Membuat simplisia dan teh daun sirsak, Obat Herbal Yang Lagi Digemari
DuniaWirausaha.com - Buah sirsak kaya kaya fitonutrien dan fitokimia. Berbagai riset menunjukkan bahwa sirsak kaya antioksidan yang sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Antioksidan yang terkandung dalam buah sirsak antara lain adalah vitamin C. Kandungan vitamin C dalam setiap 100 g jus buah sirsak sebesar 20 mg. Oleh karena itu, buah sirsak merupakan merupakan salah satu buah penting sebagai sumber vitamin C.
Mekanisme kerja vitamin C sebagai antioksidan yaitu menangkap dan meredam zat-zat berbahaya yang dapat membahayakan dan merusak sel tubuh. Tubuh kita sangat membutuhkan vitamin C. Bila tubuh kekurangan vitamin C maka akan meningkatkan resiko timbulnya berbagai penyakit seperti kanker, diabetes mellitus, penyakit hati dan penyakit mata.
Selain vitamin C, sirsak juga kaya antioksidan lain dalam bentuk fitokimia diantaranya senyawa aseltahid, amiloid, anonain, anomurisin, ananol, atherosperminin, betasitosterol, kampesterol, kampesterol, sitrulin, galaktomanan, prosianidin, dan tanin. Senyawa-senyawa ini bermanfaat untuk mengobati berbagai penyakit terutama kanker sehingga semakin mengukuhkan sirsak sebagai tanaman yang ajaib (panasea) yang bermanfaat sebagai obat herbal alternatif . Bahkan, konon keampuhan manfaat sirsak 10.000 kali lebih ampuh dibandingkan dengan kemoterapi untuk penderita kanker. Bagian tanaman sirsak yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan adalah buah, daun, kulit kayu, bunga dan biji. Berdasarkan riset terhadap kandungan fitokimia sirsak, tanaman ini mempunyai berbagai khasiat untuk pengobatan beragam penyakit. Pada umumnya semua bagian dari pohon sirsak adalah bermanfaat sebagai obat namun untuk keperluan pembuatan simplisia yang digunakan adalah daun, kulit kayu dan bunga sirsak. Dengan segudang manfaat, tanaman sirsak dapat diolah sebagai bahan obat herbal yang selain mendatangkan manfaat kesehatan juga mempunyai peluang ekonomi dengan memproduksinya memperkaya khasanah obat tradisional nusantara. Sebagai wirausaha obat herbal, pada dasarnya sirsak khususnya daunnya dapat diolah menjadi simplisia (ekstrak) menjadi kapsul atau teh herbal. Proses pembuatan simplisia daun sirsak terdiri atas beberapa tahap yaitu pencucian, penirisan, pengirisan, pengeringan dan pengemasan. Semua tahapan diatas harus diperhatikan untuk mencegah hilangnya zat-zat berkhasiat yang terkandung dalam daun sirsak. Simplisia daun sirsak yang baik
adalah bila kadar airnya rendah yaitu antara 10 % - 15 %, tidak mengandung kotoran, serta tidak ada penyimpangan warna, rasa dan aroma. Daun sirsak yang yang dipilih adalah daun yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Sebaiknya diambil daun ke 4 atau 5 dari ujung. Pemilihan dengan metode ini dikarenakan kandungan annonaceous acetoginin pada kondisi ini adalah paling tinggi. Sedangkan tanaman yang baik yang digunakan sebagai sumber simplisia adalah tanaman sirsak yang yang tumbuh pada ketinggian 50 meter diatas permukaan laut. Daun yang sudah dipetik kemudian dimasukkan kedalam keranjang. Daun sirsak dicuci dengan air bersih agar bebas dari kotoran, tanah dan debu yang menempel. Hal ini penting dikarenakan kotoran dapat mempengaruhi khasiat yang terkandung dalam bahan baku tersebut. Pencucian dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Setelah dicuci, daun sirsak dapat dapat ditiriskan dalam wadah keranjang yang berlubang agar airnya dapat menetes kebawah. Pengeringan bertujuan agar agar mengurangi
kadar air, mempertahankan mempertahankan daya fisiologis bahan bahan serta
mengawetkan dan mempertahankan kualitas produk. Metode pengeringan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dijemur dibawah sinar matahari atau diangin-anginkan pada suhu kamar. Pengeringan simplisia daun sirsak dengan dengan bantuan sinar matahari biasanya dilakukan selama 3-5 hari atau setelah kadar airnya dibawah 8 %. Caranya adalah dengan menjemur daun sirsak diatas tikar atau rangka pengering. Selama pengeringan daun sirsak harus harus dibolak baliksetiap 4 jam agar merata keringnya. Cara pengeringan lainnya adalah dengan menggunakan rak oven. Daun sirsak yang sudah ditiriskan dihamparkan dalam loyang lalu dioven dengan suhu 60 derajat celcius selama 30 menit. Selanjutnya simplisia daun sirsak siap dikemas dan disimpan ditempat yang kering serta terlindungi dari sinar matahari agar tidak rusak. Pengemasan bertujuan untuk menjaga kualitas simplisia daun sirsak yang sudah diproduksi. Kemasan dipilih sebaiknya yang mampu mencegah uap air masuk kedalam produk yang sudah jadi. Dengan demikian
simplisia
tidak
mudah
berjamur
yang
akan
membahayakan
kesehatan
bila
dikonsumsi.Selanjutnya simplisia dapat dibuat dengan berbagai bentuk seperti bahan rebusan, bubuk kering, atau bahan ekstrak daun sirsak .
Pembuatan Teh daun sirsak
Cara pembuatan teh daun sirsak pada dasarnya a dalah sama dengan pembuatan simplisia daun sirsak. Hanya pada pembuatan teh daun sirsak ada proses perajangan daun sirsak setelah tahap penirisan. Dengan demikian bila teh daun sirsak diseduh dengan air panas akan memberi senyawa warna seperti teh pada umumnya. Selain itu, senyawa-senyawa yang terkandung dalam rajangan dapat larut dan diekstraksi oleh air. Tahapan pembuatan teh daun sirsak adalah sebagai berikut: Daun sirsak yang yang dipilih adalah daun yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Sebaiknya diambil daun ke 4 atau 5 dari ujung. Pemilihan dengan metode ini dikarenakan kandungan annonaceous acetoginin
adalah bila kadar airnya rendah yaitu antara 10 % - 15 %, tidak mengandung kotoran, serta tidak ada penyimpangan warna, rasa dan aroma. Daun sirsak yang yang dipilih adalah daun yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Sebaiknya diambil daun ke 4 atau 5 dari ujung. Pemilihan dengan metode ini dikarenakan kandungan annonaceous acetoginin pada kondisi ini adalah paling tinggi. Sedangkan tanaman yang baik yang digunakan sebagai sumber simplisia adalah tanaman sirsak yang yang tumbuh pada ketinggian 50 meter diatas permukaan laut. Daun yang sudah dipetik kemudian dimasukkan kedalam keranjang. Daun sirsak dicuci dengan air bersih agar bebas dari kotoran, tanah dan debu yang menempel. Hal ini penting dikarenakan kotoran dapat mempengaruhi khasiat yang terkandung dalam bahan baku tersebut. Pencucian dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Setelah dicuci, daun sirsak dapat dapat ditiriskan dalam wadah keranjang yang berlubang agar airnya dapat menetes kebawah. Pengeringan bertujuan agar agar mengurangi
kadar air, mempertahankan mempertahankan daya fisiologis bahan bahan serta
mengawetkan dan mempertahankan kualitas produk. Metode pengeringan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dijemur dibawah sinar matahari atau diangin-anginkan pada suhu kamar. Pengeringan simplisia daun sirsak dengan dengan bantuan sinar matahari biasanya dilakukan selama 3-5 hari atau setelah kadar airnya dibawah 8 %. Caranya adalah dengan menjemur daun sirsak diatas tikar atau rangka pengering. Selama pengeringan daun sirsak harus harus dibolak baliksetiap 4 jam agar merata keringnya. Cara pengeringan lainnya adalah dengan menggunakan rak oven. Daun sirsak yang sudah ditiriskan dihamparkan dalam loyang lalu dioven dengan suhu 60 derajat celcius selama 30 menit. Selanjutnya simplisia daun sirsak siap dikemas dan disimpan ditempat yang kering serta terlindungi dari sinar matahari agar tidak rusak. Pengemasan bertujuan untuk menjaga kualitas simplisia daun sirsak yang sudah diproduksi. Kemasan dipilih sebaiknya yang mampu mencegah uap air masuk kedalam produk yang sudah jadi. Dengan demikian
simplisia
tidak
mudah
berjamur
yang
akan
membahayakan
kesehatan
bila
dikonsumsi.Selanjutnya simplisia dapat dibuat dengan berbagai bentuk seperti bahan rebusan, bubuk kering, atau bahan ekstrak daun sirsak .
Pembuatan Teh daun sirsak
Cara pembuatan teh daun sirsak pada dasarnya a dalah sama dengan pembuatan simplisia daun sirsak. Hanya pada pembuatan teh daun sirsak ada proses perajangan daun sirsak setelah tahap penirisan. Dengan demikian bila teh daun sirsak diseduh dengan air panas akan memberi senyawa warna seperti teh pada umumnya. Selain itu, senyawa-senyawa yang terkandung dalam rajangan dapat larut dan diekstraksi oleh air. Tahapan pembuatan teh daun sirsak adalah sebagai berikut: Daun sirsak yang yang dipilih adalah daun yang tidak terlalu tua atau terlalu muda. Sebaiknya diambil daun ke 4 atau 5 dari ujung. Pemilihan dengan metode ini dikarenakan kandungan annonaceous acetoginin
pada kondisi ini adalah paling tinggi. Sedangkan tanaman yang baik yang digunakan sebagai sumber simplisia adalah tanaman sirsak yang tumbuh pada ketinggian 50 diatas permukaan laut. Daun yang sudah dipetik kemudian dimasukkan kedalam keranjang. Daun sirsak dicuci dicuci dengan air bersih agar bebas dari kotoran, tanah dan debu yang menempel. Hal ini penting dikarenakan kotoran dapat mempengaruhi khasiat yang terkandung dalam bahan baku tersebut. Pencucian dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan.Setelah dicuci, daun sirsak dapat ditiriskan dalam wadah keranjang yang berlubang agar airnyanya dapat menetes kebawah. Perajangan bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Sebaiknya daun sirsak dirajang dengan pisau tajam yang berbahan stainless steel. Kemudian bahan sirsak hasil rajangan disimpan dalam wadah yang bersih. Rajangan daun sirsak dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar atau dengan menggunakan oven. Pengeringan rajangan daun sirsak dengan bantuan matahari biasanya dilakukan dengan lama waktu antara 3-5 hari atau kadar airnya dibawah 8 %. Selama masa pengeringan rajangan daun sirsak harus sering dibolak balik setiap 4 jam agar kadar kekeringannya merata. Cara pengeringan lain yaitu dengan mengoven rajangan daun dalam loyang pada suhu 60 derajat celcius selama 30 menit. Selanjutnya teh daun sirsak siap untuk dikonsumsi.
http://qsinauobat.blogspot.com/2011/04/pengeringan-simplisia.html
Minggu, 10 April 2011
pengeringan simplisia A. PENDAHULUAN Pengobatan tradisional, termasuk pengobatan herbal telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat selama hampir dua dekade terakhir. Sayangnya, kemajuan ini juga disertai dengan banyaknya laporan mengenai efek negatif yang diperoleh dari pengobatan herbal tersebut. Dari hasil analisis dan penelitian yang telah dilakukan, salah satu faktor penyebabnya adalah karena rendahnya kualitas dari obat – obatan herbal yang mencakup bahan dasar tanaman obat dan penanganan pasca panen yang tidak sesuai. Sehingga diperlukan adanya suatu quality control terhadap penangan pasca panen, agar diperoleh simplisia yang berkhasiat dan terjamin kualitasnya. Penanganan atau pengelolaan lepas panen perlu diperhatikan karena dapat terjadi perkembangan penyakit yang bisa menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat hasil tanaman. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pertumbuhan tanaman sampai menghasilkan ada beberapa jenis jamur tertentu, antara lain Aspergillus sp dan Fusarium sp, serta beberapa mikrobia golongan khamir yang selalu mempengaruhi kemulusan pertumbuhan dan produksinya. Kenyataannya jamur-jamur dan mikrobia tersebut dapat terus berkembang dengan baik pada hasil tanaman lepas panen, sehingga penyakit yang ditimbulkannya dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat hasil tanaman lepas panen (terutama dalam penyimpanan). Penanganan atau pengolahan di sini terutama dalam pengeringan dan penyimpanannya, yang dalam hal ini pengeringan harus benar- benar kering dan penyimpanan harus pada wadah yang kering dan ditempatkan pada ruangan yang tidak lembab, sedikit jauh dari kontak dengan lantai dan dinding ruangannya. B. RUMUSAN MASALAH Apa sajakah parameter – parameter yang perlu diperhatikan dalam tahap pengeringan agar diperoleh suatu simplisia yang terjaga kualitas dan kuantitasnya? C. TUJUAN 1. Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tujuan dari dilakukannya tahap pengeringan pada penanganan pasca panen. 2. Dapat mengetahui dan memahami parameter - parameter apa saja yang perlu diperhatikan dalam tahap pengeringan pada penanganan Pasca Panen.
