Membangun Peradaban Modern Melalui Fiqih Muamalah Oleh: Risyan M Taufik, Lc.
A. Pendahuluan Jika berbicara mengenai peradaban, maka Islam sebagai sebuah agama tidak dapat dipisahkan dari munculnya peradaban modern dunia. Jika kita sederhanakan, peradaban modern adalah peradaban yang sudah lebih maju sesuai dengan tuntutan zaman dan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan manusia. Sejarah telah mencatat Islam sebagai sebuah agama telah membuktikan mampu menandingi peradaban dunia. Pada abad ke-8 hingga abad ke-12, wilayah yang peradabannya dianggap paling maju adalah wilayah Timur Tengah, dengan Baghdad sebagai ibu kotanya. Baghdad yang saat itu dikuasai oleh kekhalifahan Abbasiyah adalah model era keemasan peradaban. Kemajuan peradaban muncul seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan implementasi nilai moral dalam kehidupan. Sehingga barometer suatu peradaban dapat terukur dari sejauh mana kemajuan ilmu pengetahuan dan moral di suatu wilayah. Sebagai contoh, kita melihat di daerah Makkah pada masa pra kenabian Muhammad Saw., saat itu terkenal dengan masa jahiliyah (bodoh). Keterbelakangan penduduknya dalam ilmu pengetahuan membawa pada peradaban yang terpuruk. Bukan hanya karena kebodohan para penduduknya saja, tetapi nilai moral, akhlak dan sikap terpuji juga telah memudar bahkan hilang dalam diri mereka. Sehingga tidak muncul adanya interaksi sosial yang sehat dan saling sinergi. Begitu pula di daratan Eropa pada abad ke-16, otoritas gereja begitu membelenggu para ilmuwan dalam berpendapat dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Terjadi pengekangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dengan dogma dan doktrin yang dilakukan oleh gereja. Hal tersebut memicu munculnya the dark age di wilayah Eropa yang membawa kepada keterpurukan peradaban. Tetapi di masa kekhalifahan Abbasiyah membuktikan bahwa Islam mampu membangun peradaban maju di dunia. Pada sebuah kerajaan yang menjadikan Islam sebagai dasar pemerintahannya. Islam merupakan agama yang universal dan menyeluruh. Agama yang berisikan ajaran mengenai pola kehidupan manusia baik dalam tataran fungsi ukhrawi maupun duniawi. Agama yang bukan hanya mengatur pola hubungan manusia dengan tuhannya tetapi mengatur pula hubungan antar sesama manusia dan seluruh alam semesta. Islam merupakan agama yang selalu mengajak umatnya agar selalu proaktif terhadap fenomena kehidupan yang terjadi. Menganjurkan kepada pemeluknya agar selalu menginisiatif dan memberikan kemaslahatan bersama. Sehingga, tak salah jika Islam merupakan agama peradaban. Islam memberikan keleluasaan kepada para ilmuwan dan ulama untuk mempelajari seluruh fenomena kehidupan. Bukan hanya itu, Islam memberikan keutamaan kepada siapa pun yang senantiasa mempelajari ilmu. Ditambah lagi semangat mengamalkan hadits Rasul Saw. yang menyebutkan bahwa seorang terbaik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi bersama. Sabda Rasulullah Saw:
َ ْ س أ َن (س )رواه الطبرني َ َ ف ُ ع ْ ه ِ م ِللّنا ِ خي ُْر الّنا
“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain”. (HR. Ath-Thabrani) Sehingga para ilmuwan dan ulama pun berlomba-lomba menghadirkan manfaat dan kemaslahatan bagi bersama. Mereka mengkaji dan menulis berbagai bidang ilmu yang di dasari dari pemahaman mereka terhadap ajaran Islam. Diantara bidang ilmu dalam Islam, fiqih muamalah yang lebih banyak membahas tentang kehidupan dan interaksi 1
