MAKALAH METABOLISME
METABOLISME BAKTERI ASAM LAKTAT
Oleh:
HERLINA
G2L1 14 006
PROGRAM STUDI KIMIA
PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Bakteri Asam Laktat (BAL) secara berangsur-angsur diterima
pada permulaan abad 20 ( Nyanyian Et. Al., 2010). Terdapat 2 terminologi
mengenai BAL yaitu sebagai "asam susu" dan "produsen asam laktat"
sehingga menimbulkan sedikit kebingungan. Dengan adanya penerbitan suatu
monograf tentang Bakteri Asam Laktat yang ditulis oleh Orla-Jensen tahun
1919 mengakhiri hal tersebut, dimana penelitian tersebut mempunyai
dampak yang besar dalam pengembangan BAL ( Axelsson, 1989).
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu contoh mikroorganisme
yang menguntungkan dan mempunyai peran penting dalam industri pangan,
seperti dalam proses fermentasi makanan sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk. BAL selain menguntungkan bagi industri pangan juga
memiliki keuntungan bagi kesehatan, terutama bagi pencernaan manusia.
Penggolongan jenis BAL telah didasarkan pada morfologi , model
fermentasi glukosa, pertumbuhan pada temperatur tertentu, dan cakupan
pemanfaatan gula. Taksonomi BAL ditinjau kembali setelah penelitian
tersebut, dimana karakter yang digunakan oleh Orla-Jensen dalam
penggolongan BAL menjadi sangat penting. Bakteri Asam Laktat merupakan
suatu kelompok bakteri yang memiliki morfologi, metabolisme, dan
persamaan fisiologis dan mereka juga secara relatif berhubungan erat
pilogenetik.
Secara umum BAL dikelompokan dalam kelompok gram-positive, dimana
fermentasi dari karbohidrat merupakan hasil utama mereka. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah disetujui masuk dalam kelompok BAL terdiri
dari empat jenis yaitu Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan
Streptococcus.
Revisi taksonomi terbaru telah mengusulkan beberapa jenis bakteri
baru sebagai berikut: Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium,
Dolosigranulum, Enterococcus, Globicatella, Lactococcus, Oenococcus,
Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissella. Lactobacilli, Carnobacteria.
Untuk mengidentifikasi BAL, metoda yang paling umum digunakan yaitu
metode phenotypic. Hal baru dalam penentuan genetik BAL dengan
menggunakan tehnik 16S rDNA merupakan pengembangan teknik sebelumnya dan
teknik ini cukup akurat. Penentuan urutan 16S rDNA yang pendek digunakan
sebagai suatu cara sederhana dalam penentuan jenis dari isolat Bakteri
Asam Laktat. Taksonomi Bakteri Asam Laktat telah didasarkan pada reaksi
gram dan produksi Asam Laktat dari berbagai fermentasi karbohidrat.
Terdapat 2 jalur fermentasi gula yang dapat dilakukan oleh BAL yaitu
Glikolisis ( Jalur Embden-Meyerhof) menghasilkan asam laktat dan berada
pada kondisi standar dan metabolisme ini dikenal sebagai fermentasi
homolaktat. Jalur 6-Phosphogluconate/Phosphoketolase menghasilkan
sejumlah hasil akhir yanag signifikan, seperti etanol, asam cuka, dan
CO2 dikenal sebagai fermentasi heterolaktat. Kondisi pertumbuhan yang
bervariasi memungkinkan terjadinya perubahan pada formasi produk BAL.
Perubahan ini dapat dihubungkan untuk perubahan metabolisme piruvate
atau menggunakan akseptor elektron terluar seperti oksigen atau senyawa
organik.
Hasil proses fermentasi oleh bakteri asam laktat berupa asam laktat
dan sebagian kecil asam-asam lain seperti asam asetat, etanol, dan CO2
yang berperan menghambat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen.
Contohnya pada penelitian aktivitas antimikroba bakteri asam laktat yang
diisolasi dari daging sapi, susu fermentasi, dan minuman fermentasi
tradisional Etiopia. Kegunaan BAL dalam industri pangan mendorong
dilakukannya eksplorasi strain BAL dari berbagai sumber seperti pada
produk fermentasi buah dan sayuran.
BAL digunakan sebagai probiotik karena sebagian strain BAL bukan
merupakan bakteri patogen dan kemampuannya untuk hidup di saluran
pencernaan serta dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen (sifat
antimikrobial) sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesehatan tubuh.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan memaparkan peranan bakteri
asam laktat dalam metabolisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran bakteri asam laktat dalam metabolisme?