D. PEMBAHASAN 1. Tujuan dan Alasan Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Selain itu pengeringan akan mencegah agar simplisia tidak berjamur dan kandungan kimia yang berkhasiat tidak berubah karena proses fermentasi. Adanya air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat m erupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.
Berbeda pada tumbuhan yang masih hidup, pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak tersebut tidak terjadi karena adanya proses – proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan pengunaan isi sel. Keseimbangan ini akan hilang dengan segera setelah sel tumbuhan mati. Sehingga, dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik melalui pengeringan simplisia dapat mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. 2. Cara Pengeringan Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor – faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yan terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan air tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face Hadening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan. Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 900 C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 600 C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif dan tidak panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan cara mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kirakira 5 mm Hg. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan. 1. Pengeringan alamiah Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan: a. Dengan panas sinar matahari langsung. Pengeringan dengan sinar matahari merupakan cara tradisional. Namun, pada umumnya hasil yang diperoleh bermutu baik. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras, seperti kayu, kulit kayu, biji, dan sebagainya, dan mengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Merupakan cara yang paling mudah dan biayanya relatif murah. Simplisia cukup dihamparkan merata setipis mungkin di atas alas plastik atau tikar dan dijemur di bawah sinar matahari langsung, sambil sering dibalik agar keringnya merata. Aktivitas pembalikan harus dilakukan secara teratur sehingga hasil tanaman benar-benar kering. Setelah batas kering yang dipersyaratkan tercapai, penyimpanannya harus pada wadah yang kering dan steril (bersih). Pengontrolan kualitas kering dapat dilakukan sebulan, sekuartal, sesuai dengan keperluan dengan cara melakukan pengeringan kembali apabila diperlukan. Kerugian pengeringan dengan sinar matahari antara lain : 1) Untuk mendapatkan hasil yang benar-benar kering memerlukan waktu yang lama terlebih kalau cuaca kurang menguntungkan. 2) Pengeringan akan sangat tergantung pada cuaca (sinar matahari), apabila cuaca buruk untuk beberapa hari, kemungkinan besar kerusakan endogen pada hasil tanaman telah mulai berlangsung. 3) Pengeringannya memerlukan tempat yang luas dan beberapa orang tenaga pengering. 4) Karena suhu dan waktu sukar diawasi atau diatur fluktuasinya, maka kadang-kadang selama pengeringan dapat terjadi kerusakan akibat aktivitas mikroba. 5) kecepatan pengeringan akan sangat tergantung kepada iklim. Oleh karena itu cara ini lebih banyak
digunakan di daerah dengan udara panas atau kelembaban rendah, serta tidak turun hujan. b. Dengan diangin - anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
2. Pengeringan buatan Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: Udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin diesel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering,yang sederhana, praktis dan murah, dengan hasil yang cukup baik. Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Meskipun demikian, pengadaan alat / mesin pengering membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga biasanya hanya dipakai oleh perusahaan jamu yang sudah cukup besar. 3. Alat yang Digunakan dalam Pengeringan Untuk mengurangi kerugian – kerugian yang ditimbulkan saat pengeringan , sekarang telah banyak digunakan alat-alat pengering mekanis (buatan). Cara pengeringan dengan alat pengering ini disebut pengeringan buatan atau pengeringan mekanis, sebagai bahan pemanas yang lazim digunakan adalah udara panas yang kering (tidak mengandung uap air), tetapi dapat pula digunakan uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa, dan sebagainya. Bentuk alat pengering beraneka ragam disesuaikan dengan bahan hasil pertanian yang akan dikeringkan. Berikut ini adalah macam-macam alat pengering, yaitu: 1. Pengering berbentuk kabinet. Alat pengering ini memilik i rak-rak untuk menempatkan bahan yang akan dikeringkan. Satu alat pengering kabinet rata-rata memiliki 3 atau 4 rak sebagai wadah atau tempat hasil tanaman yang akan dikeringkan, rak-rak ditempatkan secara tersusun dalam alat dan dengan penyebaran udara panas kedalamnya selama waktu yang telah ditentukan, pengeringan akan berlangsung dengan baik mendekati pengeringan sempurna dengan sinar matahari. 2. Pengering berbentuk “kiln” Alat pengering ini hampir sam a dengan alat pengering kabinet, tetapi lebih lu as dan besar. Alat ini mempunyai pipa-pipa pemanas yang ditempatkan pada bagian bawah (lantai) dan pada bagian atas (atap) ruangan. 3. Pengering berbentuk terowongan (tunnel dryer) Prinsipnya tidak berbeda dengan kedua pengering di atas. Ruang pengeringan lebih luas lagi sehingga dapat digunakan untuk mengeringkan lebih banyak bahan. 4. Pengering yang dapat berputar (rotary dryer) Alat ini kebanyakan untuk mengeringkan bahan berbentuk biji-bijian, misalnya kedelai, jagung, padi dan lain-lain. Bagian dalam alat yang berbentuk silindris ini, semacam sayap yang banyak. Melalui antara sayap-sayap tersebut dialirkan udara panas yang kering sementara silinder pengering berputar. Dengan adanya sayap-sayap tersebut bahan seolah-olah diaduk sehingga pemanasan merata dan akhirnya diperoleh hasil yang lebih baik. Alat ini dilengkapi 2 silinder, yang satu ditempatkan di bagian dekat pemasukan bahan yang akan dikeringkan dan yang satu lagi di bagian dekat tempat pengeluaran bahan hasil pengeringan. Masing- masing silinder tersebut berhubungan dengan sayap- sayap (kipas) yang
mengalirkan secara teratur udara panas disamping berfungsi pula sebagai pengaduk biji- bijian yang dalam proses pengeringan, sehingga dengan cara demikian pengeringan berlangsung merata dengan memuaskan. 5. Pengering berbentuk silindris ( drum dryer) Pengering ini digunakan untuk mengeringkan zat-zat berbentuk cairan, misalnya susu atau air buah. Alatnya terdiri dari pipa silinder yang besar, ada yang hanya satu ada yang dua, bagian dalam nya berfungsi menampung dan mengalirkan uap panas. Cairan yang akan dikeringkan disiramkan pada silinder pengering tersebut dan akan keluar secara teratur dan selanjutnya menempel pada permukaan luar silinder yang panas sehingga mengering, dan karena silinder tersebut berputar dan di bagian atas terdapat pisau pengerik (skraper) maka tepung- tepung yang menempel akan terkerik dan berjatuhan masuk ke dalam penampung, sehingga didapat tepung sari hasil tanaman yang kering dan memuaskan. 6. Pengering dengan sistem penyemprotan (spray dryer) Jenis pengering ini juga digunakan untuk mengeringkan bahan berbentuk cairan. Pada prinsipnya cairan disemprotkan melelui sebuah alat penyemprot (sprayer) ke dalam ruangan yang panas. Dengan demikian air akan dapat menguap sehingga bahan dapat kering menjadi bubuk atau powder. Dengan alat pengering mekanis di atas hasil pengeringan berkualitas baik meskipun kalau dibandingkan dengan hasil pengeringan sinar matahari kualitas kering tersebut belum sebanding baiknya. Kelebihan pengeringan dengan alat pengering mekanis antara lain: a. Waktu yang diperlukan untuk mengeringkan relatif lebih singkat. b. Suhu dapat diatur, disesuaikan dengan bahan yang dikeringkan dan hasil yang dikehendaki. c. Tidak memerlukan tempat yang luas d. Hasil yang diperoleh mempunyai mutu yang baik meskipun kadang-kadang mutunya lebih rendah daripada pengeringan sinar matahari. e. Tidak memerlukan banyak tenaga. 4. Perlakuan Terhadap Pengeringan Hasil Tanaman Perlakuan pengeringan untuk menghindari atau mengurangi hasil tanaman dari kerusakan, yang umum dilakukan ada dua macam cara, yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan udara panas, uap panas, dan sebagainya yang lebih sering dinamakan pengeringan mekanis. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan cara bahan ditempatkan pada rak-rak yang dibuat khusus untuk pengeringan. Ada pula yang pengeringannya dengan cara digantungkan, misalnya tembakau dan jagung. Tetap harus dilakukan pengontrolan yang tera tur agar batas kering yang dipersyaratkan ti dak terlampaui, sebab bila terlampau kering dapat menimbulkan kerusakan. Dengan adanya keragaman dalam bentuk bahan baku simplisia maka ada perbedaan cara mengeringkan pada masing-masing bahan tersebut. Ada bahan yang langsung dikeringkan di bawah sinar matahari, dikeringkan dibawah naungan, dan ada pula pengeringan lambat atau pemeraman terlebih dahulu setelah panen. Penggunaan alat pengering buatan merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan bahan olahan yang lebih baik karena terhindar dari kontaminasi debu, serangga, burung, atau rodensia. Dari segi biaya, pengeringan matahari lebih menguntungkan, tetapi dari segi kualitas penggunaan alat pengering buatan akan menghasilkan simplisia yang lebih baik. Berikut ini cara pengeringan beberapa bahan tanaman obat. (a) Bahan yang berasal dari daun (folium) Pengolahan bahan tanaman yang berupa daun, seperti daun tempuyung, kumis kucing, dan sambiloto, harus diperlakukan secara hati-hati untuk melindungi warna, aroma, serta kandungan zat berkhasiat dan senyawa kimianya. Daun-daun segar mudah mengalami kerusakan selama pengolahan. Bila penanganannya salah akan mengakibatkan perubahan warna atau bahkan tercemar mikroba. Penanganan yang benar tersebut harus sudah dimulai sejak masa pemanenan. Untuk memperkecil kehilangan senyawa-senyawa yang mudah menguap sebaiknya pemanenan daun
dilakukan pada pagi atau sore hari. Selanjutnya daun dilayukan dibawah naungan dan tidak dijemur langsung dibawah sinar matahari. Untuk mencegah terjadinya fermentasi atau berjamur maka sebaiknya daun disimpan dalam keadaan kering pada kondisi dingin. Untuk mempertahankan supaya daun tetap segar sebelu dikeringkan maka penyimpanan harus dilakukan pada suhu rendah atau dibawah 100 Celcius. (b) Bahan yang berasal dari kulit (cortex) dan akar (radix) Kulit kayu dan akar dapat langsung di jemur dibawah sinar matahari setelah dibersihkan dari kotoran yang melekat. Bila menggunakan alat pengering buatan maka suhu perlu dijaga anatara 50 - 600 Celcius. (c) Bahan yang berasal dari buah (fructus) atau biji (semen) Bahan yang berupa biji-bijian biasanya setelah panen dapat langsung dijemur tanpa dikupas terlebih dahulu, seperti adas, ketumbar dan kapulaga. (d) Bahan yang berasal dari rimpang (rhizoma) Bahan yang berasal dari rimpang seperti jahe, kencur, bengle, temulawak dan kunyit harus diiris. Pengirisan rimpang dilakukan tanpa dikuliti terlebih dahulu untuk memperkecil penguapan minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Arah irisan dapat melintang atau membujur setelah dicuci bersih. Ketebalan yang dianjurkan adalah 7 - 8 mm dan setelah dijemur atau kering ketebalannya menjadi 5 - 6 mm. Pengirisan sebaiknya menggunakan pisau tahan karat. Pada waktu penjemuran bahan jangan ditumpuk terlalu tinggi. Ketebalan penumpukkan bahan waktu penjemuran maksimum antara 3 - 4 cm. Lantai tempat penjemuran sebaiknya dialasi dengantikar atau anyaman dari bambu. Pada waktu penjemuran, bahan harus sering dibolak-balik untuk menghindari fermentasi yang menyebabkan bahan menjadi busuk. Bila cuaca tidak menentu sebaiknya digunakan alat pengering buatan yang dirancang dengan bantuan panas matahari atau panas buatan. Alat pengering hasil rekayasa Balittr o yang menggunakan tenaga surya menghasilkan kisaran suhu antara 36,3-45,60 celcius dan kelembaban nisbi 30-40 %. (e) Bahan yang berasal dari bunga (Flos) Pemanenan terhadap bunga sebaiknya dilakukan pagi hari atau sore hari untuk menghindari kehilangan senyawa-senyawa yang mudah menguap. Setelah dipanen, bunga biasanya mudah menjadi kering. Untuk itu, diusahakan bunga tidak dijemur langsung di bawah sinar matahari, tetapidilayukan dibawah naunga. Apabila ruangan yang digunakan aerasi udarnya cukup baik maka dalam waktu dua hari bunga sudah cukup kering. Untuk menghindari berubahnya warna bunga menjadi coklat maka selama pelayuan sebaiknya bahan sering dibalik. (f) Bahan herba Sama dengan pengeringan daun. (g) Bahan batang (tuber) Batang dibersihkan, dipotong-potong kemudian dijemur (h) Bahan umbi (bulbus) Sama seperti rimpang atau digunakan dalam bentuk segar (sepert bawang merah dan bawang putih). Berikut tabel cara pengeringannya (Sadewo, 2004) Jenis Simplisia Cara Pengerjaan Daun (folium) Daun dengan minyak menguap
Herba Rimpang (rhizome) Batang (tuber) Akar (radix)
