan datang dapat tercapai kesempurnaan dalam penyusunan buku Panduan Praktikum Mineralogi Optik-Petrografi ini.
Penyusun
iii
DAFTAR PUSTAKA Ehler E.G., Blatt H., 1982, “Petrology . Igneous, Sedimentary and metamorphic”, W.H. Freeman and Company, San Fransisco, pp 110 Kerr P. F., 1977. Optical Mineralogy, McGraw Hill Book Company Inc. Mew York, Toronto, London. Mac Kenzei W.S., Donaldson C.H. and Guilford C., 1982, “Atlas of Igneous Rocks and Their Textures”, Longman group Ltd., usa, 147 pp. Mackenzie W. S. and C. Guilford , 1980. Atlas of Rock-Forming Minerals in Thin Section, Halsted Press, London Nesse William D.,1991. Introduction to Optical Mineralogy, Oxford University Press, Second Edition, New York Oxford Pettijohn F.J., 1957, “Sedimentary Rocks”. Indian edition, Harper & Row Publishers, Inc., New York, reprinted by Mohan Primlani, oxpord & IBH publishing Co. New Delhi, 718 pp. Phillips W.R., 1971. Mineral Optics, Principles and Techniques, W.H. Freeman and Company, San Francisco. Philpotts A.R., 1989,”Petrography of Igneous and Metamorpich Rocks”, Prentice – Hall Inc. New Jersey, 179 pp. Williams H., Turner F.J and Gilbert C.M., 1954,”Petrography, An Introduction to Study of Rocks in Thin Section”, University of California, Barkeley, W.H. Freeman and Company, San Fransisco, 406 pp. Wahlstrom E.E., 1948, “Igneous Mineral adn Rocks”, second printing, john Wiley and Sons Inc., London, USA, 367 pp. Wilson M., 1989. “Igneous Petrography”, First edition, Unwin Hynman Ltd., London, 165 pp. Williams H, Turner F.J. and Gilbert C.M., 1954, “Petrography, An Introduction to Study of Rocks, In Thin Section”, University of California, Barkeley, W.H. Freeman and Company, San Fransisco, 406 pp. viii
Yudith B. M., Hadi Sutomo, Soekardi M., 1982. Mineral Optik,Pusat Penerbitan Fakultas Teknik UGM. Roger A. F., 1942. Optical Mineralogy, McGraw Hill Book Company Inc., New York and Toronto. Wahlstrom E.E., 1960, Optical Crystallography, John Wiley & Sons Inc., New York and London.
ix
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
TATA TERTIB LABORATORIUM MINERALOGI OPTIK-PETROGRAFI UMUM 1. Praktikan harus lulus mata kuliah Kristalogirafi Mineralogi dan Petrologi dengan nilai minimum D dan mengambil Mata kuliah Mineralgi Optik-Petrografi, 2. Praktikan berpakaian yang sopan dan rapi dan tidak diperkenankan menggunakan kaos oblong dan sandal, 3. Menjaga kesopanan, ketertiban, dan keamanan dalam pelaksanaan kegiatan praktikum, 4. Praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum diluar jadwal yang telah ditentukan kecuali izin assisten, 5. Praktikan dinyatakan gugur jika tidak mengikuti praktikum sebanyak 2 kali berturutturut dan tiga kali tidak berturut-turut tanpa surat izin, 6. Mempersiapkan diri dengan belajar materi acara praktikum akan membantu keberhasilan praktikum, 7. Semua praktikan hendaknya menjaga kebersihan dan ketertiban dengan cara tidak merokok dan membuang sampah sembarangan didalam ruang laboratorium, 8. Dilarang makan dan minum saat praktikum sedang berlangsung, 9. Wajib membawa modul dan perlengkapan lainnya saat praktiukum. SAAT PRAKTIKUM 1. Praktikan seyogyanya telah datang 5 menit sebelumnya, hanya pada keadaan terpaksa, terlabat datang 5 menit masih diperbolehkan mengikuti praktikum, 2. Praktikan memasuki laboratorium setelah peserta praktikum plug sebelumnya telah keluar semua dan meletakkan tas ditempat yang telah tersedia, 3. Praktikan wajib membawa bon alat setiap melakukan praktikum yang diperiksa dan di acc oleh assisten agar dapat menggunakan peraga-peraga praktikum. Apabila tidak membawa bon alat tersebut, praktikan tidak diperkenan kan untuk mengikuti kegiatan praktikum dan dinyatakan inhal,
1
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
4. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dan mikroskop terpelihara, diharuskan memperlakukannya dengan hati-hati, bersihkan lensa-lensa objektif dan okuler dengan kain planenl sebelum dipergunakan agar dapat dipergunakan secara optimal, 5. Hubungkan mikroskop dengan sumber listrik dengan hati-hati, pastiakan tidak ada kabel yang dapat mengakibatkan arus pendek (korsleting), 6. Praktikan tidak diperbolehkan meninggalkan laboratorium tanpa ijin dari assisten pada saat itu, 7. Selesai setiap acara praktikum meja harus dalam keadaan bersih dari kotoran.
2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
3
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB 1 MIKROSKOP POLARISASI
Mikroskop polarisasi yang akan dibahas dan digunakan dalam praktikum ini adalah mikroskop polarisasi bias. Mikroskop polarisasi pantul yang dipergunakan dalam mengamati mineral yang tak tembus cahaya tidak dibahas pada tulisan ini. Di Laboratorium Petrologi Seksi Mineralogi Optik,
Jurusan Teknik Geologi, UPN
“Veteran” Yogyakarta memiliki lima jenis mikroskop polarisasi yaitu jenis Nikon, Motik, Carl Zeiss, Olympus, dan Reichert. Secara umun prinsip penggunaannya sama, hanya pada mikroskop jenis Olympus dan Reichert sebagian masih menggunakan cermin untuk mendapatkan pantulan sumber cahaya, sedangkan pada Nikon, Motik, dan Carl Zeiss sudah menggunakan lampu yang cahayanya langsung masuk kedalan sistim optik mikroskop, jadi tidak diperlukan cermin lagi.
1.1 Bagian-bagian Mikroskop Polarisasi Setiap mikroskop polarisasi dilengkapi dengan bagian- bagian yang mempunyai fungsi berlainan (lihat gambar 1.1). Beberapa perlengkapan pada mikroskop polarisasi, tidak dipunyai mikroskop non polarisasi diantaranya, lensa-lensa polarisasi, komparator, kondensor, maupun lensa amici bertrand.
4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 1.1. berbagai macam Mikroskop polarisasi, berturut- turut searah jarun jam adalah merk Motik, Nikon, Olympus, Reichert, dan Carl Zeiss.
Lensa Okuler Merupakan tempat mata kita melihat obyek yang kita amati. Lensa ini terbuat dari dua buah lensa cembung yang dirangkai dalam satu unit, umumnya pada tiap mikroskop terdiri dari tiga atau lebih lensa okuler dengan perbesaran yang berlainan serta dilengkapi dengan garis benang silang maupun skala grafis. Lensa ini dapat diganti-ganti sesuai kebutuhan.
5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 1.2. Kenampakan lensa okuler pada mikroskop polarisasi Nikon.
Gambar 1.3. Perlengkapan dan sistem pencahayaan pada mikroskop polarisasi (Kerr, 1977)
6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Tubuh Mikroskop Pada tipe Olympus dan Reichert, bagian ini dapat digerakkan naik turun untuk mengatur jarak fokus.
Lensa Amici-Bertrand Gunanya untuk memperbesar gambar interferensi pada penentuan sumbu optis dan tanda optis suatu mineral.
Komparator/kompensator Gunanya untuk mengetahui posisi sumbu indikatrik suatu mineral. Umumnya terbuat dari keping gips dengan nilai retardasi (∆) sebesar ±530 mμ. Namun beberapa jenis mikroskop dilengkapi pula dengan keping mika (∆ = ± 147,4 mμ) dan keping kuarsa ( ∆ = ± 900 mμ ).
Lensa Amici Bertrand Gambar 1.4. Kenampakan lensa amici bertrand pada mikroskop polarisasi Olympus yang berbentuk bulat (kiri) dan pada mikroskop polarisasi Nikon yang berbentuk keping segi empat.
Komparator
Gambar 1.5. Kenampakan komparator keping gipsum pada mikroskop polarisasi Nikon (kiri) dan komparator keping mika untuk mikroskop polarisasi Olympus.
7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Polarisator Terbuat dari lensa polaroid, gunanya untuk menyerap cahaya secara selektif sehingga cahaya yang masuk hanya bergetar pada satu bidang.
Analisator (Polarisator Atas) Terbuat dari lensa polaroid, umumnya memiliki arah getar saling tegak lurus terhadap arah getar polarisator, namun pada mikroskop tipe Olympus arah getar analisator dapat diatur sekehendak kita.
Lensa Polarisator
Lensa Polarisator Atas Gambar 1.6. Kenampakan Lensa Polarisator bawah dan Polarisator atas pada mikroskop Nikon (kiri) dan Motik (kanan).
Lensa Obyektif Umumnya paling sedikit disediakan tiga buah lensa obyektif dengan perbesaran yang berlainan. Pada mikroskop tipe Zeiss dan Reichert beberapa lensa obyektif dirangkai dalam satu unit, dilengkapi dengan revolver, sehingga penggantian obyektif dapat dilakukan dengan cepat.
8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Sekrup pemusat (sentring) Gunanya untuk mengatur agar sumbu putaran meja tepat pada perpotongan benang silang. Pada mikroskop tipe Olympus dan tipe Zeiss sekrup pemusat terletak pada lensa obyektif sedangkan pada mikroskop Reichert terletak pada tepi meja obyek.
Meja Obyek Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis, pada tepi meja dilengkapi skala 0° - 360 °serta skala nonius. Pada mikroskop Zeiss meja obyek dapat digerakkan naik turun untuk mengatur fokus. Gambar 1.7. Kenampakan Lensa Obyektif dan Meja Obyek (kiri) dan kenampakan dari dekat sekrup pengatur sentring
Lensa Obyektif
Sekrup sentring
Meja Obyek
pada tempat dudukan lensa obyektif (kanan).
Kondensor Terdiri dari lensa cembung, gunanya untuk memusatkan sinar yang datang dari cermin dibawahnya.
Diafragma Gunanya untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke medan pandang,dengan cara memperbesar atau memperkecil lubang bukaan (apertur).
Cermin. Selalu terdiri dari cermin datar dan cermin cekung. Masing-masing gunanya untuk mendapatkan pantulan sinar sejajar dan sinar terpusat (konvergen). Pada mikroskop Zeiss kedudukan cernin digantikan oleh lampu.
9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Sekrup Pengatur Fokus Gunanya untuk mengatur jarak fokus antara lensa obyektif dengan sayatan tipis. Pada mikroskop Olympus kedua sekrup tersebut letaknya terpisah dibagian atas. Bagian yang bergerak adalah tubusnya, sedangkan pada mikroskop Nikon, Motik, dan Zeiss bagian yang bergerak adalah meja obyeknya, kedua sekrup pengatur fokus terletak pada satu tempat dibagian bawah dari lengan mikroskop. Biasanya pada mikroskop dilengkapi pengatur fokus kasar dan halus.
Gambar 1.8. Kenampakan Lensa Kondensor (kiri) dan kenampakan sekrup pengatur fokus pada mikroskop polarisasi Nikon (kanan).
1.2. Cara mempersiapkan Mikroskop Polarisasi Agar mikroskop siap pakai ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1.2.1 Sinar yang masuk ke medan pandangan harus maksimum. Jika kita mempergunakan mikroskop dengan sumber cahaya (lampu) yang sudah dipasang (oleh pabriknya) di bawah meja obyek maka hanya tinggal menghidupkan lampu, namun bila cahaya yang digunakan berasal dari pantulan cermin, maka kita usahakan agar sinar yang masuk ke dalam medan pandangan harus merata dan maksimum. Bila suatu sayatan tipis diletakan di atas meja obyek, bayangan sinar harus terlihat bulat dan intensitas cahayanya merata.
Gambar 1.9. Kenampakan cahaya yang merata yang melewati peraga sayatan tipis mineral.
1 0
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
1.2.1 Mikroskop harus dalam keadaan terpusat (sentring) atau sumbu putaran meja obyek tepat pada perpotongan benang silang. Pada pengamatan mineral, seringkali pada waktu meja obyek diputar, mineral hilang dari medan pandangan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa mikroskop belum dalam keadaan sentring. Untuk itu dilakukan cara-cara sebagai berikut: a.
Syarat 1.2.1 terpenuhi
b.
Letakkan sayatan tipis pada meja obyek, fokuskan dengan sekrup pengatur kasar maupun halus sehingga diperoleh gambaran obyek yang jelas.
c.
Pilih satu titik kecil (misalnya mineral bijih), letakkan tepat pada perpotongan benang silang.
d.
Putar meja obyek ,kalau titik tersebut berputar pada tempatnya,berarti mikroskop sudah sentring. Kalau titik tersebut berputar menjauhi perpotongan benang silang,berarti mikroskop belum sentring.
e.
Apabila mikroskop belum sentring, kita tentukan titik pusat lingkaran yang dibentuk titik (mineral) yang kita putar (setengah jarak kedudukan terjauh dengan perpotongan benang silang).
f.
Putar sekrup pemusat (pin) pada lensa obyektif( untuk mikroskop jenis Zeiss dan Olympus) dan pada meja obyek (untuk jenis Reichert), agar titik (mineral) tersebut bergerak dari kedudukan putaran terjauh ke arah perpotongan benang silang sejauh setengah diameter lintasan putaran.
g.
Ulangi prosedur diatas (a - f), sehingga mikroskop betul- betul dalam keadaan sentring.
h.
Langkah-langkah tersebut harus dilakukan setiap ganti lensa obyektif.
Gambar 1.10. Kenampakan sayatan tipis pada mikroskop yang belum sentring. Perhatikan titik yang terdapat di tengah medan pandangan, setelah meja obyek diputar, titik tersebut menjauh dari pusat medan pandangan.
1 1
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 1.11. Kenampakan sayatan tipis pada mikroskop yang telah sentring. Setelah meja obyek diputar, titik yang yang terdapat di tengah medan pandangan, tetap pada posisinya..
1.2.3 Arah getar polarisator harus sejajar dengan salah satu benang silang Dengan mempergunakan Mineral biotit : Mineral biotit apabila sumbu indikatrik sinar Z (berimpit dengan sumbu panjang kristalografi/sumbu a) sejajar arah getar polarisator, akan memperlihatkan warna absorbsi maksimum. a.
Lensa polarisator dipasang, lensa analisator dilepas.
b.
Pastikan bahwa lensa okuler tepat pada kedudukannya yaitu kedua benang silang terletak pada N-S (vertikal) dan E-W (horisontal).
c.
Pilih kristal biotit yang belahannya terlihat jelas.
d.
Putar meja obyek hingga biotit memperlihatkan warna absorbsi maksimum. Apabila pada saat memperlihatkan warna absorbsi maksimum kedudukkan biotit sudah horisontal atau vertikal, berarti arah getar polarisator sudah sejajar salah satu benang silang.
Dengan mempergunakan Mineral Tourmalin Mineral tourmalin akan memperlihatkan warna absorbsi maksimum jika sinar ordiner/biasa sejajar arah getar polarisator. Sedangkan sinar ekstra ordiner/luar biasa akan memperlihatkan warna absorsi minimum jika sejajar arah getar polarisator (indeks bias sinar ordiner lebih besar dari ekstra ordiner). Pada mineral sumbu satu, sinar ekstra ordiner yang sesungguhnya selalu berimpit dengan sumbu C kristalografi (pada mineral tourmalin merupakan sumbu panjang kristalografi).
1 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Oleh karena itu pada mineral tourmalin akan memperlihatkan kenampakan warna absorbsi maksimum, jika sumbu panjang krisfalografinya tegak lurus arah getar polarisator.
1.2.4
Arah getar polarisator harus tegak lurus arah getar analisator
a.
Polarisator sejajar salah satu benang silang (seperti 1.2.3).
b.
Polarisator dan analisator dipasang dengan tanpa sayatan tipis.
c.
Bila medan pandangan nampak gelap berarti polarisator sudah tegak lurus analisator. Bila masih nampak terang berarti bidang arah getaran kedua polaroid tersebut belum tegak lurus, maka analisator harus diputar sambil mengamati medan pandangan hingga didapat kenampakkan gelap maksimum
P
P
A
A
P
P A A
A
A P
a)
P
A
P
P
b)
c)
Gambar 1.13. Gambar atas kenampakan dua lembar lensa polaroid yang memperlihatkan posisi dari kiri ke kanan a) saling sejajar, b) saling membentuk sudut miring, c) saling tegak lurus. Gambar bawah kenampakan mikroskopik saat polarisaator sejajar analisator (kiri) dan saat polarisator tegak lurus analisator.
1 3
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
P
P
Gambar 1.12. Kenampakan mikroskopik mineral biotit pada ortoskop nikol sejajar. Biotit akan memperlihatkan kenampakan warna absorbsi maksimum.