2. Bagaimana alur metabolisme yang dilakukan oleh bakteri asam laktat?
3. Bagaimana proses metabolisme bakteri asam laktat?
C. Tujuan
1. Mengetahui peran bakteri asam laktat dalam metabolisme?
2. Mengetahui alur/pathway metabolisme yang dilakukan oleh bakteri asam
laktat?
3. Mengetahui proses identifikasi senyawa produk metabolisme oleh bakteri
asam laktat?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam
filum Firmicute. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah
Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera,
Leuconostoc, Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus,
Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella. Kelompok bakteri ini termasuk
bakteri Gram positif, tidak berspora, tidak berpigmen mesofil, serta
berbentuk kokus dan batang. Bakteri ini dapat hidup pada temperatur antara
5 – 50 ºC dan bersifat katalase negatif.
Nama bakteri asam laktat diperoleh dari kemampuannya dalam
memfermentasi gula menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat juga terdapat
dalam tubuh manusia sebagai flora normal tubuh. Selain pada manusia,
bakteri ini juga dapat ditemukan pada produk sayuran dan susu. Habitat
bakteri tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Habitat Bakteri Asam Laktat
"Habitat "Kelompok Bakteri "Aktivitas atau produk"
"Produk sayuran "Streptococcus spp., "Pikel, sauerkraut "
" "Lactobacillus " "
" "plantarum " "
" "Streptococcus lactis, " "
" "Lactobacillus casei, " "
"Produk susu "L. acidophilus, "Keju, susu, yoghurt "
" "L. delbrueckii, " "
" "Leuconostoc " "
" "mesentroides, " "
"Sistem "Streptococcus "Flora normal, "
"pencernaan "salivarus, "dental caries "
"(oral dan usus) "S. mutans, dan " "
" "Lactobacillus "Patogen pada saluran "
" "salivarus "urin "
" "Streptococcus faecalis" "
Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu contoh mikroorganisme
yang menguntungkan dan mempunyai peran penting dalam industri pangan,
seperti dalam proses fermentasi makanan sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk. BAL selain menguntungkan bagi industri pangan juga
memiliki keuntungan bagi kesehatan, terutama bagi pencernaan manusia.
2. Metabolisme Bakteri Asam Laktat
Berdasarkan jalur metabolisme saccharolytic, bakteri asam laktat dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (Prescott et al., 2002) :
1. Homofermentatif : Bakteri dalam kelompok ini akan mengubah heksosa
menjadi asam laktat dalam jalur Embden-Meyerhof (EM), dan tidak dapat
memfermentasikan pentosa atau glukonat. Jalur metabolisme homofermentatif
ini dapat dilihat pada Gambar 1.
2. Heterofermentatif : Heksosa difermentasikan menjadi asam laktat, karbon
dioksida, dan etanol (atau asam asetat sebagai akseptor elektron
alternatif). Pentosa lalu diubah menjadi laktat dan asam asetat. Jalur
metabolisme heterofermentatif ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Bakteri homofermentatif memecah gula menjadi asam laktat, sedangkan
bakteri heterofermentatif mengubah gula menjadi asam laktat, asam asetat,
dan etanol (Battcock & Azam-Ali, 1998). Proses biokimia pembentukan asam
laktat pada bakteri homofermentatif (Gambar 1) dan heterofermentatif
(Gambar 2).
Gambar 1 Metabolisme Homofermentatif dari Bakteri Asam Laktat
Gambar 2 Metabolisme Heterofermentatif dari Bakteri Asam Laktat
3. Metabolisme Bakteri Asam Laktat
a. Pengantar
NADPH: H2 Pathway
NADPH : H2 PATHWAY (Veit, et. Al. 2008. Japan)
Journal Microbial Biotechnology (2008) 1(5), 382–394
Grafik illustrasi dari metabolisme anaerob pada karbon pusat yang
sangat penting untuk fermentasi produksi gas Hidrogen dari bakteri
E. Coli (BL21(DE3)). Studi ini yaitu pada pathways yang ditunjukkan
pada kolom A. Plasmid dioekerjakan sebagai tuan rumah yang
Keterangan:
1. G6P (glucose-6-phosphate)/Substrat
2. GAP (glyceraldehyde-3-phosphate),
3. PYR ( pyruvate)
4. PPP (pentose phosphate pathway). Pada jalur ini Bakteri E. Coli
yang telah dikontruksi mengubah NADP+ menjadi NADPH dan terjadi
oxi/red pada Fd dengan bantuan protein NFOR sehingga mengubah H+
menjadi H2 dengan bantuan HydA.