antar sesama. Sehingga wajiar jika fiqih muamalah juga memberikan kontribusi dalam membangun peradaban Islam. Lalu bagaimana fiqih muamalah mampu memberikan andil terhadap pemahaman yang utuh dalam menjadikan peradaban yang modern dan maju. Sejarah sudah membuktikannya betapa Islam mampu menjadikan peradaban maju. Tetapi realita Islam saat ini yang sudah sangat jauh dari kondisi pada abad ke-12 silam. Kondisi ini pula memperlemah keyakinan umat Islam sendiri terhadap ajarannya. B. Fiqih Muamalah Sebagai Salah Satu Pilar Keunggulan Peradaban Islam Sebelum lebih jauh membahas tentang fiqih muamalah, kita mesti mengetahui terlebih dahulu apa itu fiqih muamalah. Fiqih secara bahasa berarti memahami sesuatu. Sedangkan secara istilah berarti suatu ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang berkaitan dengan perbuatan dan ilmu itu bersumber dari dalil-dalil terperinci. (Salamah, 2004: 3) Adapun muamalah dalam bahasa arab diambil dari kata ‘amala yang artinya berbuat atau bertindak. Sedangkan pengertian muamalah secara ringkas disebutkan dalam Ensiklopedia Hukum Islam, yaitu hubungan kepentingan antar sesama manusia yang di dalam Al-Quran disebut dengan hablun minan naas. (Ensiklopedia Hukum Islam, 1997: 356) Dengan kata lain fiqih muamalah adalah konsep atau ilmu yang bersumber dari AlQuran dan Al-Sunnah yang mengatur hubungan interaksi antar sesama manusia. Konsep yang berisikan hukum-hukum syar’i mengenai pola hubungan interaksi antar sesama manusia dengan tujuan meraih manfaat dan kemaslahatan bersama. Ulama berbeda pendapat tentang pembagian fiqih hukum Islam, ulama Mazhab Hanafi membagi kepada tiga, yaitu fiqih ibadah, fiqih muamalah dan fiqih jinayah. Sedangkan ulama Mazhab Syafi’i membaginya kepada empat, yaitu fiqih ibadah, fiqih muamalah, fiqih munakahah dan fiqih ‘uqubah. Walaupun demikian para ulama sepakat jika secara pokok fiqih hukum Islam terbagi menjadi wilayah ibadah dan wilayah muamalah. Wilayah ibadah lebih kepada aturan tentang kehidupan secara individu dengan tuhannya sedangkan wilayah muamalah mengatur hubungan interaksi antar sesama manusia. Adanya pembagian hukum Islam secara pokok kepada wilayah ibadah dan wilayah muamalah menunjukan kesempurnaan Islam. Kesempurnaan sebuah agama yang mengatur hidup dan kehidupan seluruh makhluk Allah Swt. Aturan Islam akan memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta, rahmatan lil ’alamin. Firman Allah Swt.:
َ َ سل َْنا (107 :ن )النبياء ً م ِ َ عال َ ْ ة ل ِل ْ ك ِإلّ َر َ ما أْر َ مي َ ح َ و َ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya [21]: 107). Kehadiran Rasulullah Saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Beliau menyampaikan ajaran yang telah terangkum dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Dengan ajaran ini Rasulullah Saw. mampu mengubah negara Arab yang jahiliyah menjadi sebuah peradaban yang disegani dunia. Dimulai dari pembentukan aqidah dan keyakinan kemudian membentuk masyarakat sosio religi. Pembentukan masyarakat sosial religi dengan dasar Islam membawa kepada persoalan baru. Persoalan-persoalan ini kemudian membawa adanya tuntunantuntunan yang terangkum dalam kajian fiqih muamalah. Berbeda dengan fiqih ibadah yang lebih kepada doktrin, sehingga dalam tata caranya tidak boleh ada kreasi baru (bid’ah). Sementara dalam fiqih muamalah, para 2
pemikir (fuqaha) dibolehkan memberikan solusi baru yang tidak bertentangan dengan dasar dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Seperti ketika ada seorang sahabat yang menanyakan tentang masalah penanaman benih kurma, Rasulullah Saw. menjawab:
َ ُ َ َ م َ م ي )رواه ْ َم أ ِ ن َ ما ك َففا ْ مف ْ ر ِدين ِك ُف ْ نأ َ ف ْ ُ ر دُن َْياك ُ م ب ِأ ُ َ عل ْ ُ أن ْت ّ َ ففإ ِل ِ مف ِ مو (مسلم
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian. Sedangkan apa yang terkait dengan urusan agama kalian, maka itu kepadaku”. (HR. Muslim). Sepeninggal Rasulullah Saw. seiring perkembangan zaman munculah fuqaha dan para ilmuwan yang lebih banyak mengembangkan solusi-solusi dari permasalahan yang lebih rumit. Para Fuqaha membuat interpretasi terhadap ayat-ayat Al-Quran untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang ada. Di bidang fiqih muamalah-lah permasalahan ini dibahas yang kemudian menjadi kajian interpretasi terhadap sumber Al-Quran dan Al-Sunnah. Konsep utama dalam fiqih muamalah adalah kemaslahatan bersama. Islam sangat memperhatikan kemaslahatan bersama, tidak melihat strata sosial, gender, tingkat pendidikan bahkan terhadap makhluk selain manusia pun sangat diperhatikan