MINI RISET STASE KEPERAWATAN KRITIS
GAMBARAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN
4 Juni -16 Juni 2018
Oleh: Kelompok B Ners PSIK FK ULM Santi ayu Sartika, S.Kep NIM. 1730913320034 1730913320034 Muhammad Rakha Akbar, S.Kep
NIM. 1730913310027
Wahyu Saputra, S.Kep
NIM. 1730913320036
Putri Ubaidah, S.Kep
NIM. 1730913320030 1730913320030
Zuraida Mulqiah, S.Kep
NIM. 1730913320013 1730913320013
PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
MINI RISET STASE KEPERAWATAN KRITIS
GAMBARAN NYERI PADA PASIEN KRITIS DI RUANG ICU RSUD ULIN BANJARMASIN
4 -16 Juni 2018 Oleh: Kelompok B Ners PSIK FK ULM Santi ayu Sartika, S.Kep NIM. 1730913320034 Muhammad Rakha Akbar, S.Kep
NIM. 1730913310027
Wahyu Saputra, S.Kep
NIM. 1730913320036
Putri Ubaidah, S.Kep
NIM. 1730913320030
Zuraida Mulqiah, S.Kep
NIM. 1730913320013
Banjarmasin,
Juni 2018
Mengetahui, Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
Ifa Hafifah, S.Kep, Ns, M.Kep NIK. 199008 192018032001
Lukmanul Hakim, S.Kep, Ns, M.Kep NIP. 19760116 19603 1 002
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Pasien di unit perawatan intensif memiliki berbagai pengalaman yang kompleks dan kondisi yang mengancam jiwa, dan memiliki masalah dengan rasa nyeri dan ketidaknyamanan.Insidensi nyeri pada pasien kritis lebih besar 50%, dari pengalaman nyeri dirasakan ketika istirahat maupun menjalani prosedur klinis yang rutin dilaksanakan. Sumber nyeri yang telah diidentifikasi adalah trauma injuri, standar prosedur (pengangkatan drain/ tube, mobilisasi, suction endotrakeal), penyakit akut, pembedahan dan peralatan invasif. Tidak adekuatnya pengkajian nyeri dapat menyebabkan tidak dikenalinya masalah nyeri sehingga nyeri tidak tertangani. Nyeri yang tidak tertangani secara optimal dapat menimbulkan dampak buruk terhadap fungsi fisiologis, meningkatkan waktu rawat inap di ICU dan meningkatkan waktu penggunaan ventilator (Prawesti & Nursiswati, 2016) Kompleksnya pengkajian nyeri di area keperawatan kritis memerlukan pengkajian nyeri yang komprehensif sebagai evaluasi yang objektif melalui pengamatan pada indikator rasa nyeri. Namun tidak ada alat yang sempurna untuk mengevaluasi rasa nyeri. Penggunaan skala nyeri berdasarkan indikator perilaku direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa mengkomunikasikan rasa nyerinya dengan mengamati fungsi motorisnya. (Barr, et al., 2013) Dalam penelitian (Puntillo, et al., 2014) meneliti perilaku yang ditunjukkan oleh pasien yang mengalami rasa nyeri dan mengidentifikasi sejumlah indikator perilaku nyeri (pada pasien yang sadar) dengan tujuan untuk dijadikan acuan dalam mengidentifikasi rasa nyeri pada pasien dengan sedasi dan tidak sadarkan diri.Termasuk meringis, kekakukan, menutup mata, dan mengepalkan tangan. Peran perawat dalam melakukan pengkajian nyeri pada pasien kritis merupakan hal penting. Karena untuk mencegah perburukan kondisi fisiologis akibat nyeri yang diderita oleh pasien walaupun ada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Pengkajian nyeri pada pasien kritis juga penting untuk merencanakan tindakan keperawatan selanjutnya untuk menangani nyeri yang dirasakan pasien.
3
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran nyeri pada pasien kritisdi ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin.