5. PntAB (memberan pembatas NADPH:NADH transhydrogenase yang
disandikan oleh gen pntAB).
6. SthA, soluble NADPH:NADH transhydrogenase yang disandikan oleh
gen sthA.
7. NFOR, NAD(P)H:ferredoxin oxidoreductase
8. HydA, ferredoxin-dependent FeFe hydrogenase.
Bakteri E. Coli kultur BL21(DE3) yang tumbuh pada MOPS minimal
media glucose dibawah kondisi anaerobik pada dasarnya tidak
mengkonsumsi gas hidrogen yang ditambahkan (Yoshida et al., 2005;
2006; Maeda et al., 2008). sehingga bakteri ini sangat ideal untuk
menjadi tuan rumah untuk study awal dan kontruksi ferredoxin
metabolisme H2
Pada kultur bakteri E. Coli BL21(DE3) dilakukan kontruksi sistem
model ferredoxin dari bakteri Clostridium sp. yang merupakan
penghasil ferredoxin yang yang memiliki kemampuan oksidasi dan
reduksi elektron pada pathway NADP:NADPH serta penambahan NFOR
dengan mempergunakan plasmid pCDOPFEGA dengan ketiga gen penyandi
FeFe hydrogenase yang diperlukan dari faktor pematangan (Posewitz et
al., 2004), dan FeFe hydrogenase HydA dari C. acetobutylicum (Akhtar
and Jones, 2008b). Gambar 1.
Sehingga pada akhirnya kultur bakteri E. Coli BL21(DE3) mampu
menghasilkan gas H2 dengan variasi termodinamik seperti waktu
interaksi substrat dalam melihat maksimalisasi produksi gas H2 untuk
beberapa kondisi.
Menurut teori, 2 mol H2/Mol glukosa berpotensi dihasilkan dari
Gliseraldehid 3 fosfat (GAP) pada setiap jalur yang menghasilkan
NADH , dimana reaksinya sebagai berikut:
NADH+ H+ NAD+ + H2
Melalui substrat dan peningkatan kinerja E. coli dalam menghasilkan
H2 dilakukan suatu kontruksi suatu sistem model jalur sintesis
ferredoxin-dependent NAD(P)H:H2 yang secara eksperimen dievaluasi
pembatasan termodinamiknya dari Nucleotide pyridine-dependent dalam
menghasilkan H2 di bawah kondisi-kondisi batch yang tertutup.
Selain bakteri E. Coli dengan kontruksi sistem model ferredoxin.
Bakteri Enterobacter aerogenes juga hampir bisa dipastikan mampu
menjadi katalis sintesis NADH-DEPENDENT H2 namun tanpa adanya
kontruksi namun memiliki mekanisme yang kurang lebih sama
(Nakashimada et Al., 2002)
b. Identifikasi produk metabolisme bakteri asam laktat (BAL) jalur
NAD(P)H.
Penulis akan mengambil salah satu jurnal penelitian berjudul
"Fermentasi Hidrolisat Enzimatik Bagasse Tebu Menjadi Hidrogen".
Pada penelitian tersebut bertujuan mempelajari pengaruh konsentrasi
NaOH pada pretreatment bagasse tebu dalam rangka fermentasi hidrogen
dari hidrolisat enzimatik bagasse tebu. Bahan baku yang digunakan
dalam penelitian tersebut adalah bagasse tebu. Bagasse tebu diolah
terlebih dahulu melalui proses pretreatment secara kimiawi selama 16
jam pada suhu 800C dengan variabel konsentrasi NaOH 4 % (w/v), 8 %
(w/v) dan 12 % (w/v) sehingga diperoleh selulosa dan hemiselulosa.
Setelah itu, selulosa dan hemiselulosa pada bagasse tebu
dihidrolisa secara enzimatik dengan enzim selulase murni dari
A.niger selama 42 jam pada suhu 800C, tekanan 1 atm dan pH=3. Dari
hasil penelitian diperoleh yield gula reduksi pada masing-masing
hidrolisat bagasse tebu, yaitu 0,11 gram gula reduksi/ gram bagasse
tebu hasil pretreatment dengan NaOH 4%, 0,035 gram gula reduksi /
gram bagasse tebu hasil pretreatment dengan NaOH 8%, 0,023 gram gula
reduksi / gram hasil pretreatment dengan NaOH 12%.