Buah (fructus) Biji (semen) Kulit (cortex) Kayu (lignum) Bunga (flos) Umbi (bulbus) Dilayukan dulu baru dijemur Dilayukan dulu, dikeringkan tidak dengan sinar matahari langsung (diangin – anginkan atau dijemur dengan tutup berupa kain hitam) Sama dengan pengeringan daun Rimpang segar dibersihkan dari tanah, dirajang setebal 3 – 5 mm, baru dijemur. Batang dibersihkan, dipotong – potong baru dijemur Sama dengan batang Dimanfaatkan segar atau diperlakukan seperti rimpang Bias dijemur di bawah sinar matahari langsung Sama dengan batang Sama dengan batang Sama seperti daun dengan minyak menguap atau digunakan dalam bentuk segar Sama seperti rimpang atau digunakan dalam bentuk segar (seperti bawang merah dan bawang putih) Contoh pengeringan: Pada Bunga Cengkeh Cengkeh diperam selama satu malam agar pengeringan lebih cepat selain itu warnanya juga lebih hitam dan mengkilap walaupun waktu pengeringan singkat. Namun kelemahannya rendemen cengkeh kering sedikit berkurang. Pengeringan pada tampah atau tikar bambu, dan dijemur dibawah sinar matahari. Pengeringan dapat dilakukan dengan mesin pengering kelemahannya tidak dapat mencapai “kering patah”, keuntungannya dapat disimpan sampai satu bulan tanpa merusak kualitas cengkeh. Kemudian dapat dikeringkan lagi dibawah sinar matahari sampai “kering patah”. Suhu mesin tidak boleh melebihi 520 celcius, karena jika suhu sangat tinggi kemungkinan sel-sel dalam bunga akan pecah/rusak. Dan bila direndam tidak dapat menyerap air, sedangkan bila dirajang cengkeh akan hancur menjadi tepung sehingga minyak atsirisnya akan keluar (kelenjar minyak pada bunga telah rusak). 5. Peraturan tentang Pengeringan Berdasarkan WHO guidelines on good agricultural and collection practices (GACP) for medicinal plants Bab Common technical aspects of good agricultural practices for medicinal plants and good collection practices for medicinal plants tentang pengeringan, menerangkan bahwa saat material tanaman obat disiapkan untuk tahap pengeringan, bahan penganggu harus dihilangkan hingga seminimal mungkin untuk mencegah pertumbuhan kapang atau infeksi dari mikroba lainnya sesuai dengan yang tercantum dalam farmakope atau monografi lainnya. Pada Farmakope Indonesia Edisi IV menerangkan bahwa Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme pathogen dan harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir atau menunjukkan adanya kerusakan. Jumlah benda anorganik asing dalam simplisia nabati dan simplisia hewani yang dinyatakan sebagai kadar abu yang tidak larut dalam asam, tidak boleh lebih dari 2%, kecuali dinyatakan lain. Dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, Pengawetan simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau, cemaran atau mikroba dengan pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.(Anonim, 1995). Cara yang sesuai di atas tersebut, salah satunya melalui pengeringan. WHO menerangkan dalam GACP,
bahwa Tanaman obat dapat dikeringkan dengan beberapa cara yakni di udara terbuka (di bawah sinar matahari langsung); ditempatkan pada lapisan tipis pada tempat pengeringan; dengan peng-oven-an; dibakar; microwave; dsb. Selain itu, WHO juga menetapkan bahwa tempetur dan kelembaban harus dikontrol untuk mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan dari adanya konstituen kimiawi yang aktif. Sedangkan metode dan temperatur yang digunakan untuk pengeringan dapat mempengaruhi kualitas dari hasil simplisia. Jika memungkinkan, sumber panas untuk pengeringan harus diminimalisir dari adanya campuran gas butane, propane, atau gas berbahaya lainnya, dan temperatur sebaiknya dijaga di bawah 600C. Jika digunakan sumber panas lain selain api, kontak antara material, asap, dan tanaman obat harus dihindari.
E. KESIMPULAN 1. Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, dan terhindar dari pertumbuhan kapang dan mikroba lainnya. 2. Parameter yang perlu diperhatikan dalam tahap pengeringan agar diperoleh simplisia yang baik dan berkualitas di antaranya : a. Cara pengeringan, melalui 2 cara yakni pengeringan alamiah dan pengeringan bauatan b. Alat pengeringan, disesuaikan dengan bahan hasil pertanian yang akan dikeringkan. c. Perlakuan pengeringan yang tepat dan sesuai untuk tiap - tiap hasil tanaman
F. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1985. Cara Pembuatan Sim plisia. Depkes RI. Jakarta. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta. Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Hadiwiyoto, Soewedo dan Soehardi. 1980. Penanganan Lepas Panen, edisi 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Sadewo, Bambang. 2004. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit. Argomedia Pustaka. Yogyakarta. Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah mada University Press. Yogyakarta. Syukur, Cheppy. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
http://zehablogapa.blogspot.com/2012/11/simplisia.html
SIMPLISIA Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang merupakan bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain : 1. Bahan baku simplisia. 2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia. 3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia. Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut harus memenuhi syarat minimal yang ditetapkan.
A. PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM 1. Bahan Baku Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi simplisia.Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau ditempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misanya sebagai tanaman hias, tanaman pagar tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman budidaya dapat diperkebunkan secara luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan yang berupa tanaman tumpang sari atau Taman Obat Keluarga. Taman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang secara sengaja digunakan untuk menanam tanaman obat. Taman Obat Keluarga selain bertujuan untuk dijadikan tempat memperoleh bahan baku simplisia, dapat berfungsi pula sebagai tanaman hias, taman gizi, taman buah-buahan, pagar pekarangan dan sebagainya.
Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tdak tetap.
Hal ini terutama disebabkan : 1. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama, karena umur saat panen tidak sama. 2. Jenis (Species) tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan, sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Contoh pada Rasuk angin (Usnea sp.) bila diperhatikan dapat dipisahkan menjadi 3 Usnea. Sering juga terjadi kekeliruan dalam menetapkan suatu jenis tumbuhan, karena dua jenis tumbuhan dalam satu marga (genus) sering mempunyai bentuk morfologis yang sama. Untuk itu pengumpul harus merupakan seorang ahli atau berpengalaman dalam mengenal jenis-jenis tumbuhan. Perbedaan jenis tumbuhan akan memberikan perbedaan pada kandungan senyawa aktif, yang berarti mutu simplisia yang dihasilkan akan berbeda pula. 3. Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda seringkali mengakibatkan perbedaan kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi tinggi tempat, keadaan tanah dan cuaca. Perusahaan obat tradisional yang menggunakan simplisia berasal dar tumbuhan liar, selain mutu yang berbeda, sering pula menyebabkan harga yang bervariasi. Usaha membudidayakan tanaman obat untuk simplisia, diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Keseragaman umur pada saat panen, lingkungan tempat tumbuh dan jenis yang benar dapat ditentuka dan diatur sesuai dengan tujuan untuk memperoleh mutu simplisia yang seragam. Selain itu, tanaman budidaya dapat diusahakan untuk meningkatkan mutu simplsia dengan jalan : 1. Bibit dipilih untuk mendapatkan tanaman unggul, sehingga simplisia yang dihasilkan memiliki kandungan senyawa aktif yang tinggi. 2. Pengolahan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan perlindungan tanaman dilakukan dengan saksama dan bila mungkin menggunakan teknologi tepat guna.
2. Dasar Pembuatan a.Simplisa dibuat dengan cara pengeringan. Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlau tinggi. Pengeringan yang dilakukan dengan waktu lam akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibakan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang sama pada pengeringan dan tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia dibuat denganproses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan saksama, agar proses tersebut berkelanjutan ke arah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus. Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan, eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air. Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman pathogen, logam berat dan lain-lain.
3. Tahapan Pembuatan Pada umumnya pemuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut : pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
a. Pengumpulan Bahan Baku. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain tergantung pada : 1. Bagian tanaman yang digunakan. 2. Umur tanaman atau bagian tanaman yang digunakan. 3. Waktu panen. 4. Lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal didalam didalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang yang masih hijau. Pada tahun kedua, batang mulai mulai berlignin dan kadar hiosiamina semakin meningkat. Kadar alkaloid hiosiamina tertinggi dicapai dalam pucuk tanaman saat tanaman berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat tanaman berbuah dan makin turun ketika buah semakin tua. Contoh lain, pada tanaman Mentha piperita muda mengandung mentol banyak dalam daunnya. Kadar minyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat tanaman tepat akan
berbunga. Pada Cinnamomum camphora,kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Disampng waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperatikan pula simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen di pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap sinar matahari. Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut : 1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia roxburgiii) pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar jauh, misalnya jarak (Ricinus communis) 2. Tanaman yang pada saat dipanen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah, seperti perubahan tingkat kekerasan misalnya labu merah (Cucurbita moschata). Perubahan warna, misalnya asam (Tamarindus indica) , kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoe belimbi), jeruk nipis (Citrus
aurantifolia),
perubahan
bentuk
buah,
misalnya
mentimun (Cucumis
sativus),pare (Momordica charantia). 3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil adalah pada pucuk daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus). 4. Tanaman yang pada saat dipanen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak pada bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Contoh panenan ini misalnya sembung ( Blumea balsamifera ). 5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak menganggu pertumbuhan sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan, antara lain menjelang musim kemarau. 6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian atas, misalnya bawang merah ( Allium cepa). 7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan maksimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan tangan, menggunakan alat maupun menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik diperlukan agar diperoleh simplisa yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak tanaman induk. Pemilian terhadap
peralatan untuk pemanenan juga perlu dilakukan, seperti penggunaan mesin berbahan logam sebaiknya tidak digunakan karena akan merusak senyawa aktif simlplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya. Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1 No. 1
2
3
4 5
6
7 8
9 10
11 12
Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia. Bagian Tanaman Cara Pengumpulan Kadar Air Simplisia Kulit Batang Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan 10% lebar tertentu ;untuk kulit batang mengandung minyak atsiri/ golongan senyawa fenol digunakan alat pengelupas bukan logam. Batang Dari cabang dipotong-potong dengan 10% panjang tertentu dan diameter cabang tertentu. Kayu Dari batang atau cabang, dipotong 10% kecil atau diserut(disugu) setelah dikelupas kulitnya. Daun Tua dan muda (daerah pucuk), 5% dipetik dengan tangan satu persatu. Bunga Kuncup atau bunga mekar atau 5% mahkota bunga, dipetik dengan tangan. Pucuk Pucuk berbunga; dipetik dengan 8% tangan (mengandung daun muda dan bunga). Akar Dari bawah permukaan tanah, 10% dipotong dengan ukuran tertentu. Rimpang Dicabut, dibersihkan dari akar; 8% dipotong melintang dengan ketebalan tertentu. Buah Masak, hampir masak, dipetik dengan 8% tangan. Biji Buah dipetik:dikupas kulit buahnya 10% dengan pisau atau menggilas, kemudian biji dikumpulkan dan dicuci. Kulit Buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan 8% dan dicuci. Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari
daun dan akar dengan cara dipotong kemudian dicuci.