oleh Islam. Dengan keharusan mengacu kepada kemaslahatan bersama, kemudian muncul adanya maqashid syar’i (tujuan hukum islam) yang menjadi acuan para fuqaha dalam mengambil ijtihad (pendapat). Inilah keunggulan fiqih muamalah, bahwa tidak ada agama lain yang memiliki tuntunan dalam seluruh aspek kehidupan seperti Islam. Dari semenjak bangun tidur, ke kamar mandi, seluruh aktifitas hingga hendak tidur kembali Islam memiliki tuntunannya. Bahkan Islam memiliki tuntunan tentang pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sekali lagi tuntunan tersebut ada bertujuan untuk kemaslahatan bersama, karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Imam Asy-Syathibi dalam Al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syari’ah¸menyebutkan bahwa kemaslahatan bagi manusia adalah tujuan dari syariah yang disebut maqashid syari’ah. Maqashid syari’ah tidak keluar dari tiga pokok perkara, yaitu dharuriyat (sangat penting/primer), hajiyat (kebutuhan/skunder) dan tahsinat (hiasan/tersier). (Asy-Syathibi: 202) Dharuriyat adalah sesuatu yang mesti ada demi kemaslahatan dunia dan agama. Apabila perkara dharuri ini tidak ada, maka tidak ada keberlangsungan kemaslahatan dunia dan agama, bahkan mengarah kepada kematian. Ada 5 (lima) hal yang termasuk perkara dharuriyat ini, yaitu memelihara keberagamaan, jiwa, keturunan, harta dan akal. Hajiyat adalah sesuatu yang dibutuhkan demi kemaslahatan manusia. Apabila perkara hajiyat ini tidak terpenuhi, maka akan terjadi kesusahan dan kepayahan saja tetapi tidak sampai kehilangan nyawa. Diantara perkara hajiyat ini adalah adanya tuntunan rukhshah (keringanan) dalam menjalankan ibadah, seperti boleh berbuka shaum bagi yang sakit. Dalam muamalah seperti adanya tuntunan pinjam meminjam (qiradh) dan lain sebagainya. Tahsinat adalah sesuatu yang menjadikan lebih layak dan lebih bagus dan menghindarkan sesuatu yang membuat jelek dan kotor. Termasuk perkara tahsinat ini adalah budi pekerti dan akhlak terpuji, seperti sopan santun, adab-adab, tidak boleh membunuh perempuan dan anak kecil ketika berperang dan lain sebagainya. Inilah keunggulan Islam, terkhusus dalam fiqih muamalah. Islam memberikan kesempatan yang luas kepada fuqaha dan para ilmuwan untuk mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan interaksi sosial, tetapi yang perlu mendasarinya adalah Al3
Quran dan Al-Sunnah. Kesimpulan dari dasar itu adalah kemaslahatan bersama, bukan individualis seperti faham yang ada di barat diwakili dengan hedonisme, liberalisme dan matrealisme. Dalam sejarah tercatat bahwa permulaan peradaban Islam dibangun ketika hijarahnya Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Berbeda dengan ketika periode Makkah yang menekankan masalah aqidah dan penanaman keyakinan. Periode Madinah disebut juga periode syari’ah karena di Madinah banyak turun ayat dan aturan tentang syari’ah termasuk syari’ah muamalah. Disinilah kita bisa melihat bagaimana syari’ah muamalah yang kemudian dikaji lebih mendalam melalui fiqih muamalah menjadi salah satu pilar utama dalam membangun peradaban Islam. Dan yang luar biasa, bahwa dasar fiqih muamalah itu adalah kemaslahatan bersama. Membangun peradaban maju dan modern tentu didasari adanya sinergi yang positif di dalam umat dan hal tersebut terbangun ketika ada tuntunan yang mengarah kepada kemaslahatan bagi umat itu sendiri. C. Cakupan dan Ruang Lingkup Muamalah di Zaman Modern Sebagaimana telah dibahas, pengertian fiqih muamalah adalah ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah yang mengatur hubungan interaksi antar sesama manusia demi terciptanya kemaslahatan bersama. Jika melihat hal tersebut, kajian dalam interaksi sosial tentu memiliki cakupan yang luas. Sehingga wajar jika fiqih muamalah memiliki andil besar dalam membangun peradaban Islam. Adapun cakupan dari fiqih muamalah terdiri dari hukum keluarga (al-ahwal alsyakhsiyah), hukum privat/perdata/sipil (al-qanun al-madani), hukum pidana (al-qanun al-jaza`i), hukum politik (siyasah syar’iyyah) dan hukum internasional (al-qanun aldauli). (Ensiklopedi Hukum Islam, 1997: 357) 1. Al-Ahwal al-Syakhsiyah Dalam al-ahwal al-syakhsiyah dibahas mengenai tuntunan membina keluarga. Tuntunan tentang bagaimana meminang (khitbah), menikah, bercerai (thalaq) dan hubungan diantara suami dengan istri dan keluarganya. Saat ini hukum tentang keluarga ini dibahas dalam fiqih munakahat. Termasuk al-ahwal al-syakhsiyah meliputi masalah waris dan wasiat. 