1 4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB 2 ORTOSKOP NIKOL SEJAJAR Untuk melakukan pengamatan sifat-sifat optik mineral diperlukan beberapa tahapan, yaitu dari ortoskop nikol sejajar, ortoskop nikol silang dan konoskop(lihat tabel 2.1). Berdasarkan ketembusan terhadap cahaya, mineral dibagi menjadi mineral opak dan mineral transparan. Mineral opak adalah mineral yang tidak tembus cahaya, sedangkan mineral transparan adalah mineral yang tembus cahaya. Tabel 2.1 Diagram alir identifikasi sifat optik mineral
1 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Pengamatan mikroskop polarisasi nikol sejajar adalah pengamatan dengan tidak menggunakan analisator atau analisator sejajar arah polarisator. Artinya kita mengamati cahaya polarisasi yang merambat melewati kristal, tetapi hanya pada satu bidang getar yang sejajar dengan arah getar polarisator. Sifat optik yang dapat diamati antara lain warna absorbsi, pleokrisme, index bias, relief dan juga bentuk belahan/pecahan,serta ukuran butir. 2.1 Warna dan pleokroisme Terjadinya warna merupakan akibat dari gejala serapan cahaya yang melintasi Kristal. Warna mana yang teramati adalah warna cahaya yang melewati sumbu indikatrik yang sedang bergetar sejajar dengan arah getar polarisator. Idiochromatis adalah warna asli mineral. Allochromatis adalah warna akibat pigmen lain, seperti inklusi kristal- kristal halus atau oleh adanya elektron-elektron dari logam- logam transisi (Cr, Fe, Mn dll) pada mineral yang bersangkutan. Kehadiran warna bagaimanapun sangatlah berarti, karena banyak mineral yang mudah dikenal karena mempunyai warna yang kas (lihat tabel 2.2), sebagai contoh biotit berwarna coklat, gloukofan berwarna ungu biru, klorit berwarna hijau. Jika cahaya yang melewati sumbu indikatrik suatu mineral dengan kenampakan warna yang berbeda, maka apabila meja obyek diputar lebih dari 90⁰, maka mineral tersebut akan menampakkan lebih dari satu warna. Gejala demikian disebut sebagai gejala plekroisme. Pleokroisme Dwikroik jika dicirikan oleh dua warna yang berbeda (mineral dengan sisitim kristal hexagonal dan tetragonal). Sedangkan pleokroisme Trikroik jika dicirikan oleh perubahasn tiga warna yang berbeda (mineral dengan sistem kristal ortorombik, monoklin, dan triklin). Sedang pada mineral yang bersistem kristal isometrik
tidak mempunyai sifat
pleokroisme. Suatu mineral yang mempunyai sifat trikroik, dalam satu sayatan tipis maka tidak akan memperlihatkan tiga kali perubahan warna, tetapi hanya dua hali perlubahan warna, karena dhanya ada dua sumbu yang dapat dilewati sinar (harus dengan dua sayatan yangalam satu sayatan berbeda arah). Warna mana yang nampak dalam mikroskop, tergantung sumbu indikatrik sinar mana
1 6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
yang sedang bergetar sejajar arah getar polarisator. Pleokroik lemah jika perbedaan warna absorbsi tidak begitu menyolok, sehingga perubahan warna selama pengamatan tidak begitu jelas, seperti pada beberapa mineral piroksen. Sedangkan istilah Pleokroik kuat digunakan jika perbedaan warnanya cukup jelas dan kontras. P
P
P
P Gambar 2.1. Memperlihatkan perubahan warna pada mineral gloukofan. Setelah meja obyek diputar 90⁰, terdapat mineral yang berubah dari biru menjadi transparan, Ungu menjadi transparan, sedangkan mineral lainnya berubah dari ungu menjadi biru. Pada sayatan tersebut kita dapat melihat gejala trikroik melalui tiga mineral ( Foto: Mackenzie W. S. and C. Guilford , 1980
1 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Tabel 2.2 Warna-warna dari beberapa macam mineral (Kerr, 1977) Sumbu Optik Tanda merah jingga orange Sodalite Fluorite Sphalerite Spinel
Isotropis
Perovakite Garnet Cilachite Perovskite
(+)
Perovakite
coklat Sphalerite Fluorite Spinel Collophane Cilachite Perovskite Garnet
Sodalite Spharelite Flourite Spinel Collophane Garnet
Zircon Cassiterite Rutile
Zircon Cassiterite Rutile [Chloritoid]
(Biotite) Dravite Stilpomelane
[Biotite] Dravite Stilpnomelane Schorlite Tourmaline Jarosite
Rutile
Anisotropis Uniaxial (-)
Tourmaline Corundum
Kuning
Tourmaline Apalite
Anisotropis Biaxial
Piedmontite
Piedmontite Titanite Staurolite
Piedmontite Staurolite
Clinoclhore
(+) Perovakite
Perovakite
Iddingsite
Perovakite
Piedmontite Titanite Staurolite Clinoclhore Aegirineaugite Chondrodite Perovakite
Piedmontite Titanite Staurolite Monazite Chloritoid Clinochlore Aegirineaugite Chondrodite
Iddingsite
(+-) Biotite
Allanite
(-) Hypersthene
Allanite Phlogipite Basaltic Hornblende Aegirine Hypersthene
Andalusite Dumortierite Hornblende
1 8
Biotite Epidote Glaucophane Allanite Phlogopite Actinolite Glauconite
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Lanjutan warna-warna dari beberapa macam mineral (Kerr, 1977) Sumbu Optik
Tanda
Mineral Tak Berwarna Amisite Analcime Berthierine Clay Collophane Glass Flourite Garnet Greenalite Alunite
Isotropis
(+) Cassiterite Anisotropis Uniaxial (-)
(+)
Angkerite Apatite Apophylite Beryl Calcite Canerinite Chabazite Augite Anhydrite Anthophyllite Boehmite Barrite Celestelite Carnalite Zoisite Topaz Olivine Plagioklas
Leucite Halite Nosean Hauyene Opal Hydrogrossular Periclase Sylvite Perovskite Volcanis Sodalite Sphalerite Spinel Leusite Chabazite Vesuvianite Apophylite Melilite Chalcedony Xenotime Brucite Osumilite Eucryptite Zircon Quartz Indialite Magnesite Melilite Nepheline Tourmaline Rodhocorsite Scapolite Siderite Cabazite Clay Clinozoisite Colemanite Cordierite Cumingtonite Diaspore Trydimite
Corundum Cristobalite Dolomite
Vesuvianite Vishnevite Gibbsite Gypsum Heulandite Humite grup Jadeite Kieserite Lawsonite Thomsonite
Mesolite Monazite Natrolite Ulexite Omphasite Orthopyroxsene Pectolite Pigeonite
Epidote Glauberite Glaucophane K-feldspar Kernite Kyanite Laumintite Lepidolite
Stilbite Strontiane Talc Tremolite Trona Wairakite Witherite Wollastonite
Wairakite Prehnite Pumpelly Rhodonit Sapphiri Siliman Spodumen Thenardi
(+-) Anisotropis Biaxial
(-)
Andalusite Anortoclase Axinite Aragonite Borax Boehmite Cordierite Chabazite Chlorite Clay Clinoptilolite Clintonite
Margarite Monticellite Muscovite Nahcolite Orthopyroxen Phlogopite Palygorskite Scolite Serpentine Polyhalite Richterite Shapphirine
2.1 Ukuran Mineral Ukuran mineral dibawah kenampakan mikroskop dapat dihitung dari perkalian perbesaran lensa okuler dan lensa obyektif, dapat pula langsung dengan mikrometer obyek atau penggaris.
1 9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Untuk mengetahui
ukuran
tiap
bagian, dipergunakan lensa okuler yang berskala. Dari
perhitungan tersebut dapat diketahui diameter dari lingkaran medan
pandangan. Dengan
demikian kita akan bisa mengetahui ukuran setiap mineral (umumnya dengan skala mm ).
Gambar 2.2. Kenampakan lensa okuler dan obyektif dengan angka perbesarannya (atas). Gambar samping memperlihatkan skala grafis pada medan pandang
4 mm
2.2 Bentuk Mineral Ditinjau dari keutuhan bidang kristalnya (dalam praktek dilakukan dengan mengamati bidang batas dari suatu mineral) dapat dibagi : a. Euhedral jika seluruhnya dibatasi oleh bidang kristalnya sendiri. b. Subhedral jika sebagian dibatasi olehmbidang kristalnya sendiri. c. Anhedral jika tidak dibatasi bidang kristalnya sendiri. Suatu jenis mineral bisa tumbuh dengan bentuk euhedral, subhedral, maupun anhedral. Tetapi ada mineral-mineral tertentu yang hampir selalu hadir euhedral, dan ada mineral yang hampir tidak pernah hadir dengan bentuk euhedral. Mineral yang tumbuh dengan bentuk euhedral, akan memperlihatkan bentuk sesuai dengan struktur atomnya. Mineral tertentu akan mempunyai bentuk kas tertentu (bentuk alami), seperti
2 0
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
biotit yang berbentuk "tabular", silimanit yang berbentuk "fibrous", leusit yang "trapezohedron" dan lain sebagainya (lihat tabel 2.3, 2.4, 2.5). Tetapi kenampakan mikroskopis adalah dua dimensi, sehingga kita perlu membayangkan secara tiga dimensi. Kita juga harus memperhatikan arah sayatan, karena pada mineral yang "fibrous", kalau dipotong tegak lurus arah memanjangnya, maka tidak akan nampak "fibrous".
Tabel 2.3 Mineral-mineral dalam bentuk kristal euhedral (Kerr, 1977) cc = Very common
c = Common
r = Rare
rr = Very rare
Isometric
Tetragonal
Hexagonal
Orthorhombik
Monocline
Tricline
Pyrite c
Rutile c
Quartz c
Celestite r
Colemanite c
Microcline r
Fluorite r
Cassiterite c
Corundum c
Forsterite c
Gibbsite r
Plagioclase c
Spinel r
Melilite c
Calcite r
Olivine c
Monazite r
Magnetite c
Idocrase c
Dolomite r
Fayalite c
Lazulite rr
Perovskite c
(Vesuvianite) c
Jarosite rr
Monticellite c
Orthoclase c
Leucite cc
Scheelite r
Alunite rr
Topaz r
Sanidine cc
Sodalite c
Zircon c
Apatite cc
Andalusite r
Adularia c
Hauyne c
Scapolite r
Dahllite c
Zoisite r
Aegirine-augite c
Garnet cc
Cancrinite r
Staurolite c
Spodumen c
Analcime r
Tourmaline r
Lawsonite r
Jadeit rr
Chabazite c
Dumortierite r
Lamprobolite cc
Nepheline r
Sphene c Epidote c Pyroxene c Amphibole c
2 1
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Tabel 2.4 Bentuk-bentuk mineral (Individu) (Kerr, 1977)
Fluorite Quartz Periclase Rutile Cassiterite Spinel Magnetite Chromite Anhydrite Apatite Schoelite Leucite Sodalite Hauyne Melilite
Forsterite Olivine Fayalite Chondrodite Garnet Zircon Topaz Andalusite Axinite Allanite Cordierite Sphene Lawsonite Glauconite Analcim
Rutile Silimanite Aragonite Dumortierite Tourmailne Stilbite Natrolite
Ilmenite Aragonite Kernite Barite Celestite Gypsum Aegirine Millite Dumortierite Tourmaline Epidote Piedmontit Prehnite Pyrophyllite Kyanite
Borax Trona Quartz Corudum Orthoclase Sanidine Microcline Anorthoclase Plagioclase Nepheline Cancrinite Pyroxene Spodumen Wollastonite
Amphibole Glaucophane Beryl Scapolite Idocrase Topaz Kyanite Zoisite Clinozoisite Staurolite Micas Chlorites Barite
Tabel 2.5 Bentuk-bentuk struktur kristal(Kerr, 1977)
Glass Halloysite Opal
Glass Montmorilonite
Glass
Tridymite
Lechatelierite Glass
Lechatelierite Dahillite Chalcedony Opal Calcite Aragonite Barite Fluorite
Opal Siderite Collophane Halloysite
Limonite Calcite Siderite Collophane Camosite Palagonite
Cliachite Limonite
Bone (a) : Collophane Celluler (b) : Chalcedony Opal Quartz
2 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Tabel 2.6 Bentuk-bentuk kristal agregat (Kerr, 1977)
Granular Quartz Calcedony Gibbsite Calcite Dolomite Magnesite Siderite Barite Celestite Anhydrite Gypsum Polyhalite Alunite Jarosite Dahllite Olivine Epidote Kaolinite Halloysite Montmorillonite analcime
Radiated
Fibrous Brucite Trona Gypsum Polyhalite Jadeite Erionite Wollastonite Anthophyllite Tremolite-actinolite Cummingtonite Grunerite Nephrite Riebeckite Sillimanite Prehnite Sepiolite Antigorite Lizardite Chrysotile Mesolite Pyrophyllite
Spherulitic Dahllite Cummingtonite Chalcedony Pumpellyite Cristobalite Schorlite (tourmaline) Calcite Siderite Prochlorite Dahllite Pyropyllite Orthoclase Natrolite Chalcedony prennite Gibbsite Thomsonite Aragonite Dumortierite
acicular Aragonite Dumortierite Tourmaline Stilbite Natrolite Laumontite Thomsonite scolecite
Graphi Quartz-Feldspar Quartz-Staurolite Quartz-Actinolite Nepheline-Feldspar Corundum-andalusite Glass-Leucite
2 3
Lathlike Feldspar Hedenbergite Jadeite Wollastonite Tremolite-actinolite Grunerite Glaucophane Beryl Scapolite Topaz Andalusite Tourmaline Zoisite Clinozoisite Epidot Piedmontite Staurolite Biotite Thomsonite Scolecite Idocrase (vesuvianite) Scapolite Dumortierite aragonite
Foliated Graphite Hematite Brucite Carnotite Muscovite Biotite Stilpnmelane Phlogopite Lepidolite Prochlorite Clinochlore Pennine Chloritoid Anthophyllite Iddingsite Talc Pyrophyllite Kaolinite Montmorilonite Dickite illite
Cemented
Incipient Crystals
Giobsite Antigorite
Crisstobalite in glass
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
2.1
Belahan dan pecahan Setiap mineral mempunyai kemampuan dan kecenderungan untuk terpisah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil melalui bidang yang lurus dengan arah tertentu sesuai dengan bentuk kristalnya. Bidang yang lurus dengan arah tertentu tersebut disebut Belahan. Apabila bidang-bidang tersebut tidak dikontrol oleh bentuk kristalnya (struktur atomnya), tetapi dikontrol oleh factor lain seperti kembaran maka bidang tersebut dinamakan "parting". Apabila bidangbidang tersebut tidak lurus, dengan arah tidak tertentu dan tidak dikontrol oleh struktur atomnya, bidang tersebut dinamakan pecahan (lihat foto 2.5).
Gambar 2.3. Memperlihatkan kenampakan belahan pada mineral biotit (kiri) dan pecahan pada olivin (kanan)
Setiap mineral dicirikan oleh pola belahan tertentu (bias satu arah atau lebih dengan dengan sudut antar belahan yang tertentu (lihat tabel 2.7 dan 2.8). Apabila suatu mineral dipotong dengan arah sayatan yang berlainan, maka dalam pengamatan mikroskopis akan memperlihatkan pola belahan yang berlainan pula (lihat foto 2.4). Sebagai contoh, pada mineral kelompok amfibol mempunyai sifat dua belahan yang membentuk sudut lancip. Tetapi sifat tersebut tak selalu nampak dalan sayatan tipis. Apabila mineral amfibol dipotong sejajar sumbu C kristalografinya, maka yang terlihat hanya belahanbelahan yang searah. Jadi kalau kita mendapati
mineral
kemungkinan mineral tersebut adalah kelompok amfibol.
2 4
dengan belahan satu arah, ada
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 2.4. Gambar kiri memperlihatkan kenampakan belahan pada mineral tremolit yang dipotong tegak lurus sumbu C kristalografi, sedangkan gambar kanan belahan yang terlihat saat mineral terpotong sejajar atau hampir sejajar sumbu C kristalografi.
Tabel 2.7 Mineral berdasarkan arah belahan (Kerr, 1977) Belahan 1 Arah Alunite Biotite Chlorite Chloritoid Corundum Cordierite Cancrinite Condrodite Clinozoisite Dumortierite Epidote Gypsum glouconite Heulandite Kaolinite Lepidolite Montmorillonite Mulite Monasite Muscovite Prehnite Pyrophyllite Phlogopite Piemontite Staurolite Stilpnomelansillimanite Thomsonite Topaz Talk Zoisite
Belahan 2 arah Andalusite Anorthoclase Anthophyllite Augite Aegirine Cummingtonite Diopsite Enstatite Gloucophane Grunerite Hornblende Hedenbergite Hyperstene Jadeite Laumontite Lamprobolite Microcline Natrolite Orthoclase Plagioclase Pumpellyte Pigeonite Riebeckite Rutile Scapolite Spodemene Scheelite Sphene Sanidine Tremolite-actinolite wollastonite
Belahan 3 Arah atau lebih Axinite Anhidrite Barite Corundum Calcite Diaspore Dolomite Halite Iddingsite Kyanite Lawsonite Magnesite Nepheline Perovskite Rutile Sulfur Siderite Spinel sphalerite
2.1 Indeks bias Setiap jenis mineral mempunyai indeks bias tertentu dan umumnya merupakan salah satu ciri khas. (lihat tabel 2.9). Pengukuran indeks bias dapat dilakukan secara relatif misal dengan
2 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
metode pergerakan garis "Becke" atau secara absolute misal dengan minyak imersi . Dalam praktikum ini hanya dilakukan pengukuran secara relatif, yaitu dengan metode pergerakan garis becke. Indeks bias yang akan diukur dibandingkan dengan indeks bias dari bahan yang standar seperti balsam kanada maupun kwarsa (relatif lebih kecil atau lebih besar). Cara ini dapat langsung digunakan pada mineral isotropis. Sedang pada mineral anisotropis, karena terdapat dua indeks bias yang berbeda, maka kedua mineral yang akan diukur, sumbu indikatrik panjang/pendeknya harus sejajar. Cara ini juga sangat susah , jika mineral yang diamati terdapat dalam suatu sayatan batuan, karena bahan disekitar mineral yang diamati lebih dari satu macam.
2.1.1. Pengukuran Indeks Bias Dengan Garis Becke Garis Becke adalah suatu garis terang yang timbul pada batas antara dua media yang saling bersentuhan, karena adanya perbedaan indeks bias dari kedua media tersebut. Garis Becke akan lebih jelas bila cahaya yang masuk dikurangi. Bila tubus dinaikkan (meja obyek diturunkan) maka garis becke akan bergerak ke media yang mempunyai indeks bias yang besar. Sebaliknya bila tubus diturunkan maka garis becke akan bergerak kearah media yang mempunyai indeks bias lebih kecil. Garis Becke
Garis GarisBecke Becke Fokus dinaikkan
Gelas Gelas peraga perag a
Kuarsa Kuarsa n == 1,490 1,490
Balsam Balsam Canada n1,780 = n = 1,510 1,510
Sumber Cahaya
Garnet Garnet n= 1,780
Gambar 2.5. Sketsa yang memperlihatkan terbentuknya garis Becke.
2 6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Foto 2.6 Memperlihatkan kenampakan garis Becke yang terbentuk di sekitar mineral. Gambar kiri mikroskop dalam keadaan focus. Gambar kanan Meja obyek diturunkan, garis Becke bergerak kedalam mineral, mengindikasikan bahwa indeks bias mineral lebih tinggi dari minyak imersi.
2.7 Relief Relief adalah kenampakkan yang timbul akibat adanya perbedaan indeks bias antara suatu mineral dengan media yang terdapat di sekitarnya,
karena
pada
umumnya
perekat sayatan tipis adalah balsam kanada, maka skala relief pembandingnya adalah balsam kanada. Jadi balsam kanada tidak mempunyai relief atau bereliefnya nol (nkb = 1,537). Mineral yang mempunyai perbedaan indeks bias yang besar dengan indeks bias balsam kanada (bisa lebih kecil maupun lebih besar) akan mempunyai relief yang tinggi sampai sangat tinggi dan sebaliknya. Mineral-mineral relief rendah sinar-sinarnya mempunyai indeks bias antar 1,543 - 1,493 atau 1,545- 1,599, mineral-mineral relief sedang mempunyai indeks bias antar 1,493 - 1,443 atau 1,600 - 1,699, sedangkan mineral-mineral relief tinggi - sangat tinggi mempunyai indeks bias >1,700 atau <1,44. Dalam pemerian mineral, kita biasanya memakai skala relief sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah (lihat foto 2.6).
Tabel 2.8. Hubungan harga indeks bias mineral dengan kenampakan reliefnya. Indeks Bias
Relief
Contoh Mineral
>1,40
Extrem
Rutil
1.78-1.90
Sangat Tinggi
Garnet (Almandin)
1.68-1.78
Tinggi
Epidot
1.57-1.68
Sedang
Beryl, Aktinolit
1.49-1.57
Rendah
Kuarsa
2 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 2.7. Memperlihatkan kenampakan relief beberapa mineral yang mewakili skala relief. Berturutturut searah jarum jam adalah garnet (relief sangat tinggi), beryl (relief sedang), dan kuarsa (relief rendah).
Kenampakan
relief suatu mineral adalah tergantung sinar mana yang sedang
bergetar sejajar dengan arah getar polarisator, jadi jika mineral anisotrop sinar-sinarnya mempunyai perbedaan indeks bias minimum dan indeks bias maksimum sangat besar maka akan menampakkan relief bervariasi (misal pada kalsit, muskovit).
Gambar 2.8. Kenampakan relief pada mineral muskovit. Foto kiri memperlihatkan relief tinggi, sebaliknya pada foto kanan, setelah meja obyek diputar 90⁰, muskovit memperlihatkan relief rendah.