Kemudian hidrolisat dari bagasse tebu hasil pretreatment
dengan NaOH 4% difermentasi dengan menggunakan bakteri Enterobacter
aerogenes selama 48 jam pada suhu 300C, tekanan 1 atm, dan pH=7
sehingga diperoleh gas hidrogen. Yield gas hidrogen yang didapat
sebesar 0,969 mmol hidrogen/mmol gula reduksi awal .
1. Pendahuluan
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu
(saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada
industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar
produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Limbah
ini banyak mengandung serat dan gabus. Menurut rumus Pritzelwitz (Hugot,
1986) tiap kilogram ampas dengan kandungan gula sekitar 2,5 % akan
memiliki kalor sebesar 1825 kkal.
Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek
produksinya, relatif ramah lingkungan dan memiliki potensi yang baik
sebagai bahan bakar. Hidrogen memiliki HHV sebesar 141,9 MJ/kg dan LHV
sebesar 120,1 MJ/kg. Hidrogen dapat dihasilkan dari limbah-limbah
pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti
bagasse (limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah
biomassa yang sangat melimpah seperti bagasse. Industri gula khususnya
di luar Jawa menghasilkan bagasse yang cukup melimpah. Setiap tahunnya
Indonesia menghasilkan limbah bagasse tebu sebesar 47 juta ton. Potensi
bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) tahun 2012, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping
industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong
3,5 persen, ampas (bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05
persen serta abu 0,1 persen. Karena hidrogen selalu berikatan dengan
unsur lain maka untuk mendapatkannya secara murni perlu dipisahkan.
Salah satu cara untuk mendapatkan hidrogen adalah dengan fermentation
yaitu konversi hidrokarbon secara biologis dengan menggunakan jamur atau
bakteri. Pada umumnya hidrogen dihasilkan secara industri dari berbagai
senyawa hidrokarbon seperti metana, karena proses elektrolisis secara
komersial lebih mahal daripada produksi hidrogen dari gas alam. Hidrogen
dapat dihasilkan melalui reformasi hidrokarbon:
C6H12O6 + 2H2O 4H2 + 2CO2 + 2CH3COOH
Bagasse tebu dihidrolisis terlebih dahulu untuk memperoleh gula
reduksi yang nantinya akan difermentasi menjadi hidrogen. Hidrolisis
lignoselulosa secara lengkap belum bisa dicapai dengan baik karena
struktur biomass yang kompleks. Serat-serat selulosa melekat diantara
campuran dari hemiselulosa dan lignin, maka dari itu untuk mengurai
lignoselulosa diperlukan suatu teknologi pretreatment [12]. Pretreatment
secara mekanik pada dasarnya adalah proses penggilingan, dimana
lignoselulosa pada biomassa dipotong atau digiling hingga berukuran
kecil. Dengan mengurangi ukuran partikel, akan meningkatkan luas
permukaan dan mengurangi derajat polimerisasi dari holoselulosa [14].
Penggunaan metode pretreatment secara mekanis seperti penggilingan
dapat meningkatkan terhidrolisisnya lignoselulosa sebesar 5% - 25% [4],
[5]. Pretreatment secara kimiawi pada umumnya menggunakan asam, basa
atau pelarut organik [13]. Tujuan utama dari pretreatment secara kimiawi
adalah untuk menghilangkan lignin dari serat komplek lignoselulosa pada
dinding sel tanaman dan untuk memisahkan serat dari bagian tengah
lapisan tipis tanpa menyebabkan kerusakan mekanis pada dinding sel
tanaman. Basa yang sering digunakan untuk pretreatment secara kimiawi
adalah NaOH dan Ca(OH)2.
Enterobacter aerogenes menghasilkan hidrogen pada laju yang tinggi
dan merupakan salah satu bakteri yang sangat membantu dalam produksi gas
hidrogen. Meskipun yield hidrogen dari bakteri ini hanya 1 mol H2dari 1
mol glukosa [15]. Hasil metabolisme dari E.aerogenes meliputi beberapa
asam organik seperti format, asetat, butirat, laktat dan senyawa
alkohol, dan alur terbentuknya hidrogen telah ditetapkan yaitu alur NADH
[16], [19]. Bakteri ini menghasilkan hidrogen dari glukosa yang
merupakan substrat pada proses fermentasi. Karena bakteri ini adalah
fakultatif anaerob, maka bakteri ini tahan terhadap kebocoran oksigen
yang masuk kedalam. Ringkasan jalur metabolisme pada fermentasi hidrogen
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar. 3. Ringkasan jalur metabolisme pada fermentasi hydrogen
2. Metode Penelitian
a. Tahap Pretreatment
Bahan baku yang dipakai adalah bagasse tebu yang diperoleh dari
pabrik gula Gempolkrep, Mojokerto. Pretreatment yang digunakan adalah
pretreatment mekanik (penggilingan) dan pretreatment kimiawi (basa
NaOH). Bagasse tebu dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur
kemudian digiling dan diayak hingga didapatkan bagasse tebu berukuran
100 mesh-120 mesh. Bubuk bagasse tebu kemudian dilakukan pretreatment
menggunakan basa NaOH dengan variabel kosentrasi 4% (w/v), 8% (w/v)
dan 12% (w/v) pada suhu 800C selama 16 jam.