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui gambaran nyeri pada pasien kritis di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin 1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui karakterisitik responden yang terpasang prosedur invasive pada pasien kritis di ICU RSUD ULIN Banjarmasin. 1.3.2.2 Mengetahui gambaran nyeri pada pasien kritis dengan menggunakan skala CPOT di ICU RSUD ULIN Banjarmasin.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Penelitian
1.4.1.1 Bagi RSUD Ulin Banjarmasin Memudahkan dan memberikan gambaran umum bagi perawat tentang gambaran nyeri pada pasien kritis di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin 1.4.1.2 Bagi Institusi Pendidikan Menambah kepustakaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan. 1.4.1.3 Bagi Peneliti Sarana mengembangkan diri dalam melaksanakan praktik keperawatan yang sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang ada.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pasien Kritis
Pasien kritis menurut AACN ( American Association of Critical Nursing) didefinisikan sebagai pasien yang beresiko tinggi untuk masalah kesehatan aktual ataupun potensial yang mengancam jiwa. Semakin kritis sakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi sangat rentan, tidak stabil dan kompleks, membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan keperawatan yang teliti. Pasien kritis akut merupakan pasien dengan kondisi akut karena suatu penyakit akut atau trauma yang memerlukan penanganan segera sesaat setelah kejadian karena beresiko mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Pasien dengan penyakit kritis akut bisa melibatkan gangguan satu atau lebih organ tubuh yang sesuai dengan riwayatnya atau gangguan beberapa sistem seperti kardiovaskuler, gastrointestinal, muskuloskeletal, imunitas dan pernapasan(Britt, 2005) Pasien kritis kronis merupakan pasien dengan penyakit kritis yang berkembang dari penyakit kritis akut yang membutuhkan perawatan khusus tingkat tinggi dalam beberapa bulan bahkan tahun di ruang rawat intensif(Neil, 2012) 2.1.1
Tingkatan pasien kritis
Menurut Intensive Care Society tingkatan pasien kritis yaitu(Intensive Care Society, 2009 ): 1) Kriteria level 0 Yaitu pasien yang dapat dirawat di ruang biasa dengan indikasi terapi pemasangan intravena dan observasi kurang dari 4 jam. 2) Kriteria level 1 Yaitu pasien yang mendapat observasi minimal 4 jam, membutuhkan terapi
oksigen,
pemberian
nutrisi
melalui
parenteral,
permasalahan pada TTV tetapi belum mencapai kritis.
5
adanya
3) Kriteria level 2 Yaitu pasien dengan persiapan pre operasi dan perawatan sehabis post operasi, pasien dengan bantuan sistem organ support kecuali respiratory dan kardiovaskluer secara bersamaan. 4) Kriteria level 3 Pasien yang mendapatkan bantuan respiratory lebih lanjut, pasien yang mendapatkan minimal 2 bantuan organ sistem. 2.2 Nyeri
Nyeri
adalah
pengalaman
sensori
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Rasa nyeri merupakan masalah nyata pada pasien kritis. Beberapa kondisi
yang
dialami
oleh
pasien
kritis
adalah
penurunan
kesadaran,pergerakan tubuh terbatas, dan tidak bisa mengungkapakan apa yang dirasakan termasuk rasa nyeri yang dialaminya. Hal ini menyebabkan pengkajian nyeri pada pasien kritis dengan penurun kesadaran menjadi tantangan bagi perawat (Puntillo, et all, 2014).. 2.3 Skala CP OT
Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) merupakan instrumen pengkajian nyeri yang dikembangkan oleh Gelinas et al pada tahun 2006. Instrumen pengkajian nyeri tersebut terdiri dari 4 item penilaian, setiap item memiliki kategori yang berbeda, yaitu ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan keteraturan dengan ventilator untuk pasien terintubasi dan pasien yang tidak terintubasi. Jumlah skor yang diperoleh dalam rentang 0 – 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CPOT memiliki nilai inter-rater reliability yang cukup tinggi yang dinilai pada saat pasien istirahat dengan nilai 0,95- 1 dan setelah prosedur dengan nilai 0,86-1. Penelitian pada pasien bedah jantung menunjukkan bahwa CPOT memiliki nilai inter-rater reliability sebesar 0,981 (Gelinas et al, 2006; Marmo, 2009). Penelitian Vazquez et al
6