Sayatan tipis yang standard, secara detil pada umumnya bentuk batas antara sayatan tipis mineral dengan semen perekat sangat tidak beraturan. Demikian juga antara butiran satu dengan butiran disebelahnya. Batas atas dan batas bawah dari sayatan tipis umumnya bergelombang.
2 8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
gelas penutup
Semen antara sayatan tipis dan gelas
Sayatan tipis batuan gelas preparasi
Gambar 2.9. Sketsa yang memperlihatkan morfologi semen perekat antara sayatan tipis dengan gelas penutup
Jika ada perbedaan indeks bias antara mineral dengan semen perekat, ketidakteraturan batas kedua media tersebut akan menyebabkan terkonsentrasinya atau tersebarnya cahaya oleh proses pemantulan dan pembiasan. Gejala ini akan menimbulkan efek relief tiga dimensi. Perbedaan indeks bias yang kecil akan menimbulkan efek relief yang lemah, sebaliknya perbedaan indeks bias yang besar akan menimbulkan relief yang kuat. Relief diamati pada posisi pararel nikol sebaiknya menggunakan lensa objektif sedang dan diafragma diperkecil.
Tabel 2.9 Indeks bias mineral (vide Kerr, 1977)
Index 1,40 – 1,46 (n) 1,412 ( ) 1,434 (n) 1,447 ( ) 1,454 ( ) 1,458-1,462 (n) 1,469 ( ) 1,472 ( ) 1,47-1,63 (n) 1,473-1,480 ( ) 1,473 ( ) 1,478-1,485 ( ) 1,48-1,61 (n) 1,48-1,49 ( ) 1,483-1,487 (n) 1,484 ( ) 1,485-1,493 ( ) 1,486 (t) 1,487 (n) 1,487 ( )
mineral Opal Trona Fluorite Borax Kernite Lechatelierite Tridymite borax palagonite Natrolite tridymite Chabazite Volcanic glass Chabazite Sodalite Cristobalite Natrolite Calcite Analcime Cristobalite
index 1,494-1,500 ( ) 1,496-1,499 ( ) 1,496-1,500 (t) 1,496-1,510 (n) 1,500-1,508 ( ) 1,500-1,526 (t) 1,50-1,57 (n) 1,501-1,505 ( ) 1,502 ( ) 1,505 ( ) 1,505-1,526 ( ) 1,506 ( ) 1,507-1,524 (n) 1,508 ( ) 1,509 ( ) 1,509-1,527 (t) 1,510 ( ) 1,512 ( ) 1,512-1,530 ( ) 1,513 ( )
2 9
mineral Stilbite Heulandite Cancrinite Hauvne Stilbite Dolomite Antigorite Heulandite Laumontite Mesolite Sepiolite Mesolite Cancrinite Leucite Leucite Magnesite Palygorskite Scolecite thomsonite Montmorillonite
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
1,488 ( ) 1,490-1,506 ( ) 1,492 ( ) 1,493-1,546 ( ) 1,518-1,522 ( ) 1,518-1,542 ( ) 1,519 ( ) 1,520 ( ) 1,522-1,536 ( ) 1,524-1,526 ( ) 1,525-1,530 ( ) 1,525-1,532 ( ) 1,526 ( ) 1,527-1,543 (t)
Kernite Sediolite Montmorillonite chrysotile microcline Thomsonite Scolecite Gypsum Anorthoclase Sanidine Microcline Albite Orthoclase Nepheline
1,514 ( ) 1,517-1,520 (n) 1,517-1,557 ( ) 1,518 ( ) 1,540 ( ) 1,540-1,571 (t) 1,541-1,552 ( ) 1,541-1,579 ( ) 1,544 (n) 1,5442 ( ) 1,545 ( ) 1,545-1,555 ( ) 1,546-1,560 ( ) 1,548 ( )
3 0
Laumontite Sanidine Chrysotile Orthoclase Trona Scapolite Oligoclase Biotite Halite Quartz Erionite Andesine Lizardite Polyhalite
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Lanjutan tabel Indeks Bias (Kerr, 1977)
Index 1,563 – 1,571 1,564 – 1,590 1,565 – 1,650 1,566 1,566 1,566 1,567 1,568 – 1,598 1,570 1,57 – 1,61 1,57 – 1,62 1,57 – 1,575 1,57 – 1,582 1,57 – 1,588 1,572 1,574 – 1,638 1,575 – 1,582 1,575 – 1,590 1,576 – 1,583 1,576 – 1,589 1,576 – 1,597 1,582 – 1,588 1,585 1,586 1,588 – 1,658 1,590 – 1,612 1,592 1,592 – 1,643 1,593 – 1,611 1,596 – 1,633 1,598 – 1,606 1,598 – 1,652 1,599 – 1,667 1,600 1,600 – 1,628 1,600 – 1,628 1,603 – 1,604 1,605 1,607 – 1,629 1,610 – 1,644 1,612 – 1,634 1,613 – 1,628 1,614 1,614 1,614 – 1,675 1,615 – 1,629 1,615 – 1,629 1,617 – 1,638 1,619 – 1,626
α ε γ ώ γ γ γ ώ α η η α γ α ώ γ α γ γ γ γ γ ε α α α ε α γ ε γ α γ γ α α α γ α γ α ε γ γ α ε α γ ε
Mineral
Index
Bytownite Beryl Lilite Brucite Dickite Kaolinite Polyhalite Beryl Anhydrite Chliacite Collophane Anorthite Bytownite Clinochlore Alunite Biotite Pennine Talc Pennine Gibbsite Clinochlore Anorthite Brucite Colemanite Prochlorite Glauconite Alunite Chondrodite Muscovite Siderite Phlogopite Anthophylite Prochlorite Pyrophylite Nephrite Tremolite-Actinolite Lazulite Lepidolite Topaz Glauconite Stilpnomelane Dravite (Tourmaline) Colemanite Anhydrite Horblende Elbaite (Tourmaline) Prehnite Topaz Dahlite
1,620 1,621 – 1,655 1,621 – 1,670 1,622 1,623 – 1,635 1,623 – 1,676 1,625 – 1,655 1,625 – 1,655 1,626 – 1,629 1,628 – 1,658 1,629 – 1,640 1,630 – 1,651 1,631 1,632 – 1,634 1,632 – 1,655 1,632 – 1,655 1,633 – 1,701 1,634 1,635 1,635 – 1,640 1,635 – 1,655 1,636 1,639 – 1,642 1,639 – 1,647 1,639 – 1,657 1,639 – 1,668 1,64 – 1,77 1,641 – 1,651 1,642 1,645 – 1,665 1,648 1,650 – 1,665 1,650 – 1,698 1,651 – 1,688 1,651 – 1,681 1,652 – 1,698 1,654 1,655 – 1,666 1,655 – 1,669 1,657 – 1,661 1,657 – 1,663 1,658 1,658 – 1,674 1,659 – 1,678 1,66 – 1,80 1,664 – 1,686 1,665 1,687 – 1,688 1,670 – 1,680
3 1
Mineral α α γ α ώ γ γ γ ε ε α ε γ ώ ώ ώ γ γ η α ώ α γ γ α γ α α α γ γ α α α α ώ γ γ α γ α ώ γ α γ γ α γ γ
Wollastonite Glaucophane Chondrodite Celestite Dahllite Anthophyllite Nephrite Tremolite-Actinolite Mellite Schoralite (Tourmaline) Andalusite Apatite Celestite Mellite Dravite (Tourmaline) Apatite Horblende Wollastonite Chamosite Forsterite Elbaite (Tourmaline) Barite Lazulite Andalusite Cummingtonite Glaucophane Allanite Monticellite Mullite Prehnite Barite Enstatite Diopside Spodumene Olivine Schorlite (Tourmaline) Mullite Jadeite Monticellite Sillimanite Grunerite Calcite Enstatite Dumortierite Allanite Cummingtonite Lawsonite Jadeite Forsterite
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB 3 ORTOSKOP NIKOL SILANG
Pengamatan ortoskop nikol silang, adalah pengamatan sifat-sifat optik mineral, dimana cahaya melewati dua lensa polarisator, yaitu polarisator bawah dan polarisator atas (analisator). Dengan ketentuan bahwa arah getar polarisator harus tegak lurus arah getar analisator. Sifat-sifat optik yang dapat diamati antara lain warna interferensi, birefringence (bias rangkap), orientasi optis, pemadaman dan sudut pemadaman maupun kembaran. 3.1. Warna Interferensi Warna interferensi adalah kenampakan wama sebagai manifestasi dari perbedaan panjang gelombang dua vektor cahaya yang bergetar saling tegak lurus yang melewati lintasan sayatan tipis kristal dengan kecepatan yang berbeda yang diteruskan melalui lensa analisator kepada mata pengamat. Warna interferensi adalah harga retardasi dari cahaya yang dibiaskan dan merambat melewati kristal. Semakin tebal sayatan tipis mineral, maka akan semakin besar harga retardasinya.Sebagai contoh, jika mineral kuarsa dengan sayatan standar tebal 0,03 mm mempunyai harga retardasi sekitar 250 nm yang dimanifestasikan sebagai warna abu-abu, maka ketika tebal sayatan mineral kuarsa 0,04 nm, harga retardasi kuarsa akan menjadi sekitar 350 nm, dan akan memperlihatkan warna interferensi kuning.
Gambar 3.1. Kenampakan mineral kuarsa dengan sayatan tipis standar (kiri) dan kenampakan kuarsa dengan sayatan lebih tebal (kanan).
3 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Cara menentukan warna interferensi Warna interferensi suatu mineral ditentukan pada saat mineral menunjukkan kenampakan terang maksimum atau pada saat kedudukan sumbu indikatrik mineral membentuk sudut 45⁰ dengan arah getar polarisator dan analisastor. Kedudukan kenampakan terang maksimum pada mineral adalah berselisih 45⁰ dengan kedudukan kenampakan gelam maksimum pada mineral, karena pada saat gelap maksimum kedudukan sumbu indikatrik mineral sedang sejajar atau tegak lurus dengan kedudukan kedua lensa polarisator. Sehingga untuk mmenentukan kedudukan terang maksimum akan lebih mudah menentukan lbih dahulu kedudukan gelap maksimum, baru kemudian memutar meja obyek sebesar 45⁰.
Gambar 3.2. Kenampakan gelap maksimum dan terang maksimum mineral piroksen.
Mineral dengan harga retardasi sekitar 350-450 nm mempunyai warna interfernasi relatif sama dengan mineral yang mempunyai harga retardasi sekitar 950-1000 nm, yang terlihat sebagai warna orange. Karena terjadi perulangan warna seperti yang terlihat dalam tabel Michel Levy, maka rangkaian warna interferensi dibagi menjadi beberapa orde, mulai dari orde pertama, kedua dan seterusnya. Mineral yang mempunyai retardasi tinggi ordenya, makin cerah (kuat) warnanya, misalnya kuning orde II lebih kuat dibandingkan kuning orde I (lihat tabel warna interferensi).
3 3
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 3.3 diagram warna interferensi Michel Levy(Nesse, 1991)
Seringkali kita kesulitan pada saat harus menentukan warna interferensi yang kita lihat apakah termasuk orde 1, orde 2, ataukah orde 3. Untuk memastikan orde mana warna interferensi yang kita amati, kadang perlu dilakukan pengecekan dengan menggunakan komparator yang mempunyai harga panjang gelombang tertentu, misal komparator keping gipsum dengan harga panjang gelombang 530 nm. 3.2.
Bias Rangkap (Birefringence) Cahaya yang masuk dalam media optis anisotrop akan dibiaskan menjadi 2 sinar, yang
bergetar dalam dua bidang yang saling tegak lurus. Harga bias rangkap merupakan selisih maksimum kedua indeks bias sinar yang bergetar melewati suatu mineral. Selisih maksimum sinar yang bergetar atau bias rangkap mineral adalah jika sinar yang bergetar adalah sinar yang mempunyai indeks bias maksimum dan indeks bias minimum. Pada mineral-mineral yang mempunyai sistem kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal selisih indeks bias maksimum terdapat pada sayatan yang sejajar sumbu C kristalografi, karena pada sayatan ini sinar yang bergetar adalah sinar biasa (ordiner) dan sinar luar biasa (extra ordiner) yang sesungguhnya.
3 4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Sedang untuk mineral-mineral yang bersistem kristal orthorombik, triklin, dan monoklin harga
selisih indeks bias maksimum terdapat pada sayatan yang dipotong sejajar
dengan bidang sumbu optik, karena pada sayatan ini sinar yang bergetar adalah sinar X (cepat) dan sinar Z (lambat). Sayatan-sayatan
diatas dalam
pengamatan
konoskop
akan
memperlihatkan gambar interferensi kilat (lihat BAB 4). Di dalan praktikum ini, karena peraga yang digunakan adalah mineral yang terdapat dalam sayatan tipis batuan, maka sebagian besar mineral tidak terpotong sejajar sumbu C (untuk uniaxial) maupun terpotong sejajar dengan bidang sumbu optik (untuk biaxial). Oleh karena itu dalam pengamatan ini tidak semua mineral dapat ditentukan bias rangkapnya, tetapi hanya bias ditentukan selisih indeks bias sinar yang sedang bergetar (bisa selisih maksimum bisa tidak maksimum).
3 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Tabel 3.1 harga bias rangkap beberapa mineral (Kerr, 1977) Birefringence 0,00 – 0,002 0,00 – 0,002 0,00 – 0,003 0,00 – 0,004 0,001 0,001 0,001 0,001 – 0,004 0,001 – 0,011 0,002 – 0,010 0,003 0,003 – 0,004 0,003 - 0,004 0,004 0,004 0,004 – 0,006 0,004 – 0,008 0,004 – 0,009 0,004 – 0,011 0,005 0,005 0,005 – 0,006 0,005 – 0,007 0,005 – 0,011 0,006 0,006 – 0,008 0,006 – 0,012 0,006 – 0,018 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 – 0,008 0,007 – 0,008 0,007 – 0,009 0,007 – 0,009 0,007 – 0,011 0,007 – 0,011 0,007 – 0,028 0,008 0,008 0,008 – 0,009
Mineral Analcime (possibly) Perovskite Serpophite Haliyne (occas) Leucite Mesolite Hallosyte Pennine Prochlorite Chabazite Cristobalite Apatite Nepheline Tridymite Riebeeckite Idocrase Beryl Dahllite Clinochore Collophane Kaolinite Mellite Anorthoclase Clinozoisite Dickite Stilbite Thomsonite Zoisite Sanidine Heulandite Andesine Scolecite Microcline Chamosite Labradorite Antigorite Oligoclase Andalausite Cordierite Cancrinite Chalcedony Orthoclase Corundum
Birefringence 0,008 – 0,009 0,008 – 0,011 0,009 0,009 0,009 0,009 – 0,010 0,009 – 0,011 0,010 – 0,012 0,010 – 0,015 0,010 – 0,016 0,01 – 0,03 0,010 – 0,036 0,011 - 0,013 0,011 – 0,014 0,011 – 0,020 0,012 0,012 0,012 – 0,013 0,012 – 0,023 0,013 – 0,016 0,013 – 0,018 0,013 – 0,027 0,014 0,014 – 0,018 0,014 – 0,045 0,015 – 0,023 0,016 0,016 – 0,025 0,018 – 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 – 0,025 0,019 – 0,026 0,020 0,020 – 0,023 0,020 – 0,032 0,020 – 0,033 0,021 0,021 – 0,025 0,021 – 0,033 0,022 0,022 – 0,027
3 6
Mineral Enstatite Bytownite Celestite Gypsum Quartz Topaz Albite Axinite Staurolite Hypersthene Allanite Scapolite Anorthite Chrysolite Dumortierite Barite Mullite Natrolite Jadeite Chloritoid Glaucophane Spodumene Wollastonite Monticellite Epidote Albite Kyanite Anthophylite Hedenbergite Brucite Lawsonite Polyhalite Dravite Horblende Alunite Silimanite Glauconite Prehnite Monmorilonite Augite Pigeonite Gibsite Nephrite
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Lanjutan harga bias rangkap (Kerr, 1977) Birefringence 0,022 – 0,027 0,022 – 0,040 0,025 – 0,029 0,026 – 0,072 0,027 – 0,035 0,029 – 0,031 0,029 – 0,037 0,030 – 0,035 0,030 – 0,050 0,033 – 0,059 0,035 – 0,040 0,036 – 0,038 0,037 - 0,041 0,037 – 0,041 0,037 – 0,059 0,038 – 0,044 0,042 – 0,051 0,042 – 0,054
Mineral Tremolite – actinolite Schorlite Cummingtonite Lamprobolite Chondrodite Diopside Aegirine-augite Hydromuscovite Talc Biotite Forsterite Lazulite Olivine Muscovite Aegirine Iddingsite Fayalite Grunerite
Birefringence 0,044 0,044 – 0,047 0,045 0,048 0,048 0,049 – 0,051 0,060 – 0,062 0,061 – 0,082 0,092 – 0,141 0,097 0,105 0,156 0,172 0,180 – 0,190 0,191 – 0,199 0,231 – 0,242 0,286 – 0,287
Mineral Anhydrite Phlogopite Lepidolite Diaspore Pyropyllite Monazite Zircon Piedmontite Sphene Cassiterite Jarosite Aragonite Calcite Dolomite Magnesite Siderite Rutile
Tabel 3.2 Indeks bias mineral-mineral isotropis (Kerr,1977) Relief Moderate relief
Low Relief
Moderate to Strong Relief
Very High Relief
Mineral Opal Fluorite Lechatelierte Sodalite Analcine Hauyne
Indexs 1,40 - 1,46 1,434 1,458 – 1,462 1,483 – 1,487 1,487 1,496 – 1,510
Balsam = 1,537 Halite Halloysite Serphopite Cliachite Collophane Periclase Glossularite Pyrope Almandite GARNET Spessarite GROUP Uvarovite Andradite Limonite Spinel Chromite Perovskite Sphalerite
1,544 1,549 – 1,561 1,50 – 1,57 1,57 – 1,61 1,57 – 1,62 1,738 – 1,760 1,736 – 1,763 1,741 – 1,760 1,778 – 1,815 1,792 – 1,820 1,838 – 1,870 1,837 – 1,887 2,00 – 2,10 1,72 – 1,78 2,07 – 2,16 2,34 – 2,38 2,37 – 2,47
Volcanic glass (mineraloid) Palagonite (mineraloid)
1,48 – 1,61 1,47 – 1,63
3 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Cara menentukan harga bias rangkap: a.
menentukan warna interferensi maksimum serta ordenya (lihat tabel warna interferensi Michel Levy di bawah).
b.
potongkan garis vertikal sebagai harga retardasi pada warna interferensi dengan garis horisontal harga ketebalan sayatan (standart 0,03 mm), dan tentukan titik potongnya.
c.
melalui titik potong tersebut, tarik garis miring hingga memotong garis paling atas/kanan, kemudian baca harga birefringence atau selisih harga indeks biasnya.
a) b) c)
Gambar 3.4. Urutan cara penentuan warna interferensi dan besarnya bias rangkap minera (Gmbar dari Nesse, 1991).
3.3. Orientasi Optik Orientasi optik merupakan hubungan antara sumbu panjang kristalografi mineral dengan sumbu indikatriknya (arah getar sinar). Pada umumnya sumbu panjang kristalografi pada mineral merupakan sumbu c kristalografi. Tetapi pada kelompok kristalografi merupakan sumbu terpendek, sedang
filosilikat umumnya sumbu C
yang paling panjang adalah sumbu a
kritalografi. Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan lebih lanjut, kita anggap bahwa sumbu panjang kristalografi adalah sumbu kristalogarfi C. Tetapi anggapan ini tidak berlaku untuk perkecualian seperti pada filosilikat. Kedudukan sumbu sinar suatu mineral terhadap sumbu kristalografinya adalah tertentu. Jadi orientasi optik pada mineral juga tertentu.
