LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA I – TL TL 2101 MODUL 05 PENGUKURAN KECEPATAN GAS DALAM CEROBONG
Nama Praktikan
: Farisah Inarah Rahmat Hasby
NIM
: 15316066
Kelompok/Shift
: K02/9
Tanggal Praktikum
: 16 November 2017
Tanggal Pengumpulan
: 23 November 2017
PJ Modul
: 1. Astrid Monica (15314009) 2. Rendi K. Trie Anggara (15315003)
Asisten yang bertugas
: 1. Nurul Rohim (15314042) 2. Widyastuti (15315008)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2017
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut. a. Menentukan metode pengukuran gas dalam cerobong b. Menentukan koefisien kalibrasi pitot S c. Menentukan profil distribusi kecepatan gas dalam cerobong d. Menentukan debit (Q) dari aliran gas dalam cerob ong. B. Prinsip Percobaan
Kecepatan aliran gas dalam cerobong dapat dihitung dari selisih tekanan total dan tekanan statis pada terowongan angin. Barometer digunakan untuk mengukur tekanan udara luar, sedangkan manometer dihubungkan pada pitot s digunakan untuk mengukur tekanan pada terowongan angin. Pengukuran kecepatan gas dalam cerobong diatur dalam EPA Method -2, -2, sedangkan penentuan jumlah traverse point dan dan lokasinya diatur dalam EPA Method EPA Method -1, -1, baik untuk sampling partikulat maupun non-partikulat.
C. Teori Dasar
Kecepatan aliran gas buang dalam cerobong
dapat
dihitung
berdasarkan
perbedaaan antara tekanan total dengan tekanan statis. Tekanan adalah gaya per satuan luas yang dihasilkan akibat pergerakan molekul gas. Dalam pengukuran gas buang, tekanan dibedakan antara tekanan barometrik, tekanan statis, dan tekanan kecepatan. Tekanan barometer adalah tekanan atmosfer dimana sampling dan analisis gas buang dilaksanakan. Tekanan kecepatan atau tekanan dinamis adalah teknan yang disebabkan adanya aliran gas atau selisih antara tekanan total dengan tekanan statis. Dan tekanan statis merupakan selisih antara tekanan gas dan tekanan barometer.
=
Gambar 1 Komponen tekanan gas dalam cerobong Sumber: http://www.flowkinetics.com
Gambar diatas merupakan gambar komponen tekanan gas dalam cerobong. Alat ukur kecepatan gas tergantung pada kecepatan gas yang akan diukur. Untuk kecepatan lebih dari 600 cfm digunakan pitot standar, pitot S, venturi pitot tube, dan spherical pitotmeter. Sedangkan untuk kecepatan rendah yakni kurang dari 600 cfm, dapat menggunakan: Thermometer-Anemometer, Thermistor-Anemometer, Wall Temperatur Difference, Vane Anemometer, Swinging Vane Anemometer, Ballons, Colored Smoke, Chemical Addition, Radioactive Tracers. Pengukuran Tracers. Pengukuran kecepatan gas dalam cerobong diatur dalam EPA Method2. Sedangkan penentuan jumlah transverse point dan dan lokasinya diatur dalam EPA Method-1 baik untuk partikulat ataupun non-partikulat. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil sampling yang representatif, khususnya untuk partikulat yang harus disampling dalam k ondisi isokinetik. Untuk cerobong berpenampang empat persegi panjang, dapat ditentukan dengan diameter ekuivalen (De) sebagai berikut:
= 2×× Dimana W adalah lebar sisi cerobong dan L adalah panjang sisi cerobong. Alat yang umum digunakan diantaranya adalah barometer untuk mengukur tekanan barometrik, sedangkan untuk mengukur tekanan statis, tekanan kecepatan dan tekanan total
dalam cerobong digunakan tabung Pitot S (Stausscheibe (Stausscheibe Pitot Tube) Tube) yang dihubungkan dengan manometer.
