BAB 1
Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yakni tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Terutama dalam hal muamalah, seperti jual beli .Namun sering kali dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui kecurangan-kecurangan dalam urusan muamalah ini, seperti riba yang sangat meresahkan dan merugikanmasyarakat.Untuk menjawab segala problema tersebut, agama memberikan peraturan dan pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kita yang telah diatur sedemikian rupa dan termaktub dalam Al-Qur'an dan hadits, dan tentunya untuk kita pelajari dengan sebaik-baiknya pula agar hubungan antar manusia berjalan dengan lancar dan teratur.
Jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan cara tertentu yang setiap hari pasti dilakukan namun kadang kala kita tidak mengetahui apakah caranya sudah memenuhi syara' ataukah belum. Oleh karena itu, dalam makalah ini, sengaja kami bahas mengenai jual bel karena kegiatannya sangat kental dengan kehidupan masyarakat. Disini pula akan banyak dibahas mulai dari tata cara jual beli yang benar sampai hal-hal yang diharamkan atau dilarang.
Rumusan Masalah
Apa pengertian, rukun dan syarat jual beli?
Apa Khiyar dalam Jual Beli ?
Apa itu Samsarah?
Bagaimana lelang dalam islam ?
Macam-macam jual beli yang dilarang dalam islam?
Tujuan
Dapat memahami pengertian, hukum,rukun dan syarat jual beli
Dapat memahami Khiyar dalam jual beli dan macam-macam khiyar
Dapat memahami Samsarah dalam jual beli menurut islam
Dapat memahami Lelang dalam islam
Dapat mengetahui macam-macam jual beli yang dialarang
BAB 2
2.1 Pengertian Jual beli
Menurut Bahasa
Jual beli (البيع) secara bahasa merupakan masdar dari kata بعت diucapkan يبيع-باء bermakna memiliki dan membeli. Kata aslinya keluar dari kata الباع karena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian disebut البيعان.
Jual beli diartikan juga "pertukaran sesuatu dengan sesuatu". Kata lain dari al-bai' adalah asy-syira', al-mubadah dan at-tijarah.
Menurut syara'
Pengertian jual beli (البيع) secara syara' adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan memberi kepemilikan (Mughnii 3/560).
Sebagian ulama lain memberi pengertian :
Menurut ulama Hanafiyah : "Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)". (Alauddin al-Kasani, Bada'i ash-Shana'I fi Tartib asy-Syara'i, juz 5, hal. 133)
Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu' : "Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan". (Muhammad asy-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, juz 2, hal. 2)
Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : " Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik". (Ibnu Qudamah, al-Mughni, juz 3, hal. 559)
Tukar menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap (Raudh al-Nadii Syarah Kafi al-Muhtadi, 203).
Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling ridha. (Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi'iyah)
Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara. (Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, hal. 329)
Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan dan memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan. (Fiqh al-Sunnah, hal. 126)
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara' dan disepakati.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Dalam Islam, hal yang berkaitan dengan muamalah jual beli harus memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli adalah sebagai berikut:
1. Penjual dan Pembeli
2. Aqad (Ijab dan Qabul)
3. Barang (Ma'kud Alaih/Subject Matter)
Sedangkan syarat-syarat bagi setiap rukun-rukun tersebut adalah penting dan mesti dipenuhi, karena jual beli dinyatakan syah apabila telah memenuhi syarat-syarat atas pelaku akad, barang yang akan diakadkan, atau tempat berakad, barang yang akan dipindahkan kepemilikannya dari salah satu pihak kepada pihak lain baik berupa harga atau barang yang ditentukan dengan nilai atau harga.