3 8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Orientasi optik "Length Slow" apabila sumbu panjang mineral (C) sejajar atau hampir sejajar sumbu indikatrik sinar lambat ( Z). Orientasi optik “Length Fast” apabila sumbu panjang mineral (C) sejajar atau hampir sejajar sumbu indikatrik sinar cepat (X). Pada beberapa mineral (contoh olivin) kedudukan sumbu panjang kristalografinya berimpit dengan sumbu indikatrik sinar Y (sinar intermediet). Oleh karenanya orientasi optik mineral olivin sangat tergantung pada arah sayatannya. Pada sayatan yang tegak lurus sumbu indikatrik sinar X, sinar yang bergetar pada mineral adalah sinar Y dan sinar Z, sehingga sinar Y berperan sebagai sinar cepat. Orientasi optik mineral olivin yang disayat demikian mempunyai orientasi optik "length fast" (sumbu C berimpit dengan sumbu indikatrik sinar cepat). Sebaliknya kalau disayat tegak lurus sumbu sinar Z, sinar yang bergetar adalah sinar X dan sinar Y. Sinar Y berperan sebagai
sinar lambat, sehingga orientasi optik mineral olivin pada pada sayatan
demikian adalah "length slow".
Gambar 3.5 memperlihatkan mineral yang mempunyai orientasi optis Length Slow (kiri) dan orientasi optis length Fast (kanan)
Sumbu indikatrik mineral merupakan sumbu khayal. Untuk menentukan kedudukannya dipakai komparator/kompensator (misal keping gypsum atau keping mika) yang sudah ditentukan kedudukan sumbu indikatriknya, yaitu sinar cepat (X) berkedudukan NW - SE dan sinar lambat (Z) berkedudukan NE-SW. Addisi adalah gejala yang terjadi apabila sumbu indikatrik sinar Z mineral sejajar dengan sumbu indikatrik sinar Z komparator. Gejala ini terlihat dengan adanya penambahan warna interferensi (karena bertambahnya retardasi).
3 9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Substraksi adalah gejala yang terjadi apabila sumbu indikatrik sinar Z mineral tegak lurus dengan sumbu indikatrik sinar Z komparator. Gejala ini terlihat dengan adanya pengurangan warna interferensi (karena berkurangnya retardasi). Dalam pengamatan suatu mineral apabila meja obyek diputar lebih dari 90°, maka akan bisa diamati baik gejala adisi maupun substraksi. Gejala mana bisa dilihat, tergantung kedudukan sumbu indikatrik mineral terhadap sumbu indikatrik komparator.
Gambar 3.6. Gambar kiri memperlihatkan kedudukan mineral saat memperlihatkan warna interferensi maksimum. Gambar tengah memperlihatkan gejala adisi (penambahan warna) saat dimasukkan komparator keping gipsum. Gambar kanan, setelah meja obyek diputar 90⁰, mineral memperlihatkan gejala substraksi (pengurangan warna).
a.
menentukan kedudukan sumbu panjang mineral
b.
Menentukan kedudukan sunbu indikatrik mineral agar posisinya diagonal terhadap arah getar polarisator/analisator (kita tidak tahu mana sinar yang cepat dan mana sinar yang lambat). Kedudukan sumbu indikatrik pada posisi diagonal adalah pada waktu mineral memperlihatkan warna interferensi maksimum (warna interferensi minimum/gelap maksimum terjadi jika kedudukan sumbu indikatriknya sejajar dengan arah getar polarisator/analisator).
c.
lihat apakah pada waktu terang maksimum kedudukan sumbu panjang kristalografi ada di sebelah kiri atau kanan dari kedudukan diagonal. Kalau kedudukan sumbu panjang kristalografi ada disebelah kiri kedudukan diagonal, maka kedudukan sumbu indikatrik yang terdekat dengan sumbu panjang kristalografi ada disebelah kanannya (+).
d.
masukkan komparator (keping gips).
e.
misal terjadi gejala addisi
langsung
gambar
kedudukan sumbu indikatrik mineral
(misalnya sinar Z sejajar sumbu indikatrik sinar Z komparator.
4 0
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
f.
lihat posisi sumbu indikatrik mineral terhadap sumbu panjang kristalografi mineral.
g.
jika sumbu Z sejajar atau kurang dari 45" terhadap sumbu panjang kristalografi (C) maka orientasi optiknya adalah "Length Slow", jika sumbu X sejajar atau kurang dari 45° terhadap sumbu panjang (C) maka orientasinya adalah "Length Fast".
Gambar 3.7. Prosedur penentuan orientasi optik. Gambar kiri memperlihatkan posisi mineral saat warna interferensi maksimum. Gambar tengah mineral memperlihatkan gejala adisi (penambahan warna) menjadi biru saat dimasukkan komparator keping gipsum. Gambar kanan, menentukan kedudukan sumbu indikatrik mineral yang sejajar dengan sumbu indikatrik komparator.
3.4. Pemadaman dan Sudut Pemadaman Pemadaman adalah gejala dimana mineral memperlihatkan kenampakan gelap maksimum, hal ini terjadi apabila sumbu indikatrik (arah getar sinar) mineral sejajar dengan arah getar polarisator atau analisator. Pada pengamatan mineral anisotrop, apabila meja obyek diputar 360°, maka akan terjadi gelap maksimum empat kali. Tidak semua mineral memperlihatkan pemadaman yang sempurna, ada yang pemadamannya bintik-bintik (misal pada Biotit) dan ada yang pemadamannya bergelombang (misal pada Kuarsa).
Sudut pemadaman Sudut Pemadaman adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu panjang kristalografi (sb C) dengan sumbu indikatrik mineral (baik sinar cepat atau sinar lambat).
Sudut Pemadaman = C ^ X atau C ^ Z
4 1
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Ada 3 macam sudut pemadaman : a. Parallel Apabila sumbu C sejajar atau tegak lurus dengan sumbu indikatrik mineral atau C ^ X,Z = 0° atau C ^ X,Z = 90°. b. Miring Apabila sumbu C membentuk sudut dengan sumbu indikatrik mineral atau C ^ X,Z = 1°44°. c. Simetri Jika mineral menjadi padam pada kedudukan dimana benang silang membagi sudut yang dibentuk oleh dua arah belahan sama besar atau apabila sb C laembentuk sudut 45° dengan sumbu indikatrik mineral, C ^ X,Z = 45°
Paralel
Miiring
Simetri
Gambar 3.8. Kenampakan berbagai macam sudut pemadaman pada mineral. Gambar kiri sudut pemadaman paralel C ^ X,Z = 0° atau C ^ X,Z = 90° gambar tengah mineral dengan sudut pemadaman miring C ^ X,Z = 1° - 44°, dan gambar kanan mineral dengan sudut pemadaman simetri C ^ X,Z = 45°.
4 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Jika kedudukan sumbu indikatrik diseblah kanan sumbu c maka harga sudut pemadamannya adalah positip dan sebaliknya.
a⁰
a⁰
C ^ Z = + a⁰
C ^ Z = - a⁰
Gambar 3.9. Memperlihatkan kedudukan sumbu indikatrik sinar Z terhadap sumbu C kristalografi.
Cara menentukan sudut pemadaman a.
menentukan kedudukan sumbu panjang mineral
b.
menentukan kedudukan mineral pada saat warna interferensi maksimum (sumbu indikatrik posisinya diagonal).
c.
karena kedudukan sumbu indikatrik diagonal (N 45° E) maka kita harus mengetahui apakah sumbu panjang kristalografi mineral kedudukannya kurang dari 45° atau lebih
pada
saat
interferensi maksimum
dari 45 ° agar bisa ditentukan harga sudut
pemadamannya positip atau negatip. d.
masukkan keping komparator, amati apakah terjadi gejala addisi atau substraksi. Gambar kedudukan
sumbu
indikatrik
mineral
(sejajar
kedudukan
sumbu
indikatrik
komparator/diagonal). Catatan : prosedur a - d sama dengan prosedur menentukan orientasi optik. e. f.
a° adalah sudut pemadaman C^Z cara mengukur a° adalah meletakkan kedua garis yang membatasinya pada salah satu benang silang (merupakan arah getar polarisator/analisator) misalkan kita pakai benang silang vertikal.
g.
putar meja obyek ke kiri hingga sb c berimpit dengan benang silang tegak. Catat skala noniusnya, misal X° putar lagi meja obyek ke kiri hingga sumbu indikatrik sinar Z berimpit benang silang vertikal (dicirikan oleh pemadaman maksimum), catat misal X1°.
4 3
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
h.
sudut pemadaman
C ^ Z = Xo° = | X° - X1 °| C ^ X = - (90° - Xo°)
a)
b)
c)
Gambar 3.10. a) posisi mineral saat warna interferensi maksimum. b) mineral memperlihatkan gejala adisi menjadi biru saat dimasukkan komparator keping gipsum. C) menentukan kedudukan sumbu indikatrik mineral yang sejajar dengan sumbu indikatrik komparator yaitu 45⁰ terhadap belang silang..
d)
e)
f)
Gambar 3.11. d) Besarnya sudut pemadaman C ^ Z = + a⁰, e) Sumbu C kristalografi disejajarkan dengan benang silang vertikal, catat di nonius meja obyek sebagai X⁰ f) Sumbu indikatrik Z disejajarkan dengan benang silang vertikal, catat di nonius meja obyek sebagai X1⁰.
4 4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
3.5 Kembaran Pada
kenampakan
mikroskopis
kembaran
nampak
sebagai
lembar-lembar
yang
memperlihatkan warna interferensi dan pemadaman yang berbeda. Kenampakan tersebut dapat disebabkan karena pada waktu proses kristalisasi terganggu (kembaran tumbuh) atau karena adanya proses deformasi pada waktu kristal tersebut sudah terbentuk (kembaran deformasi). Secara deskriptif keduanya dapat dibedakan dengan melihat bentuk dari masing-masing lembar kembarannya. Kembaran tumbuh, lembar-lembar kembarannya tertentu dan
bidang
batasnya lurus. Sedang pada kembaran deformasi lebar lembar kembarannya berubah dan batasnya sering melengkung.
Gambar 3.12 Kenampakan beberapa jenis kembaran, berturut-turut searah jarum jam adalah Kembaran baveno pada diopsid, kembaran albit pada plagioklas, kembaran periklin (cross hatch) pada mikroklin, dan kembaran karlbad pada sanidin.
Kembaran tumbuh bisa terbentuk karena suatu kristal bagian-bagiannya mengalami rotasi secara mekanis antara satu dengan lainnya. Atau bisa terbentuk oleh karena pertumbuhan dua kristal atau lebih yang saling mengikat, sehinga membentuk satu wujud. Ada beberapa macam kembaran, dengan dasar pembagian yang bermacam-macam pula. Tetapi untuk kebutuhan praktikum ini, hanya kita bagi secara diskriptif praktis dengan melihat bentuk dan pola kembarannya saja. Bentuk-bentuk kembaran tersebut antara lain albit, karlbad, baveno, periklin ("cross hatch"), karlbad-albit. Bagaimanapun juga, kembaran sering mempunyai arti penting di dalam pengamatan mineral, terutama kembaran yang terdapat pada mineral
4 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
plagioklas. 3.5.1 Penentuan plagioklas dengan kembaran 3.5.1.1. Metode Michel Levy Kembaran pada plagioklas yang mengikuti “Hukum Albit” memiliki bidang kembaran sejajar dengan bidang (010). Untuk mengukur sudut pemadaman, carilah kristal plagioklas yang terpotong tegak lurus bidang {010} atau sejajar sumbu b, yang dicirikan oleh : 1. Garis-garis perpotongan
antara
bidang
komposisi
dengan bidang sayatan (garis-garis
kembaran) nampak jelas dan tajam. 2. Bila garis kembaran diletakkan sejajar dengan benang silang tegak maka semua lembar kembaran memberikan warna interferensi yang sama dan merata. 3. Besarnya sudut pemadaman untuk lembar kembaran yang menjadi gelap pada pemutaran meja obyek searah putaran jarum jam ( | x 0 – x1 | = P ) adalah sama dengan harga sudut pemadaman untuk lembaran yang menjadi gelap bila meja obyek diputar berlawanan arah jarum jam ( | x0 – x2 | = Q ) Selisih antara kedua sudut pemadaman
tersebut tidak boleh
lebih dari 6° ( | P - Q | ≤ 6° )
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka harga sudut pemadamannya adalah : (P+Q)/2 = Z°
Gambar 3.13. Cara penentuan jenis plagioklas dan sudut pemadaman lembar kembaran albit. A : kristal plagioklas dengan kembaran albit B . cara pengukuran sudut pemadaman dari kembaran albit ( Kerr,1977)
4 6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 3.14. Kurva untuk penentuan jenis plagioklas dengan kembaran albit (Michel Levy) ( Kerr,1977)
Untuk penelitian petrografi batuan beku, langkah tersebut harus dilakukan sebanyak mungkin, kemudian diambil harga sudut pemadaman yang paling besar (sudut pemadaman yang paling besar adalah yang paling nendekati sayatan yang tegak lurus bidang (010). Harga sudut pemadaman dimasukkan kedalam kurva Michel Levy sebagai ordinatnya kemudian tarik garis horisontal hingga menotong kurva yang ada. Dari perpotongan tersebut kita tarik garis ke bawah maka komposisi dan jenis plagioklasnya dapat diketahui. Bila harga sudut pemadaman kurang dari 20° maka harus kita ukur harga indeks biasnya. Plagioklas yang berkomposisi An0 – 20 memiliki indek bias lebih kecil daripada indek bias kanada balsam, sedangkan yang berkomposisi An21- 100 memiliki indek bias lebih besar daripada indek bias kanada balsam.
3.5.1.2.
Dengan kembaran Karlsbad-Albit
Carilah kristal plagioklas yang memperlihatkan kembaran Karlsbad-Albit yang terpotong tegak lurus bidang (010) yang dicirikan oleh : 1. Garis-garis perpotongan antara bidang komposisi dengan bidang sayatan (garis-garis kembaran) kelihatan jelas dan tajam.
4 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
2. Bila garis kembaran diletakkan sejajar dengan benang silang tegak maka semua lembar kembaran memberikan warna interferensi yang sama dan merata.
Salah satu kembaran carlsbad (misal sebelah kiri ) ditentukan dengan cara yang sama dengan metode sebelumnya yakni | X0 –X1 | + | X0 – X2 | 2
= S°
Dengan syarat | X0 –X1 | - | X0 – X2 | ≤ 6° Dan sudut pemadaman untuk lembar kembaran albit pada lembar kembaran carlsbad sebelah kanan adalah : | Y0 – Y1 | + |
Y0 – Y1| = T° 2
Dengan syarat | Y0 – Y1 | - | Y0 – Y2 | ≤ 6°
Harga sudut pemadaman diplot dengan grafik dimana harga sudut pemadaman yang lebih kecil sebagai ordinat sedangkan harga sudut pemadaman yang lebih besar diplot pada kurva, kemudian tarik garis horisontal dari sudut pemadaman yang lebih kecil, potongkan dengan kurva sudut pemadaman yang lebih besar. Dari perpotongan tersebut lalu ditarik garis kebawah maka jenis plagioklas dapat
diketahui. Bila harga sudut pemadaman kurang dari 20° maka harus
diketahui terlebih dahulu indek biasnya.
Gambar 3.15. Cara penentuan sudut pemadaman plagioklas dari kembaran Carlsbad-Albit (Kerr, 1977)
4 8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 3.16. Kurva untuk penentuan jenis Plagioklas dengan kembaran Carlsbad-Albit (Menurut F.E. wright, dari Kerr ,1977)
4 9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB 4 PENGAMATAN KONOSKOP
Cahaya pada kenampakan konoskop adalah cahaya konvergen, karena lensa kondensor akan menghasilkan cahaya mengkuncup yang menghasilkan suatu titik yang terfokus pada sayatan mineral. Cahaya tersebut kemudian melewati sayatan kristal dan kemudian ditangkap oleh lensa obyektif. Mikroskop dalam hal ini berfungsi sebagai teleskop untuk mengamati suatu titik tak terhingga melalui peraga (sayatan tipis kristal). Jadi kita tidak lagi melakukan pengamatan langsung pada peraga, tetapi yang kita lihat dalam mikroskop adalah kenampakkan gambar interferensi (isogire, isofase/isokrom, dan melatope). Dalam melakukan pengamatan gambar interferensi ini dipergunakan beberapa lensa, diantaranya lensa "Amici Bertrand” dan lensa-lensa yang lainnya seperti kondensor, polarisator maupun analisator.
4.1. Tujuan Dengan cara melakukan pengamatan gambar interferensi (isogir, melatop, isofase) akan dapat ditentukan: a. sumbu optik mineral (uniaxial atau biaxial) b. tanda optik mineral (positip atau negatif) c. sudut sumbu optik ( 2V ) d. arah sayatan
4.1.1.
Sumbu Optik Cahaya terpolarisir yang melewati mineral anisotrop, akan dibiaskan menjadi dua
sinar yang bergetar kesegala arah dengan kecepatan yang berbeda. Tetapi pada arah sayatan tertentu sinar akan dibiaskan kesegala arah dengan kecepatan sama. Garis yang tegak lurus dengan arah sayatan tersebut di.kenal sebagai Sumbu Optik. Pada mineral-mineral yang bersisitim kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal terdapat dua sumbu indikatrik (sumbu arah getar sinar), yaitu sumbu dari sinar ordiner (biasa) dan sinar ekstra ordiner (luar biasa). Pada mineral yang bersistim kristal tersebut, hanya ada satu kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala arah dengan kecepatan sama. Oleh
5 0
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
karena itu, mineral-mineral yang bersistem kristal tetragonal, hexagonal dan trigonal mempunyai Sumbu Optik Satu (Uniaxial). Sedangkan pada mineral-mineral yang bersistim kristal orthorombik, monoklin dan triklin terdapat tiga macam sumbu indikatrik, yaitu sumbu indikatrik sinar X (paling cepat), sinar Y (intermediet) dan sinar Z (paling lambat). pada mineral-mineral ini, ada dua kemungkinan arah sayatan, dimana sinar yang terbias bergetar ke segala arah dengan kecepatan sama. Oleh karena itu mineral-mineral yang bersistem kristal demikian mempunyai Sumbu Optik Dua (Biaxial). 4.1.2.
Tanda Optik
4.1.2.1. Tanda Optik Mineral Sunbu Satu
Kecepatan sinar ordiner dan ekstra ordiner pada kristal sumbu satu (uniaxial) adalah tidak sama. Pada mineral tertentu sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner, tetapi pada mineral lain sinar ordiner bisa lebih cepat dari sinar ekstra ordiner. Untuk mempermudah pembahasan dari keragaman tersebut dibuat kesepakatan bahwa mineral uniaxial yang mempunyai sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner diberi Tanda Optik Negatif. Sebaliknya untuk mineral uniaxial yang mempunyai sinar ordiner lebih cepat dari sinar ekstra ordiner diberi Tanda Optik Positif.
