MODUL PELATIHAN ASERTIF
KELOMPOK 7 : WIDYA ASKA AUDINA DASNILA Dosen Pembimbing: Drs. Abu Bakar, M.Si
Bimbingan & Konseling
A. Perilaku Asertif
Berperilaku asertif merupakan perilaku antar perorangan (Interpersonal) yang melibatkan aspek kejujuran keterbukaan pikiran dan perasaan (Gunarsa, 2004)
Dari pernyataan diatas, maka disimpulkan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku sesorang dalam mempertahankan hak pribadi serta mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, jujur, tegas, berpendapat secara langsung dan menyatakan pandangan dari dalam diri dan tetap menghormati perasaan dan hak-hak orang lain.
B. Konsep Teknik Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami
kesulitan
untuk
menyatakan
diri
bahwa
tindakannya adalah layak atau benar. Asertif adalah suatu pernyataan tentang perasaan, keinginan dan kebutuhan pribadi kemudian menunjukkan kepada orang lain dengan penuh percaya diri. Corey (1995: 87) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang
diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan
tersinggung,
kesulitan
menyatakan
tidak,
mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Latihan asertif merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang diganggu kecemasan, tidak mampu
mempertahankan
hak-haknya,
terlalu
lemah,
membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan tersinggung.
amarahnya
dengan
benar
dan
cepat
Karakteristik asssetiveness (social skills) training, yaitu: a. Cocok untuk individu yang memiliki kebiasaan respon – cemas (anxiety-response) dalam hubungan interpersonal,
yang
tidak
adaptif,
sehingga
menghambat untuk mengekspresikan perasaan dan tindakan yang tegas dan tepat. b. Latihan asertif terdiri dari 3 komponen, yaitu : Role Playing, Modeling, Social Reward & Coaching c. Dalam situasi social dan interpersonal, muncul kecemasan dalam diri individu, seperti: (1) Merasa tidak pantas dalam pergaulan sosial, (2) Takut untuk ditinggalkan, dan (3) Kesulitan mengekspresikan perasaan cinta dan afeksinya terhadap orang-orang disekitarnya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
latihan
asertif
adalah
bantuan
yang
digunakan atau digunakan untuk mengurangi dan menghilangkan
gangguan
kecemasan
serta
meningkatkan kemampuan interpersonal individu, utamanya
yang
mengalami
kesultian
menyatakan diri bahwa tindakannya benar.
untuk
C. Tujuan
Adapun tujuan dari teknik pelatihan asertif antara lain sebagai berikut. 1. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain. 2. Meningkatkan
keterampilan
behavioralnya
sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak. 3. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain. 4. Meningkatkan
kemampuan
individu
untuk
menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalm berbagai situasi sosial. 5. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari teknik pelatihan asertif yaitu: 1. Melatih individu yang tidak dapat menyatakan kemarahan dan kejengkelan. 2. Melatih individu yang mempunyai kesulitan untuk berkata tidak dan yang membiarkan orang lain memanfaatkannya. 3. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki
hak
untuk
menyatakan
pikiran,
kepercayaan, dan perasaan-perasaannya. 4. Melatih individu yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respon-repon positif yang lain. 5. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri. 6. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain. 7. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan. 8. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit.
E. Tahap-tahap dan Aplikasi Pelatihan Asertif
Tahap-tahap dari penerapan teknik latihan asertif adalah sebagai berikut. 1. Menentukan serangkaian situasi apa saja yang menimbulkan perasaan atau pikiran sulit bersikap asertif. 2. Konselor dan konseli memerankan peran dalam role playing. 3. Konseli mencoba mempraktekkan keterampilan yang sudah dilatih, pada situasi sebenarnya. 4. Mendiskusikan
kembali
hasil
penerapan
keterampilan pada pertemuan selanjutnya. Teknik
ini
sangat
relevan
digunakan
pada
permasalahan yang menyangkut hubungan sosial. Misalnya dalam lingkup sekolah, organisasi, dan sebagainya. Dimana seringkali terjadi kebingungan pandangan mengenai asertif, agresi, dan sopan. Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehatihatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984)
a. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya. b. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya. Diungkapkan diinginkan
konseli
perilaku/sikap sehubungan
yang dengan
permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya. c. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Konselor dapat menentukan perilaku yang harus
dimiliki
konseli
untuk
menyelesaikan
masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya
d. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya. e. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikapsikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli. Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut. f.
Menentukan
respon-respon
asertif/sikap
yang
diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh). g. Mengadakan
pelatihan
perilaku
asertif
dan
mengulang-ulangnya. Konselor
memandu
konseli
untuk
mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut
contoh
sebelumnya.
yang
diberikan
konselor
h. Melanjutkan latihan perilaku asertif i.
Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud. Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.
j.
Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.
Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2007. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung:PT Refika Aditama. Gunarsa, Singgih D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. Gunung Mulya Jones, N. R. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar http://lutfifauzan.wordpress.com/2010/01/12/makalahkonseptual-assertive-training/ http://misscounseling.blogspot.com/2011/03/tehnikkonseling-asertif-training.html