(2011) pada 96 pasien dengan ventilator yang diteliti saat pasien istirahat dan prosedur alih baring dengan nilai discriminant validity: Mean score saat istirahat 0.27 (SD,0.64); selama prosedur 1.93 (SD, 1.41). Sedangkan, nilai reliabilitasnya dengan uji Kappa dengan nilai 0.97- 1. Hal ini menunjukkan bahwa CPOT memiliki nilai interrater reliability sangat bagus. Kelebihan dari CPOT adalah dapat digunakan untuk pengkajian nyeri pada pasien bedah dan non bedah yang ditunjukkan dengan nilai interrater reliability yang cukup tinggi (Sriwahyuningsih I, 2016). Instrumen CPOT memiliki empat domain berkaitan dengan perilaku dan dipergunakan untuk menilai nyeri pada pasien dewasa yang terpasang ventilator atau tanpa ventilator pada kasus bedah, medikal dan trauma di ICU. CPOT memiliki nilai discriminant validity yang cukup bagus dengan mengobservasi pasien saat istirahat dan selama prosedur yang menyebabkan nyeri dengan nilai interrater reliability cukup tinggi yaitu 0.52- 0.88 (Payen et al, 2001; Gelinas et al, 2006). Selain itu, CPOT juga telah diuji sensitivitas dan spesifisitasnya dengan gold standard pelaporan nyeri secara verbal oleh pasien yang telah diekstubasi dengan hasil nilai sensitivitas 86% dan nilai spesifisitas 78% (Gelinas et al, 2009). Pengkajian nyeri harus dilakukan secara regular dan menggunakan metodeyang benar. Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya, yangperlu diperhatikan adalah adanya perubahan perilaku pasien. CPOT (CriticalcarePain Observation Tool) merupakan salah satu instrument yang terbukti dapatdigunakan untuk menilai adanya perubahan perilaku tersebut (Stites, 2013). CPOTpertama dikembangkan oleh Gellinas. et al (2006) dan telah diaplikasikan diCalifornia, Amerika Serikat, Kanada, dan Prancis (Gellinas,et al , 2006). CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: (1) mengalamipenurunan kesadaran dengan GCS > 4, (2) tidak mengalami brain injury, (3)memiliki fungsi motorik yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresiwajah, pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi(pada pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor total 0-8, dengan total s kor ≥2 menunjukkan adanya
7
nyeri. Skala CPOT Menurut Gelinas (2006). Indikator
Skor
Ekspresi wajah
Tidak ada ketegangan otot Mengerutkan kening,alis turun/mengangkat alis,tampak tegang dan kontraksi otot levator Semua gerakan wajah diatas ditambah kelopak mata tertutu rapat,menggigit selang ett Pergerakan tubuh Tidak bergerak sama sekali (tidak ada gerakan melokalisasi nyeri) Gerakan hati-hati,menyentuh atau menggesek lokasi nyeri,mencari perhatian melalui gerakan Mencabut ETT, mencoba duduk anggota badan bergerak/merontaronta, tidak mengikuti perintah,mengamuk dan mencoba keluar dari tempat tidur Ketegangan Tidak ada perlawana terhadap otot:dievaluasi gerakan pasif (tidak ada ketegangan dengan gerakan otot) fleksi dan ekstensi Perlawanan terhadap gerakan pasif secarapasif pada Perlawanan yang kuat terhadap ektermitas atas gerakan pasif,tidak mampu untuk melawan gerakan tersebut. Berbicara jika Berbicara dalam nada normal atau pasien diekstubasi tidak ada suara Mendesah,mengerang
Score
Rileks Kaku
0 1
Meringis
2
Tidak ada gerakan abnormal Lokalisasi nyeri
0
1
Gelisah 2
Rileks
0
Tegang kaku
1 2
Sangat tegang dan kaku Bicara dengan nada pelan
0
Mendesah, mengerang
1
Menangis, berteriak Pasien toleransi terhadap kerja ventilator Saat batuk alarm berbunyi,namun berhenti secara spontan Alarm selalu berunyi
2
Menangis
Kesesuaian ventilator
Alarm tidak berbunyi
Alarm berhenti secara spontan
0
1
Tidak sinkron: alarm selalu 2 berbunyi Skor Hasil : 0= Tidak ada Nyeri, 1-2 = Nyeri ringan, 3-4 : Nyeri sedang 5-6: Nyeri berat, 7-8 Nyeri Sangat Berat
8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian observasional bersifat deskriftif eksploratif nonhipotesis yakni menerangkan seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu.
3.2
Populasi dan Sampel
Populasi adalah obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien di ruang ICU yang mendapatkan prosedur invasive dan mengalami penurunan kesadaran dengan GCS <9. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampel penelitian diambil secara total sampling , yaitu semua pasien yang ada di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin dengankurun waktu 4 – 10 Juni 2018, sesuai dengan kriteria penelitian.Sampel penelitian yang diambil yaitu sebanyak 8 orang. 3.2
Instrumentasi Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi dan skala CPOT. 3.3
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan di ICU RSUD Ulin Banjarmasin dengan prosedur sebagai berikut: 3.3.1
Tahap Persiapan
3.3.1.1 Studi pendahuluan didapat dari laporan rekam medik perawat di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin 3.3.1.2 Mini riset dilakukan dilakukan di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin
9
3.3.2
Tahap Pelaksanaan
3.3.2.1 Membuat
lembar
skala
PQRST
pada
pasien
dengan
kesadaran
komposmentis dan dapat diajak berkomunikasi dan membuat lembar skala CPOT pasien yang mengalami penurunan kesadaran 3.3.2.2 Pengambilan data melalui lembar observasi sesuai dengan kriteria 3.3.2.3 Hasil data penelitian dikumpulkan dan didokumentasikan. 3.3.2.4 Editing data dilakukan sesuai prosedur serta pengolahan dan analisis data dilakukan sesuai prosedur.