-
b. Sortasi Buah. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Mislnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, baan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
c. Pencucian. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih dari mata air atau air sumur maupun PDAM. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri umum yang terapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterbacter dan Escherichia. Pada simplisia akar, batang dan buah dapat dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut tidak memerlukan pencucian apabila pengupasan dilakukan dengan cara yang tepat dan bersih.
d. Perajangan. Beberapa jenis simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan pada bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan lagsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh sejama 1hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus. Sebagai contoh suatu alat yang disebut RASINGKO (perajang singkong) yang dapat digunakan untuk merajang singkong atau bahan lainnya sampai ketebalan 3mm atau lebih. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena iu, bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur, dan bahan sejenis lainnya dihindari dari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar minyak atsiri. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk
mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.
e. Pengeringan. Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama simplisia tersebut mengandung kadar air. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolism, yakno proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan simplisia dikeringkan, terlebih dahulu dilakukan proses stabilisasi, yakni proses untuk menghentikan enzim enzimatik. Cara yang lazim , dilakukan pada saat itu adalah merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau mengaliri uap panas. Untuk pembuatan simplisia tertentu proses enzimatik ini justru dikehendaki setelah pemetikan. Dalam hal ini, sebelum proses pengeringan bagian tanaman dibiarkan dalam suhu dan kelembaban tertentu agar reaksi enzimatik dapat berlangsung. Cara lain, dapat pula dilakukan dengan pegeringan perlahan-lahan agar reaksi enzimatik masih berlangsung selama proses pengeringan. Proses enzimatik disini masih perlu dilakukan karena senyawa yang aktif yang dikehendaki masih dalam ikatan kompleks dan baru dipecah dari ikatan kompleks serta dibebaskan oleh enzim tertentu. Contoh simplisia ini adalaha vanili, buah kola dan sebagainya. Pada jenis baan simplisia tertentu, setelah panen langsung dikeringkan, proses ini dilakukan pada bahan simplisia yang mengandung bahan senyawa aktif yang mudah menguap. Selain itu, penundaan proses pengeringan pada bahan simplisia ini akan menurunkan kadar senyawa aktif tersebut serta akan menurunkan mutu dari simplisia tersebut. Meskipun masih banyak jenis simplisia yang masih dapat ditunda pengeringannya, akan tetapi prinsip pengeringan sebaiknya dilakukan setelah pengumpulan bahan selesai dikumpulkan, kecuali apabila bahan simplisia membutuhkan proses fermentasi. Pengeringan simplisia dilakukan dengan cara menggunakan sinar matahari atau menggunakan sebuah alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengeringan simplisia adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia sebaiknya tidak menggunakan peralatan yang terbuat dari plastik. Selama proses pengeringan simplisia hal-hal tersebut harus benar-benar diperhatikan sehingga akan diperoleh hasil simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat juga menyebabkan terjadinya “Face Hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalam masih basah.
Hal ini disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pegeringan tinggi atau terjadi suatu keadaan yang menyebabkan penguapan air pada permukaan bahan jauh lebih cepat dari difusi air dari dalam permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face Hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebsukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan. Suhu pengeringan tergantung pada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 sampai 90 , tetapi suhu yang terbaik tidak melebihi 60 Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30 sampai 45 , atau dengan pengeringan vakum yaitu dengan cara mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan sehingga tekanan kira-kira 5mm/Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia, cara pengeringan
dan
tahap-tahap
selama
pengeringan,
kelembaban
akan
menurun
selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang, pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alami dan buatan. Gambar 1 ALAT PENGERING TENDA SURYA Alat pengering tenda surya ini adalah alat untuk mengeringkan bahan simplisia dengan energi surya berbentuk tenda atau kemah. Kapasitas alat tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Kapasitas alat 35 kg untuk irisan simplisia, dengan waktu pengeringan efektif 8-10 jam dengan suhu pengeringan rata-rata 50 Gambar 2 ALAT PENJEMUR Alat penjemur dirancang untuk mengeringkan simplisia dengan energi surya sebagai alternative untuk menggantikan penjemuran dengan cara tradisional di atas alas plastic, alas bambu, lantai semen atau tanah. Tujuannya adalah supaya tanaman simplisia lebih cepat kering, tidak terganggu hujan dan terhindar dari kotaminasi kotoran. Suhu rata-rata yang dicapai oleh alat ini adalah 48,5 , dengan suhu maksimum 56,2 dan suhu minimum 32,5 , dengan suhu udara luar rata-rata adalah 33,5 . Pengeringan dengan alat ini lebih cepat 60% dari penjemuran tradisional.
1. Pengeringan Alamiah. Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan, yakni : a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang stabil. Pengeringan dengan sinar matahari banyak dipraktekkan di Indonesia, yang mana
merupakan salah satu cara dan upaya yang murah dan praktis. Pengeringan ini dilakuan dengan cara membiarkan bahan yang dipotong di udara terbuka diatas tampah-tampah, tanpa kondisi yang terkontrol, seperti suhu kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung pada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya tepat dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberikan kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. b. Dengan diangin-anginkan an tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini merupakan cara utama yang digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang mudah menguap. Pada kedua cara tersebut, tempa pengeringan mempunyai dasar-dasar berlubang seperti anyaman bambu, kain kasa dan lain sebagainya. Umumnya dasar tempat pengeringan tersebut bukan dari logam karena logam akan bereaksi dan merusak senyawa aktif tertentu. Letak pengeringan juga diatur sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara dari atas kebawah atau sebaliknya. Ini berarti bahwa simplisia yang dikeringkan harus dihamparkan setipis mungkin diatas tempat pengeringan dan di bawah tempat pengeringan diberi jarak tertentu dengan lantai atau dengan pengering dibawahnya sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.
2. Pengeringan Buatan. Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah udara dipansakan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, listrik, atau mesin diesel, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahanbahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang mudah, murah, sederhana dan praktis dengan hasil yang cukup baik. Cara yang lain misalnya dengan menempatkan bahan-bahan yang akan dikeringkan diatas pita atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.
Dengan menggunakan pengering buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik, karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan menggunakan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10 sampai 12 %, dengan menggunakan suatau alat pengering buatan dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6-8 jam. Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa jenis simplisia yang dapat tahan lama jika kaar
airnya diturunkan 4 sampai 8 %, sedangkan simplisia lainnya mungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
f.
Sortasi Kering. Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhir dari pembutan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudiandisimpan. Seperti halnya dengan sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan cara mekanik. Pada simplisia berbentuk rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Dengan demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lainnya yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
g. Pengepakan dan Penyimpanan. Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar maupun dalam, antara lain 1. Cahaya
:
:
Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan
Perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, rasemisasi dan sebagainya. 2. Oksigen udara
:
Senyawa tertentu pada simplisia dapat mengalami
perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan lain sebagainya. 3. Reaksi Kimia rn
:
Perubahan kimiawi pada simplisia yang dapat disebabkan
oleh reaksi kima intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya. 4. Dehidrasi
:
Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka
simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian airnya sehingga semakin lama semakin mengecil (kisut).
5. Penyerapan air
:
Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal, basah atau mencair (lumer). 6. Pengotoran
:
Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh
berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, eksskresi hewan, bahan-bahan asing(misalnya minyak yang tumpah) dan fragmen wadah (karung goni). 7. Serangga
:
Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran
pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun oleh bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya. 8. Kapang
:
Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia
dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia, zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang dapat menganggu kesehatan. Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada simplisia, kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya. Penyebab utama pada kerusakan simplisia yang utama adalah air dan kelembaban. Untuk dapat disimpan dalam waktu lama, simplisia harus dikeringkan terlebih dahulu sampi kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia. Cara menyimpan simplisia dalam wadah yang kurang sesuai memungkinkan terjadinya kerusakan pada simplisia karena dimakan kutu atau ngengat yang temasuk golongan hewan serangga atau insekta. Berbagai jenis serangga yang dapat menimbulkan kerusakan pada hampir semua jenis simplisia yang berasal dari tumbuhan dan hewan, biasanya jenis serangga tertentu merusak jenis simplisia tertentu pula. Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang perlu mendapatkan perhatian juga ialah kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan pengerat seperti tikus. Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasannya harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya. Wadah harus bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi(inert) dengan isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan rasa, warna, bau dan sebagainya pada simplisia. Selain itu wadah harus melindungi simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga serta mempertahankan senyawa aktif yang mudah menguap atau mencegah pengaruh sinar, masuknya uap air dan gas-gas lainnya yang dapat menurunkan mutu simplisia. Untuk simplisia yang tidak tahan terhadap sinar, misalnya yang banyak mengandung vitamin, pigmen atau minyak, diperlukan wadah yang melindungi simplisa terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastic atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan lain sebagainya. Bungkus yang paling lazim digunakan untuk simplisia adalah karung goni. Sering juga digunakan karung atau kantong plastik, peti atau drum dari kayu atau karton. Beberapa jenis simplisia terutaman yang berbentuk cairan dikemas dalam botol atau guci porselen. Simplisia yang berasal dari akar, rimpang, umbi, kulit akar, kulit batang, kayu, daun, herba, buah, biji dan bunga sebaiknya dikemas pada karung plastik. Simplisia dari daun atau herba umumnya dimampatkan
terlebih dahulu dalam bentuk yang padat dan mampat, dibungkus dalam karung plastik dan dijahit. Untuk keperluan perdagangan dan ekspor simplisia dalam bungkus plastik tersebut berbobot antara 50 sampai 125 kg tiap bal. Simplisia yang mudah menyerap air, udara perlu dibungkus rapat untuk mencegah terjadinya penyerapan kelembaban tersebut. Sesudah dikeringkan sampai cukup kering di bungkus dengan karung atau kantong plastic, dalam peti drum atau kaleng besi berlapis. Pada penyimpanannya, simplisia tersebut dimasukkan dalam wada yang tertutup rapat dan seringkali perlu diberi kapur tohor sebagai bahan pengering. Gom dan damar dikemas dalam wadah drum, peti yang terbuat dari karton, kayu atau besi berlapis sedangkan simplisia aroma atau baunya perlu dipertahankan, harus dikemas dalam peti kayu berlapis timah. Kaleng atau aluminium dapat digunakan sebagai wadah untuk simplisia kering terutama jika diperlukan penutupan secara vakum. Akan tetapi kaleng dan bahan aluminium bersifat korosif dan mudah bereaksi dengan bahan yang disimpan di dalamnya, sehingga kaleng atau aluminium biasanya harus diberi lapisan khusus misalnya lapisan oleoresin, vinil, malam ataupun bahan yang lainnya. Sifat wadah gelas yang mengguntungkan adalah tidak beraksi, tetapi penggunaan wadah gelas terbatas, karena gelas mudah pecah dan berat, sehingga menyulitkan dalam pengangkutan. Kertas dan karton tidak dapat digunakan sebagai pembungkus simplisia secara sempurna oleh karena itu, biasanya bahan pembungkus kertas perlu dilapis lagi dengan lilin, damar, atau plastik untuk mencegah keluar masuknya gas dan uap air. Plastik biasanya digunakan untuk membungkus simplisia kering, tetapi penggunaan plastik tidak tahan panas dan mudah menguap. Sekarang ini, aluminium foil mulai banyak digunakan karena sifatnya mengguntungkan, diantaranya mudah dilipat, ringan serta dapat mencegah keluar masuknya air dan zat-zat yang mudah menguap lainnya. Penyimpanan simplisia kering, biasanya dilakukan pada suhu kamar (15 sampai 30 , tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk (5 sampai 15 ), atau tempat dingin (0 sampai 5 ), tergantung dari sifat dan ketahanan simplisia tersebut. Kelemaban udara di ruang penyimpanan simplisia kering, sebaiknya diusahakan serendah mungkin untuk mencegah terjadinya penyerapan uap air. Di Indonesia daun tembakau dikemas dalam keranjang bambu yang bagian dalamnya diberi lapisan pelepah daun pisang yang telah dikeringkan. Simplisia harus disimpan didalam ruangan penyimpanan khusus atau dalam gudang simplisia, terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya maupun alat-alat. Gudang simplisia harus mempunyai bentuk dan ukuran yang sesuai dengan fungsinya, dibuat dengan konstruksi permanen yang cukup kuat dan dipelihara dengan baik. Gudang harus mempunyai ventilasi udara yang cukup baik dan bebas dari kebocoran dan kemungkinan kemasukan air hujan. Perlu dilakukan pencegahan kemungkinan kerusakan simplisia yang ditimbulkan oleh hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan simplisia yang disimpan. Untuk mencegah tertariknya serangga pemakan simplisia ataupun lalat dan nyamuk, gudang harus bersih dan bebas dari sampah. Untuk
mencegah masuknya tikus ke dalam gudang simplisia, sedapat mungkun lubang ventilasi, lubanglubang saluran air dan lubang-lubang lainnya diberi tutup yang sesuai seperti kasa kawat atau yang lainnya. Cara penyimpanan simplisia dalam gudang harus diatur sedemikian rupa, sehingga tidak menyulitkan pemasukan dan pengeluaran bahan simplisia yang disimpan. Untuk simplisia yang sejenis, harus diberlakukan prinsip “ pertama masuk, pertama keluar ”, untuk itu perlu dilakukan administrasi pergudangan yang teratur dan rapi. Semua simplisia dalam bungkus atau wadahnya masing-masing harus diberi label dan dicantumkan nama jenis, asal bahan, tanggal penerimaan, dan pemasukan dalam gudang. Dalam jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan gudang secara umum, dilakukan pengecekkan dan pengujian mutu terhadap semua simplisia yang dipandang perlu. Simplisia yang setelah diperiksa ternyata tidak lagi memenuhi syarat yang ditentukan misalnya tumbuh kapang, dimakan serangga, berubah warna, berubah bau dan lain sebagainya dikeluarkan dari gudang dan dibuang.