Adapun syarat-sayarat pelaku akad adalah berakal danmempunyai kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil tidak bisa dinyatakan sah. Bagi anak kecil yang sudah mampu membedakan yang benar dan yang salah maka akadnya sah, tapi tergantung izin walinya. Lebih lengkap berikut 3 hal
persyaratanuntuk kedua penjual dan pembeli yaitu :
Keduanya saling ridho, seperti yang disabdakan oleh Nabi saw bersabda : " sesungguhnya jual beli itu karena keridhaan"(Diriwayatkan Ibnu Hibban, Ibnu Majah, dan selain keduanya).
Keduanya adalah orang yang sudah diperbolehkan mengambil sikap masing-masing.
Berhak dan memiliki barang yang dijual atau mewakili sang pemiliknya, Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw kepada Hakim bin Hizam : " janganlah engkau menjual apa-apa yang bukan milikmu" (Diriwatkan Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan menyahihkannya).
Sedangkan syarat-syarat barang akad adalah sebagai berkut:
Suci, bukan barang yang mengandungi unsur-unsur najis dan dilarang Syara' (halal dan baik).Ini didasarkan atas hadits Rasulullah "Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung-patung".
Bermanfaat. Transaksi jaul beli serangga, ular dan tikus tidak dibolehkan kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat. Demikian dengan yang lainnya.
Milik orang yang melakukan akad atau yang diberi izin oleh pemilik (jika tanpa izin disebut bai' al-fudhuli). Akad fudhuli dianggap sebagai akad yang sah, akan tetapi keabsahan hukumnya tergantung izin pemilik sah atau wakilnya. Jika si pmiliknya membolehkannya maka sah akadnya, jika tidak maka batal akadnya.
Barang tersebut dapat diserahkan dalam majlis akad.Sesuatu yang tidak dapat dapat diserahkan secara konkrit maka tidak sah hukumnya, seperti ikan dalam air, burung yang terbang,
Barang tersebut telah ditentukan jenis dan kuantitinya, barang dan nilainya diketahui (statusnya jelas). Hal ini untuk menghindari penipuan. Syarat barang diketahui cukup dengan mengetahui keberadaan barang tersebut sekalipun tanpa mengetahui jumlahnya, seperti pada transaksi berdasarkan perkiraan atau taksiran. Untuk barang Zimmah (barang yang dihitung dan ditimbang), maka jumlah dan sifat-sifatnya harus diketahui oleh kedua belah pihak. Demikian juga harganya harus diketahui, baik itu sifat, nilai pembayaran, jumlah maupun masanya.
Masa penyerahannya telah ditetapkan.
Tempat untuk diserahkan barang telah ditentukan.
Peryaratan ijab dan qabul.
Ini adalah ketetapan syariat dalam mengungkapkan secara verbal yang menjadi estandar atas isi hati atau niatnya. Ijab adalah ungkapan awal yang diucapkan oleh salah satu dari dua pihak yang melakukan akad dan qabul adalah pihak kedua. Tidak ada perbedaan di antara keduanya dalam hal mengijab atau mengqabul. Dikecualikan untuk barang-barang yang kecil yang hanya cukup dengan mua'thaah (saling memberi) seusai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat. Tidak diperlukan kata-kata khusus dan dalam jual beli diharuskan adanya kerelaanyang diujudkan dalam bentuk mengambil dan memberi, atau dengan cara lain yang dapat menunjukkan akan sikap ridha.
KHIYAR DALAM JUAL BELI
Secara bahasa, khiyar artinya: Memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, khiyar artinya: Hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
Para ahli fiqh, membagi khiyar kedalam empat macam, yaitu :
Khiyar Majelis, pembeli dan penjual masih diperbolehkan menghentikan atau meneruskan jual beli yang sedang berlangsung, selama mereka masih berada di tempat transaksi tersebut. Pendapat ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW: "Dua orang yang berjual beli, boleh memilih (akan meneruskan jual beli mereka atau tidak) selama keduanya belum bercerai dari tempat akad." (HR. Bukhari dan Muslim No. 44).