(kiri) dan dan Pitot Standar (kanan) (kanan) Gambar 2 Gambar Pitot S (kiri) Sumber: http://www.directindustry.com
Tabung Pitot S harus dikalibrasi dengan menggunakan pitot standar di dalam suatuwind suatu wind tunnel . Untuk mengkalibrasi pitot S terhadap pitot standar, susunan peralatan yang diperlukan ditunjukkan sebagai berikut
Gambar 3 Gambar Susunan Peralatan Kalibrasi Pitot S dengan Pitot Standar Sumber: http://www.flowkinetics.com
Koefisien kalibrasi Pitot S (C p) terhadap Pitot Standar yang dapat diterima adalah yang mendekati nilai 0,84. Kalibrasi dilakukan untuk masing-masing kaki pitot S dengan deviasi rata-rata diantara kedua kaki tersebut adalah 0.01
Gambar 4 Gambar contoh tranverse point Sumber: SNI 7117.13:2009
Gambar 5 Gambar diagram penentuan jumlah transverse point untuk non-partikulat Sumber: SNI 7117.13:2009
Gambar 6 Gambar diagram penentuan jumlah transverse point untuk partikulat Sumber: SNI 7117.13:2009
Nilai koefisien pitot S dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut
, ∆ =,× ∆
Dimana
∆
adalah tekanan kecepatan pada pitot standar atau selisih antara
tekanan total dengan tekanan statis. Sedangkan
∆
adalah tekanan kecepatan pada
pitot S atau selisih antara tekanan total dengan tekanan statis. Untuk menghitung kecepatan aliran gas dalam cerobong dapat menggunakan persamaan berikut
, × ∆ = × × Dan untuk menghitung debit gas yang mengalir dalam cerobong dapat menggunakan persamaan berikut
=×(−)××× × × D. Data Awal
Suhu awal
= 300,2 K
K p
= 34,97
Suhu akhir
= 303,4 K
Tstd
= 298 K
Cp standar
= 0,99
M
= 29 gr/mol
P bar
= 711,4 mmHg
L (Panjang)
= 0,127 m
Pstd
= 760 mmHg
W (Lebar)
= 0,114 m
BH2O
= 0,22
Tabel 1 Data Pengukuran Pada Pitot Standar Posisi
ΔP (mmH2O)
ΔP (mmHg)
4
15.22
1.119117647
5
15.8
1.161764706
6
13.15
0.966911765
Tabel 2 Data Pengukuran Pitot S Kaki A Posisi
Ptotal (mmH2O)
Pstatis (mmH2O)
ΔP (mmHg) (mmHg)
CpA
32.5
ΔP (mmH2O) 24.6
4
57.1
1.808823529 1.808823 529
0.778708593 0.77870859 3
5
57.13
35.3
21.83
1.605147059 1.605147 059
0.842241953 0.84224195 3
6
54.7
33.23
21.47
1.578676471 1.578676 471
0.774786507 0.77478650 7
Cp averarge
0.798579018
Tabel 3 Data Pengukuran Pitot S Kaki B Posisi
P total (mmH2O)
Pstatis (mmH2O)
ΔP (mmHg) (mmHg)
CpB
34.6
ΔP (mmH2O) 21.6
4
56.2
1.588235294 1.58823529 4
0.831027978 0.83102797 8
5
56
33
23
1.691176471
0.820540119
6
54.5
31.8
22.7
1.669117647 1.66911764 7
0.753503272 0.75350327 2
Cp average
0.801690456
Tabel 4 Data Hasil Pengukuran Pitot S Kaki B Posisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ptotal (mmH2O) 53 55.5 52.4 56.2 56 54.5 52.6 56.2 54.9
Pstatis (mmH2O) 31.6 34.5 34.8 34.6 33 31.8 34.7 35.6 36.2
E. Pengolahan Data
1. Konversi Satuan mmH2O ke mmHg Data yang diperoleh melalui pengukuran tekanan pada alat ukur menggunakan satuan mmH2O. Untuk mengonversi nilai tekanan ke dalam satuan mmHg digunakan persamaan berikut
1 mm mmHgHg== 1 13,6
Sebagai contoh, untuk posisi 4 pada pitot standar diperoleh selisih tekanan 15.22 mmH2O, sehingga
mmHg= 15,2213,6 = 1.1191 mmHg
2. Koefisien Kalibrasi (C p)
Untuk memperoleh C p pada pitot S, digunakan persamaan berikut ini
∆∆ C = C √ ∆
Sebagai contoh, pada posisi 4 pada pitot p itot s kaki A dengan
∆
=1.808823529, maka
19117647 = 0.778708593 C =0,99√ 1.1.8108823529 3. Tekanan Kecepatan Bergantung posisi peletakan pitot, akan diperoleh data tekanan total dan tekanan
ΔP ΔP= − ΔP=57, 1−32,5 =24, 6
statis. Melalui data tersebut, dapat ditentukan persamaan berikut