4.1.2-2. Tanda Optik Mineral Sumbu Dua Pada mineral sumbu dua, kecepatan sinar X,sinar Y dan sinar Z adalah tertentu, artinya pada setiap mineral sinar X merupakan sinar yang paling cepat, sinar Y merupakan sinar intermediet dan sinar Z merupakan sinar paling lambat. Yang membedakan antara mineral satu dengan lainnya adalah kedudukkan/posisi dari sumbu indikatrik sinar-sinar tersebut dikaitkan dengan Garis Bagi Sudut Sumbu Optik. Mineral sumbu dua dikatakan mempunyai Tanda Optik Positif, jika sumbu indikatrik sinar Z berimpit dengan Garis Bagi Sudut Lancip (Bsl) atau Centred Acute Bisectrix (Bxa) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan Garis Bagi Sudut Tumpul (Bst) atau Centred Obtuse Bisectrix (Bxo). Sebaliknya jika sumbu indikatrik sinar Z berimpit dengan Garis Bagi Sudut Tumpul (Bst) dan sumbu indikatrik sinar X berimpit dengan Garis Bagi sudut Lancip (Bsl), maka mineral tersebut mempunyai Tanda Optik Negatif.
5 1
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi 4.1.3.
Sudut Sumbu Optik (2V) Adalah sudut yang dibentuk oleh dua sumbu optik. oleh karena itu sudut sumbu optik
hanya didapatkan pada mineral sumbu dua. Pada sayatan tertentu, dengan memperhatikan gambar interferensinya, dapat dihitung besarnya sudut sumbu optik. 4.2.
Gambar Interferensi Kristal Sumbu Satu (Uniaxial) dan Penentuan
Tanda Optiknya. Ada beberapa kenampakkan gambar interferensi pada kristal sumbu satu. Kenampakan ini sangat bergantung pada arah sayatan terhadap sumbu optik. (lihat gambar). 4.2.l. Gambar Interferensi Terpusat Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sumbu optiknya (sayatan isotropik). Memperlihatkan isogire dengan empat lengan, serta melatop persis di tengah. Memperilhatkan gelang-gelang warna (isofase), banyaknya gelang-gelang
ini sangat
bergantung pada harga bias rangkap masing-masing mineral. Makin besar harga bias rangkapnya, makin banyak gelang-gelang warnanya. Bila meja obyek diputar 360°, gambar interferensi tidak berubah sama sekali.
Gambar 4.1. Interferensi terpusat, mineral dengan bias rangkap kuat (kiri) dan bias rangkap lemah (kanan)
5 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Cara Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Terpusat
Komponen sinar luar biasa selalu bergetar di dalam bidang yang memotong bidang pandangan sebagai jari-jari. (lihat gambar 4.2.)
Untuk mengetahui apakah sinar luar biasa merupakan sinar lambat atau cepat, maka dipergunakan komparator.
Jika kwadran l dan 3 menunjukan gejala adisi (warna biru), sedang kwadran 2 dan 4 menunjukkan gejala substraksi (warna kuning-orange)berarti sinar luar biasa merupakan sinar lambat, maka kristal mempunyai tanda optik positip. Sebaliknya jika kwadran l dan 3 menunjukkan gejala substraksi, kwadran 2 dan 4 menunjukkan gejala adisi, mineral mempunyai tanda optik negatif. ε
+
-
Gambar 4.2. Penentuan tanda optic gambar interferensi terpusat sumbu satu
4.2.2. Gambar Interferensi Tak Terpusat
Terdapat pada sayatan Kristal yang dipotong miring terhadap sumbu optik.
Melatop dapat kelihatan dapat tidak (tetapi tidak ditengah-tengah).
Penentuan tanda optik sama dengan gambar interferensi terpusat, tetapi harus terlebih dahulu menentukan posisi setiap kwadrannya.
Gambar 8.3 Kenampakan gambar interferensi tak terpusat dan cara penentuan kuadrannya
5 3
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi 4.2.3.
Gambar Interferensi Kilat
Sayatan sejajar sumbu C / sumbu optik
Sayatan ini nengandung arah getar sinar luar biasa sesungguhnya. Gambar interferensi pada posisi 0° hampir sama dengan sayatan terpusat. Perbedaannya isogirnya lebih lebar dan apabila meja objek di putar maka isogirnya ini akan pecah dan bergerak secara diagonal searah sumbu optiknya.
Penentuan tanda optik caranya sana dengan sayatan yang lain, bedanya harus ditentukan dulu arah sumbu optiknya(arah getar sinar luar biasa sesungguhnya).
Pada saat meja obyek diputar < 5°, isogir akan terpecah dan bergerak menghilang dari medan pandangan (gambar kiri). Kuadran dimana isogir bergerak menghilang adalah kuadran dimana sumbu optic bergerak. Setelah meja obyek diputar pada posisi 45° , isogire
menghilang,
dan
kemungkinan
yang
Nampak
adalah
isokrom,
yang
memperlihatkann bentuk konkap kearah luar.( lihat gambar 8.4 )
Gambar 4.4. Gambar interferensi kilat pada kristal sumbu satu. Arah pergerakan isogir adalah arah sumbu optik.
Penentuan tanda optik gambar interferensi kilat sumbu satu
amati arah pergerakan menghilangnya isogir
arah pergerakan tersebut merupakan arah pergerakan sumbu optik
kemudian masukkan komparator (keping gypsum)(lihat gambar 8.5)
amati perubahan warna interferensinya. Jika terjadi adisi (medan pandang menjadi biru) maka yang bergetar sejajar sinar luar biasa adalah sinar lambat, dengan demikian tanda optiknya positif. Sedang jika terjadi substraksi (medan pandang menjadi orange) maka sinar luar biasa adalah sinar cepat, jadi tanda optiknya negatif.
5 4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 4.5 Penentuan tanda optik gambar interferensi kilat 4.3 Gambar Interferensi Kristal Sumbu Dua dan Penentuan Tanda Optiknya.
Terbentuknya gambar interferensi, yaitu isogir dan gelang-gelang warna pada sumbu dua sama dengan sumbu satu. Perbedaannya karena ada dua sumbu optik, maka kenampakkan macam gambar interferensinya akan lebih banyak. Berdasar arah sayatan, pada kristal sumbu dua terdapat lima jenis gambar interferensi, yaitu : a) Gambar interferensi sumbu optik (Centred Biaxial Optic Axis) b) Gambar interfernsi garis bagi sudut lancip (BS1) atau Centred Acute
Bisectrix (Bxa) c) Gambar interfernsi gars bagi sudut tumpul (BSt) atau Centred Obtuse
Bisectrix (Bxo) d) Gambar interfernsi kilat (Centred Optic Normal atau Biaxial Flash Figure) e) Gambar interfernsi tak terpusat (Random Orientations ) 4.3.1. Gambar Interferensi Sumbu Optik Terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus sb optik Tanya nampak satu lengan isogir Tergerakkan isogir berlawanan dengan pergerakan meja objek. Gambar interferensi ini paling baik untuk menentukan sudut sumbu optik ( 2V ).
Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Sumbu Optik
Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar Z, dan tanda optic negatif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar X ( Bst berimpit dengan sinar Z ).
5 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Arah getar sinar Y selalu tegak lurus dengan bidang sumbu optik (Bso). Maka pada gambar interferensi sumbu optik arah getar sinar Y merupakan garis singgung dari isogire
Sinar yang bergetar adalah sinar Y dan sinar yang berimpit dengan Bst ( karena pada sayatan ini Bst membentuk sudut kurang dari 45° terhadap sayatan putar meja obyek sehingga kedudukan isogire diagonal (misal seperti gambar 8.7)
Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada sisi cembung isogire
Jika terjadi gejala adisi maka sinar Y adalah sinar yang lebih cepat, berarti sinar lain yang bergetar tegak lurus terhadapnya adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z
Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bst, maka tanda optiknya adalah negative
Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya positif
Gambar 4.7 Penentuan tanda optik gambar interferensi sumbu optik
4.3.2. Gambar Interferensi BS1, BSt dan Kilat
Gambar interferensi BS1 terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus terhadap garis bagi sudut lancip.
Gambar interferensi BSt terdapat pada sayatan yang dipotong tegak lurus terhadap garis bagi sudut tumpul.
Gambar interferensi kilat terdapat pada yang mengandung sumbu sinar X dan Z. ( bidang sumbu optik ).
Kenampakkan gambar interferensi jenis Bsl, Bst dan kilat
mempunyai suatu
kesamaan yang juga dliailiki interferensi kilat sumbu satu.
Untuk membedakan
ketiga jenis gambar interferensi ini, perlu diperhatikan lebar
dan kecepatan gerak isogir.
Lebar isogir berturut-tuirut dari gambar interferensi Bsl, Bst dan kilat adalah sempit dan jelas kemudian makin lebar dan kabur. (lihat gambar 8.8, 8.9, 8.10).
5 6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Kecepatan geraknya untuk gambar interl-erensi Bsl, setelah 14° akan hilang dari medan pandangan.
Gambar interferensi Bst hilang sebelum l4°, gambar interferensi kilat hilang setelah 2°. Penentuan Tanda Optik Gambar interferensi BS1 Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang
berimpit dengan Bsl adalah sinar Z (Bst berimpit dengan sinar X), dan tanda optik negatif jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar X ( Bst berimpit dengan sinar Z ) Sinar yang bergetar adalah sinar Y dan sinar yang berimpit dengan Bst Arah getar sinar Y selalu tegak lurus dengan bidang sumbu optik (Bso). Oleh karenanya
pada gambar interferensi Bsl arah getar sinar Y merupakan garis singgung dari kedua isoogire, sedang Bst searah pergerakan isogire Putar meja obyek sehingga sehingga terlihat salip sumbu seperti gambar interferensi kilat
sumbu satu Putar meja obyek lagi sehingga kedudukan isogire diagonal (misal seperti gambar 8.11) Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada sisi cembung isogire Jika terjadi gejala adisi maka sinar Y adalah sinar yang lebih cepat, berarti sinar lain
yang bergetar tegak lurus terhadapnya adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bst, maka tanda optiknya adalah negatif Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya positif
Gambar 4.11 penentuan tanda optik gambar Interterensi Bsl
Penentuan Tanda Optik Gambar interferensi BSt Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang
berimpit dengan Bsl adalah sinar Z (Bst berimpit dengan sinar X), dan tanda optik negatif
5 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
jika sinar yang berimpit dengan Bsl adalah sinar X ( Bst berimpit dengan sinar Z ) Sinar yang bergetar adalah sinar Y dan sinar yang berimpit dengan Bsl Arah getar sinar Y selalu tegak lurus dengan bidang sumbu optik (Bso). Oleh karenanya
pada gambar interferensi Bst arah getar sinar Y merupakan garis singgung dari kedua isogire, sedang Bsl searah pergerakan isogire Putar meja obyek sehingga sehingga terlihat salip sumbu seperti gambar interferensi kilat
sumbu satu Putar meja obyek lagi sehingga kedudukan isogire bergerak diagonal (misal seperti
gambar 8.12) Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada seluruh medan
pandangan
Gambar 4.12 Penentuan tanda optik gambar interferensi Bst
Jika terjadi gejala adisi maka sinar Y adalah sinar yang lebih cepat, berarti sinar lain yang
bergetar tegak lurus terhadapnya adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bsl, maka tanda optiknya adalah positif Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya negative
Penentuan Tanda Optik Gambar Interferensi Kilat Pada mineral sumbu dua berlaku ketentuan bahwa tanda optik positif jika sinar yang
berimpit dengan Bsl adalah sinar Z (Bst berimpit dengan sinar X), dan tanda optik negatif jika sinar yang berimpit dengan BS1 adalah sinar X ( BSt berimpit dengan sinar Z ) Sinar yang bergetar adalah sinar yang berimpit dengan Bst dan sinar yang berimpit
5 8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
dengan Bsl Pada gambar interferensi ini pergerakan isogire adalah kearah garis bagi sudut lancip
(Bsl), sehingga arah Bst merupakan garis singgung kedua isogire Putar meja obyek sehingga sehingga terlihat salip sumbu seperti gambar interferensi kilat
sumbu satu Putar meja obyek lagi sehingga kedudukan isogire bergerak diagonal (misal seperti
gambar 8.13) Masukkan komparator dan amati perubahan warna interferensi pada
seluruh medan
pandangan Jika terjadi gejala adisi maka sinar yang berimpit dengan Bst adalah sinar yang lebih
cepat (sinar X), berarti sinar lain yang bergetar searah dengan Bsl adalah sinar yang lebih lambat yaitu sinar Z Dengan demikian sinar Z berimpit dengan Bsl,maka tanda optiknya adalah positif Sebaliknya jika terjadi gejala subtraksi, maka tanda optiknya negative
Gambar 4.13 Penentuan tanda optik gambar interferensi kilat
4.3.3 Gambar interferensi tak terpusat Gambar interferensi ini terdapat pada mineral yang disayat tidak tegak lurus sumbu optik, tidak tegak lurus Bst, tidak tegak lurus Bsl dan juga tidak sejajar bidang sumbu optik. Kenampakkan isogire pada gambar interferensi ini, bila meja obyek diputar akan bergerak secara tidak teratur untuk kemudian menghilang dari medan pandangan. Karena pergerakkannya yang tidak teratur maka gambar interferensi ini tdak bias untuk menentukan tanda optik mineral yang bersangkutan maupun sudut optiknya (2V). Tetapi dalam kenyataannya gambar interferensi ini paling sering dijumpai, karena sayatan jenis ini kemungkinannya paling banyak
5 9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Tabel 4.1. Mineral-mineral bersumbu optis uniaxial (Kerr, 1977) Mineral Calcite Canerinite Dolomite Magnesite Nepheline Scapolite Beryl Siderite Dravite Elbaite Dahlite Melilite Schorlite Apatite Idocrase Jarosite Corundum Hematite Mineral Quartz Brucite Alunite Zircon Cassiterite Rutile
ni 1,486 1,496 – 1,500 1,500 – 1,526 1,509 – 1,527 1,527 – 1,543 1,540 – 1,571 1,564 – 1,590 1,596 – 1,633 1,613 – 1,628 1,615 – 1,629 1,619 – 1,626 1,626 – 1,629 1,628 – 1,658 1,630 – 1,651 1,701 – 1,726 1,715 1,759 – 1,763 2,94 nw 1,5442 1,566 1,572 1,925 – 1,931 1,996 2,603 – 2,616
nw 1,658 1,507 – 1,524 1,680 – 1,716 1,700 – 1,726 1,530 – 1,547 1,550 – 1,607 1,568 – 1,598 1,830 – 1,875 1,632 – 1,655 1,635 – 1,655 1,623 – 1,635 1,632 – 1,634 1,652 – 1,698 1,633 – 1,655 1,705 – 1,732 1,820 1,767 – 1,772 3,22 ni 1,5533 1,585 1,592 1,985 – 1,993 2,093 2,889 – 2,903
6 0
Sign _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ Sign + + + + + +
Biefringence 0,172 0,007 – 0,028 0,180 – 0,190 0,191 – 0,199 0,003 – 0,004 0,010 – 0,036 0,004 – 0,008 0,234 – 0,242 0,019 – 0,025 0,015 – 0,023 0,004 – 0,009 0,005 – 0,006 0,022 – 0,040 0,003 – 0,004 0,004 – 0,006 0,105 0,008 - 0,009 Biefringence 0,009 0,019 0,020 0,060 – 0,062 0,097 0,286 – 0,287
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Tabel 4.2. Mineral-mineral bersumbu optis biaxial negatif (Kerr, 1977) Mineral Monmorillonite Stilbite Scolecite Sanidine Orthoclase Microcline Anorthoclase Aragonite Oligoclase Cordierite Hydromuscovite Talc Biotite Andesine Polyhalite Phlogopite Pyrophilte Antigorite Muscovite Lepidolite Kaolinite Bitownite Anorthite Pennine Glauconite Tremolit-actinolite Nephrite Lazulite Horblende Wollastonite Chamosite Glaucophane Andalusite Allanite Monticellite Olivine Grunerite Dumortierite Lamprobolite Hypersthene Iddingsite Axinite Rieberckite Kyanite Epidote Aegirine Fayalite
nα 1,492 1,494 – 1,500 1,512 1,517 – 1,520 1,518 1,518 – 1,522 1,522 – 1,536 1,530 1,532 – 1,545 1,532 – 1,552 1,535 – 1,570 1,538 - 1,545 1,541 – 1,579 1,543 – 1,533 1,548 1,551 – 1,362 1,532 1,555 – 1,564 1,556 – 1,570 1,560 1,561 1,563 - 1,571 1,571 – 1,575 1,575 – 1,582 1,590 – 1,612 1,600 – 1,628 1,600 – 1,628 1,603 – 1,604 1,614 – 1,675 1,620 1,621 – 1,655 1,629 – 1,640 1,640 – 1,770 1,641 – 1,651 1,651 – 1,681 1,657 – 1,663 1,639 – 1,678 1,670 – 1,692 1,673 – 1,715 1,674 – 1,730 1,678 – 1,684 1,693 1,712 1,720 – 1,734 1,745 – 1,777 1,805 – 1,835
nγ 1,313 1,498 – 1,504 1,519 1,523 - 1,525 1,524 1,522 – 1,526 1,525 - 1,539 1,582 1,536 – 1,548 1,536 – 1,562 1,575 – 1,590 1,574 – 1,638 1,548 – 1,558 1,562 1,598 - 1,606 1,588 1,562 – 1,573 1,587 – 1,607 1,598 1,565 1,567 – 1,577 1,577 – 1,583 1,576 – 1,582 1,609 – 1, 643 1,613 – 1,644 1,613 – 1,644 1,632 – 1,633 1,618 – 1.691 1,632 1,635 1,638 - 1,664 1,633 – 1,644 1,650 – 1,770 1,646 – 1,662 1,670 – 1,706 1,684 – 1,697 1,684 – 1,691 1,683 – 1,730 1,678 – 1,728 1,715 - 1,763 1,685 – 1,692 1,695 1,720 1,724 – 1,763 1,770 – 1,823 1,838 – 1,877
6 1