2. Al-Qanun al-Madani Al-qanun al-madani yaitu hukum yang menyangkut kebendaan, seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, syarikat (kongsi perusahaan). Termasuk di dalamnya dibahas tentang hak dan syarat pelakunya. Masalah inilah yang lebih banyak dibahas dalam fiqih muamalah. 3. Al-qanun al-jaza`i Al-qanun al-jaza`i yaitu hukum pidana yang mengatur cara melindungi dan menjaga keselamatan hak dan kepentingan masyarakat terhadap yang lainnya dari perbuatan yang tidak dibenarkan hukum. Para ulama membahas masalah ini lebih dalam pada fiqih jinayah atau hudud, seperti aturan tentang qishas, zina, pencurian dan membuat kekacauan. 4. Siyasah syar’iyyah Siyasah syar’iyyah membahas masalah politik atau mengatur hubungan antara negara dan pemerintahan dengan warganya yang meliputi pemimpin negara, menegakkan pemerintahan dan syarat dan kewajiban dalam negara dan pemerintahan. 5. Al-qanun al-dauli 4
Al-qanun al-dauli ini meliputi pengaturan masalah hukum privat dan hukum publik internasional. Di dalamnya juga dibahas masalah penggolongan non-muslim kepada al-harb (musuh yang boleh diperangi), zimmi (non muslim yang boleh tinggal di negara Islam) dan musta`min (non muslim yang berada di negara Islam karena ada kepentingan). Termasuk di sini pula dibahas hubungan dan suasana perang (jihad). Demikanlah cakupan secara umum dari fiqih muamalah. Sangat lengkap dan begitu terperinci pembahasannya. Sehingga sangat wajar jika dengan syariah mampu membangun peradaban. Hanya kembali lagi kepada umat Islam itu sendiri sebagai pelaku. D. Tantangan Fiqih Muamalah Dalam Zaman Modern Jika melihat kelengkapan fiqih muamalah Islam, kita meyakini bahwa solusi dari semua permasalahan adalah Islam. Mengapa tidak, Islam yang memiliki tuntunan yang begitu luas dan menyeluruh pasti akan sangat tepat jika kita aplikasikan dan implementasikan. Kita yakin Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, sehingga kita yakin jika Islam akan menyelamatkan umat dalam menjalani hidup dan kehidupan. Dengan berislam kita akan terjaga dan terpelihara dari segala yang dapat merugikan diri. Islamlah ajaran yang terbaik dan termulia jika dibandingkan dengan segala ajaran yang ada di dunia ini. Sabda Rasulullah Saw.:
ُ داَر (قطِْني ْ َ ه )أ َ عَلى ِ ْ عل َي ّ ه ال َ خَر ْ ُ ول َ ي ْ َم ي ُ َ سل ْ ِ ا َل ُ ج َ عُلو
“Islam itu tinggi/mulia tidak ada yang menandingi ketinggiannya”. (HR. AlDaruquthni) Tetapi sayang umat Islam sendiri belum secara maksimal berupaya implementasi dari ketinggian dan kemulian Islam ini. Mayoritas umat Islam belum menemukan hakikat dan makna di balik kalimat indah rahmatan lil ‘alamin dan ya’lu wa la yu’la. Sehingga dalam kenyataan kedudukan Islam tidak lebih baik, tidak lebih tinggi bahkan tidak lebih mulia dari ajaran atau tuntunan yang lainnya. Bahkan jika kita melihat keberadaan umat Islam dan negara Islam terbalik pencitraannya sebagai agama yang agung dan mulia. Sinyalemen ini pernah disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh, ia berkata:
ن ِ ِ سل ٌ و ُ ح ْ م ُ َ سل ْ م ْ ِ َال َ ْ مي ُ ْ ب ِبال َ م ْ ج “Islam itu terhalang oleh (perilaku) kaum muslimin itu sendiri”. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan H. Rahardjo Tjakraningrat (2005), bahwa dari segi tampilan umat Islam amat terbalik dari pencitraan ajarannya yang indah dan mulia. Ini sebagai akibat kelemahan dan kesalahan umat Islam dalam menerapkan ajaran-ajaran Allah ‘Azza wa Jalla di muka bumi. Selain itu, salah satu ciri majunya peradaban Islam adalah perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan. Ada garis lurus antara peradaban dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Sementara saat ini umat Islam sedang mengalami kemunduran prestasi dalam bidang ilmu pengetahuan. Umat Islam kehilangan semangat mencari ilmu pengetahuan. Terlebih dengan adanya dikhotomi ilmu pengetahuan, umat Islam semakin terpecah dan tidak merasa jika itu adalah bagian dari ibadah. Umat Islam kini lebih banyak menguasai ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari kebudayaan dan cara pandang Barat yang sekuler. Tantangan lain peran fiqih muamalah dalam membangun peradaban Islam adalah melemahnya loyalitas dan kebanggaan umat Islam terhadap ajaran Islam itu sendiri. Adanya ghazwul fikri (perang pemikiran) yang berhasil merasuki cara berpikir umat Islam sehingga merasa bahwa pandangan hidup Barat lebih baik. Penyesatan opini oleh 5
kaum orientalis dan modernis secara gencar dilakukan sehingga umat Islam merasa ajaran Islam sudah kuno dan tidak tepat lagi dengan perkembangan zaman sementara pandangan hidup yang berdasarkan sekulerisme, matrealisme, liberalisme dan faham lainnya dianggap lebih kekinian dengan tuntutan zaman. Bahkan lebih keras, Abul Hasan Ali Nadwi (1985) menegaskan bahwa masalah sebenarnya di hadapan Islam sekarang bukan hanya masalah kemerosotan moral, kekendoran ibadah, ketaatan yang berlebihan, diabaikannya praktek-praktek keagamaan dan peniruan kebudayaan orang asing. Memang semua itu adalah hal penting, tetapi masalah sebenarnya adalah kepercayaan dan ketidakpercayaan. Yakni, apakah Islam akan terus hidup atau dicampakkan. Peperangan yang terjadi di dunia muslim sekarang adalah perang antara matrealisme Barat dan Islam sebagai wahyu terakhir dari Tuhan. E. Perbandingan dan Keutamaan Muamalah Islam dengan Ajaran Lain Kita telah mengetahui bahwa Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Semakna dengan ini, bahwa tuntunan dalam Islam sangat up to date dengan perkembangan zaman. Meski diturunkan 14 abad silam, Islam senantiasa menjadi solusi terhadap problematika kehidupan saat ini. Allah Swt. sudah menegaskan hal ini dalam Al-Quran. Firman Allah Swt.:
َ ْ عل َي ْ ُ وب َ ل ّ ُ ب ت ِب َْياًنا ل ِك شففَرى ٍ ي َ ون َّزل َْنا ً مفف ُ و ْ وَر ً ه َ ك ال ْك َِتا َ ح َ ة َ دى َ ء َ ْ ش ْ (89 :ن )النحل مي ل س م ل َ ِ ِ ْ ُ ِل “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (An-Nahl [16]: 89) Melihat demikian ada rasa optimis akan munculnya peradaban yang maju dan modern dengan dasar dan landasan agama Islam. Maryam Jamilah seorang pemikir yang lahir dan berkembang di Barat pernah menulis mengenai prospek kebangkitan Islam menjadi peradaban didasarkan beberapa alasan, sebagai berikut: (Jamilah, 1985: 83) 1. Sumber dasar Islam, al-Quran dan al-Sunnah adalah bahan yang tidak terkotori dan utuh. Tak ada satu agama pun yang dapat menyanggah kelebihan ini. 2. Ajaran Islam itu bersifat menyeluruh dan lengkap, mencakup segalanya dan sama sekali mandiri. Maka Islam tidak mentoleransi keterbukaan (eclecticism) dan kompromi dengan budaya mana pun yang bertentangan dengan prinsipprinsipnya. Islam sendiri memberikan tuntunan yang cukup untuk kehidupan sebagai suatu keseluruhan. Islam tak hanya menerangkan kepada kita apa yang seharusnya dilakukan, tetapi juga secara khusus menerangkan bagaimana cara melakukannya. Ajaran-ajaran sebenarnya pada agama lain bersifat terbatas, kaku dan terpecah-pecah. 3. Ketetapan hati untuk memelihara dan menyebarluaskan Islam dalam kemurnian aslinya praktis telah dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap sejarah periode Islam, di setiap negara muslim, oleh serangkaian mujaddid (pembaharu). Meski usaha para modernis dibantu oleh ilmuwan dan politisi Barat untuk memaksakan pemahaman mereka yang menyimpang tentang Islam. Alhamdulillah, selalu menjumpai rintangan kuat pada setiap sisi dari orang-orang yang tak tertipu oleh kemunafikan ini serta yang berkeyakinan hati memelihara keutuhan Islam yang tak ternoda.