3.4 3.4.1
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Data Primer
Data pengkajian yang didapat langsung melalui autoanamnesa dan alloanamnesa. 3.4.2
Data Sekunder
Data yang diperoleh dari rekam medik pasien di ICU RSUD Ulin Banjarmasin. 3.5
Cara Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif. Secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusiuntuk menjabarkan gambaran nyeri pada pasien kritis di ICU RSUD Ulin Banjarmasin. 3.6
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ICU RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal4 – 10 Juni 2018. Tabel 4.1 Jadwal rencana pelaksanaan penelitian Gambaran Nyeri pada Pasien Kritis di ruang ICU RSUD Ulin Banjarmasin.
No
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Konsultasi Pengumpulan Referensi Penelitian Analisis data Penyusunan laporan Seminar
4
5
6
10
7
8
Juni 2018 9 10 11 12 13 14 15 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Responden
5.1.1
Gambaran Responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ICU RSUD Ulin Banjarmasin, dari 8 orang responden didapatkan karakteristik berdasarkan, usia dan jenis kelamin, tindakan invasif yang diberikan, dandiagnosis medis. Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden tanggal 4-10 Juni 2018 Variabel N % Usia ≥ 50 tahun 3 37,5 <50 tahun Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
5 8
62,5 100
4 4
50 50
Total Tindakan invasif NGT Kateter Infus Tracheostomi Ventilator Total Diagnosis medis ICH Enchelopati Optimal debulking
8
100
8 8 8 3 8
100 100 100 37,5 0 100
3 2 1
37,5 25 12,5
11
Seizure Tumor
1 12,5 1 12,5 Total 8 100 Berdasarkan tabel 5.1 usia responden terbanyak yaitu dibawah 50 tahun, tindakan invasive yang diberikan untuk setiap pasien yaitu terpasang NGT, kateter dan infus. Diagnosis medis yang paling banyak didapatkan yaitu ICH. 5.1.2
Gambaran Nyeri pada Pasien Kritis.
Tabel 5.2Gambaran nyeri pada pasien kritis Responden Inisial Skala CPOT 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8.
Ny A Tn. D Ny.K Ny.B Tn.H Ny.R Tn.J Tn.T
0 2 2 4 0 2 3 0
Interpretasi
Tidak Nyeri Ringan Ringan Sedang Tidak nyeri Ringan Ringan Tidak nyeri
Berdasarkan tabel 5.2 nyeri yang didapatkan yaitu dari seluruh responden yaitu nyeri ringan dengan skala 2. Tn. D umur 49 tahun dengan diagnosa PO craniotomy ICH + SC dengan tindakan invasif NGT, TC, DC dan IVFD, terpasang mur pada saat dilakukan pengkajian nyeri, adanya respon pergerakan terhadap nyeri yang dirasakan tetapi tidak sampai melakukan gerakan gelisah. Pasien juga sering mendengus pendek dan juga sesekali mendengus panjang akibat nyeri yang dirasakannya. Tidak terdapat adanya respons perubahan mimik wajah pada saat dilakukan pengkajian. Ny.K 43 tahun dengan diagnosa PO laparatomy atas indikasi optimal debulking dan terpasang tindakan invasif NGT, IVFD, dan DC. pada saat dilakukan pengkajian nyeri, terlihat gelisah dan sering mencabut alat-alat yang menempel ditubuhnya seperti selang NGT dan juga selang infus.Tetapi, pasien tidak terdapat respon perubahan wajah maupun respon verbal yang mengindikasikan nyeri. Ny. B umur 44 tahun dengan diagnosis PO Craniotomy
+ TC Gudel
dan
terpasang tindakan invasif IVFD, NGT dan DC. pada saat dilakukan pengkajian nyeri, pada mimik wajah terlihat meringis dan terkadang menangis setiap dilakukan tindakan invasive maupun tidak, Pasien juga terlihat tegang dan kaku
12