Hasil dari masing-masing pretreatment disaring dan padatannya
dikeringkan menggunakan oven. Setelah kering, padatan bagasse tebu
hasil pretreatment dianalisa kandungan lignoselulosanya menggunakan
analisa Chesson.
b. Tahap Hidrolisis
Seluruh bagasse tebu hasil pretreatment dihidrolisis menggunakan
enzim selulase murni dari A.niger dengan aktifitas 2U/ml enzim yang
dilarutkan dengan buffer sitrat 0,1 M dengan pH = 3. Ratio enzim yang
ditambahkan sebesar 93 U/5 gram bagasse tebu. Hidrolisis dilakukan
pada suhu 600C selama 42 jam. Kemudian hidrolisat dari masing-masing
proses hidrolisis dianalisa kadar gula reduksinya menggunakan analisa
DNS (dinitrosalicylic acid) dan HPLC untuk menentukan kadar gula
reduksi yang dihasilkan.
c. Tahap Fermentasi
Substrat yang digunakan untuk proses fermentasi adalah
hidrolisat dari hasil proses hidrolisis sebelumnya dan memiliki kadar
gula reduksi yang paling besar paling besar. Fermentasi dilakukan
dengan bantuan bakteri Enterobacter aerogenes. E.aerogenes ditumbuhkan
pada media PDA (Potato Dextrose Agar) selama 1 hari. Setelah itu
dilakukan proses aklimatisasi untuk E.aerogenes dengan volume substrat
10% dari volume total pada fermentor. Proses aklimatisasi dilakukan
pada suhu kamar selama 14 jam -16 jam. Setelah itu melakukan proses
fermentasi yaitu larutan aklimatisasi dimasukkan kembali kedalam
larutan fermentor. Fermentasi dilakukan pada suhu 300C selama 48 jam.
Gas yang dihasilkan ditampung dalam gas carrier yang terhubung pada
fermentor dan dianalisa komposisinya menggunakan GC (Gas
Chromatograph). Selain itu dilakukan juga analisa untuk kadar gula dan
jumlah sel bakteri.
3.3 Hasil dan Diskusi
a. Analisa Kandungan Lignoselulosa Hasil Pretreatment
Pretreatment mekanik dan kimiawi yang dilakukan pada bagasse
tebu akan mendegradasi komponen lignoselulosanya. Pretreatment
tesebut memecah ikatan antara lignin dengan karbohidrat yang terdapat
disekeliling holoselulosa sehingga akan meningkatkan luas permukaan
pada selulosa dan hemiselulosa untuk proses degradasi secara
enzimatik.
Tabel 2. Perubahan massa bagasse tebu setelah proses pretreatment
"Konsentras"Bagasse Tebu "
"i NaOH (%)" "
" "Massa awal "Massa akhir "% Massa "
" "(gram) "(gram) "yang hilang"
"4 "50 "20,15 "59,70 "
"8 "50 "19,84 "56,64 "
"12 "50 "17,15 "65,68 "
Pada pretreatment, alkali dianggap sebagai swelling agent dimana
alkali dan air bereaksi secara tidak langsung menjadi
Gambar. 4. Grafik Komposisi Lignoselulosa Pada Bagasse Tebu Hasil
Pretreatment dalam persentase massa (%w/w) dengan Kadar NaOH 0%, 4%,
8% dan 12% pada Tekanan 1 atm, Suhu 800C Selama 16 jam. Keterangan :
A=selulosa, B=hemiselulosa, C=lignin.