6
4. Di seluruh dunia Islam sebagian besar penduduk menghendaki Islam dan sekali saja suatu kepemimpinan yang membangkitkan semangat muncul, mereka akan siap untuk mengikutinya dengan penuh semangat. Dengan demikian Islam sudah sangat jauh mempersiapkan sebuah peradaban modern dan maju. Ini harus menjadi keyakinan kita, bahwa Islamlah yang terbaik. Optimisme ini sudah sangat beralasan untuk bisa meyakinkan bahwa Islam akan mampu membangun peradaban yang maju dan modern. Diantara sebagian kecil solusi Islam, misalnya tentang aturan jilbab dan menutup aurat yang tidak ada dalam agama lain aturan sedetail dalam Islam. Di sejumlah negara sekuler menjadikan stigma buruk terhadap tuntunan ini dengan menyebutkan bahwa Islam mengekang kebebasan perempuan dengan pakaian jilbab. Dalam Islam masalah menutp aurat ini sudah termasuk dalam kategori dharuriyat (penting / primer), yaitu memelihara keturunan. Karena di mulai dari pakaian yang seronoklah berakibat adanya kebebasan yang kebablasan. Hj. Irene Handono (2004) menjawab isu tentang jilbab bagi perempuan ini dengan menyebutkan bahwa di dunia Islam, seksualitas dan percintaan tidak dipamerkan di jalan-jalan. Pornografi tidak bisa diterima. Gadis-gadis muslimah yang menikah tidak mau melakukan hubungan seks sebelum menikah. Kebanyakan mempelai wanita yang menikah masih perawan saat menikah. Hj. Irene Handono menegaskan alasannya, menutup aurat dari sudut pandang Islam, logis saja bahwa kita tidak berusaha memancing sesuatu hal yang tidak kita inginkan terjadi. Bukti lain tentang keutamaan muamalah Islam. Masa keemasan Islam pada abad ke-8 dimulai ketika khalifah sebagai pemegang pemerintahan memberikan kesempatan luas para ulama yang giat memperlajari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sehingga ada sinergis dan simbiosis kuat antara pemerintah dan penduduknya. Berbeda dengan pemerintahan gereja di wilayah Eropa pada abad ke16. Munculnya renaisans (pencerahan) karena adanya benturan dengan pihak gereja sebagai pemegang politik pemerintahan. Dari sini munculah sekulerisme. Jika kita meyakini faham lain selain Islam lebih baik, tentu tidak muncul dari kekecewaan terhadap lingkungan saat itu. Terbukti sekulerisme, matrealisme, komunisme dan lainnya muncul karena kekecewaan terhadap gereja. Berbeda dengan Islam yang justru memunculkan keyakinan bahwa Islam memang yang terbaik. Sebagaimana telah disebutkan bahwa fiqih muamalah berlandaskan kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, Islam sangat melarang riba karena sangat merugikan di salah satu pihaknya. Berbeda dengan komunisme, kapitalisme dan matrealisme yang merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap agama Kristen yang diwakili oleh gereja saat itu. Faham kapitalisme menghalalkan segala cara agar berhasil meraih keuntungan besar tanpa memperhatikan yang lain, terutama masyarakat ekonomi kecil. M. Fazlurrahman Anshari menjelaskan bahwa analisa terhadap falsafah peradaban Barat akan menyingkap landasan peradaban mereka. (Anshari, 1985: 129) Landasan peradaban Barat sungguh bertentangan dengan perdaban Islam, sebagai berikut: 1. Sudut pandang metafisis, pada matrealisme. Sementara dalam Islam meyakini bahwa ada yang menguasai dan mengatur seluruh alam semesta ini, yaitu Allah. Dan Dia-lah yang memberikan rezeki dengan sangat adil. Rezeki tidaklah bisa diukur dengan materi. Konsep syukur yang dimiliki Islam mengajarkan makna yang lebih dalam dari sekedar materi. 2. Sudut pandang psikologis, pada sensasionisme (faham serba inderawi). Seni dan modenya membuktikan fakta ini dengan jelas. Tidak memerlukan keramahan, 7