h. Pemeriksaan Mutu Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembeliannya dari pengumpul atau pedagang simplisia. Agar diperoleh simplisia dengan mutu yang mantap, seyogyanya disediakan contoh pada tiap-tiap simplisia dengan mutu yang pasti dan memenuhi syarat yang mana dapat dipergunakan sebagai pembanding simplisia. Pada tiap-tiap penerimaan atau pembelian simplisia tertentu diperlukan pengujian mutu yang dicocokkan dengan simplisia pembanding. Contoh simplisia pembanding tersebut disimpan pada tempat secara khusus untuk menjaga mutunya, dan setiap jangka waktu tertentu diperiksa kembali mutunya dan apabila kedapatan penurunan mutu maka perlu dilakukan pergantian simplisa pembanding ang baru. Secara umum, simplisia yang tidak memenuhi syarat seperti kekeringan, ditumbuhi kapang, mengandung lendir, sudah berbau dan berubah warna, berserangga atau termakan serangga harus dilakukan penolakan oleh penerimanya. Pada pemeriksaan mutu simplisia, pemeriksaan dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik, mikroskopik atau dengan cara kimia. Beberapa jenis simplisia tetentu ada yang perlu diperiksa dengan uji mutu secara biologi. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan cara mengamati bentuk, warna dan bau simplisia. Ada kalanya membutuhkan alat optik berupa kaca pembesar maupun mikroskop. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik dengan menggunakan mikroskop dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia dan pemeriksaan untuk menetapkan mutu berdasarkan senyawa aktif. Sebelum disortir, sebaiknya simplisia diayak atau ditampi dulu untuk membuang debu/ pasir yang terikut pada simplisia. Besar kcilnya lubang ayakan disesuaikan dengan ukuran simplisia, misalnya ayakan untuk jinten hitam dan ayakan unyuk kulit kina harus berbeda. Untuk memisahkan bahan organik asing dapat dilakukan sortasi manual dengan menggunakan tangan.
Cara mencegah kerusakan simplisia pada penyimpanan, terutama adalah memperhatikan dan menjaga kekeringan. Untuk itu pembungkusan dan pewadahan simplisia harus disesuaikan dengan sifat fisika dan kimia dari simplisia tersebut. Simplisia yang dapat menyerap uap air/ udara, dimasukkan atau dibungkus dalam wadah yang rapat, jika perlu dalam wadah yang diberi kapur tohor untuk bahan pengering. Simplisia yang pada saat penerimaan belum cukup bersih, dicuci dengan air bersih, dikeringkan sampai cukup kering, dibungkus atau dimasukkan dalam wadah yang sesuai baru disimpan dalam gudang simplisia.
http://shofipunya.wordpress.com/2011/12/08/pembuatan-simplisia-dan-standarisasi-mutu-simplisiarimpang-temulawak-curcuma-xanthorriza-rhizoma-dengan-pengeringan-sinar-matahari-naungan-kainhitam-dan-penyimpanan-terbuka/
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARISASI MUTU SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK ( Curcuma xanthorriza Rhizoma ) dengan PENGERINGAN SINAR MATAHARI NAUNGAN KAIN HITAM dan PENYIMPANAN TERBUKA Filed under: Laporan Praktikum Tempoe Kuliah dulu, Uncategorized — Leave a comment December 8, 2011
1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak 2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia t emulawak.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah: 1. Bahan baku simplisia 2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia 3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat. Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut: 1. Pengeringan 2. Fermentasi 3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll) 4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati) Adapun tahapan – tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah: 1. Pengumpulan bahan baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada: Bagian tanaman yang digunakan Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen Waktu panen Lingkungan tempat tumbuh 2. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang 3. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan
simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali 4. Perajangan Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. 5. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama 6. Sortasi kering Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. 7. Pengepakan dan penyimpanan Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang
Curcuma xanthorriza Roxb. Sinonim
: Curcuma zerumbet majus Rumph.
Klasifikasi Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga Jenis
: Curcuma : Curcuma xanthorriza Roxb.
Kandungan kimia tanaman Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996) Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996) Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985) Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga. . Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6% v/b . Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit. Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat; bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan
tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.
Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setel ah pengeringan pada temperatur105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau li ngkungan udara terbuka. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan
Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970). Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri (7-30%) yang terdiri dari xanthorrhizol, α -antlatone, borneol, iso-borneol, bisacumol, bisacurol, bisacurone, bisacurone epoxide, camphene, camphor, d- camphore, cineol, 1,8- cineol, curzurene, curzerenone,α -curcume, ar-curcumene, curlone, cymene, α -e lemene, δ -elemene, turmerone, ar- turmerone, α - turmerone, β -turmerone, isofurano- germacrene, phellandrene, cycloisoprene, isoprenemyrcene, myrcene, p-tol uyl-methyl-carbinol, (R)- ( –)xanthorrizhol, α - pinen, linalool,α - terpineol, limonene, β - farnesene, germacrone, β - sesquiphellandrne, bisacurone A,B, 1-cyclo-isaoprenemyrcene, sinamaldehid ( anonim, 1979; Wagner dkk, 1984)
KLT Densitometri
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987) Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985) KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitat if salah satunya dengan menggunakan densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001) Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)
I.
Alat dan Bahan
Pembuatan Simplisia Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat Alat
: Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam, Alat penumbuk
Bahan : Serbuk temulawak 10 gram Alat
: Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas (tara)
Bahan : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest.. Alat ; Destilasi stahl, flakon
Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml Alat
: Destilasi toluen
Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5), Alat : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber, densitometer
II.
Cara Kerja
Sistematika Kerja
Hari ke
Tanggal
Jenis kegiatan
0
28 September 2006
4
2 Oktober 2006
Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan
49
16 November 2006
Penggerusan simplisai temualwak
56
23 November 2006
70
7 desember 2006
Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan
Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi serbuk
Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan, penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)
Pembuatan Simplisia Penimbangan Curcuma xanthorriza rhizome ↓ Sortasi basah ↓ Pencucian Simplisia ↓ Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm ↓ Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam ↓ Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata ↓ Sortasi Kering ↓
Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka ↓ Penulisan Etiket ↓ Simplisia diserbuk dan dihancurkan ↓ Uji kualitas simplisia
Susut Pengeringan Panaskan cawan petri kosong ↓ Masukkan dalam desikator ↓ Ditimbang sebagai bobot awal ↓ Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan ↓ Petri + simplisia ditmbang lagi ↓ *Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam ↓ Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas ↓ Cawan petri + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator ↓ Cawan petri + simplisia ditimbang lagi ↓ Ulangi langkah dari * dua kali tapi dengan waktu 30 menit
Penetapan Kadar Minyak Atsiri Ditimbang 50 mg serbuk kasar temulawak ↓ Dimasukkan ke dalam labu ↓ Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam ↓ Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam ↓
Dihitung volume dan kadar minyak atsiri
Penetapan Kadar air Serbuk temulawak 10,06 gr dimasukkan dalam labu ↓ Ditambah 200 toluen murni yang t alah dijenuhkan ↓ Tunggu sampai mendidih ↓ Hitung sakal air yang terkumpul
Penetapan Kadar Zat aktif Ditimbang 1 gram serbuk temulawak ↓ Maserasi dalam 5 ml etanol ↓ Dgojog selama 30 menit ↓ Masukkan dalm flakon ↓ Ditambah etanol ad 5 ml ↓ Larutan/maserat diuapkan sampai 1 ml ↓ Ditotolkan di KLT 3 μl
Randemen ekstrak menurut MMI = 3,5 % Kadar Kurkumin ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi = 1,55% Jadi dalam 1 gram temulawak terdapat 3,5% x 1000mg = 35 mg sari ekatrak Dalam 1 gram temulawak terdapat 1,55% x 35 mg = 0,54 mg kurkumin ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54 μg/μl Jadi dengan pengambilan 1μl kadar kurkumin = 0,54 μg/μl Stok kadar kurkumin standar adalah 1 μg/μl Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl Volume penotolan adalah 0,5 μl – 1 μl – 2μl – 4 μl Volume penotolan sampel adalah 3 μl
III. HASIL PERCOBAAN Pembuatan Simplisia 1. Sortasi basah Berat awal : 2 kg Jenis pencemar : tanah, debu, akar
Berat awal : 2kg Berat setelah dicuci : 2,1 kg Masalah yang dihadapi : -
Jenis alat : mekanik Tebal : 3mm-4mm
Jenis : Sinar matahari di tutup kain hitam Lama pengeringan : 4 hari
Tidak dikemas, ditempatkan di nampan
Jenis : Penyimpanan terbuka
Bobot basah bahan : 2,1 kg Bobot kering simplisia : 0,45 kg Perhitungan randemen ; 0,45/2,1 x 100% = 21,428%
Susut Pengeringan I Berat sampel temulawak = 10 gram Bobot petri kosong = 85,32 gram Pemansan oven = 105 o C
Menit ke
Berat petri kosong + serbuk temulawak
0
95,34g
60
94,23g
90
94,20g
120
94,17g
Susut pengeringan selama 60 menit 10- (94,23 – 85,32) gram x 100% = 10,9 % 10 Susut pengeringan selama 90 menit 10- (94,20 – 85,32) gram x 100% = 11,2 % 10 Susut pengeringan selama 120 menit 10- (94,17 – 85,32) gram x 100% = 11,5 % 10 Susut Pengeringan II Berat sampel temulawak = 10 gram Bobot petri kosong = 84,66 gram Pemansan oven = 105 o C
Menit ke
Berat petri kosong + serbuk temulawak
0
94, 59g
60
93,35g
30
93,35g
30
93,34g
Susut pengeringan selama 60 menit 10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,1 % 10 Susut pengeringan selama 90 menit 10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,1 % 10 Susut pengeringan selama 120 menit 10- (93,35 – 85,32) gram x 100% = 13,2 % 10 Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 % 2 Rata-rata susut pengeringan selama 90 menit = 11,5 + 13,1 = 12,5% 2 Rata-rata susut pengeringan selama 120 menit = 11,5 + 13,2 = 12,35 % 2
Berat serbuk kasar = 50 mg Volume minyak atsiri = 0,5 ml Kadar minyak atsiri = 0,5ml/ 50 mg = 1 % b/v Warna minyak atsiri = bening agak kuning muda Bau minyak atsiri = khas, getir
Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air yang tertinggal di toluen Berat serbuk : 10,06 gram Volume toluene : 200ml Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm toluena = 1,0 ml –0,4 ml = 0,6 ml Kadar air = 0,6 ml/ 10,0 gr x 100 % = 6 % v/b
Penetapan Kadar Zat aktif Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri Fase diam : Silika gel 60 F 254 Fase gerak : Kloroform : Metanol : asam formiat Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl Hasil KLT
no
Rf
Sinar tampak
1
2,3 / 8 = 0,28
Kuning
2
3,4 / 8 = 0,42
Kuning
3
5,3 / 8 = 0,66
Kuning
Data Kurva Baku
Konsentrasi kurkumin ( μg/μl)
Luas area
UV 254
UV 366
4
0,5
1, 10014 x 10
1
2,07481 x 10
2
5, 46830 x 10
4
6, 71978 x 10
4
4
4
Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930 Y = bx + a <=> y = 1,6187x + 0,8055 Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104 Jadi konsentrasi kurkumin Y = 1,6187x + 0,8055 40,69958 = 1,6187x + 0,8055 x = 24, 645 μg/μl Volume pengambilan 3μl = > 24,645 μg/μl Jadi dalam 1μl konsentrasi kurkumin = > 24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl 3 = 8,125 mg/ ml = 0,8125 g/100ml = 0,8125 % b/v
IV. Pembahasan Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini meliputi uji kadar minyak atsiri, susut pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air. Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi simplisia untuk bahan obat. Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis rimpang
lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak. Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg. Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Dari hasil penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada rimpang dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan, kandungan kurkumin dalam rimpang dapat terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil metan. Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal kira kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan
memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak. Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening , mengingat ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri. Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang t epat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970) Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat. Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tet api mempunyai banyak kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, di makan hewan atau mungkin mudah dicuri. Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah -milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di li ngkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45 kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48% Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan. Simplisia yang telah kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah nampan dan
disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara 15o30oC. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat basah, tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia. Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kadar zat aktif. Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 hari.