lysis agent bagi serat lignoselulosa [10]. Dengan pembengkakan atau
pengembungan yang terjadi pada biomassa, luas permukaan menjadi
meningkat dan membuka struktur pada lignoselulosa sehingga air dapat
bermigrasi masuk ke dalam bahan. Setelah masuk kedalam biomassa, air
tersebut akan mengganggu ikatan hidrogen antara hemiselulosa dan
lignin--karbohidrat [1]. Efek yang terjadi adalah penurunan
kristalinitas dan degradasi pada lignin. Sehingga pretreatment akan
memisahkan komponen selulosa dan hemiselulosa dari lignin sehingga
kandungan selulosa akan meningkat sedangkan lignin dan hemiselulosa
akan mengalami penurunan. Dari hasil penelitian (pada gambar 4)
diperoleh bahwa bagasse tebu hasil pretreatment secara mekanis dan
menggunakan NaOH 4% menunjukkan kandungan selulosa yang paling tinggi
dan kandungan lignin yang paling rendah. NaOH tidak hanya
mendegradasi lignin tetapi juga mendegradasi hemiselulosa dan
selulosa.
Hal ini semakin tampak pada gambar 4, ketika konsentrasi dari
NaOH dinaikkan maka terjadi penurunan pada kandungan selulosa dan
terjadi kenaikan pada lignin. NaOH dapat masuk menembus tidak hanya
diantara sturktur kristal tetapi juga kedalam struktur kristal untuk
menghancurkan ikatan hidrogen diantara molekul-molekul selulosa [22].
Selulosa akan mengembung dan bahkan larut dalam larutan NaOH dengan
konsentrasi 6%-10% pada temperatur -150C-40C. [2], [8], [20], [21],
[23]. Selain itu pada tabel 2 tampak pula adanya perbedaan massa
bagasse tebu antara sebelum dan sesudah pretreatment. Massa bagasse
tebu setelah dipretreatment lebih kecil dari massa bagasse tebu awal,
hal ini menunjukkan bahwa adanya komponen lignoselulosa yang
terdegradasi dan larut dalam larutan basa.
Hasil pretreatment yang optimum diperoleh pada bagasse tebu
setelah dipretreatment secara mekanik dan kimiawi menggunakan basa
NaOH 4%. Hasil pretreatment tersebut memiliki kandungan (w/w),
sebagai berikut; selulosa 71,29 %, hemiselulosa 16,59 %, lignin 8,36
%.
a. Analisa Kadar Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Bagasse Tebu
Setelah proses pretreatment, padatan bagasse tebu kemudian
dihidrolisis menggunakan enzim murni A.niger yg memiliki aktivitas
2U/ml enzim. Jumlah enzim yang dimasukkan sebesar 93U/ 5 gram bagasse
tebu. Pada proses hidrolisis ini selulosa dan hemiselulosa akan
terurai menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu gula reduksi. Pada
(gambar 3) tampak jumlah gula reduksi yang dihasilkan dalam selang
waktu selama 48 jam. Hasil hidrolisis yang diperoleh sesuai dengan
hasil yang diperoleh dari proses pretreatment.
Bagasse tebu hasil pretreatment mekanik dan kimiawi menggunakan
NaOH 4% memberikan hasil hidrolisis paling baik dengan kadar gula
reduksi yang diperoleh paling tinggi (4,8916 g/L substrat )
dibandingkan hasil hidrolisis lainnya. Hal ini dikarenakan bagasse
tebu hasil pretreatment tersebut memiliki kandungan selulosa yang
paling tinggi dibandingkan dengan bagasse tebu pada hasil pretreatment
yang lain maka gula reduksi yang diperoleh dari hasil hidrolisis akan
lebih banyak pula
Gambar. 5. Grafik konsentrasi gula reduksi hasil hidrolisis bagasse
tebu hasil pretreatment dengan kondisi operasi hidrolisis pada suhu
60oC dan pH 3 dengan menggunakan analisa DNS. Keterangan :
A=hidrolisat bagasse tebu NaOH 4%, B= hidrolisat bagasse tebu NaOH 8%,
C= hidrolisat bagasse tebu NaOH 12%.
b. Analisa Gas Hidrogen Hasil Fermentasi Gula Reduksi Dengan Enterobacter
aerogenes
Gula reduksi pada hidrolisat bagasse tebu kemudian difermentasi
menggunakan Enterobacter aerogenes pada kondisi anaerob menjadi gas
hidrogen. Proses fermentasi berlangsung disertai dengan pengadukan
yang berguna untuk mempercepat pelepasan gas hasil fermentasi dari
dalam larutan menuju fasa gas. Gas hasil fermentasi ditampung didalam
gas carrier.
Gambar. 6. Grafik perubahan konsentrasi gula reduksi dan konsentrasi
gas hidrogen terhadap waktu fermentasi pada suhu 300C dan pH = 6-7.
Analisa konsentrasi gas hidrogen menggunakan Gas Chromatograph dan
konsentrasi gula reduksi dianalisa dengan analisa DNS.