pada gerakan, Respon verbal pasien lebih sering mendengus panjang pada saat tidak dilakukan tindakan invasive. Ny. R Umur 64 tahun dengan diagnosis DOC + Enselopathy + CKD Grade IV dan Post HD, Pasien terpasang tindakan Invasif NGT, Infus DC, pada saat dilakukan pengkajian nyeri, respons wajah pasien terlihat rileks, tidak adanya gerakan abnormal yang terlihat, Klien tampak kaku pada bagian tangan. Respon verbal pasien yang terlihat yaitu pasien sering mendengus kecil tetapi tidak mendengus panjang. Tn.J umur 31 tahun dengan diagnosa DOC terpsang tindakan Invasif NGT, IVFD dan DC pada saat dilakukan pengkajian nyeri, respons wajah terlihat rileks, respons gerakan terlihat adanya gerakan untuk menjangkau alat invasive yang terpasang. Adanya gerakan kaku pada bagian tangan dan kaki ketika digerakan.Respon verbal pasien terkadang mendengus kecil. Dari hasil penelitian didapatkan adanya 3 responden yang didapatkan tidak mengalami nyeri. Menurut asumsi peneliti, pengkajian nyeri dilakukan pada saat pasien beristirahat, karena pasien dalam keadaan penurunan kesadaran penuh dan kondisi pasien belum stabil dikarenakan pasien baru masuk ke ruangan dan terkait lama rawat dan pemasangan tindakan invasif. Dari hasil penelitian, didapatkan adanya mimik wajah meringis dan adanya mendengus kecil setiap dilakukan adanya tindakan invasive.Hal ini sesuai dengan penelitian (Puntillo, et al., 2004)yang menyatakan, pasien ICU yang sedang dilakukan tindakan invasive 3 kali lebih banyak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, 4 kali lebih banyak untuk melakukan gerakan dan 10 kali lebih banyak untuk melakukan respon verbal dibandingkan tidak dilakukan tindakan invasive.
13
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan temuan penelitian sementara ini,didapatkan gambaran nyeri pada pasien kritis di r uang ICU yaitu 3 pasien tidak mengalami nyeri, 4 pasien mengalami nyeri ringan dan 1 pasien mengalami nyeri sedang.
B.
Saran
1.
Bagi Perawat Diharapkan mampu mengembangkan penelitian di lahan kerja
guna
menunjang perawatan yang optimal pada pasien-pasien yang mengalami nyeri. Diharapkan juga untuk perawat agar melakukan pengkajian nyeri yang dilakukan secara komprehensif untuk mengoptimalkan intervensi yang akan diberikan terhadap rasa nyeri yang dialami pasien kriti s. 2.
Bagi mahasiswa Diharapkan untuk mahasiswa dapat memahami apa saja yang dapat terjadi pada adanya nyeri yang terlihat pada pasien kritis yang ada di ruang ICU bahwa nyeri yang tidak dilaporkan dapat memberikan dampak buruk pada pasien.
14
DAFTAR PUSTAKA
Barr, J. et al., 2013. Clinical Practice Guidelines for The Management of Pain, Agitation, and Delirium in Adult ICU Patients. Crit Care Med, Volume 41, pp. 263-306. Britt, H., 2005. General Practice Activity in Australia. Canbera: Australia Institute of Health and Welfare. Intensive Care Society, 2009 . Leve of Critical Care for Adult Patient. Intensive Care Society Standards. Neil, M., 2012. Chronic Critical Illnes: The Growing Challenge to Health Care. The Journal Respiratory Care Company, Volume 57, pp. 1021-1027. Prawesti, A. & Nursiswati, 2016. Pengkajian Nyeri pada Pasien Kritis dengan Menggunakan Crtical Pain Observation Tool (CPOT) di Intensive Care Unit (ICU). Volume 4, pp. 162-169. Puntillo, K. A. et al., 2004. Pain Behavior Observed During Six Common Procedures: Results from Thunder Project II. Crit Care Med, Volume 32, pp. 421427. Puntillo, K., Max, A., Timsit, J. & Vignoud, L., 2014. Determinants of Procedural Pain Intensity in The Intensive Care Unit. Am J Respir Crit Care Med, Volume 189, pp. 39-47. Tahka, S. et al., 2009. Pain Assessment Tools for Unconscious or Sedated Intensive Care Patients: A systematic review. Journal of Advanced Nursing , Volume 65, pp. 946-956.
15