nλ 1,313 1,300 - 1,308 1,319 1,324 – 1,326 1,326 1,525 – 1,530 1,527 – 1,541 1,686 1,541 – 1,552 1,539 – 1,570 1,565 – 1,605 1,575 – 1,590 1,574 – 1,638 1,552 – 1,562 1,567 1,598 – 1,606 1,600 1,562 0 1,573 1,593 – 1,611 1,605 1,566 1,571 – 1,582 1,582 – 1,588 1,576 – 1,583 1,610 – 1,644 1,625 – 1,633 1,625 – 1,655 1,639 – 1,642 1,633 – 1,701 1,634 – 1,692 1,639 – 1,668 1,639 – 1,647 1,660 – 1,800 1,655 – 1,669 1,689 – 1,718 1,699 – 1,717 1,686 – 1,692 1,693 – 1,760 1,683 – 1,731 1,718 – 1,768 1,683 – 1,696 1,697 1,728 1,734 – 1,779 1,782 – 1,836 1,847 – 1,886
Birefringence 0,021 0,006 – 0,008 0,007 0,007 0,008 0,007 0,005 – 0,007 0,156 0,007 – 0,009 0,007 – 0,011 0,030 – 0,035 0,030 – 0,050 0,033 – 0,059 0,007 0,019 0,044 – 0,047 0,048 0,007 – 0,009 0,037 – 0,041 0,045 0,005 0,008 – 0,011 0,011 – 0,013 0,001 – 0,004 0,020 – 0,032 0,022 – 0,027 0,022 – 0,027 0,036 – 0,038 0,019 – 0,026 0,014 0,007 – 0,008 0,013 - 0,018 0,007 – 0,011 0,010 – 0,030 0,014 – 0,018 0,037 – 0,041 0,042 – 0,054 0,011 – 0,020 0,026 – 0,072 0,010 – 0,016 0,038 – 0,044 0,010 – 0,012 0,004 0,018 0,014 – 0,045 0,037 – 0,059 0,042 – 0,051
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Tabel 4.3. Mineral-mineral bersumbu optis biaxial positif (Kerr, 1977) nα
nβ
nλ
Birefringence
Tridymite Natrolite
1.469 1,473 -1,480
1.469 1,476 - 1,482
1.473 1,485 - 1,493
0,004 0,012 - 0,013
Chabatite Chrysotile
1478 - 1,483 1,493 - 1,346
................ 1,504 - 1,550
1,480 - 1,490 1,517 - 1,557
0,002 - 0,010 0,011 - 0,014
Heulandite Mesolite
1,496 - 1,499 1.503
1,497 -1,501 1,503
1,501 - 1,505 1,506
0,007 0,001
Thomsonite Gypsum
1,512 - 1,530 1.520
1,518 - 1,532 1,522
1,518 - 1,542 1,529
0,006 - 0,012 0,009
Albite Oligoclase
1,523 - 1,532 1,532 - 1,562
1,529 - 1,536 1,536 - 1,548
1,536 - 1,541 1,541 - 1,552
0,009 - 0,011 0,007 - 0,009
Cordierite Andesine
1.532 - 1,352 1,543 - 1,555
1,536 - 1,562 1,548 - 1,558
1,539 - 1,570 1,552 - 1,562
0,007 - 0,011 0,007
Labrodorite Dickite
1,555 - 1,563 1,560
1,558 - 1,567 1,562
1,562 - 1,571 1,566
0,007 - 0,008 0,006
Anhydrite Chondrodite
1,570 1,592 - 1,643
1,576 1,602 - 1,655
1,614 1,621 - 1,670
0,044 0,027 -0,035
Anthophyllite Topaz
1,598 - 1,652 1,607 - 1,629
1,613 - 1,662 1,610 - 1,631
1,623 - 1,676 1,617 - 1,638
0,016 - 0,023 0,009 - 0,010
Prehnite Forsterite
1,613 - 1,635 1,635 - 1,640
1,624 - 1,642 1,631 - 1,660
1,645 - 1,663 1,670 - 1,680
0,020 - 0,033 0,035 - 0,040
Barite Cummingtonite
1,636 1,639 - 1,667
1,637 1,645 - 1,669
1,648 1,664 - 1,686
0,012 0,023 - 0,029
Mullite Enstatite
1,642 1,650 - 1,665
1,644 1,653 - 1,670
1,654 1,658 - 1,674
0,012 0,008 - 0,009
Diopside Spodumene
1,650 - 1,698 1,651 - 1,668
1,657 - 1,706 1,663 - 1,675
1,681 - 1,727 1,677 - 1,681
0,020 - 0,031 0,013 - 0,027
olivine Jadeite
1,651 - 1,681 1,655 - 1,666
1,670 - 1,706 1,650 - 1,674
1,689 - 1,718 1,667 - 1,688
0,037 - 0,041 0,012 - 0,023
Sillimanite lawsonite
1,637 - 1,661 1,665
1,658 - 1,670 1,674
1,677 - 1,684 1,684
0,020 - 0,023 0,019
Iddingsite Aegirin-Augite
1,674 - 1,730 1,680 - 1,745
1,715 - 1,768 1,687 - 1,770
1,718 - 1,768 1,709 - 1,782
0,038 - 0,044 0,020 - 0,037
Pigeonite Augite
1,680 - 1,718 1,688 - 1,712
1,698 - 1,723 1,701 - 1,717
1,719 - 1,744 1,713 - 1,737
0,021 - 0,033 0,021 - 0,023
Zoisite Diaspore
1,698 - 1,700 1,702
1,696 - 1,703 1,722
1,702 - 1,718 1,75
0,006 - 0,018 0,048
Clinozoisite Chloritoid
1,710 - 1,723 1,715 - 1,724
1,723 - 1,734 1,729 - 1,726
1,719 - 1,734 1,731 - 1,737
0,005 - 0,011 0,013 - 0,016
Hedenbergite Staurolite
1,732 - 1,739 1,736 - 1,717
1,737 - 1,743 1,741 - 1,734
1,751 - 1,757 1,746 - 1,762
0,018 - 0,010 0,010 - 0,015
Piedmontite Monazite
1,745 - 1,758 1,786 - 1,800
1,764 - 1,780 1,788 - 1,801
1,806 - 1,832 1,837 - 1,849
0,061 - 0,082 0,049 - 0,051
MINERAL
6 2
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi Sphene
1,887 - 1,913
1,894 - 1,921
6 3
1,979- 2,034
0,092 - 0,141
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB I PRAKTIKUM PETROGRAFI I.1. PENDAHULUAN Petrografi adalah ilmu memerikan dan mengelompokkan batuan. Pengamatan secara seksama pada syatan tipis pada batuan dilakukan dibawah mikroskop polarisasi, dengan tentunya didukung oleh data-data pengamatan singkapan batuan dilapangan. Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya textur batuan. Textur batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama pembentukan batuan. Tujuan akhir petrografi adalah memerikan dan mengelompokan batuan, dengan sindirinya ini akan sangat terbatas. Namun karena ini merupakan bagian yang lebih besar, petrologi (ilmu tentang pembentukan batuan) maka kepentingannya akan sangant berarti. Oleh karena itu mahasiswa peserta praktikum dan kuliah petrografi hendaknya telah mendapatkan kuliah dan praktikum petrologi. Pemakaian mikroskop dan pengenalan mineral membutuhkan keahlian oleh karena itu merekapun diharuskan telah mengikuti kuliah dan praktikum mineralogi optik. Kompetensi dari praktikum petrografi ini sendiri adalah memahami pemerian batuan-batuan yang terdapat dialam dengan menggunakan berbagai alat bantu dan mengkaitkannya dengan proses kejadian serta kegunaanya. Modul praktikum ini dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai pembantu dalam memerikan batuan. Sedikitpun tidak dimaksudkan untuk dijadikan satu-satunya pegangan dalam mengikuti kuliah dan praktikum petrografi. Pada tiap akhir pembahasan batuan beku, metamorf dan sedimen tertera sejumlah literatur, yang kepada mahasiswa dianjurkan untuk membacanya.
6 4
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
I.2. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN SELAMA PRAKTIKUM PETROGRAFI a) Mikroskop polarisasi dengan asesorinya, b) Penggaris transparan, c) Diagram Interfrensi warna, d) Diagram Michel-Levy e) Sayatan tipis batuan f) Kain Panel Alat-alat tersebut seyogyanya dirawat dengan baik untuk agar dapat memberi manfaat yang sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa Program Studi Teknik Geologi dari waktu ke waktu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh praktikan yakni : 1. Bersihkan lensa okuler dan lensa objektif dari kotoran debu dan lemak dengan kain planel sebelum dipakai, 2. Simpan mikroskop pada ruang yang tidak lembab atau lemari berlampu agar tidak berjamur, atau dengan dibersihkan silika gel disekitar mikroskop, 3. Perlakukan sayatan tipis dengan baik agar tidak pecah atau rusak mengingat beberapa sayatan yang ada dilaboratorium susah mendapatkannya, 4. Gantikan obyektif dengan obyektif perbesaran yang lain dengan hati-hati.
6 5
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB II BATUAN BEKU Petrografi batuan beku menggambarkan keadaan mineral (yang bisa diamati) dan teksturnya, yang masing-masing sebagai fungsi komposisi kimia dan sejarah pembekuannya. Praktikum petrografi batuan beku merupakan kelanjutan dari praktikum petrologi batuan beku. Yang diamati dalam pemerian petrografi bervariasi, tergantung kepentingannya. Tetapi pada umumnya untuk batuan beku (sebagai contoh meliputi) : 1. Warna, struktur dan gambaran umum, 2. Ukuran mineral, 3. Kandungan kuarsa, bila tidak ada dicari mineral-mineral tidak jenuh silika , 4. Kandungan feldspar, perbandingan plagioklas alkali feldspar dan jenis plagioklasnya, 5. Kandungan mafik mineral (olivine, piroksen, amphibol, mika), 6. Kandungan mineral opak dan indeks warna, 7. Mineral assesori (mineral tambahan), 8. Tekstur, 9. Alterasi (mineral ubahan), 10. Petrogenesa.
6 6
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.1. MINERAL PENYUSUN BATUAN BEKU II.1.1. Mineral Utama A. Mineral Mafik
Kelompok Olivin : -
Forsterite
Mg2SiO4
-
Fayalite
Fe2SiO4
-
Monticellite
CaMgSiO4
Kelompok Piroksen -
Ortopiroksen
Enstatite
Hyperstene (Mg , Fe) SiO3
Mg2SiO6
6 7
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
-
Klinopiroksen
Augit
(Ca, Mg, Fe, Al) 2 (Si , Al) 2 O6
Diopsid
CaMgSi2O6
Pigeonite
(Mg, Fe, Ca) (Mg, Fe) Si2O6
Aegirine
NaFe+3Si2O6
Kelompok Amphibol -
Hornblende
Ca2(Mg, Fe, Al)5(Si, Al)8O22(OH, F)2
-
Riebeckite
Na2Fe3+2Fe2+3Si8O22(OH, F)2
Kelompok Mika -
Biotit
K (Mg, Fe) 3 (AlSi3O10) (OH, F)2
B. Mineral Felsik
Kelompok Feldspar -
Plagioklas
-
K. Feldspar
-
CaAl2Si2O8 – NaAlSi3O8
Sanidin
(K, Na)AlSi3O8
Ortoklas
(K, Na)AlSi3O8
Mikroklin
KAlSi3O8
Feldspatoid
Leusit
KAlSi2O6
Nefelin
(Na, K)AlSiO4
Sodalit
Na8Al6Si6O24Cl2
Cancrinit
(Na , K)6-8Al6Si6O24.(CO3)1-2.2-3H2O
Kelompok mika -
:
Muskovit
Kal2(AlSi3O10)(OH, F)2
Kuarsa Tridimit
SiO2
Kristobalit
6 8
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.1.2. Mineral Sekunder -
Serpentin
Mg6Si4O10(OH)8
-
Idingsit
MgO . Fe2O3 . 3SiO2 . 4H2O
-
Limonit
Fe2O3 . nH2
-
Antofilit
(Mg , Fe)7Si8O22(OH)2
-
Tremolit – aktinolit
Ca2Mg3Si8O22(OH)2
-
Hornblende
Ca2 (Mg , Al , Fe) 5(Al, Si)8 O22 (OH , F)2
-
Klorit
(Mg , Al , Fe)6(Al, Si)4O10(OH)8
-
Kalsit
CaCO3
-
Kaolin
Al2O3.2SiO2.H2O
-
Epidot
Ca2(Al , Fe)3(OH)(SiO4)3
-
Serisit
KAl3Si3O10
-
Analcite
NaAlSi2O6H2O
-
Natrolite
Na2Al2Si3O102H2O
II.1.3. Mineral Asesori -
Apatit
Ca5(PO4)3(OH , F , Cl)
-
Beryl
Be3Al2(Si6O18)
-
Fluorit
CaF2
-
Perovskite
CaTiO3
-
Spinel
MgAl2O4
-
Turmalin
Na(Mg , Fe , Al)3Al6Si6O18(BO3)3(OH , F)4
-
Zircon
ZrSiO4
-
Magnetit
Fe3O4
-
Ilmenit
FeTiO3
II.2. PENGENALAN TEKSTUR DAN STRUKTUR BATUAN BEKU 1. Struktur : Amigdaloidal, Vesikuler, Skoria 2. Tekstur : -
Tekstur umum a) Derajat kristalisasi
6 9
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Holokristalin berupa granular, mikrolit dan kristali
Hipokristalin terdiri dari kristal dan massa gelas
Holohialin tersusun atas massa gelas saja
10
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
b) Kemas
Equigranular : panidiomorfik
granular,
hipidiomorfik granular,
allotriomorfik -
Inequigranular : Porfiritik, Vitroverik, Porfiroafanitik, dan Felsoferik.
Tekstur Khusus a) Tekstur Intergrowth
Grafik, tumbuh bersama antara alkali feldspar dengan kuarsa, disini kuarsa berbentuk runcing-runcing.
Granoferik, tekstur yang dibentuk oleh kalium feldspar dan kuarsa dimana kuarsa menginklusi didalam kalium feldspar
11
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Mirmekitik, kuarsa yang berbentuk menjari diinklusi oleh plagioklase asam (oligoklase)
Intergranular, tekstur dimana ruang antar butir plagioklase ditempati oleh olivin, piroksen, atau bijih besi.
Diabasik, plagioklas tumbuh bersama dengan piroksen, disini piroksen tidak terlihat jelas, plagioklase radier terhadap piroksen.
Ofitik, plagioklas tumbuh secraa acak dan merata ditutupi oleh piroksen atau olivine yang utuh, disini piroksen lebih besar dari piroksen.
12
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Subofitik, plagioklas tumbuh secara acak dan merata bersamaan dengan piroksen, dimana ukuran plagioklas lebih besar dibandingkan dengan mineral piroksen dan olivin yang ditutupinya.
Intersertal, hampir sama dengan intergranular tetapi disini ruang antar plagioklas disini diisi oleh massa gelas, kriptokristalin atau mineral sekunder dan mineral tambahan.
13
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Poikilitik, merupakan suatu tekstur dalam hornblende peridotit. Dalam suatu mineral hornblende yang utuh menutupi mineral olivin dan diopsid.
Porfiritik, mengandung mineral-mineral yang memiliki ukuran yang berbeda, fenokris augit, olivin dan leusit tertanam dalam massa dasar kristalin atau juga gelas.
14
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Corona, olivin dilingkupi oleh piroksen ortho
Pertit, tekstur yang dibentuk oleh plagioklas dan kalium feldspar. Alkali feldspar tumbuh lebih besar.
15
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Antipertit, sama dengan pertit tetapi disini plagioklas asam tumbuh lebih besar.
b) Tekstur aliran
Pilotaksitik, fenokris dan masa dasar plagioklas menunjukkan pola kesejajaran.
Trakitik, fenokris atau mikrolit plagioklas menunjukkan pola kesejajaran.
Hialopilitik, sama dengan trakitik hanya saja dibentuk oleh mikroklit plagioklase dengan masa gelas.
3. Mineralogi a) Mineral primer : Mafik : Kelompok olivine, piroksen, amphibol, mika Felsik : Kelompok feldspar, feldspatoid, dll b) Mineral sekunder : Limonit, kalsit, kaolin, antofilit, serisit, dll,
16
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
c) Mineral tambahan : Beryl, fluorit, turmalin, ilmenit, zircon, dll.
Tabel 2. Tekstur Batuan Beku Berdasarkan Kerabat Batuannya
II.3. KONSEP KERABAT BATUAN Berdasarkan
mineraloginya
dan
tekstur
mengelompokkan kerabat batuan beku meliputi : Kerabat batuan ultramafik dan lamprofir
17
batuan,
maka
Williams
(1954)
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Kerabat batuan gabro kalk alkali Kerabat batuan gabro alkali Kerabat batuan diorite monzonit syenit Kerabat batuan granodiorit adamelit granit
Kerabat
Ultramafik &
Parameter
Lamprofir
Mineralogi
Oliv, Px, Hbl, Plag Basa
Granodiorit
Gabbro Kalk
Diorit Monzonit
Alkali
Syenit
Oliv,Px,Hbl,
Oliv, Px,
Oliv, Px, Hbl, Plg,
Biot, KRsa,
PlagBasa,
KF<10%,
Biot,
Mus, KF>>,
KF>10%
Hbl,PlagBasa
Krsa&KF<10%
Plag Asam
Gabbro Alkali
Adamelit Granit
Ofitik, Subofitik Poikilitik
Grafik
Corona Tekstur Khusus
Keliptik Rim
Trakhitik
Intergranular
Pilotaks
Intersertal
Mirmekitik Granofirik Pertit Antipertit
Afirik Pilitaksitik
18
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.3.1. KERABAT BATUAN ULTRAMAFIK DAN LAMPROFIR (KELOMPOK BATUAN ULTRAMAFIK) Ciri-ciri: Disebut juga sebagai batuan atau kelompok peridotit Indeks warna > 70 Tidak mengandung feldspar Kandungan silika < 45 Mineral utama adalah mineral mafik Umumnya berbutir kasar Mineral bijih : kromit, magnetit Dijumpai pada dasar intrusi (sill, lapolith) Atau sebagai hasil difrensiasi atau pemisahan langsung dari substratum (mantle atas) Merupakan batuan yang tersusun oleh mineral-mineral yang membeku pada kesempatan pertama. II.3.1.1. Berbutir Halus Picrite dan Ankaramit -
Tersusun oleh olivine sebanyak 1/2 - 2/3 volume batuan
-
Plagioklas basa (Ca-plag) 10%-25%
-
Picrite yang berasosiasi dengan kalk-alkali basalt dan diabas dapat hadir pigeonit, augit atau hipersten dengan sedikit hornblende
-
Alkali picrite berasosiasi dengan kehadiran KF dan Analcite
-
PICRITE : Mengandung olivine
-
ANKARAMIT : olivine diganti piroksen
-
Mineral tambahan : hadir sebagai massa dasar biotit, bijih besi, apatit, karbonat, KF dan gelas
Limburgites -
Terbentuk pada aliran lava, dike, sill, dan Plug dan biasa berasosiasi dengan batuan basa alkali
19
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
-
Komposisi : sedikit kandungan Na_Plag atau Nefeline, Klinopiroksen (Fenokris), Olivin (Fenokris), Biotit dan Hornblende (massadasar)
II.3.1.2. Berbutir Kasar -
Dunite : komposisi olivine 90% dengan mineral tambahan magnetit, limenit, chromite, spinel, dll
-
Peridotite ; Olivin +Piroksen, olivine merupakan kandungan terbesar ditambah mineral mafik lainnya
Peridotit dengan kandungan piroksen -
Wherlite : Perbandingan Olivin dan dialage (px) = 3 : 1 dimana mineral tambahan berupa enstatit Hb, Pikotite dan Chromite dalam jumlah kecil
-
Harzburgite : Mineral olivine + orto-px (Enstatite, Bronzite atau Hipersten) dengan mineral tambahan kromit, besi diopsit dan diallage
-
Lherzolite : mineral diallage dan orto-px dijumpai dalam jumlah seimbang dan mempunyai komposisi antara Wherlite dan Harzburgite
-
Piroksenit : Tersusun dari 90% Piroksen
Diagram 2. Klasifikasi Batuan Ultramafik (Anthony R. Philpotts, 1989)
20
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.3.2. KERABAT BATUAN GABBRO KALI-ALKALI Ciri-ciri Indeks warna (CI) >40 Plagioklase basa An50-An80 SiO2 45-52% Kuarsa, K. Feldspar bisa hadir/tidak hadir dengan kehadiran <10% Mineralogi : Piroksen, Olivin II.3.2.1. Berbutir halus -
Basalt
: Tekstur holokristalin – holohyalin, pilotaksitik, intergranular,
porfiritik atau vitroverik. Terdapat sebagai intrusi dangkal atau lava. -
Basalt olivine : Tekstur porfiritik. Fenokris berbentuk zooning, berupa olivine dan plagioklas (An50 – An80). Massa dasar plagioklas (An50 – An65), olivine, klinopiroksen (pigeonit – augit). Khusus pada basalt yang cepat mendingin (Hawaii0 dan plagioklas asam juga muncul. Pada lava basalt sering muncul struktur amygdaloidal.