Gambar 6 menunjukkan hubungan antara perubahan konsentrasi gula
reduksi dengan konsentrasi gas hidrogen yang dihasilkan selama proses
fermentasi berlangsung. Dari gambar 5 tampak bahwa adanya kenaikan
jumlah gas hidrogen yang dihasilkan seiring menurunnya konsentrasi
gula pada larutan. Konsentrasi gula pada larutan semakin menurun
dikarenakan semakin banyak gula yang dikonsumsi oleh bakteri untuk
melakukan metabolisme. Hasil metabolisme bakteri E.aerogenes pada
proses fermentasi secara anaerob adalah gas hidrogen . Gambar 6
menunjukkan adanya perbedaan kecenderungan.
Gambar. 7. Grafik perubahan konsentrasi gula reduksi dan jumlah sel
bakteri terhadap waktu fermentasi pada suhu 300C dan pH = 6-7. Analisa
jumlah bakteri dan konsentrasi gula reduksi menggunakan metode analisa
DNS.
antara pernurunan konsentrasi gula reduksi terhadap kenaikan gas
hidrogen yang dihasilkan selama proses fermentasi berlangsung.
Penurunan konsentrasi gula yang terjadi cukup cepat diawal fermentasi
sedangkan gas hidrogen yang dihasilkan naik secara bertahap. Fenomena
tersebut bisa terjadi sebab proses pengadukan yang dilakukan belum
optimal hal ini menyebabkan masih adanya busa dipermukaan larutan
fermentasi. Busa ini merupakan gas hasil dari proses fermentasi yang
terjebak dalam larutan sehingga sulit lepas dan kembali ke fasa gas.
Maka dari itu proses pengadukan yang kurang optimal menyebabkan busa
yang terdapat dipermukaan tidak pecah sehingga gas hasil fermentasi
tidak bisa lepas ke fasa gas dan tertampung didalam gas carrier. Gas-
gas tersebut termasuk gas hidrogen akan tertahan dipermukaan larutan
sehingga pada awal fermentasi, gas hidrogen terdeteksi lebih lambat
dan kenaikannya tidak sebanding dengan penurunan konsentrasi gula
reduksi yang cukup cepat.
Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan intensitas pengadukan.
Peningkatan intensitas pengadukan akan menghasilkan daerah sirkulasi
fluida yang lebih luas. Kecepatan sirkulasi tertinggi yang mengalir
dari bagian bawah ke bagian atas reaktor menjadi lebih tinggi dan
mencapai permukaan cairan. Pola aliran tersebut dapat memecahkan
lapisan busa sehingga gas produk dapat lepas dari fasa liquid dengan
lebih mudah. Akibatnya konsentrasi CO2 dalam larutan lebih kecil dan
reoksidasi NADH oleh H+ menjadi lebih cepat.
Kemudian dari gambar 7 dapat dilihat perubahan konsentrasi gula
dan jumlah sel terhadap lamanya waktu fermentasi. Dari gambar 5 dapat
dilihat bahwa jumlah sel meningkat seiring dengan menurunnya
konsentrasi gula pada larutan. Berkurangnya konsentrasi gula
dikarenakan semakin banyak gula yang terkonsumsi oleh bakteri untuk
melakukan metabolisme dan pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan
jumlah bakteri semakin meningkat.
Fermentasi dilakukan pada kondisi pH 6-7, dimana pada selang pH
tersebut bakteri E.aerogenes dapat tumbuh secara optimal. Dengan
kondisi tersebut maka jumlah gas hidrogen yang diperoleh dari hasil
fermentasi bisa mencapai optimal. Bakteri E.aerogenes dapat tumbuh
secara optimum pada kondisi pH=7 sedangkan yield optimum gas hidrogen
diperoleh pada pH= 6,5 [16]. Aktifitas bakteri E.aerogenes pada proses
fermentasi dipengaruhi oleh derajat keasaman, maka pada saat proses
fermentasi berlangsung perlu dilakukan pengaturan pH.
Hasil metabolisme E.aerogenes pada fermentasi glukosa juga
berupa asam-asam organik seperti format, asetat, butirat, laktat dan
senyawa alcohol. Senyawa-senyawa ini dapat menurunkan derajat keasaman
larutan didalam fermentor. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan
menambahkan larutan NaOH 10 M kedalam larutan fermentasi hingga pH
larutan kembali menjadi 7. Dengan begitu aktifitas dari E.aerogenes
dalam melakukan metabolisme tidak menurun akibat asam-asam organik
yang dihasilkan. Dari proses fermentasi hidrolisat bagasse tebu hasil
pretreatment secara mekanik dan menggunakan basa NaOH 4%, diperoleh
yield gas hidrogen sebesar 0,969 mmol H 2/mmol gula reduksi awal.