Pada uji susut pengeringan, dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya, simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% – 0,2%. Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak at siri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC. Jadi pada suhu 105oC, kristal kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses pengeringan. Senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air
Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen. Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air t ersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya. Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka kemungkinan dapat menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air. Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal i ni sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat dik etahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari), berjalan optimal
Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih dahulu. Proses perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluhpembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh, proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil, difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang, karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri akan berkurang. Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan destilasi stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia tersebut tidak
rusak oleh pendidihan, simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh air mendidih (Samhoedi, 1976) Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri. Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : 1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya. 2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi panas. 3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri. 4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi o leh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat di mungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama ( 45 hari ), dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan. Pengeringan sinar matahari yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. Sinar UV dapat merusak minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya randemen minyak atsiri. Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari.
Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel. Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bahan awal akan semakin tebal lapisan batas, akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986) Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum et er; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain. Ekstrak pekat etanolik, lalu dito tolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang t erdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan rentang kadar tertentu. Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam
ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl. Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer. Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104. Jadi kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/ ml. Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya: 1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37% (Murniwaty, 2003) 2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis 3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang t erbesar. Waktu panen rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
I.
Kesimpulan
1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan 2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam 3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari 4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16% 5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6% 6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 % 7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml ___________________________________________________
http://yie-myutzz.blogspot.com/2011/02/pembuatan-simplisia-daun-beluntas.html
PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN BELUNTAS (Pluchea indica less) BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemanfaatan tanaman obat sebagai obat tradusional merupakan suatau produk
pelayanan
kesehatan
yang
strategis
karena
berdampak
positif
terhadap tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Tanaman
obat
dapat
memberikan
nilai
tambah
apabila
diolah
lebih
lanjut menjadi berbagai jenis produk. Tanaman obat tersebut dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti simplisia (rajangan), serbuk, minyak atsiri,
ekstrak
maupun tablet.
kental,
ekstrak
kering,
instan,
sirup,
permen,
kapsul
Simplisia obat
yang
merupakan
mengalami
bahan
alami
pengolahan
atau
yang baru
digunakan dirajang
sebagi saja,
bahan
tetapi
baku sudah
dikeringkan. Permintaan bahanbaku simplisia sebagai bahan baku obat-obatan semakin
meningkat
dengan
bertambahnya
industri
jamu.
Selain
itu,
efek
samping penggunaan tanaman obat untuk mengobati suatu penyakit lebih kecil dibandingkan obat sintetis. Proses
pembuatan
simplisia
diperlukan
beberapa
tahapan
yaitu
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencuciab, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan. Agar simplisia memiliki mutu dan ketahanan kualitas yang baik, selain proses pengumpulan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering, juga perlu diperhatikan proses pengepakan dan penyimpanan karena sangat berpengaruh pada kandungan kadar zat aktif dalam simplisia. Beluntas (Pluchea indica L.), nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar. Tapi, sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita
perhatikan
langsung
dengan
mengenalnya
seksama,
sebagai
hampir
tanaman
dapat
yang
dipastikan
sering
orang
terdapat
di
sebagai
obat
akan
halaman
rumah, karena sering digunakan sebagai tanaman pagar. Secara
tradisional
daun
beluntas
digunakan
untuk
menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Disamping itu daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan. Adanya informasi secara tradisional dari masyarakat yang telah lama memanfaatkan daun beluntas sebagai salah satu tanaman obat mendorong kami untuk mengolah daun beluntas tersebut menjadi simplisia yang berkhasiat serta mengidentifikasi kandungan
zat apa yang terdapat dalam simplisia
daun
dapat
beluntas
tersebut
sehingga
dimanfaatkan
sebagai
bahan
obat
dikemudian hari.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut : 1.2.1
Bagaimana morfologi dari simplisia daun beluntas ?
1.2.2
Bagaimana proses pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas
yang baik dan benar? 1.2.3
Adakah kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia daun beluntas ?
1.2.4
Apakah kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas ?
1.2.5
Bagaimanakah pengujian mutu simplisia daun beluntas ?
1.2.6
Bagaimanakah pengamatan organoleptis terhadap simplisia daun beluntas?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut : 1.3.1
Mengetahui bentuk morfologi dari simplisia daun beluntas.
1.3.2
Mengetahui proses pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas
yang baik dan benar 1.3.3
Menentukan
kandungan
kimia
yang
terdapat
dalam
simplisia
daun
beluntas. 1.3.4
Mengetahui kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas.
1.3.5
Mengetahui pengujian mutu
1.3.6
simplisia daun beluntas.
Mengetahui pengamatan organoleptis dari simplisia daun beluntas.
1.4
Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari pembuatan simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut : 1.4.1
Pengetahuan tentang bentuk morfologi dari simplisia daun beluntas
1.4.2
Pembuatan dan pengolahan simplisia daun beluntas.
1.4.3
Penentuan kandungan kimia yang terdapat dalam simplisia daun beluntas.
1.4.4
Pengetahuan tentang kegunaan dan khasiat simplisia daun beluntas
1.4.5
Pengujian mutu simplisia daun beluntas.
1.4.6
Pengamatan organoleptis terhadap simplisia daun beluntas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
aerah
Sistematika Daun Beluntas
Nama Latin
: Pluchea indica (L) Less
Nama Simplisia
: Plucheae Folium
Sinonim
:
: Sumatera : Beluntas , Jawa : Basluntas, baruntas, luntas. Nusatenggara : Lenaboui. Sulawesi : Lamutasa Kelas
:
Ordo
:
Familia
:Asteraceae
Genus
:
2.2
Morfologi Daun Beluntas
Daun beluntas
(Pluchea indica (L) Less
dengan nama suku Asteraceae
,umumnya adalah tumbuhan liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu,
atau
cukup cahaya
ditanam
matahari
sebagai atau
tanaman
sedikit
pagar.
naungan,
Tumbuhan
banyak
ini
memerlukan
ditemukan
di
daerah
pantai dekat laut sampai ketinggian 1.00 diatas permukaan laut. Tanaman perdu kecil, tumbuh tegak, tinggi mencapai 1 m atau kadang-kadang lebih ini, memiliki pemerian, : berbau khas, tidak harum, rasa
agak
rapuh,
kelat.
berwarna
Secara makroskopik ,
hijau
kekuningan
helaian
sampai
hijau
daun
tunggal
tua,
bentuk
bertangkai, bundar
telur
sampai jorong, panjang 4 cm sampai 8 cm, lebar 3 cm sampai 5 cm, ujung daun meruncing, pangkal daun meruncing, pinggir daun bergerigi, panjang tangkai daun 4 mm sampai 8 mm. Tulang daun menyirip, pada permukaan atas dan bawah daun tidak licin, berambut. Secara Mikroskopik, pada
penampang
melintang
melalui
tulang
daun
tampak epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel berbentuk empat persegi panjang, kutikula tipis bergaris, stomata sedikit, rambut penutup terdiri dari beberapa sel, ujungnya berbentuk kerucut runcing, lurus atau bengkok, rambut kelenjar tipe Asteraceae. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel berbentuk empat persegi panjang, kutikula tipis bergaris, stomata lebih banyak daripada epidermis atas, rambut penutup terdiri dari beberapa sel, lebih
banyak
daripada
epidermis
Mesofil
meliputi
jaringan
umumnya
1
sel
lapis
atas,
palisade
berbentuk
rambut
terdiri
silindris
kelenjar
dari pendek
1
atau
serabut
berdinding
kolateral.
Pada
sayatan
poligonal,
dinding
tebal
paradermal
antiklinal
lurus
berlignin, tampak atau
2
berisi
klorofil, jaringan bunga karang terdiri dari beberapa kelompok
tipe
Asteraceae. lapis
banyak
sel, butir
lapis sel, terdapat
berkas
pembuluh
epidermis
atas
kadang-kadang
tipe
berbentuk
bergelombang,
stromata tipe anomositik, rambut kelenjar tipe Asteraceae. Serbuk berwarna hijau tua kekuningan, fragmen pengenal adalah rambut penutup terdiri beberapa sel dan rambut kelenjar tipe Asteraceae lepas, fragmen
epidermis
atas
dan
epidermis
bawah,
fragmen
serabut,
fragmen
epidermis dengan tulang daun, pembuluh kayu dengan penebalan spiral.
2.3
Kandungan Kimia Daun Beluntas (Pluchea indica less)
Daun beluntas sebagian besar memiliki kandungan kimia berupa alkaloid dan minyak asiri. 2.3.1
Alkaloid Alkaloid adalah
sebuah
kebanyakan heterosiklik dan mengecualikan
senyawa
golongan
terdapat
yang
berasal
senyawa basa bernitrogen
di tetumbuhan (tetapi dari hewan). Asam
ini
amino,
yang tidak
peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid. Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang
secara
biogenetik
berhubungan
dengan
alkaloid
termasuk
digolongan
ini. Alkaloid asal
molekulnya
(metabolic biosintesis menurut
nama
diklasifikasikan
(precursors),didasari
pathway) dari
biasanya yang
sebuah
dipakai
alkaloid
senyawanya,
dengan
untuk tidak
termasuk
nama
menurut
metabolisme
membentuk diketahui, senyawa
kesamaan
molekul alkaloid
yang
tidak
sumber pathway
itu.
Kalau
digolongkan mengandung
nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai contoh: alkaloid opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang dimana senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid dirubah menurut hasil pengkajian itu,
biasanya
mengambil
nama
amine
penting-secara-biologi
yang
mencolok
dalam proses sintesisnya.
Golongan Piridina: piperine, coniine, trigonelline,arecoline, arecaidine, guvacine, cytisine, lobeline,nikotina, anabasine, sparteine, pelletierine.