sopan santun dan adab-adab yang membawa kepada semangat kinerja seperti dalam Islam. 3. Sudut pandang etika, pada kemanfaatan dan syahwat. Hanya mengejar kepuasan diri dan melupakan kemaslahatan bersama. Sementara Islam meninggikan nilai dan akhlak terpuji. 4. Sudut pandang ekonomi, pada eksploitasi masyarakat manusia yang belum berkembang, kapitalisme dan komunisme. Sementara Islam menjunjung tinggi moral dan kemaslahatan bersama, saling menghargai dan menolong serta berbasiskan usaha dan ikhtiar. 5. Sudut pandang politik, pada pertentangan ras dan pemisahan berdasarkan warna kulit. Sementara Islam memandang sama setiap orang dan tidak membeda-bedakan secara ras atau fisik. Kita sebagai umat Islam hanya perlu mengkaji Islam terus menerus. Karena dengan mengkaji Islam kita akan mendapatkan kebaikan. Jangan sampai kita melemahkan Islam yang begitu mulia karena kita merasa Islam sudah tidak layak lagi. Sudah sangat jelas Islamlah yang terbaik dan menjadi solusi bagi semua problem kehidupan. Sementara Barat sendiri adalah peradaban yang tumbuh dan berkembang dari kombinasi beberapa unsur yaitu filsafat dan nilai-nilai kuno Yunani dan Romawi, serta agama Yahudi dan Kristen yang dimodifikasi oleh bangsa Eropa. Sedangkan Islam adalah peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan pada wahyu yang memproyeksikan sebuah pandangan hidup yang sempurna, yang dipahami, ditafsiri, dijelaskan dan dipraktekkan sehingga membentuk tradisi intelektual dimana ilmu pengetahuan religius dan rasional diintegrasikan dalam bangunan ilmu yang mengandung nilai-nilai dan konsep-konsep yang berguna bagi pembentukan kehidupan yang aman, tenteram dan damai. (Zarkasyi, 2007) F. Sosialisasi dan Internalisasi Muamalah Secara Tuntas dan Efektif di Kalangan Pelajar Berpegang pada ungkapan think globally and act locally, apa yang nampak di hadapan umat Islam kita memulai langkah konkrit dengan mengimplemntasikan Islam di ranah yang lebih kecil di lingkungan kita. Kita sebagai pendidik memilki andil yang besar dalam membangun peradaban Islam. Terlebih salah satu tantangan utama dewasa ini adalah ilmu pengetahuan. Langkah awal dimulai dengan membentuk sistem yang mendukung kepada internalisasi muamalah Islam di kalangan pelajar. Mulai dari kurikulum yang mendukung, kebijakan termasuk stake holder yang memiliki visi implementasi Islam dalam kehidupan sehari-hari. Upaya dalam pendidikan harus menjadi sebuah pembelajaran yang memberikan makna bagi anak didik kita. Dimulai dengan memberikan pengetahuan (to know), kemudian memberikan pemahaman yang utuh (to understanding), mengupayakan pelaksanaan secara praktek (to do) dan menerapkan nilai hingga menjadi sebuah keyakinan diri (to be). Begitu pula dengan memberikan keteladanan sehingga seimbang antara teori dan praktek. Dengan kata lain kita membutuhkan pendidikan karakter yang berlandaskan Islam untuk membangun peradaban. Memulai dengan menjadikan fiqih muamalah isu penting di kalangan pelajar. Memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang fiqih muamalah. Sehingga diharapkan tidak lagi tabu bahkan lebih familiar lagi dengan fiqih muamalah. Mengenalkan pelajar dengan kondisi saat ini lalu menghubungkan dengan solusi yang selalu tersedia dalam Islam. Sehingga anak akan lebih mudah memahami fiqih muamalah. 8