Khiyar Syarat, khiyar yang dijadikan syarat oleh keduanya atau salah seorang dari penjual atau pembeli. Misalnya penjual bersedia melepas barang dagangannya sesuai harga yang disepakati, dengan syarat dalam tiga hari sudah ada keputusan transaksi. Rasulullah SAW bersabda: "Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli, selama tiga hari tiga malam." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Khiyar 'Aib, transaksi yang disyaratkan pada kesempurnaan benda yang dibeli. Apabila baru diketahui terdapat kecacatan pada benda tersebut, maka barang tersebut bisa dikembalikan dan diminta kembali uangnya. Hal ini didasarkan pada hadits berikut: "dari 'Aisyah ra bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri didekatnya, didapatinya pada budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual itu. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Khiyar Ru'yah, hak pilih bagi pembeli untuk mengatakan berlaku atau batal jual beli yangdilakukan terhadap suatu barang yang belum dilihat ketika akad berlansung. Jumhur ulama menyatakan bahwa khiyar ru'yah disyariatkan dalam Islam berdasarkan sabda Nabi : "Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu. (HR. ad-Daruqutnu dan Abu Hurairah)"
Badan Perantara (SAMSARAH)
Perantara adalah orang yang menjadi penghubung antara pihak penjual dan pembeli agar transaksi jual beli berjalan lancar. Dalam transaksi jual beli adanya badan perantara ini diperbolehkan. Iman Bukhari, Ibnu Sirin, Atha', Ibrahim, dan Hasan melihat tidak ada masalah dengan adanya perantara ini. Menurut Abbas, "tidak mengapa, seseorang berkata, 'jual baju ini, jika terjual lebih (dari harga yang diberikan) maka kelebihan itu menjadi hakmu.'" Ibnu Sirin berpendapat, "Jika seseorang berkata 'jual barang ini dengan harga sekian, jika mendapat keuntungan maka untukmu atau harganya untukku dan kelebihannya untukmu', hal itu dibolehkan, sebagai mana sabda Rasulullah, "Transaksi orang muslim itu sesuai dengan syarat-syarat antara mereka" (HR Ahmad, Abu Dawud dan Hakim dari Abu Hurairah).
Lelang (Bay Muzayadah)
Dalam transaksi keuangan Islam, harga ditentukan atas dasar keinginan pembeli dan penjual. Dalam banyak hal, barang akan terjual kepada pembeli yang menawar dengan harga yang tertinggi. Dalam perspektif syariah, transaksi yang melibatkan proses lelang ini disebut sebagaibay` muzayadah, yang diartikan sebagai suatu metode penjualan barang dan/ atau jasa berdasarkan harga penawaran tertinggi.
Pada Bay` muzayadah ini, penjual akan menawarkan barang dengan sejumlah pembeli yang akan bersaing untuk menawarkan harga yang tertinggi. Proses ini berakhir dengan dilakukannya penjualan oleh penjual kepada penawar yang tertinggi dengan terjadinya akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.
Lelang ada dalam Islam dan hukumnya boleh (mubah). Ibnu Abdil Barr berkata,"Sesungguhnya tidaklah haram menjual barang kepada orang yang menambah harga, demikianlah menurut kesepakatan ulama."(innahu laa yahrumu al-bai'u mimman yaziidu ittifaaqan) (Subulus Salam,Juz III/23).
Dalil bolehnya lelang adalah as-Sunnah. Imam Bukhari telah membuat bab dengan judul Bab Bai' Al-Muzaayadah dan di dalamnya terdapat hadits Anas bin Malik RA yang juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad (Musnad, III/100 & 114), Abu Dawud, no. 1641; an-Nasa`i, VII/259, at-Tirmidzi, hadits no. 1218 (Imam Ash-Shan'ani, Subulus Salam, Juz III/23; Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, ibid., hal. 111).
Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi SAW dan dia meminta sesuatu kepada Nabi SAW.Nabi SAW bertanya kepadanya,"Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?" Lelaki itu menjawab,"Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air." Nabi SAW berkata,"Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku." Lelaki itu datang membawanya. Nabi SAW bertanya,"Siapa yang mau membeli barang ini?" Salah seorang sahabat beliau menjawab,"Saya mau membelinya dengan harga satu dirham." Nabi SAW bertanya lagi,"Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?" Nabi SAW menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,"Aku mau membelinya dengan harga dua dirham." Maka Nabi SAW memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikanya kepada lelaki Anshar tersebut. (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi) (Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, ibid., hal. 111).
Hadits di atas adalah satu dalil di antara dalil-dalil yang membolehkan jual beli lelang (bai' al-muzaayadah).
Jual Beli Yang Dilarang
Berkenaan dengan jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah al-Zuhaily meringkasnya sbb :
Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan shahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dapat memilih dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya adalah sbb :
Jual beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk dll.
Jual beli anak kecil
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil (belum mumayyiz) dipandang tidak sah kecuali dalam perkara-perkara ringan dan sepele. Menurut ulama Syafi'iyah, jual beli anak mumayyiz yang belum baligh tidak sah sebab tidak ada ahliah.Adapun menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah dan hanabilah, jual beli anak kecil dipandang sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan memberikan keleluasaan untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah Swt.
Allah Swt berfirman, "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya". (Q.S. An Nisaa' 4 : 6)
Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikategorikan shahih menurut jumhur jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan sifat-sifatnya).Adapun menurut ulama Syafi'iyah, jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
Jual beli terpaksa
Menurut ulama Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf).
Oleh karena itu keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa). Menurut ulama Malikiyah, tidak lazim baginya ada khiyar.Adapun menurut ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridaan ketika akad.
Jual beli fudhul
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli ditangguhkan sampai ada izin pemiliknya.Adapun menurut ulama Hanabilah dan Syafi'iyah, jual beli fudhul tidak sah.
Jual beli orang yang terhalang
Maksud terhalang di sini adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit. Jual beli orang yang bodoh yang suka menghamburkan hartanya, menurut pendapat ulama Malikiyah, Hanafiyah dan pendapat paling shahih di kalangan Hanabilah, harus ditangguhkan.
Adapun menurut ulama Syafi'iyah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada ahli dan ucapannya dipandang tidak dapat dipegang.Begitu pula ditangguhkan jual beli orang yang sedang bangkrut berdasarkan ketetapan hukum, menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah. Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah.
Menurut jumhur selain Malikiyah, jual beli orang sakit parah yang sudah mendekati mati hanya dibolehkan sepertiga dari hartanya (tirkah), dan bila ingin lebih dari sepertiga, jual beli tersebut ditangguhkan kepada izin ahli warisnya.Menurut Ulama Malikiyah, sepertiga dari hartanya hanya dibolehkan pada harta yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dll.
Jual beli malja'
Jual beli malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim. Jual beli tersebut fasid, menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut ulama Hanabilah.
Terlarang Sebab Shighat
Ulama fiqih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada keridaan di antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian di antara ijab dan qabul, berada di satu tempat dan tidak terpisah oleh suatu pemisah.
Jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama adalah sbb :
Jual beli mu'athah
Adalah jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya tetapi tidak memakai ijab qabul. Jumhur ulama mengatakan shahih apabila ada ijab dari salah satunya.Begitu pula dibolehkan ijab qabul dengan isyarat, perbuatan atau cara-cara lain yang menunjukkan keridaan. Memberikan barang dan menerima uang dipandang sebagai shighat dengan perbuatan atau isyarat.
Jual beli mu'athah dipandang tidak sah menurut ulama Hanafiyah tetapi sebagian ulama Syafi'iyah membolehkannya seperti Imam Nawawi. (As-Suyuti, Al-Asbah, hal. 89). Menurutnya, hal itu dikembalikan kepada kebiasaan manusia. Begitu pula Ibn Suraij dan Ar-Ruyani membolehkannya dalam hal-hal kecil.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Disepakati ulama fiqih bahwa jual beli melalui surat atau utusan adalah sah. Tempat berakad adalah sampainya surat atau utusan dari aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qabul melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah seperti surat tidak sampai ke tangan yang dimaksud.
Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Disepakati keshahihan akad dengan isyarat atau tulisan khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain itu, isyarat juga menunjukkan apa yang ada dalam hati aqid. Apabila isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), akad tidak sah.
Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak ada di tempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat terjadinya aqad.
Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul
Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akan tetapi, jika lebih baik, seperti meninggalkan harga, menurut ulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama Syafi'iyah menganggapnya tidak sah.
Jual beli munjiz
Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini, dipandang fasid menurut ulama Hanafiyah, dan batal menurut jumhur ulama.
Terlarang Sebab Ma'qud Alaih (Barang Jualan)
Secara umum, ma'qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi' (barang jualan) dan harga.Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma'qud alaih adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak ada larangan dari syara'.
Selain itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama tetapi diperselisihkan oleh ulama lainnya, di antaranya sbb :
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
Jumhur ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada adalah tidak sah.
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara atau ikan yang ada di air tidak berdasarkan ketetapan syara'.
Jual beli gharar
Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam sebab Rasulullah Saw bersabda, "janganlah kamu membeli ikan dalam air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)". (HR Ahmad)
Menurut Ibn Jazi al-Maliki, gharar yang dilarag ada 10 macam :
Tidak dapat diserahkan, seperti menjual anak hewan yang masih dalam kandungan induknya
Tidak diketahui harga, sifat barang, ukuran barang dan barang
Tidak diketahui masa yang akan datang seperti, "Saya jual kepadamu jika fulan datang".
Menghargakan dua kali pada satu barang
Menjual barang yang diharapkan selamat
Jual beli husha' misalnya pembeli memegang tongkat, jika tongkat jatuh maka wajib membeli
Jual beli munabadzah yaitu jual beli dengan cara lempar melempari seperti seseorang melempar bajunya, kemudian yang lain pun melembar bajunya maka jadilah jual beli
Jual beli mulasamah apabila mengusap baju atau kain maka wajib membelinya
Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis
Ulama sepakat tentang larangan jual beli barang yang najis seperti khamr. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang barang yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak mungkin dihilangkan seperti minyak yang terkena bangkai tikus.
Ulama Hanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidak untuk dimakan, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya setelah dibersihkan.
Jual beli air
Disepakati bahwa jual beli air yang dimiliki seperti air sumur atau yang disimpan di tempat pemiliknya dibolehkan oleh jumhur ulama empat madzhab. Sebaliknya ulama zhahiriyah melarang secara mutlak.Juga disepakati larangan atas jual beli air yang mubah yakni semua manusia boleh memanfaatkannya.
Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini adalah fasad, sedangkan menurut jumhur batal sebab akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
Jual beli barang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat
Menurut ulama Hanafiyah, jual beli seperti ini dibolehkan tanpa harus menyebutkan sifat-sifatnya tetapi pembeli berhak khiyar ketika melihatnya.
Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah menyatakan tidak sah, sedangkan ulama Malikiyah membolehkannya bila disebutkan sifat-sifatnya dan mensyaratkan 5 macam :
Harus jauh sekali tempatnya
Tidak boleh dekat sekali tempatnya
Bukan pemiliknya harus ikut memberikan gambaran
Harus meringkas sifat
sifat barang secara menyeluruh-
Penjual tidak boleh memberikan syarat
Jual beli sesuatu sebelum dipegang
Ulama Hanafiyah melarang jual beli barang yang dapat dipindahkan sebelum dipegang tetapi untuk barang yang tetap dibolehkan.Sebaliknya, ulama Syafi'iyah melarangnya secara mutlak. Ulama Malikiyah melarang atas makanan, sedangkan ulama Hanabilah melarang atas makanan yang diukur.
Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
Apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah tetapi belum matang, akadnya fasid menurut ulama Hanafiyah dan batal menurut jumhur ulama. Adapun jika buah-buahan atau tumbuhan itu telah matang, akadnya dibolehkan.
Terlarang Sebab Syara'
Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan dan rukunnya. Namun demikian, ada beberapa masalah yang diperselisihkan di antara para ulama, di antaranya berikut ini :
Jual beli riba
Riba nasiah dan riba fadhl adalah fasid menurut ulama Hanafiyah tetapi batal menurut jumhur ulama.
Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
Menurut ulama Hanafiyah termasuk fasid (rusak) dan terjadi akad atas nilainya, sedangkan menurut jumhur ulama adalah batal sebab ada nash yang jelas dari hadits Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Saw mengharamkan jual beli khamr, bangkai, anjing dan patung.
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
Yakni mencegat pedagang dalam perjalanannya menuju tempat yang dituju (pasar) sehingga orang yang mencegatnya akan mendapat keuntungan. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hal itu makruh tahrim.Ulama Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat, pembeli boleh khiyar. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa jual beli seperti itu termasuk fasid.
Jual beli waktu adzan Jum'at
Yakni bagi laki-laki yang berkewajiban melaksanakan shalat Jum'at. Menurut ulama Hanafiyah pada waktu adzan pertama. Sedangkan menurut ulama lainnya, adzan ketika khatib sudah berada di mimbar (adzan kedua).
Jual beli anggur untuk dijadikan khamr
Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah zhahirnya shahih tetapi makruh. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah adalah batal.
Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
Hal itu dilarang sampai anaknya besar dan dapat mandiri.
Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
Seseorang telah sepakat akan membeli suatu barang, namun masih dalam khiyar, kemudian datang orang lain yang menyuruh untuk membatalkannya sebab ia akan membelinya dengan harga yang tinggi.
Jual beli memakai syarat
Menurut ulama Hanafiyah, sah jika syarat tersebut baik, seperti, "Saya akan membeli baju ini dengan syarat bagian yang rusak dijahit dulu".Begitu pula menurut ulama Malikiyah membolehkannya jika bermanfaat. Menurut ulama Syafi'iyah dibolehkan jika syarat maslahat bagi salah satu pihak yang melangsungkan akad, sedangkan menurut ulama Hanabilah, tidak dibolehkan jika hanya bermanfaat bagi salah satu yang akad.
BAB 3
3.1 KESIMPULAN
Hukum jual beli pada dasarnya diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut :'' janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan dengan jalan jual beli, suka sama suka..."(Q.S An-Nisa' : 29) Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut : " Bahwa nabi SAW ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ? jawabnya : seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih".(H.R. Al-Bazzar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan berjual beli ini sebagai salah satu usaha yang telah dipraktekkan semenjak masa Nabi SAW hingga saat sekarang ini.
Rukun dan Syarat
Untuk syah nya jual beli yang dilakukan diperlukan beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu : penjual dan pembeli dengan syarat :
Berakal, bagi yang gila, bodoh dan lainnya tidak syah melakukan jual beli.
Kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
Keadaannya tidak mubazir (pemboros), orang pemberos hartanya dibawah wali.
3.2 Pendapat Kelompok
Jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan.
Dalam jual beli juga dikenal istilah khiyar, yaitu hak memilih yang diberikan kepada pembeli untuk meneruskan atau membatalkannya karena suatu hal. Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi, dan inipun diperbolehkan dalam Islam.
Samsarah adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual (ba'i) dan pembeli (musytari) untuk memudahkan jual beli.
DAFTAR PUSTAKA
Suheri, Fiqih. http://suherilbs.wordpress.com/fiqih/
http://slametimo.wordpress.com/muamalah/jual-beli-menurut-ilmu-fiqih/
15