Golongan Pyrrolidine: hygrine, cuscohygrine, nikotina
Golongan Tropane: atropine, kokaina, ecgonine,scopolamine, catuabine
Golongan Kuinolina: kuinina, kuinidina, dihidrokuinina,dihidrokuinidina, s trychnine, brucine, veratrine, cevadine
Golongan Isokuinolina:
alkaloid-
alkaloid opium(papaverine, narcotine, narceine), sanguinarine,hydrastine, berberine, emetine, berbamine, oxyacanthine
Alkaloid Fenantrena: alkaloid-alkaloid opium (morfin,codeine, thebaine)
Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamin
Golongan Indola:
o
Tryptamines: serotonin, DMT, 5-MeO-DMT, bufotenine,psilocybin
o
Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine,ergotamine, lysergic acid
o
Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
o
Yohimbans: reserpine, yohimbine
o
Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine o
Alkaloid Kratom (Mitragyna speciosa ): mitragynine, 7-hydroxymitragynine Alkaloid Tabernanthe iboga : ibogaine, voacangine,coronaridine
o o
Alkaloid Strychnos nux-vomica : strychnine, brucine
Golongan Purine: Xantina: Kafein, teobromina, theophylline
o
Golongan Terpenoid:
o
Alkaloid Aconitum : aconitine o
Alkaloid Steroid (yang
bertulang
punggung
steroid
pada
struktur
yang
bernitrogen): Solanum (contoh:
kentang dan
alkaloid tomat)
(solanidine,solanine, chaconine)
Alkaloid Veratrum (veratramine, cyclopamine, cycloposine,jervine, muldamine)
Alkaloid Salamander berapi (samandarin)
lainnya: conessine
Senyawa ammonium quaternary s: muscarine, choline, neurine
Lain-lainnya: capsaicin, cynarin, phytolaccine,phytolaccotoxin Alkaloid
dihasilkan
oleh
banyak
organisme,
mulai
dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang alkaloid.Istilah bersifat basa) Meissner (1819),
dirasakanlidah dapat
"alkaloid" pertama seorang
(berarti
kali
"mirip
dipakai
apoteker
disebabkan
alkali",
oleh Carl
oleh
karena
dianggap
Friedrich
Wilhelm
dari Halle (Jerman)
untuk
menyebut
berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa
(pada
waktu
itu
sertasolanina). tergolong
Hingga
alkaloid
sekarang
sudah
dikenal,
sekarang
dengan
dikenal
struktur
tidak
misalnya, morfina, striknina, sekitar
sangat
ada
10.000
beragam,
senyawa
sehingga
batasan
yang hingga
yang
jelas
untuknya.(http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid) Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai
jenis
berasa
sepat
dan
Selain
daun-daunan,
tumbuhan.
pahit,
Secara
biasanya
senyawa
organoleptik,
teridentifikasi
alkaloid
dapat
daun-daunan
mengandung
ditemukan
pada
yang
alkaloid.
akar,
biji,
ranting, dan kulit kayu. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di
alam
mempunyai
keaktifan
biologis
dan
memberikan
efek
fisiologis
tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan.
Fungsi
alkaloid
sendiri
dalam
tumbuhan
sejauh
ini
belum
diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur
tumbuh,
atau
sebagai
basa
mineral
untuk
mempertahankan
keseimbangan ion. Alkaloid atom nitrogen yang
secara
umum
bersifat
basa
mengandung dan
paling
merupakan
sedikit bagian
satu
dari
buah cincin
heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur
tertentu
atau
mempunyai
kisaran
dekomposisi.
Alkaloid
dapat
juga
berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil
asam
amino
yaitu ornitin
alisiklik, fenilalanin isokuinolin,
dan
dan
lisin yang
tirosin yang
dan triftopan yang menurunkan
menurunkan
menurunkan alkaloid
alkaloid
alkaloid
indol.
Reaksi
jenis utama
yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Berikut
adalah
beberapa
contoh
senyawa
alkaloid
yang
telah
umum dikenal dalam bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid (Nama Trivial)
Aktivitas Biologi
Nikotin
Stimulan pada syaraf otonom
Morfin
Analgesik
Kodein
Analgesik, obat batuk
Atropin
Obat tetes mata
Skopolamin
Sedatif menjelang operasi
Kokain
Analgesik Piperin Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Analgesik pada migrain
Reserpin
Pengobatan simptomatis disfungsi ereksi
Mitraginin
Analgesik dan antitusif
Vinblastin
Anti neoplastik, obat kanker
Saponin
2.3.2
Antibakteri
Minyak Atsiri Minyak
tanaman.
Minyak
ini
atsiri
disebut
adalah
juga
zat
minyak
berbau
yang
menguap,
terkandung
minyak
minyak esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar)
dalam
eteris,
atau
mudah menuap pada
udara terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua atau gelap. Untuk mencegah supaya tidak berubah warna minyak atsiri harus
terlindungi
gelas
yang
dari
berwarna
pengaruh
gelap.
cahaya,
Bejana
misalnya
tersebut
juga
disimpan diisi
dalam
sepenuh
bejana mungkin
sehingga
tidak
memungkinkan
berhubungan
langsung
dengan
oksigen
udara,
ditutup rapat, serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk. Secara
kimia,
minyak
atsiri
bukan
merupakan
senyawa
tunggal, tetapi tersusun dari beberapa macam komponen yang secara garis besar
terdiri
tersebut
dari
kelompok
didasarkan
tanaman. Melalui
pada
asal
usul
terpenoid
awal
dan
fenilpropana.
terjadinya
biosintetik,
minyak
minyak
Pengelompokan
atsiri
atsiri
di
dapat
dalam
dibedakan
menjadi :
Turunan terpenoid yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat dan
Turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik, terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat. Terpenoid berasal dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut isoprene.
Sementara
fenil
propana
terdiri
dari
gabungan
inti
benzene
(fenil) dan propane.Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa
terpena-terpena
yang
tidak
membentuk
cincin
(asiklik),
bercincin
satu (monosiklik) ataupun bercincin dua (bisiklik). Masing-masing dapat memiliki percabangan gugus-gugus ester, fenol, oksida, alcohol, aldehida, dan
keton.
Sementara
kelompok
fenil
propane
juga
memiliki
percabangan
rantai berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol.
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar (pada famili labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili piperaceae), di dalam saluran minyak yang disebut vittae (famili umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili pinaceae dan rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada famili
coniferae).
Pada
bunga
mawar
kandungan
minyak
atsiri
terbanyak
terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis (cinnamon) banyak ditem
ui
di
kulit
batang
(cortex),
pada
famili
umbelliferae
banyak
terdapat
dalam perikarp buah, pada menthae sp terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan dalam helai daun. Minyak
atsiri
dapat
terbentuk
secara
langsung
oleh
protoplasma akibat adanya peruraian akibat lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan utama dari minyak atsiri
terhadap
(mencegah
daun
tumbuhan dan
itu
bunga
sendiri
rusak)
adalah
serta
sebagai
sebagai
pengusir
pengusir
serangga
hewan-hewan
pengusir lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga. Kerangka
dasar
komponen
minyak
atsiri
adalah
terpena yang terdiri dari satuan isoprena. Satuan isoprene yang berperan aktif
secara
biosintetik
adalah
isopetenil
pirofosfat,
dimetil
alil
pirofosfat, serta senyawa-senyawa yang terbentuk dari asam asetat lewat jalur
biosintesis
C10 dari
terpena
asam dan
mevalonat.
dianggap
Geranil
memiliki
pirofosfat
peran
utama
adalah dalam
precursor
pembentukan
monoterpena serta dibentuk melalui kondensasi dari masing-masing satuan isopentenil dianggap senyawa
sebagai ini
monoterpena stereo
pirofosfat
dimetil
precursor
berupa siklis
kimia
dan
yang
langsung
isomer
dapat
alil
sis untuk
untuk
Sebab
Geranil
monoterpena
terhadap
dibentuk.
tepat
pirofosfat. neril
isomer
siklisasi.
pirofosfat
siklis.
pirofosfat
trans
tidak
Kemungkinan
Namun sebelum
mempunyai
lain
adalah
pembentukan neril pirofosfat dari isopentenil pirofosfat. Dalam hal ini dimetilalil pirofosfat tidak tergantung pada langkah geranil pirofosfat. Bentuk
pertengahan
dalam
pembentukan
terpena
siklis
ditunjukkan
sebagai
ion karbonium. Prekursor
utama
untuk
komponen
fenil
propanoid
dalam
minyak atsiri adalah asam sinamat dan asam P-hidroksi-sinamat yang juga dikenal sebagai asam P-komarat. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari asam amino aromatic fenilalanin dan tirosid yang akhirnya disintesis lewat jalur
asam
sikimat.
Jalur
biosintetik
ini
dapat
dilakukan
oleh
mikroorganisme dengan menggunakan mutan auksotropik Eschericia coli dan Enterobacter
aerogenes
yang
membutuhkan
asam
amino
pertumbuhannya.
2.4
Khasiat Daun Beluntas ( Pluchea indica less)
aromatic
untuk
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir ini, memiliki khasiat diantaranya : : 1.
meningkatkan nafsu makan (stomakik),
2.
membantu perncernaan,
3.
peluruh keringat (diaforetik),
4.
pereda demam (antipiretik), dan penyegar.
5.
akar beluntas juga berkhasiat sebagai peluruh keringat dan
penyejuk (demulcent).
Selain khasiat diatas, daun beluntas juga dapat digunakan untuk :
Menghilangkan bau badan, bau mulut, kurang nafsu makan . Daun segar
secukupnya dimakan sebagai lalap mentah atau dikukus dan dimakan bersama makan nasi.
Menghilangkan bau badan. Daun beluntas sebanyak 15 g, buah pinang 5
g dan garam dapur seujung sendok teh.Semua bahan direbus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, air rebusannya diminum. Sehari 2 kali, masing-masing ? gelas. Gangguan pencernaan pada anak . Daun segar setelah dicuci bersih lalu
dipipis. Campurkan pada bubur saring atau nasi tim. Lakukan setiap kali makan.
TBC kelenjar. Daun berikut tangkai beluntas segar, ekstrak gelatin
dari
kulit
sapi
masing-masing tersebut
dan
10g,
lalu
ditim
rumput
dicuci sampai
laut lalu
hai-hai
(Laminaria
dipotong-potong
lunak.
Makan
selagi
japonika
Aresch
)
seperlunya. Bahan-bahan hangat. Lakukan
setiap
hari.
Nyeri
dicuci
lalu
pada
di
rematik,
sakit
potong-potong
pinggang. Akar
seperlunya.
beluntas
Tambahkan
3
sebanyak
gelas
air,
15g
rebus
sampai lunak. Makan selagi hangat. Lakukan setiap hari.
Demam, mengeluarkan keringat . Daun beluntas segar 15 g dicuci lalu
direbus atau diseduh dengan air panas, lalu minum seperti teh. Atau, daun beluntas segar kira-kira 100 g dicuci lalu dikukus sampai matang. Dimakan bersama makan nasi, dua kali sama banyak, pagi dan sore.
Luka. Daun beluntas segar secukupnya dicuci lalu dipipis. Tambahkan
sedikit kapur, sambil diaduk sampai rata. Ramuan ini lalu dibalurkan pada luka. Datang haid tidak teratur . Daun beluntas segar sebanyak 2 genggam
dicuci lalu ditumbuk sampai halus. Tambahkan air masak 2 ? gelas dan garam sebesar biji asam. Peras dan saring lalu diminum. Sehari 3 kali, masingmasing gelas
BAB III PEMBUATAN SIMPLISIA
3.1 Waktu Panen Daun Beluntas ( Pluchea indica less)
Sejak
umur
50
hari
sesudah
tanam,
daun
beluntas
sudah
bisa
dipetik. Lakukan pemetikan pada daun-daun muda seperti melakukan pemetikan pucuk teh. Pemetikan akan merangsang pertumbuhan cabang-cabang baru yang memungkinkan lebih banyak tunas baru tumbuh. Tunas-tunas baru ini dapat dipanen pada periode panen berikutnya. Panen pucuk kemangi dapat dilakukan hingga
tanaman
berumur
tua.
Bila
ingin
tanaman
berumur
panjang,
jangan.biarkan sampai berbunga dan berbuah. Pisahkan tanaman yang khusus untuk diambil bijinya sebagai bibit. Dengan cara ini, tanaman yang hendak diambil
pucuknya
menyisakan
satu
tak atau
terganggu dua
produkdvitasnya.
cabang
yang
dibiarkan
Altematif berbunga
lain dan
dengan
berbuah.
Setelah bijinya tua cabang ini dipangkas.
3.2
Pengolahan Simplisia Daun Beluntas ( Pluchea indica less)
Adapun
tahapan
pembuatan
dari
berikut :
3.2.1
Pengumpulan Bahan Baku
(Dilakukan pada: a.
Bagian tanaman yang digunakan : Daun
b. Umur tanaman waktu dipanen: c.