4. Kesimpulan
Metode pretreatment bagasse tebu secara mekanik dan kimiawi dengan
menggunakan NaOH 4%(w/v) pada suhu 800C selama 16 jam memberikan hasil
yang paling baik yaitu dengan kadar selulosa tertinggi sebesar 71,29%
dan kadar lignin terendah sebesar 8,36% bila dibandingkan dengan
variabel pretreatment yang lain. Dari proses hidrolisis bagasse tebu
hasil pretreatment, diperoleh kadar gula reduksi tertinggi sebesar 5,537
g/L dengan yield gula reduksi sebesar 82,81 mg gula reduksi/g bagasse
tebu. Hasil tersebut diperoleh dari hidrolisis bagasse tebu setelah
dipretreatment secara mekanik dan menggunakan NaOH 4% pada suhu 60oC
selama 42 jam pada pH=3. Kemudian hasil hidrolisis yang memiliki
konsentrasi gula reduksi tertinggi yaitu 5,537 g/L difermentasi dengan
Enterobacter aerogenes pada suhu 300C selama 48 jam pada pH=7
menghasilkan yield gas hidrogen sebesar 0,969 mmol H2/mmol gula reduksi
awal.
BAB III
KESIMPULAN
1. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu contoh mikroorganisme
yang menguntungkan dan mempunyai peran penting dalam industri pangan,
seperti dalam proses fermentasi makanan sehingga dapat memperpanjang
umur simpan produk. BAL selain menguntungkan bagi industri pangan juga
memiliki keuntungan bagi kesehatan, terutama bagi pencernaan manusia.
2. Berdasarkan jalur metabolisme saccharolytic, bakteri asam laktat dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu bakteri homofermentatif memecah
gula menjadi asam laktat dan bakteri heterofermentatif mengubah gula
menjadi asam laktat, asam asetat, dan etanol
3. Identifikasi produk metabolisme bakteri dapat menggunakan instrument
kromatografi gas, sebagai salah satu contoh bakteri Enterobacter
aerogenes yang merupakan golongan bakteri BAL mampu mendegradasi baggase
tebu menjadi gas hidrogen dengan beberapa perlakuan dalam proses
metabolismenya sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Khalid, Khalisanni. 2011. An Overview of Lactic Acid Bacteria.
International Journal of Biosciences (IJB) ISSN: 2220-6655. Vol. 1,
No. 3, p. 1-13.
Yuwono, et al., 2012. Fermentasi Hidrolisat Enzimatik Bagasse Tebu Menjadi
Hidrogen. Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Jurnal Teknik Pomits Vol. 1, No. 1,
(2012) 1-5.
Veit, et. Al. 2008. Constructing and Testing the Thermodynamic Limits of
synthetic Nad(P)H:H2 pathways. Fujirebio Inc., Frontier Research
Department. Japan. Journal Microbial Biotechnology (2008) 1(5),
382–394
-----------------------
Fruktosa
Glukosa
Fruktosa-6-fosfat
ATP
ADPsa
Glukosa-6-fosfat
ATP
ADPsa
2 Gliseraldehid-3-fosfat
ATP
ADPsa
2-piruvat
2-Laktat
4 ATP
4 ADP
2 Pi
2 NAD+
2 NADH
4 ATP
4 ADP
2 NAD+
2 NADH
Fruktosa
Glukosa
Glukosa-6-fosfat
ATP
%89?@KLST`defz "œ?¤¥ª«½1 9 ˜ «¬
-
à
ë
í
û
G
h
i
…
"
Ó
fóçßóßçßÒßÆóçóßçßó½óßóçóç󵦞¦—¦? ¦—¦—?—¦—¦—¦—¦ž?¦h!
ADPsa
Fruktosa-6-fosfat
ATP
ADPsa
6-fosfoglukonat
2 NAD+
2 NADH
Ribulosa-5-fosfat
2 NAD+
2 NADH
CO2
Xilulosa-5-fosfat
Gliseraldehid-3-fosfat
Asetil fosfat
Asetat
ATP
ADPsa
Piruvat
Laktat
NAD+
NADH
2 ADP
2 ATP
2 Pi
NADH
NAD+
CoA
Pi
Etanol
NADH
NAD+
Asetil CoA
Asetaldehid
NADH
NAD+