atau tekanan kecepatan menggunakan
Sebagai contoh, untuk posisi 4 pada pitot S kaki A, tekanan kecepatan diperoleh dengan mmH2O
Karena hasil tekanan standar, masih dalam satuan mmH2O, maka perlu dikonversi ke dalam mmHg melalui persamaan yang sudah dijelaskan sebelumnya
mmHg= 24,613,6 = 1.800882 882352 35299 mmHg
4. Kecepatan Aliran Gas Suatu aliran gas dapat ditentukan kecepatannya melalui persamaan berikut
= × ∆ × ,
Sebagai contoh, untuk posisi 1 pengukuran pitot S kaki B diperoleh kecepatan aliran gas melalui persamaan tersebut
=0,9934,97,,+,×,× , =4.246542
m3/jam
5. Debit Aliran Sedangkan untuk debit aliran gas dapat ditentukan melalui persamaan berikut
=3600 ×(1−) × × × ××
Sebagai contoh, untuk pitot s kaki B, diperoleh debit aliran gas sebagai berikut
4 2, 3 235 =3600 ×× 1−0,222 × 4,24654 465422 × 0,0,12727 0,0,11414×× 298×711, 301, 301,8 × 760760
=160,0864
m3/jam
Perhitungan di atas kemudian diterapkan pada masing-masing posisi pengukuran.
F. Data Akhir Dengan menerapkan persamaan di bagian sebelumnya pada setiap variasi diperoleh data berikut
Tabel 5 Data Hasil Perhitungan Kecepatan dan Debit Pitot S Kaki B
1
Ptotal (mmH2O) 53
Pstatis (mmH2O) 31.6
Ptotal (mmHg) 3.8971 3.8971
Pstatis (mmHg) 2.3235
Pkecepatan (mmHg) 1.5735
V (m/s) 4.246542
Q (m /jam) 160.0864
2
55.5
34.5
4.0809
2.5368
1.5441
4.206039
158.6069
3
52.4
34.8
3.8529
2.5588
1.2941
3.850466
145.2030
4
56.2
34.6
4.1324
2.5441
1.5882
4.26568
160.8576
5
56
33
4.1176
2.4265
1.6912
4.402112
165.9750
6
54.5
31.8
4.0074
2.3382
1.6691
4.373579
164.8789
7
52.6
34.7
3.8676
2.5515
1.3162
3.883164
146.4345
8
56.2
35.6
4.1324
2.6176
1.5147
4.165553
157.0980
9
54.9
36.2
4.0368
2.6618
1.375
3.968683
149.6826 149 .6826
Q total
1408.8230
Posisi
3
G. Analisis A
Sebelum memulai percobaan terlebih dahulu ditentukan apa yang mengalir pada cerobong apakah partikulat atau gas. Partikulat adalah substansi (padatan atau cairan) yang terdispersi di udara yang berada kondisi berukuran lebih besar dari sebuah molekul tunggal. Partikulat biasanya diperoleh pada udara emisi. Pada praktikum ini akan digunakan aliran gas (udara ambien) yaitu udara beberas di permukaan bumi. Pada praktikum modul ini, ditujukan untuk menentukan kecepatan aliran gas dalam cerobong. Dengan menggunakan thermocouple, terlebih dahulu diukur dulu suhu awalnya yang akan digunakan dalam perhitungan kecepatan aliran dan debit aliran gas. Setelah itu, perbedan tekanan kemudian diukur menggunakan pitot standar yang yang akan digunakan dalam perhitungan koefisien kalibrasi. Pengukuran terhadap gas pada cerobong dilakukan pada titik-titik tertentu pada cerobong. Berdasarkan SNI 7117.13:2009, pemilihan lokasi pengambilan contoh uji yang ideal dilaksanakan pada posisi minimal 8 kali diameter cerobong dari gangguan bawah (hulu) dan 2 kali diameter dari gangguan atas (hilir). Apabila lokasi pengambilan contoh uji tidak bisa memenuhi persyaratan di atas, maka lokasi pengambilan contoh uji dapat dilaksanakan minimal 2 kali diameter dari gangguan bawah (hulu) dan 0,5 kali diameter dari gangguan atas (hilir) dengan jumlah titik-titik lintas yang lebih ban yak. Selain itu, titik ini dapat diketahui melalui perhitungan diameter ekivalen cerob ong. Karena cerobong yang digunakan berbentuk persegi panjang, digunakan rumus
= 2 × ×
Melalui perhitungan di atas diperoleh nilai 0,12. Angka ini kemudian dicocokkan pada grafik pada Gambar 7 dengan jarak gangguan ke bawah adalah 8D dan ke atas adalah 2D.