-
Diabas
: Tekstur diabasik, ofitik, poikilitik. Lebih kasar dari basalt, sering
dijumpai massa dasar mikrolit.. susunan mineralogy olivine > 10% disebut olivine diabas -
Tholeitik basalt dan diabas: tekstur gelas – holokristalin, intersertal, intergranular, dan ofitik. Mineralogy : Olivin sedikit, tridimit dan kristobalit, apatit, bijih besi, piroksen (pigeonit)
II.3.2.2. Berbutir kasar -
Gabbro
: Tekstur berbutir kasar – sedang dengan mineralogy : plagioklas basa
>An50, labradorit, olivine, klinopiroksen (augit), hornblende dan biotit jarang -
Norit
: Tekstur sama dengan gabbro dengan mineralogy ortopiroksen >
klinopiroksen -
Eucrit
: indeks warna 40-70 dan mineralogy : >An70 labradorit
-
Olivine gabbro: merupakan gabbro dengan kandungan olivine >10%
-
Anortosit
: mineralogy : plagioklas basa, >90% indeks warna 10
21
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
-
Troctolit
: mineralogy : plagioklas basa dan olivine, piroksen tidak hadir
-
Gabbro kuarsa: gabbro dengan kandungan kuarsa >10%
Diagram 3 Klasifikasi Gabbroic Rocks oleh IUGS. (Streckeisen, 1979 vide Anthony R. Philpotts, 1989)
II.3.3. KERABAT BATUAN GABBRO ALKALI Ciri-ciri: Indeks Warna 40-70 Kandungan SiO2 45-52 % Feldspar/Felspatoid (>10%), untuk membedakan kerabat batuan Gabbro kalk alkali
22
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Mineralogi : olivin, piroksen (pigeonit, augit, hiperstene) Tekstur : porfiritik, intergranular, ofitik, intersertal, poiklitik II.3.3.1. Berbutir halus 1. Trachybasalt: Tekstur : Porfiritik, intergranular, dengan tekstur khusus trakitik Mineralogi :Olivin, piroksen, plagioklas >An50. Mineral tambahan berupa bijih besi, biotit, leusit, apatit, rutil, zircon -
Analcite basalt : KF < 1/8 Total Feldspar
-
Analcite Trachybasalt : 1/8 < KF < 1/2 Total Feldspar
2. Spilite Tekstur : Intergranular, porfiritik, intersertal Mineralogy : olivine, piroksen (Augit) keduanya umum terubah menjadi klorit, kalsit, epidot. Plagioklas
An50, K feldspar/ Feldspatoid > 10%. Beda keduanya basanit, olivin > 10% Tephrite > tanpa olivin Bila mengandung analcite ditambahkan didepan nama batuan, menjadi analcite basanit atau analcite tephrite Nephelinite / leucite Tekstur : porfiritik, intergranular Mineralogi : Plagioklase > An50 sekitar 10%, piroksen, nephelin dan leusit berupa fenokris.
23
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.3.3.2. Berbutir kasar 1. Kentalinite Tekstur : porfiritik, poikilitik Mineralogy : piroksen (augit), biotit, olivine melimpah (20%-25%), mineral tambahan bijih besi dan apatite. 2. Shonkinite Tekstur : poikilitik Mineralogy: dijumpai olivine, piroksen (augit) tanpa atau dengan plagioklas <5%, KF (umumnya sanidin), feldspatoid melimpah. 3. Malignite Tekstur: porfiritik dengan fenokris berupa nefelin, poikilitik dengan fenokris berupa KF subhedral Mineralogy : dijumpai piroksen (aegirin dan augite) sekitar 50%, KF dan nefeline berkisar 20%. Mineral tambahan berupa apatite, sphene, biotit dan bijih besi 4. Essexite dan theralite Tekstur sama dengan malignite. Mineralogy dijumpai kandungan foid sama dengan malignite Beda keduanya: Essexite
Theralite
Plagioklas
>20%
<20%
Mafic Mineral
>30%
>30%
K. Feldspar
20%
20%
Feldspatoid
<20%
>20%
24
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.3.4. KERABAT BATUAN DIORIT-MONZONIT-SYENITE Ciri-ciri: Indeks Warna < 40 Kandungan silika 52-66% Tidak mengandung kuarsa atau < 10% Feldspar : plagioklase An50 Alakali Fedspar (KF) Tekstur : porfiritk Tekstur khusus : pilotaksitik, vitroverik, trakitik Mineralogi : Plagioklase, Kf, Hornblende, biotit, olivin, piroksen Mineral penyerta : apatit, zircon. Contoh Batuannya : Tekstur
KF<1/3TF
1/3TF
KF>2/3TF
Feldspatoid
Halus
Andesit
Trakhiandesit
Trakhit
Phonolite
Kasar
Diorit
Monzonit
Syenit
Feldspatoid Syenit
Tabel 3. Jenis Batuan Beku Intermediet Berdasarkan Komponen Plagioklas dan Feldspar
II.3.4.1. Berbutir Halus 1. Andesit Tekstur : Porfiritik, pilotaksitik, vitroverik Komposisi : KF <1/3TF, Plagioklas 10%) -
Andesit olivine (Olivin >10%)
-
Andesit piroksen (Piroksen >10%)
-
Andesit Hornblende/Biotit (Hornblende/Biotit >10%)
25
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
2. Propilit Andesit yang semua mineral mafiknya telah terubah menjadi mineral sekunder, sehingga indeks warna menjadi lebih rendah. Perubahan tersebut karena larutan hidrotermal (Propilitisasi) 3. Trakhiandesit (Latite) Tekstur : porfiritik, trakhitik, pilotaksitik Komposisi: KF >10%, Plag 2/3TF dengan mineral mafic berupa amfibol, biotit, dan sedikit piroksen serta massa dasar berupa mikrolit Bila mengandung kuarsa >10% = Ryolit, Bila mengandung Feldspatoin >10% = Phonolit 5. Phonolit Trakhit dengan feldspatoid >10% Soda phonolit : tekstur porfiritik, trakhitik, kadar Na tinggi, ada nefelin Potas Phonolit : tekstur porfiritik, glassy, kadar K tinggi, ada leusit Sebagai KF umumnya sanidin sebagai massa dasar atau fenokris Phonolit
Trakhit
Feldspatoid >10%
Ryolit Kuarsa >10%
Tabel 4. Perbedaan Phonolit Trakhit dan Ryolit
26
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.3.4.2. Berbutir Kasar 1. Diorit: Tekstur : equigranular, kadang – kadang porfiritik Komposisi: plagioklas 10% disebut diorite kuarsa. Mineral penyerta : apatit, zircon Struktur zoning pada plagioklas macamnya progressive zoning, reverse zoning, dan oscillatory zoning. 2. Monzonit Peralihan antara syenit dan diorite. Indeks warna 10-40 Tekstur:
equigranular,
hipidiomorfik
granulaur.
Tekstur
khusus:
poikilitik,
pertit/antipertit, mirmekitik Komposisi: KF = Plag, mineral mafic hornblend, biotit, piroksen, kuarsa <10%. Bila kuarsa >10% disebut monzonit kuarsa Bila kuarsa melimpah: Adamelit 3. Syenit: Indeks warna rendah. KF > 2/3 TF dengan Kuarsa <10%. Bila kuarsa >10%: Nordmakite, tekstur grafik, mirmekitik Bila tidak ada kuarsa, feldspatoid >10%: Feldspatoid syenit
II.3.5. KERABAT BATUAN GRANODIORIT-ADAMELIT-GRANIT Ciri-ciri: Pembagiannya didasarkan atas perbandingan KF dengan TF. Dibedakan dengan kerabat batuan Diorit-Monzonit-Syenit dari jumlah kuarsanya.
27
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Kuarsa > 10% KF > 1/8 TF Indeks warna < 10% Mineralogi : Kuarsa, Plagioklase, biotit>>, Hornblende<< Contoh batuannya : Tekstur
1/8TF
1/3TF
KF>2/3TF
Halus
Dasit
Riodasit
Riolit
Kasar
Granodiorit
Adamelit
Granit
Tabel 5. Jenis Batuan Beku Asam Berdasarkan Komponen Plagioklas dan Feldspar
II.3.5.1. Berbutir Halus -
Kelompok Dasit-Riodasit-Riolit
-
Mempunyai titik lebur yang rendah
-
Tekstur yang khas: vitroverik, porfiritik, grafik, granofirik
1. Dasit Indeks warna 10 dengan Tekstur : Porfiritik, vitroverik Mineralogi: kuarsa >10%, biotit melimpah, sedikit hornblende, plagioklas asam (albit) Pada fenokris kuarsa memperlihatkan “embayment” akibat proses korosi larutan magma sisa 2. Riodasit Tekstur: trakhitik, vitroverik Mineralogy: Kuarsa >10%, plagioklas asam, KF, sedikit hornblende, biotit melimpah 3. Riolit Tekstur : holokristalin, holohyalin Mineralogy: kuarsa >10%, KF >2/3 TF, plagioklas asam (albit), sering terdapat tekstur “grafik” (pertumbuhan bersama antara KF dengan kuarsa.
28
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Ada dua macam Riolit: -
Potash Riolit: Kaya Kalium, mineral mafik biotit dan hornblende, jarang ditemukan embayment
-
Soda Riolit : Kaya Na, dan mineral mafic berupa amfibol
II.3.5.2. Berbutir Kasar 1. Granodiorit Tekstur : hipidiomorfik granular, tekstur khusus “granofirik”, KF sering tumbuh bersama. Mineralogy: plagioklas (andesine), ortoklas, kuarsa >10% 2. Adamelit Tekstur : Hipidiomorfik granular, tekstur khusus granofirik, grafik, sering tampak “Rapakivi” (KF ditutupi oleh plagioklas asam), Pertit terbentuk akibat gejala unmixing / eksolusi Mineralogy: kuarsa >10%, sedikit hornblende, biotit sebagai mineral khas. 3. Granit Tekstur: hipidiomorfik granular, kadang porfiritik. Tekstur khas granofirik, grafik, rapakivi, mirmekitik Mineralogy: plagioklas asam (oligoklas, albit), kuarsa >10%, mineral mafic biotit melimpah, hornblende jarang. Bila hornblende >10% disebut Granit Hornblende Granit Kalk Alkali Mafik mineral : Hornblende hijau, biotit, kuarsa >> Muskovit Mineral tambahan : apatit, zircon, bijih besi, sphene Granit Alkali Mafik mineral : hornblende coklat anhedral Mineral tambahan apatit, zircon, dll
29
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
II.4. CIRI-CIRI SERI BATUAN BEKU Berdasarkan kandungan senyawa kimianya batuan beku dibagi menjadi seri toleit, kalk alkali, kalak alakali kaya kalium dan alkali atau sosonit. Dalam sayatan tipis batuan seriseri ini dapat diamati dengan baik, apalagi bila didukung oleh data lapangan. Dengan memperhatikan kemelimpahan batuan tersebut dilapangan, tekstur dan komposisi mineral batuan beku dapat dibagi menjadi seri toleit, kalk alkali dan alkali. II.4.1. Seri Kalk Alkali a) Andesit hadir secara melimpah b) Bertekstur porfiritik kuat, fenokris melimpah c) Fenokris plagioklase sangat umum d) Fenokris hiperstene, auggit, hornblende, dengan sekali kali biotit, olivin dan sanidin adalah umum e) Plagioklase dan kuarsa biasanya ditemukan sebagai fenokris pada anggota batuan beku asam f) Olivin membentuk “reaction rim” dengan hipersten g) Zonasi komposisi normal, terbalik, maupun oskilatori umum didapati pada seri ini h) Hiperstene muncul pada semua anggota selain riolit i) Masa dasar anggota basa berupa kristalin, anggota asam berupa gelas j) Kehadiran magnetit pada anggota basa melimpah berikutnya semakin sedikit pada anggota intermediet dan asam II.4.2. Seri Toleit a) Basalt dan basaltik andesit hadir secara melimpah b) Bertekstur porfiritik lemah c) Olivin dan piroksen adalah mineral mafik yang utama d) Hornblende dan biotit hadir sedikit dan bahkan tidak ada e) Dibandingkan pada anggota basa dan asamnya kehadiran magnetit dan ilmenit pada anggota intermediet lebih melimpah II.4.3. Seri Alkali a) Hadir basanit, teprit dan fonolit
30
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
b) Pada anggota basa, plagioklase merupakan fenokris utama, berupa bitownit dan labradorit. Pada anggota asamnya berupa oligoklase. Umumnya hadir pula feldspar alkali (ortoklase dan sanidin) sebagai fenokris utamanya. c) Pada anggota basa olivin hadir berupa forsterit dan berupa fayalit pada trakit d) Pada anggota basa piroksen klino kaya Ca hadir, sedangkan pada trakit hadir berupa hedenbergit e) Amfibole dan biotit hadir pada anggota basanit dam fonolit, sedangkan pada trakit keduanya hadir sebagai masa dasar f) Nefelin mengkristal pada anggota basanit hingga fonolit, ada kemungkinan bergabung dengan sodalit g) Ilmenit hadir pada anggota basanit hingga fonolit dan alkali basalt hingga trakit. Sebagai mineral asesori dapat hadir sebagai fenokris ataupun masa dasar.
II.5. KLASIFIKASI BATUAN BEKU Klasifikasi didasarkan pada tekstur dan komposisi mineral yang kasar cenderung pada batuan beku plutonik dan tekstur halus untuk batuan beku vulkanik. Sedangkan komposisi ditinjau dari kehadiran mineral primer (deret bowen) pada batuan.
Diagram 4. Seri Reaksi Bowen
31
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB III BATUAN PIROKLASTIK III.1. endahuluan Batuan piroklastik adalah batuan volkanik yang tekstur klastik, dengan kata lain, merupakan endapan fragmental terbentuk secara langsung dari volkanik. Batuan piroklastik secara luas dihasilkan dari letusan erupsi- erupsi volkanik. Tetapi fragmentasi materialnya bisa juga disebabkan oleh pertumbuhan yang menerus dari sebagian yang dipadatkan oleh kubah- kubah volkanik, dan pada umumnya terjadi dimana lava- lava didinginkan oleh air. Material piroklastik pada mulanya digolongkan menurut ukuran butir. Fragmenfragmen berukuran “Pebble” dengan diameter anatara 2 mm – 64 mm di namakan Lapilli. Partikel- partikel yang lebih kecil dinamakan ash, Sedang yang lebih besar disebut bomb. Jika selama pembentukannya berasal dari sebagian atau seluruhnya cair dan membeku di udara disebut blok¸jika hasil pembekuan bentuknya menyudut. Batuan- batuan volkanik yang terdiri dari ash dan lapilli dinamakan tuff, jika mereka sebagian besar terdiri dari ash dan lapili tuff jika lapillinya dominan. Batuan- batuan yang kaya bomb- bomb dinamakan aglomerat dan bila batuan kaya dengan blok disebut breksi volkanik.
32
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
III.2. Klasifikasi Batuan Piroklastik
Diagram 5. Klasifikasi Batuan Piroklastik
33
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB IV BATUAN SEDIMEN IV.1 Ukuran Butir dan Sortasi Berdasarkan ukuran besaar butirnya, batuan sedimen dinamai jadi breksi dan konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung. Skala ukuran butir yang disusun oleh Wentworth dijadikan dasar untuk pengelompokan tersebut. Breksi dan konglomerat adalah batuan sedimendidominasi butiran berukuran butir lebih dari 2mm. bagi butiran yang bentuk membundar baik sampai membundar sedang dikenal konglomerat sedangkan yang butirannya berbentuk menyudut sampai menyudut tanggung disebut breksi. Batupasir ukuran butir antara 0,06mm- 2mm. batulanau butir 0,06mm- 0,004mm sedangkan batuan dengan butiran yang lebih kecil dari ukuran lanau disebut batulempung yang disusun oleh ukuran butir kasar dan halus dikenal sebagai sortasi jelek sedangkan yang berukuran seragam disebut sortasi baik.
IV.2 Tekstur Batuan Sedimen
Diagram 6. Tekstur batuan sedimen
34
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
IV.2.1. Tekstur Klastik Tekstur klastik adalah tekstur yang terbentuk dari akumulasi mineral dan fragmen batuan. Komponen batuan sedimen klastik terdiri dari butiran(grain), masa dasar (matrix) dan semen. Antara butiran, matrik yang tidak mempunyai batasan ukuran, tetapi lebih cenderung berdasarkan kekontrasan ukuran butir. Contohnya detritus berukuran pasir sedang (0,5- 0,25mm) pada batupasir dapat hadir sebagai butiran namun pada breksi bertindak sebagai matrik.
IV.2.2. Tekstur Non-Klastik Tekstur ini terbentuk dari hasil interlocking Kristal yang saling mengikat atau bahkan non kristalin oleh proses kimia dan biologi
Bentuk dan Kebundaran Butiran Bentuk butiran atau sphericity adalah derajat kecenderungan berbentuk lonjong, sedangkan kebundaran adalah keruncingan pinggiran atau sudut butiran. Berdasarkan bentuknya, butiran dapat saja berbentuk speroidal atau ekuidimensional, “dishshaped” atau bentuk lempengan, bentuk batangan atau prismatic dan berbentuk bilahan; berdasar derajat kebundarannya butiran dibagi menjadi menyudut, menyudut tanggung, membundar tanggung dan membundar. Kedua sifat tersebut meski sering membingungkan adalah dibedakan secara geometrid an tidak harus berkaitan. Butiran berbentuk sama deapat saja mempunyai derajat kebundaran yang berbeda atau sebaliknya butiran dengan kebundaran yang sama dapat saja terdiri dari bentuk bentuk yang berbeda. Bentuk butiran sangat dipengaruhi ileh bentuk asal material yang terangkut. Contohnya hornblende sekaipun telah mengalami benturan selama pengangkutan sehingga bundar, masih berkecenderungan berbentuk prismatic memanjang sebagaimana ketika belum terangkut. Dengan demikian bentuk butir dan kebundaran mempunyai perbedaan makna. Pada butiran yang halus, derajat kebundaran tidak diperhitungkan, karena butiran yang halus akan menjadi suspensi dalam media dan terhindar dari benturan selama transportasi.
35
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gambar 16. Dua dimensi bentuk butir dan kebundaran (diambil dari Gilbert, 1954)
IV.3. Komposisi Mineral Mineral penyusun batuan sedimen dapat berupa: 1. Mineral tak stabil a. Mineral alogenik Susunan ini dimulai dari mineral yang paling tidak stabil berturut- turut menjadi kurang stabil. Olivin, piroksen, Plagioklas Ca (An 50-100), hornblende, andesin, oligoklas, sfene, epidot, andalusit, straurolit, kianit, magnetit, ilmenit, gamet dan spinel. b. Mineral Autigenik
36
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Mineral- mineral berikut ini adalah mineral autigenik yang stabil pada kondisi diagenesa tetapi cenderung tidak stabil oleh pelapukan dan penghancuran selama proses pengendapan. Untuk itu dikelompokkan dalam mineral tidak stabil, seperti gypsum, karbonat, apatit, glaukonit, pirit, zeolit (terutama yang kaya Ca), klorit, albit, ortoklas dan mikrolin. 2. Mineral Stabil Ini adalah mineral- mineral yang stabil selama siklus sedimentasi, baik mineral alogenik maupun autigenik : mineral lempung, kuarsa, rijang, muskovit, tourmaline, zircon, rutil, brokit, anatase.