Mengajarkan anak untuk selalu berpikir ilmiah. Menerapkan bahwa segala sesuatu pasti ada landasannya. Dan Islam adalah ajaran yang mempelopori untuk berpikir ilmiah. Tidak ada dalam fiqih muamalah yang didasari keisengan semuanya di dasari keilmiahan. Dengan ini diharapkan anak tidak asal meniru budaya lain tanpa meneliti terlebih dahulu, apa lagi bagi anak memiliki kecenderungan meniru sangat tinggi. Menanamkan kebanggaan terhadap Islam dan fiqih muamalah. Membangun loyalitas anak terhadap Islam dengan memberikan pengetahuan tentang keutamaan dan keunggulan ajaran Islam. Hal ini pula bisa terbangun dengan tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Buatlah pengertian bahwa Islam adalah kesempurnaan dan menyeluruh semua aspek kehidupan. Diantara pendekatan pembelajaran yang efektif dalam mensosialisasikan fiqih muamalah di kalangan peserta didik adalah dengan menerapkan pendekatan kontekstual. Adapun strategi yang dapat digunakan ketika menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: (Johnson, 2008:21) 1. Pembelajaran berbasis masalah, diharapkan peserta didik mampu mengobservasi dan menganalisa permasalahan kemudian memberikan solusi sesuai dengan semangat fiqih muamalah Islam. 2. Menggunakan konteks yang beragam, untuk memberikan pemahaman yang utuh dan wawasan yang luas. 3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa 4. Memberdayakan siswa untuk belajar mandiri, untuk menguatkan pemahaman anak dalam menemukan solusi dari permasalahan. 5. Belajar melalui kolaborasi 6. Menggunakan penilaian autentik Sedangkan untuk langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual di dalam kelas menurut Sagala (2005:92) adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry (menemukan sendiri) untuk semua pokok bahasan 3. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya 4. Menciptakan masyarakat belajar 5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6. Melakukan refleksi di akhir pertemuan 7. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Dari sini kemampuan kita sebagai pendidik dituntut. Wawasan dan pengetahuan menjadi modal utama dalam menginternalisasi muamalah Islam di kalangan pelajar. Dan yang paling utama menjadikan diri kita teladan dalam mengamalkan Islam sebagai jati diri kita. G. Penutup Betapa pentingnya ilmu pengetahuan untuk membangun peradaban. Fiqih Muamalah sebagai sebuah ilmu mewadahi pengkajian Islam yang menyangkut interaksi sosial. Fiqih muamalah adalah upaya implementasi syariah Islam dalam membangun 9
peradaban. Karena harapan kita semua memiliki peradaban yang sesuai dengan tuntunan Ilahi. Kita meyakini bahwa Islam bisa menjadi solusi bagi pembangunan peradaban yang maju dan modern. Tetapi itu semua kembali lagi kepada kita sebagai bagian dari umat Islam. Ketinggian Islam hanya akan menjadi kisah dongeng saja jika kita tidak pernah berupaya implentasikan. Pada saat yang sama kita perlu memahami Islam terutama fiqih muamalah dengan menggali konsep baru dalam berbagai bidang sehingga dapat membentuk bangunan baru peradaban Islam yang mampu menghadapi tantangan zaman (modern). Artinya dengan konsep-konsep dalam fiqih muamalah Islam kita dapat bersikap kritis ataupun apresiatif terhadap konsep-konsep yang datang dari luar Islam. Bukan hanya asal meniru dan menjiplak. Wallahu a’lam. Daftar Pustaka Salamah, Dr. Ahmad Hamid. 2004. Muhadharat fi Fiqhi al-Mu’amalat. Kairo: Maktabah Kulliyah al-Syar’iyyah wa al-Qanun ---. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve Tjakraningrat, H. Rahardjo dkk. Jalan Menuju Ummat Yang Satu. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara Al-Syathibi, Abu Ishaq. Al-Muwafaqat fi Ushuli al-Syari’ah. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi Nadwi, Abul Hasan Ali. Maryam Jamilah. Fazlurrahman Anshari dkk. 1985. Benturan Barat - Islam. Bandung: Mizan Handono, Hj. Irena dkk. 2004. Islam Dihujat Menjawab The Islamic Invasion. Kudus: Bima Rodheta Zarkasyi, Dr. Hamid Fahmi. 2007. Membangun Kembali Peradaban Islam. [0nline]. Tersedia: www.banihamzah.wordpress.com. [17 Agustus 2010] Johnson, Elaine B. 2008. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: ALFABETA
10