Gambar 7 Jumlah Titik Lintas Pada Cerobong Sumber: SNI 7117.13:2009
Berdasarkan grafik di atas, jumlah titik pengukuran sejumlah 9. Sejumlah titik ini kemudian disusun dalam bentuk matriks 3 x 3 sesuai informasi berikut 7
8
9
6
5
4
1
2
3
Gambar 8 Ilustrasi Matriks Pembagian Titik Ukur
Pada pengukuran dengan pitot standar, hanya dilakukan pada posisi 4, 5, dan 6 karena hanya digunakan dalam penentuan kaki pitot S kelak. Setelah itu, dilakukan pengukuran tekanan statis dan tekanan total menggunakan pitot S. Untuk mendapatkan hasil yang tepat, dilakukan pengujian terlebih dahulu untuk menentukan kaki pitot S yang digunakan. pengukuran juga dilakukan pada posisi 4,5, dan 6 saja. Koefisien kalibrasi pitot S (Cp) terhadap pitot standar adalah yang mendekati 0,84. Melalui praktikum, diperoleh koefisien kalibrasi pada kaki A adalah 0.798579018 sedangkan kaki B adalah 0.801690456. Melalui hasil tesebut, digunakan kaki B karena angkanya yang lebih mendekati 0,84. Setelah dipilih kaki B yang akan digunakan, diukurlah pada semua posisi pada cerobong.
Pengukuran tekanan statis dan tekanan total dapat dibedakan melalui posisi pitot terhadap arah aliran. Apabila berlawanan dengan arah aliran, maka yang terukur adalah tekanan total sedangkan apabila sebaliknya, yang terukur adalah tekanan statis. Seperti yang diketahui sebelumnya, pengukuran tekanan p ada cerobong telah diatur pada Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7117.1 :2005. Dengan merujuk pada p ada standar ini, terdapat beberapa perbedaan. Pada SNI, manometer yang digunakan adalah inclined manometer sedangkan pada praktikum adalah manometer digital. Merujuk pada SNI pula ketika menghitung salah satu jenis tekanan, selang dilepas-pasang sedangkan ketika praktikum hanya memutar posisi pitotnya saja. Berdasarkan perhitungan sebelumnya, telah diperoleh hasil profil kecepatan gas terhadap traverse point. Hasil ini dapat ditampilkan dalam bentuk grafik 2D dan 3D menggunakan software menggunakan software Surfer melalui melalui tahap-tahap pada Gambar 8 dengan memasukkan data Tabel 6.
Tabel 6 Koordinat X, Y, dan Z Setiap Titik Pengukuran
Koordinat
Transverse Point
X
Y
Z
1
1,9
2,1
V1
2
5,7
2,1
V2
3
9,5
2,1
V3
4
9,5
6,3
V4
5
5,7
6,3
V5
6
1,9
6,3
V6
7
1,9
10,5
V7
8
5,7
10,5
V8
9
9,5
10,5
V9
Mulai
Save file dalam format .bln
Klik File > New> Worksheet
Buka kembali data dengan format .bln
Buka kembali data dengan format .bln
Masukkan data sesuai Tabel 5
Save data
Klik File > New > Plot Lalu klik Grid > Data
Close tampilan lalu Save
Klik Map > New > Contour Map (2D) atau 3D Wireframe (3D)
Selesai
Gambar 8 Alur Membuat Grafik Pada Surfer
Melalui proses di atas diperoleh grafik berikut
Gambar 9 Grafik 2D Profil Kecepatan Gas
Gambar 10 Grafik 3D Profil Kecepatan Gas
Grafik di atas menunjukkan kecepatan aliran gas pada sembilan titik pengukuran memiliki angka yang variatif. Hal ini dipengaruhi oleh hambatan udara pada masingmasing titik berbeda. Pada kondisi seharusnya, kecepatan maksimal merupakan kecepatan hasil pengukuran titik 5. Berdasarkan kedua grafik di atas, kecepatan maksimum berada tepat di tengah sesuai dengan keadaan ideal. Namun keganjalan dapat dilihat melalui grafik kontur. Pada pojok kiri bawah, pola kontur berbeda dengan tiga sudut lainnya. Bagian yang merupakan hasil pengukuran dan perhitungan kecepatan gas pada titik 1 ini membuktikan data yang diperoleh belum ideal. Kecepatan aliran gas pada titik 1 terbilang tinggi dibandingkan dengan titik 2 dan 8 yang idealnya lebih besar.