IV.4. 4. BATUPASIR Batupasir adalah batuan sedimen klastik yang sebagian besar butirannya berukuran pasir (0,125- 2mm). Ada batupasir murni dan ada batupasir yang tidak murni. Pengertian ini erat kaitannya dengan jumlah matrik berukuran lempung dan lanau halus pada batupasir tersebut. Berdasarkan derajat pemilahan batupasir dibagi menjadi 2 yakni: a. Batupsair Arenit (murni) dengan matrix lempung dan lanau halus lebih sedikit dari 10% atau bahkan tidak ada. b. Batupasir Wacky (tidak murni) mempunyai matrik lempung dan lanau halus lebih dari 10%. Batu ini juga sering disebut batupasir lempungan (argillaceous sandstone) Berdasarkan material butiran penyusunnya batupasir arenit maupun wacke dapat dikelompokkan lagi menjadi seperti diagram di halaman berikutnya. Diagram pertama dipakai untuk kelompok batupasir arenit dan satunya digunakan untuk jenis wacke. Diagram tersebut terdiri dari tiga sudut yang masing- masing ditempati oleh prosentase 0% kehadiran kuarsa dapat diplot pada garis bawah, semakin ke atas semakin besar prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran feldspar di sisi miring sebelah kanan, semakin ke kanan semakin besar harga prosentasenya. Prosentase 0% kehadiran material tak stabil bersama- sama fragmen batuan terdapat pada sisi kiri, semakin ke kanan semakin besar. Perlu dicatat bahwa prosentase kehadiran material penyusun yang dihitung terbatas pada butirannya saja. Contohnya jika fragmen pada batupasir terdiri dari butisan ortoklas 20%, plagioklas asam 15%, Biotit 5%, Dasit 10%, kuarsa 38%, magnetite 2%, material lempung 3% dan semen silica 7% maka didapatkan termasuk jenis, batupasir arkosic arenit.
37
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Pada batupasir arenit memungkinkan terbentuk semen, karena rongga antar butirnya dapat saja diisi semen. Atau padanya dapat saja terjadi secondary outgrowth. Pada batupasir wacke rongga antar butir telah diisi oleh material lempung sehingga semen tidak didapati atau sedikit pada batuan ini. Memang pada proses diagenesa material berukuran lempung tersebut sering mengalami rekristalisasi menjadi material halus, sebagaimana halnya semen.
IV.5. BATUAN KARBONAT Mineral utama dalam batugamping dan dolomite (dolostone) adalah aragonite (CaCo3 ortorombik), kalsit (CaCO3 rombohedral) dan dolomite [CaMg(CO3)2 rombohedral]. Aragonite adalah Kalsium karbonat murni, sedangkan kalsit biasanya tercampuri dengan unsure Fe dan Mg sekalipun sedikit. Magnesit (MgCO3) dan siderite (FeCO3) ada dalam batuan karbonat, kedauanya jika hadir hanya dalam jumlah sedikit. Araqgonit, kalsit dan dolomite biasanya sangat sukar di bedakan dalam sayatan tipis batuan karena sifat optiknya banyak mempunyai kemiripan dan kembaran (pada batuan metamorf menjadi pembeda yang mudah ditemukan) tidak akan tampak dalam rombakan karbonat. Tes kimia dan Scanning Electron Microscope (SEM) di butuhkan untuk membedakannya. Mineral autigenik dapat juga hadir, contohnya kalsedon, kuarsa, glaukonit, pirit, gypsum, anhidrit, dan feldspar alkali. Sekarang ini klasifikasi deskriptif batugamping didasarkan utamanya pada tekstur saat terendapkan sebagaimana diperlihatkan oleh jumlah proporsi lumpur karbonat (karbonat
38
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
mikrokristalin) dan rombakan (allochem). Komponen yang terdapat dalam batugamping adalah sebagai berikut: 1. Butiran/ allochem adalah material karbonat yang berukuran lebih besar dari lanau kasar, terdiri dari: a. Fosil b. Ooid c. Pellets d. Interklas 2. Kalsit mikrokristalin (mikrit) Adalah butiran kalsit mikrogranular pada batugamping, berukuran <20 milimikron. Mikrit dianggap mewakili asal lumpur karbonat. Awalnya lumpur karbonat diendapkan berupa Kristal kalsit dan aragonite halus yang kemudian akan mengalami rekristalisasi menjadi mikrit (lebih kasar dibandingkan lumpur) pada saat terlitifikasi. 3. Semen sparry (sparit), agak lebih jelas, adalah kalsit granular yang mengkristal dakan ruang antar butir pada batugamping Secara umum tektur batugamping dapat dibedakan menjadi: 1. Tekstur didukung oleh butiran 2. Tekstur didukung oleh lumpur Tekstur pertama terdapat dalam batugamping yang didominasi oleh alochem yang proporsinya jauh melebihi lumpur karbonat sehingga lumpur hanya mengisi ruang-ruang anatar butiran. Sebaliknya tekstur ke-dua lebih didominasi oleh lumpue sehingga tampak butiran dilingkupi oleh lumpur. (R.L. Folk, 1959, dalam Gilbert, 1982)
membagi
batugamping berdasarkan kejadian mikrit dan jenis alochem. Batuan berkomposisi keseluruhan terdiri kalsit mikrokristalin disebut mikrit, yang mengandung alochem dalam matrik mikrit adalah “allochemical micrite” dan dibagi berdasarkan jenis allochemnya. Batugamping mengandung allochem saja dan diikat oleh semen sparry disebut saparite, dan jenis-jenis tergantung dari allochem yang terkandung olehnya
39
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
40
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
IV.6. KLASIFIKASI PENAMAAN BATUAN SEDIMEN Klasifikasi berdasarkan ukuran butir yang didasarkan pada pembagian besar butir yang disampaikan oleh Wentworth (1922), seperti dibawah ini:
Tabel 6. Ukuran Butir Menurut Wentworth, 1922
Klasifikasi berdasarkan komposisi didasarkan pada kehadiran mineral kuarsa feldspar dan lithic (pecahan batuan), seperti dibawah ini:
Diagram 7. Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan komposisi mineral kuarsa, feldspar dan rock fragmen
41
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Diagram 8. Diagram pembagian batupasir wacke menurut Gilbert (1954)
Diagram 9. Diagram pembagian batupasir arenit menurut Gilbert (1954)
42
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Diagram 10. Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan kimia dan organik batuan
Gambar 23. Komponen dari batuan sedimen
43
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB V BATUAN METAMORF V.1. PENDAHULUAN Definisi metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogy batuan yang berlangsung pada fasa padatan, sebagai tanggapan atas kondisi kimia fisika yang berbeda dari kondisi batuan tersebut sebelumnya. Perubahan yang berlangsung di dalam proses pelapukan dan diagenesa umumnya tidak termasuk didalamnya. Wilayah proses metamorfosa berada antara suasana akhir proses diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma (lihat gambar 3.1)
Diagram 11. Skema diagram suhu- tekanan pada proses metamorfosa. Metamorfisme dibatasi oleh proses diagenesa dan proses peleburan magma, pada suhu yang lebih tinggi (dalam Winkler,1957).
Berdasarkan penyebarannya, dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Tipe dengan penyebaran terbatas, dibagi 2 yaitu: Metamorfisme kontak (sering disebut metamorfisme thermal) Terjadi pada batuan yang terpanasi oleh intrusi magma yang besar. Pancaran panas tersebut akan semakin menurun bila semakin jauh dari tubuh intrusinya. Hal ini berakibat adanya perbedaan pengaruh suhu pada batuan sampingnya antara baguan yang dekat dengan tubuh intrusi dan yang lebih
44
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
jauh. Tentunya demikian juga dengan hasil perubahan mineraloginya. Zona aureole yang melingkari tubuh intrusi merupakan gambaran ada perubahan tersebut. Metamorfisme kataklastik yang cirinya berbeda dari jenis sebelumnya Tebatas pada sekitar sesar. Penghancuran mekanik dan tekanan shear menyebabkan perubahan fabric batuan. Batuan hasil kataklastik seperti breksi sesar, milonit, filonit, dinamai berkaitan dengan ukuran butirnya. 2. Tipe mempunyai penyebaran luas. Tipe ini terbagi dalam 2 jenis: Metamorfisme regional dinamotermal Sering dikaitkan dengan jalur orogenesa. Kenyataan menunjukkan bahwa pada jalur tersebut dijumpai penyebaran batuan metamorf yang luas yang disebabkan oleh beberapa kali proses orogenesa. Artinya bahwa beberapa diantaranya telah terbentuk oleh satu kali atau lebih metamorfisme sebelumnya. Berbeda dengan metamorfisme kontak, metamorfisme regional dinamotermal
berlangsung berkaitan dengan
gerak
gerak
penekanan
(“penetrative movement”). Hal ini dibuktikan dengan struktur sekistositas. Jika metamorfisme termal terjadi pada tekanan rendah antara 100 sampai 1000 bar atau mencapai 3000 bar (terjadi pada kedalaman 11- 12 km), maka metamorfisme regional dinamotermal terjadi dalam pengaruh tekanan antara, paling tidak 2000 sampai 10.000 bar. Hal ini akan memperlihatkan perbedaan fabric batuan pada kedua metamorfisme tersebut. Suhu yang berpengaruh pada keduanya umumnya sama dimulai diatas 150°C sampai maksimum sekitas 800°C. Metamorfisma regional beban Tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sedimen pada cekungan yang dalam akan terbebani oleh material di atasnya. Suhunya, bahkan sampai pada kedalaman yang besar, lebih rendah dibandingkan pada metamorfisme dinamotermal, berkisar antar 400°- 450°C. gerak- gerak penetrasi yang menghasilkan sekistositas hanya aktif secara setempat, jika tidak biasanya tidak hadir. Oleh karena itu fabric batuan asal tetap tampak sedangkan yang berubah adalah komposisi meneraloginya. Perubhan
45
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
metamorfismenya tidak teramati secara megaskopis tetapi hanya terlihat pada pengamatan sayatan tipisnya di bawah mikroskop. Metamorfisme beban meperlihatkan batuan- batuannya mengandung Seolit CaAl laumontit dan lawsonit disatu pihak dan mengandung glaukofan dan jadeit dipihka lain. Keduanya terbentuk pada kondisi suhu yang dianggap sama, perbedaan itu lebih cenderung diakibatkan oleh adanya tekanan yang tinggi sampai sangat tinggi. Para peneliti sekarang ini cenderung memisahkan metamorfisme regional tersebut berdasarkan dominasi factor pengaruh tekanan atau suhu yang berlangsung. Metamorfisme regional yang dipengaruhi gradient geothermal yang rendah dengan tekanan yang tinggi sering disebut tipe Barrow¸sedangkan yang dipengaruhi geothermal yang tinggi dikenal dengan tipe Abukoma.
Derajat Metamorfisme Meskipun perbedaan antara metamorfisme beban bersuhu sangat rendah dan metamorfisme dinamotermal bersuhu rendah sampai tinggi dapay dibuat dan telah dipergunakan secara luas, namun hendaknya istilah- istilah tersebut dipertimbangkan penggunaannya oleh karena alasan- alasan berikut ini : 1. Metamorfisme beban dan metamorfisme derajat sangat rendah pada jalur orogenesa dapat menghasilkan batuan yang sama secara mineraloginya. 2. Peningkatan suhu metamorfisme yang menerus (dimulai dari sebagai metamorfisme beban) sampai suhu tinggi yang ini dikenal dengan metamorfisme dinamotermal dapat terlihat pada satu jalur orogensa. 3. Istilah “beban” dan “dinamotermal” masing- masing mengisyaratkan gerak epirogenesa dan orogenesa. Tipe pergerakan bagaimanapun tidak memiliki arti reaksi mineral. Reaksimineral diatur sendiri untuk komposisi batuan tertentu oleh tekstur dan suhu, komposisi kimia dan bahkan oleh sejumalh fasa gas. Berikut ini adalah pembagian derajat metamorfisme dengan memperlihatkan perkembangan suhunya: 1. Metamorfisme derajat sangat rendah 2. Metamorfisme derajat rendah
46
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
3. Metamorfisme derajat menengah 4. Metamorfisme derajat tinggi V.2 STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF
Diagram 12. Skema pembagian tekstur batuan metamorf
Tabel 7. Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan tekstur
47
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
1. Struktur non foliasi Struktur ini berkembang baik pada metamorfosa dengan tekanan sangat rendah sampai rendah tetapi dipengaruhi oleh suhu yang tinggi. Contohny pada batuan- batuan metamorf sebagai hasil metamorfosa termal. Selain itu tekstur ini juga didapatkan pada batuan metamorf fasies granulit/ eklogit produk metamorfosa regional dinamotermal.
Gambar 24. Struktur non foliasi pada marmer (calcic schist) dalam nikol silang.
Istilah tekstur granoblastik dipakai dalam struktur ini, menggambarkan komponen butiran ekuigranular terorientasi tidak teratur. 2. Struktur foliasi Skistosa dipakai pada struktur parallel berasl dari proses metamorfosa. Yang mengisyaratkan kenampakan fisilitas planar. Dengan ukuran mineral penyusun lebih besar dari 1 (satu) mm. Skistosa hamper selalu hadir dalam batuan yang telah terdeformasi selama metamorfosa. Lepidoblastik dan Nematoblastik dipakai pada tekstur untuk menjelaskan didominasi mineral tabular atau prismatic penyusunnya.
Gambar 25. Struktur foliasi skistosa
48
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Gneisik/ genistosa adalah tekstur mineral- mineral granular secara dominan bergabung dengan mineral- mineral tabular atau prismatic yang terorientasi parallel.
Gambar 26. Tekstur batuan metamorf foliasi gneisik
Metamorfosa
pada
batuan
berbutir
halus
seperti
lempung
sering
memperlihatkan slaty cleavage yakni mineral filosilikat berukuran antara 0,1- 1 mm secara umum memperlihatkan orientasi sejajar.
Gambar 27. Tekstur foliasi slaty celavage
Tekstur kataklastik/ Porfiriklastik adalah tekstur pada milonit dan pilonit sebagai hasil metamorfosa kataklastik. Tekstur ini ditandai adanya porfiroklas sisasisa batuan yang tertanam dalam massa yang terorientasi parallel. Tekstur Helisitik pada beberapa batuan metamorf didapati satu atau lebih Kristal besar (porfiroblast) bersama- sama dengan mineral lain yang berukuran halus. Garnet, kianit, staurolit, andalusit, kordierit, albit, biasanya berkembang sebagai porfiroblast oleh karena itu mineral- mineral tersebut berada diatas didalam seri kristaloblstik. Penjelasan ini tidak berlaku jika porfiroblast suatu mineral (contoh mika) terdapat dalam matrik sesame Kristal yang lebih halus. Porfiroblast sering kali,
49
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
tetapi tidak selalu, cenderung mempunyai kerangka idioblastik. Kordierit dan albit adalah yang dikecualikan. Keduanya cenderung memiliki inklusi membentuk tekstur ayakan atau poikiloblastik. Dalam hal ini porfiroblastik dan poikiloblastik dikenal sebagai tekstur belisitik. Tekstur
sisa/
Palimpsest
penggunaan informasi
mengenai
sebelum
metamorfosa pada batuan sisa. Sisa- sisa tekstur blastoporfiritik mengisyaratkan bahwa batuan beku bertekstur porfiritik. Blstofirik sering berasal dari gabro. Batuan ini batupasir, sering pula dikenal sebagai blastopsepit dan blastopsamit. Batuan asal dan sejarah metamorf ditunjukkan oleh porfiritik atau yang dikenal batuan asal adalah dijumpai pada batuan metamorf yang demikian juga dengan blastodiabasik, dari diabas yang termetamorfkan. Berasal konglomerat, breksi jika termetamorfosakan masih menunjukkan batuan asalnya. Tekstur ini dikenal sebagai blastopsepit dan blastopsamit.
50
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
BAB VI ALTERASI VI. 1. PENDAHULUAN Meskipun dalam melakukan penyayatan – tipisan batuan diusahakan memilih contoh sesegar mungkin, namun ada saja hasil sayatan yang telah mengalami ubahan/alterasi. Alterasi tidak saja dihasilkan oleh pelapukan batuan melainkan juga disebabkan adanya perkolasi / perputaran larutan cair yang berasal dari permukaan, dari dalam berupa larutan panas dan dari aktivitas magma akhir. Alterasi yang terjadi oleh larutan permukaan akan menghasilkan mineral yang stabil pada kondisi suhu dan tekananrendah. Alterasi tersebut akan menghasilkan senyawa silikat teralterasi, oksida dan hidrasi logam, silika berbutir halus, karbonat dan kadang sulfat. Feldspar alkali terubah menjadi mika, mineral lempung, silika. Plagioklas basa terubah menjadi “sausurit”, mineral lempung, karbonat dan silika. Feldspartoid biasanya terubah menjadi karbonat, mineral lempung atau kadang zeolit. Mineral silikat feromagnesia terubah menjadi karbonat, mineral lempung, atau mineral lain yang komposisinya memenuhi, seperti contohnya bioti terubah menjadi klorit.
51
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
VI. 2. JENIS – JENIS ALTERASI PADA BATUAN BEKU Berikut ini adalah beberapa jenis alterasi yang umum terjadi pada batuan beku :
Albitisasi adalah contoh penting alterasi dihasilkan dari mengubah mineral awal, terutama Kalium Feldspar, oleh cairan kaya soda. Contohnya albitisasi terjadi pada pertit dan spilit.
Kloritisasi
ditandai
dengan
kehadiran
klorit
menggantikan
mineral
silikat
feromagnesia alumina. Alterasi jenis yang paling umum terjadi pada batuan beku intermediet dan basa.
Argilisasi hadir pada batuan dimana larutan terlibat dalam menggantikan feldspar menjadi mineral lempung. Jenis alterasi ini jangan dibingungkan dengan kaolinisasi yang merupakan hasil alterasi oleh air permukaan atau air formasi.
Propilitisasi adalah bentukan alterasi hidrotermal yang melibatkan kehadiran karbonat, silika sekunder, klorit dan sulfit. Batuan andesit yang telah mengalami propilitisasi disebut propilit.
Serisitisasi biasanya mengenai feldspar pada batuan yang dipengaruhi larutan hasil kegiatan magma akhir.
Serpentinisasi umumnya adalah proses kegiatan akhir magma untuk menggantikan mineral silikat feromagnesia tanpa kandungan aluminium menjadi mineral serpentin.
Zeolitisasi melibatkan kehadiran zeolit dalam rongga – rongga atau perubahan mineral plagioklas basa dan feldspatoid menjadi zeolit.
Silisifikasi ditandai dengan perubahan mineral asal menjadi mineral silika oleh larutan sisa magma.
Epidotisasi kemungkinan merupakan produk alterasi hidrotermal yang menghasilkan epidot atau zeosit. Atau proses ini merupakan pengganti mineral silikat feromagnesia alumina menjadi epidot. Pada beberapa batuan hal ini berkaitan dengan kloritisasi
Alunitisasi adalah penggantian alkali feldspar menjadi alunit oleh aktiitas cairan mengandung sulfat.
52
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
VI. 3. MINERAL ALTERASI
Karbonat : Kalsit, Aragonit, Siderit.
Sulfat : Anhidrit, Alunit, Natroalunit, Barit
Sulfida : Pirit, Pirotrit, Markasit, Sfalerit, Galena, Kalkopirit
Oksida : Hematit, Magnetik, Leukosen, Diaspor
Pospat : Apatit
Halit : Fluorit
Replacement
Diagram 13. Ubahan Mineral Plagioklas Ca
53
Laboratorium Petrologi Sie. MO - Petrografi
Diagram 14. Ubahan Gelas Vulkanik
Diagram 15. Ubahan Mineral Discontinous
54