Lingkungan tempat tumbuh
simplisia
daun
beluntas
adalah
sebagai
d. Cara pengumpulan : (lihat lampiran gambar ) Sortasi Basah (Dilakukan pada: Sortasi basah dilakukan dengan tujuan memishkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Dalam sortasi basah yang kami lakukan didapatkan zat asing serangga,ranting daun,akar. pada simplisia kami. (Lihat lampiran gambar)
3.2.3
Pencucian
(Dilakukan pada: Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada simplisia. Pada pencucian yang kami lakukan, kami menggunakan air sumur dengan alasan, air sumur mudah dijangkau, tidak mengeluarkan biaya, dan juga tidak mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. (Lihat lampiran gambar) 3.2.4
Perajangan
(Dilakukan pada: Tujuan perajangan pada simplisia adalah untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Namun pada daun, perajangan jarang dilakukan karena ketebalan daun adalah kecil atau bisa dikatakan tipis. Untuk itu, pada daun pecut kudapun demikian, tidak dilakukan perjangan. Karena dikhawatirkan, pada saat pengeringan kadar zat aktif berkurang karena ketebalan daun sudah kecil atau tipis. (Lihat lampiran gambar) 3.2.5
Pengeringan (Dilakukan pada: Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Cara pengeringan yang kami lakukan adalah dengan pengeringan alamiah dengan diangin-angin dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Karena daun merupakan bagian tanaman yang bersifat lunak dan mengandung senyawa aktif yang mudah menguap. (lihat lampiran gambar)
3.2.6
Sortasi Kering
(Dilakukan pada: Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi ini adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggalpada simplisia kering. (Lihat lampiran gambar) 3.2.7
Pengepakan dan Penyimpanan
(Dilakukan pada: Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luardan dalam, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga, dan kapang. Untuk itu simplisia disimpan dalam wadah yang dapat menanggulangi hal tersebut dan tempat yang terhindar dari hal-hal tersebut. (Lihat lampiran gambar)
3.2.8
Pembuatan Serbuk Simplisia (Dilakukan pada:
3.3
3.3.1
Pengujian Simplisia Daun Beluntas ( Pluchea indica less)
Identifikasi simplisia daun beluntas Adapun
langkah
identifikasi
yang
dilakukan
simplisia daun beluntas adalah sebagai berikut :
untuk
uji
mutu
I.
Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam sulfat P: terjadi warna coklat.
II. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P: terjadi warna coklat kuning III.
Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida hidroksida P 5 %
b/v: terjadi warna kuning. IV.
Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes ammonia (25 %) P: terjadi warna kuning hijau
V.
Timbang 300 mg serbuk daun, campur dengan 5 ml methanol P dan panaskan diatas
tangas
air
selama
2
menit,
dinginkan
dan
saring.
Cuci
endapan
dengan methanol methano l P secukupnya hingga diperoleh di peroleh 5 ml filtrate. Pada titik pertama 10l
lempeng
zat
warna
KLT II
tutulkan LP.
30l
Eluasi
filtrat.,
dengan
pada
campuran
titik
etil
kedua
asetat
tutulkaN
P-metiletil
keton P-asam format P-air (50+30+10+10)dengan jarak rambat 15 cm. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut :
No.
hRx
Dengan sinar biasa
Dengan sinar UV 366 nm
Tanpa pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
Catatan
Dengan pereaksi
1.
6 -15
-
-
biru
biru
2.
113 -121
-
-
kuning
kuning
3.
126- 131
-
-
kuning
kuning
4.
136-142
kuning
kuning
kuning
kuning
5.
158-165
kuning coklat
kuning coklat
kuning coklat
kuning coklat
6.
174-182
kuning
kuning
kuning
kuning
: Harga Harga Rx Rx dihitung dihitung terhadap bercak biru dari kromatogram zat warna warna II II LP.
hRf bercak warna merah = 51.
3.3.2
Uji Kemurnian Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 1 %. Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 20 % Kadar sari yang larut dalam ethanol. Tidak kurang dari 5 %. Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2 %.
http://dedi-farmasi.blogspot.com/2011/01/simplisia-biologi-farmasi.html
PENGERTIAN PENGERTIAN SIMPLISIA Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : 1.
Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. 2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum). 3. Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu benda organic asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau keseluruhan dari apa-apa yang disebut dibawah ini : A. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian tanaman yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian sedemikian nilai batasnya disebut monografi. B. Hewan hewan asing , merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan, kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya. Kecuali yang dinyatakan lain, yang dimaksudkan dengan benda asing pada simplisia nabati adalah benda asing yang berasal dari tanaman. Simplisia nabati harus bebas serangga, fragme hewan, atau kotoran hewan tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir, atau cendawan, atau menunjukkan adanya zat pengotor lainnya; pada perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar k adar abu yang larut dalam air , sari yang larut dalam air, atau sari yang larut dalam etanol didasarkan pada simplisia yang belum ditetapkan susut pengeringannya. Sedangkan susut pengering sendiri adalah banyaknya bagian zat yang mudah menguap termasuk air, tetapkan dengan cara pengeringan, kecuali dinyatakan lain, dilakukan pada suhu o
150 hingga bobot tetap. Agar simplisia yang kita butuhkan bermutu baik, maka dilakukan pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan agar diperpoleh simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang ditetapkan oleh Depkes RI dalam buku resmi seperti materi medika Indonesia, Farmakope Indonesia, dan ekstra Farmakope Indonesia.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU SIMPLISIA Faktor – Faktor – faktor faktor yang mempengaruhi mutu simplisia : 1. Bahan baku dan penyimpanan bahan baku 2. Proses pembuatan simplisia 3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
1. Bahan baku dan penyimpanan bahan baku Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan. b. Simplisia dibuat dengan proses fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia dibuat dengan proses khusus Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat nabati, pengeringan
sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan. d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air
Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman patogen, logam berat, dan lain – lain.
Tahap Pembuatan a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda – beda antara lain tergantung pada : 1) bagian tanaman yang digunakan..
2) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen. 3) Waktu panen. 4) Lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
b. Sortasi Basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing lainya
dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat da ri akar suatu tanaman obat, bahan – bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang. c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur atau air PAM. d. Perajangan Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
e. Pengeringan Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurang kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. f. Sortasi kering
Sortasi setelah engeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda – benda asing seperti bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotr – pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
g. Pemeriksaan mutu Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari pengumpul
atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupun Materia Medika Indonesia Edisi terakhir .
3.cara pengepakan dan penyimpanan simlisia Pengepakan dan penyimpanan Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan
kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban. Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpananya.
3. PENGAMBILAN SIMPLISIA Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat dilihat pada table berikut :
No Bagian Tumbuhan
Cara Pengambilan
1.
kulit batang
Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat pengelupas bukan logam.
2.
Batang
Dari cabang, dipotong – potong dengan panjang tertentu dan dengan diameter cabang tertentu.
3.
Kayu
Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut (disugu) setelah dikelupas kulitnya.
4.
Daun
Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik dengan tangan satu persatu.
5.
Bunga
Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun bunga, dipetik dengan tangan.
6.
Pucuk
Pucuk berbunga; dipetik dengan (mengandung daun muda dan bunga).
7.
Akar
Dari bawah permukaan tanah, dipotong – potong dengan ukuran tertentu.
8.
Rimpang
Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
9.
Buah
Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan.
10.
Biji
Buah dipetik; dikupas kulit buahnya dengan mengupas menggunakan tangan, pisau, atau menggilas, biji dikupas dan dicuci.
11.
Kulit Buah
Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci. Tanaman dicabut,
12.
Bulbus
bulbus dipisah dari daun dan akar dengan memotongnya, dicuci.
tangan
4. SIMPLISIA YANG BERMANFAAT DI INDUSTRI FARMASI 1. Tinjauan Umum Simplisia Obat tradisional bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebelum obat-obat kimia berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk mengatasi problem kesehatannya. Dari tumbuhan obat tersebut dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, makanan dan minuman. Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa simplisia. Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan pengeringan. Proses pembuatan simplisia pada prinsipnya meliputi tahap- tahap pencucian, pengecilan ukuran dan pengeringan. 2. Macam-Macam Teknik Pembuatan Simplisia dan Sediaan Obat (Ekstraksi, Maserasi, dan Perkolasi) Ekstraksi Tumbuhan Obat Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989).
Contoh simplisia yang bermanfaat di industry farmasi : Nama Indonesia
Nama latinnya
Daun seriawan Kayu bidara laut
Symplocos orratissima Strychnos ligustrina
Daun kejibeling Daun inggu
Strobilanthes crispus Ruta anggustifolia
Akar kelembak
Rheum officinarum
Kulit buah delima
punika granatum
Daun jambu biji Buah lada
Psidium guajava Piper nigrum
Buah kemukus Daun sirih segar
Piper cubeba Piper betle
Daun meniran Daun kumis kucing
Phyllantus nururi Orthosiphon stamineus Calotropis gigantea
Kulit batang widuri Kulit batabg pulosari
Daun pegagan
Kulit buah jeruk nipis
Centella asiatica Citrus surantium subspec
Kulit buah jeruk manis Buah ketumbar
Citrus sinensis Coriandrum sativum
Akar tinggal kunyit Akar tinggal temulawak
Curcuma domestica Curcuma xanthorrhiza
Daging buah asam jawa Tangkai putik jagung
Tamarindus indica Zea mays
Akar tinggal jahe
Kulit batang bratawali
Zingiber offinicale Tinospora tuberculata
Daun saga Biji pala
Abrus precatorius Myristice fragrans
Akar tinggal laos
Alpinia galangga
Alyxis stellata
KESIMPULAN Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Simplisia Nabati : Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya. 2. Simplisia Hewani : Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum). 3. Simplisia Pelikan atau Mineral : Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni. Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu simplisia : 1. Bahan baku dan penyimpanan bahan baku
2. Proses pembuatan simplisia 3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia Simplisia yang bermanfaat di industri farmasi adalah dalam bidang obat-obatan: Obat tradisional bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebelum obat-obat kimia
berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya menggunakan obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk mengatasi problem kesehatannya.Dari tumbuhan obat tersebut dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, makanan dan minuman. Ragam bentuk hasil olahannya, antara lain berupa simplisia.
http://purwatiwidiastuti.wordpress.com/2012/05/17/kulit-manggis-bagaimana-cara-mengeringkannya/
Kulit manggis…bagaimana cara mengeringkannya Filed under: kesehatan, kulit manggis, manggis — 21 Komentar Mei 17, 2012
―Assalamualikum. Blog nya sangat bermanfaat moga menjadi amal jariah (ilmu yang bermanfaat). Saya tertarik dengan buah manggis ketika suami mau membelikan obat jus kulit manggis. Saya cari info sebanyak banyaknya tentang manggis. Dari blog ini banyak ilmu bermanfaat yang saya peroleh. Sekedar mau share. Buat mengeringkan kulit manggis gak selalu harus menunggu cuaca panas. yang saya lakukan adalah memotong kulit manggis tipis tipis, kemudian saya tebar di napan. Kemudian saya simpan di kulkas. Insya Allah kering dengan sendirinya. Saya teringat akan cabe yang selalu kering bila saya letakkan di kulkas. Tapi untuk penyimpanan cabe saya punya trik sendiri. Membungkusnya dengan
koran dan dimasukkan kedalam
kantong plastik. Insya Allah gak cepet
kering. Semoga bermanfaat‖. Itu sebuah koment dari pembaca blog ini diartikel ― jus kulit manggis-sangat mudah membuatnya―….Ya karena cara membuat jus kulit manggis sangat mudah, maka cara mengeringkannyapun juga sangat mudah. Siapapun bisa membuat jus kulit manggis apalagi cuma mengeringkannya. Setelah kering,bisa juga dibuat wedang kulit manggis. Musim manggis segera berlalu, maka pilihanmengkonsumsi kulit manggis segarpun juga akan segera berlalu, sehingga pilihan mengkonsumsi kulit manggis kering adalah pilihan yang tak terelakkan lagi. Adapun cara mengeringkan kulit manggis bisa dilakukan dengan:
Karena kulit manggis tahan panas,
maka
pengeringan kulit manggis bisa dilakukan dibawah sinar matahari. Penjemuran bisa dilakukan dalam potongan besar, maupun setelah diiris tipis-tipis. Pada potongan besar akan membutuhkan waktu penjemuran lebih lama dibanding kulit manggis yang sudah diiris tipis-tipis. . Meskipun kulit manggis lebih tahan panas dibanding daun sirsak tet api disarankan suhu pengeringan kulit manggis maksimal 60 derajad Celcius agar enzim dalam kulit manggis tidak rusak. Pengeringan kulit manggis memakai oven bisa dilakukan dalam potongan besar, maupun setelah diiris tipis-tipis. Pada kulit manggis potongan besar akan membutuhkan
waktu
penjemuran lebih lama dibanding kulit manggis yang sudah diiris
tipis-tipis. . Bila kulkas kita besar dan punya sisa tempat yang longgar, kita juga bisa mengeringkan didalam kulkas/lemari pendingin dengan mengiris tipis-tipis terlebih dahulu kemudian dimasukkan kulkas. Apabila dimasukkan dalam kulkas pada tempat yang lebar seperti nampan, maka kulit manggis akan kering lebih cepat dibandingkan dimasukkan dalam mangkok ataupun kantong plastik.