Adanya perbedaan antara hasil praktikum dengan kondisi ideal disebabkan oleh beberapa faktor berikut
Kebocoran gas Pada pengukuran, bagian tempat pitot dimasukkan ditutup menggunakan tangan sehingga kemungkinan terjadi kebocoran gas dalam proses pengukuran.
Pitot S tidak diposisikan pada posisi tegak sempurna
Kurang terampilnya praktikan dalam memosisikan pitot pada keadaan tegak konsisten mengakibatkan pada perolehan data yang kurang akurat. Aliran gas pada pitot terhambat
Terlipatnya selang yang terhubung pada pitot akan menyebabkan kecepatan aliran gas berubah dan menunjukkan data yang tidak tepat. Posisi pengukuran yang tidak akurat
Posisi pengukuran seharusnya berada tepat di titik tengah dan pada posisi yang konsisten sesuai gambar di bawah agar tidak terjadi kesalahan pada data.
Gambar 11 Titik Letak Pengukuran
H. Analisis B
Pengukuran kecepatan gas dalam cerobong dapat digunakan untuk menentukan tinggi efektif cerobong yang merupakan total dari tinggi cerobong dan tinggi asap sebelum bergerak horizontal. Makin besar nilai tinggi efektif cerobong, makin kecil konsentrasi polutan. Selain kecepatan dana arah angin, kecepatan gas yang akan keluar dari cerobong mempengaruhi waktu emisi akan bergerak horizontal. Sehingga percobaan ini dapat berguna dalam menentukan konsentrasi polutan yang sampai di darat. Dalam bidang Teknik lingkungan, pengukuran kecepatan aliran gas pada cerobong ini bermanfaat dalam proses pengolahan limbah gas. Salah satu contohnya adalah pada pembangkit listrik tenaga batu bara. Pengukuran ini berfungsi untuk mengukur emisi cerobong asap pabrik dan meneliti pencemaran udara disekitar industri.
Gambar 12 Pembangkit Listrik
Sumber: https://news.agu.org
I. Kesimpulan
a. Metode yang dipakai untuk mengukur kecepatan aliran gas dalam cerobong adalah SNI 19.7117.1:2005 dan SNI 7117.13:2009 yang merujuk pada EPA Method-1 dan EPA Method-2 b. Koefisien kalibrasi pitot S kaki A adalah 0.798579018 dan pada kaki B adalah 0.801690456 c. Menentukan profil distribusi kecepatan gas dalam cerobong
1
V (m/s) 4.246542
2
4.206039
3
3.850466
4
4.26568
5
4.402112
6
4.373579
7
3.883164
8
4.165553
9
3.968683
Posisi
d. Menentukan debit (Q) dari aliran gas dalam cerobong.
1
Q (m /jam) 160.0864
2
158.6069
3
145.2030
4
160.8576
5
165.9750
6
164.8789
7
146.4345
8
157.0980
9
149.6826
Posisi
3
Daftar Pustaka
Badan Standar Nasional. 2005. SNI 19.7117.1:2005. Emisi 19.7117.1:2005. Emisi Gas Buang-Sumber Tidak Bergerak Bagian 1 : Penentuan Kecepatan Alir . Jakarta . Jakarta : BSN. Badan Standar Nasional. 2009. SNI 7117.13:2009. Emisi 7117.13:2009. Emisi Gas Buang-Sumber Tidak Bergerak Bagian 13 : Penentuan lokasi dan titik-titik lintas untuk pengambilan contoh uji partikulat dan kecepatan linier. Jakarta linier. Jakarta : BSN.
Lampiran