MATEMATIKA TEKNIK KIMIA 2
Prof. Ali Altway, Dr. Tantular Nurtono Pustaka : 1. Mickley, T.S. Sherwood, C.E. Reed,"Applied Mathematics in Chemical Engineering", McGraw Hill, 2nd. ed., New York, 1975. 2. Jonson, G.V. Jeffreys,"Mathematical Methods in Chemical Engineering", Academic Press, 2nd. Ed., London, 1977. 3. Richard G. Rice, Duong D. Do,”Applied Mathematics and Modeling for Chemical Engineers”, John Wiley & Sons, 1995.
Materi : 1. Perumusan Matematika untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia. 2. Penyelesaian Persamaan Differensial Biasa Secara Deret. 3. Fungsi-Fungsi Khusus. 4. Deret Fourier. 5. Persamaan Differensial Parsial.
BAB I Perumusan Matematika untuk Persoalan-persoalan Fisik dan Kimia I. Perumusan Matematika. Ilmu-ilmu terapan hampir seluruhnya memerlukan pelaksanaan percobaan dan menginterpretasikan hasil percobaannya. Cara yang banyak diminati adalah dilaksanakan secara kuantitaif dengan melakukan pengukuran yang akurat dari variabel-variabel sistem, kemudian data hasil pengukuran ini dianalisa (diolah) dan dibuat korelasinya, atau dilaksanakan secara kualitatif dengan menyelidiki perilaku umum sistem yang dinyatakan sebagai suatu variabel yang mempengaruhi variabel yang lain. Bila suatu penyelidikan kuantitatif akan dilaksanakan maka perlu dibuat model matematik untuk sistemnya sebelum melakukan eksperimen, karena model matematis ini bisa mempengaruhi jalannya eksperimen. Perumusan model matematika suatu sistem atau proses dibutuhkan juga pada perancangan peralatan-peralatan, misalnya menara distilasi, menara absorbsi, reaktor, ekstraktor, dsb. Pembentukan model matematika suatu sistem (proses) dilakukan melalui tiga tahap dasar yaitu : 1. Mengubah dari proses fisik/kimia menjadi bahasa matematika, sehingga didapat suatu persamaan matematis. 2. Menyelesaikan persamaan matematis yang diperoleh 3. Menginterpretasikan hasil penyelesaian yang diperoleh ke dalam istilah-istilah fisik/kimia. atau digambarkan sbb. :
Proses fisik/kimia
Perumusan matematis/modelling
Jelas mekanismenya
berupa PD/pers. aljabar/transendental
Penyelesaian rumusan/model matematika
Interpretasi hasil penyelesaian dalamistilah-istilah fisik/kimia
MTK-2/1
II. Hukum-hukum dasar yang dipakai. 1. Hukum Kekekalan : a. massa : 1. overall : laju akumulasi massa dalam sistem = laju massa masuk ke sistem laju massa keluar dari sistem 2. komponen : laju akumulasi mssa komponen i dalam sistem = laju massa komponen i masuk ke sistem - laju massa komponen i keluar dari sistem + laju massa komponen i yang timbul dalam sistem - laju massa komponen i yang terpakai dalam sistem b. energi : laju akumulasi energi dalam sistem = laju energi masuk ke sistem laju energi keluar dari sistem + laju energi yang timbul dalam sistem - laju energi yang terpakai dalam sistem c. momentum : laju akumulasi i momentum dalam sistem = laju i momentum i masuk ke sistem - laju i momenutm keluar dari sistem + gaya-gaya ke arah i yang bekerja dalam sistem 2. Hukum untuk proses kecepatan : a. perpindahan panas : 1. konduksi : Q = -k.A.T/x (hk. Fourier), dimana : k = thermal konduktifity A = luas perpindahan panas T/x = gradien suhu ke arah x 2. konveksi antar fasa : Q = h.A.(TS - Tf), dimana : h = koeffisien perpindahan panas A = luas perpindahan panas (TS Tf) = perbedaan suhu antara permukaan dengan badan fluida b. perpindahan massa 1. secara molekuler (diffusi) : Ni = -Di.S. Ci (hk. Fick), dimana : Di = koeffisien diffusi komponen i S = luas perpindahan massa Ci = gradien konsentrasi komponen i 2. antar fasa : Ni = Kc.S.(Cs - Cb), dimana : Kc = koeffisien perpindahan massa Cs = konsentrasi komponen i di permukaan Cb = konsentrasi komponen i di badan fluida c. perpindahan momentum : (secara molekuler) : MTK-2/2
xy = -.Vx/y (hk. newton untuk viskositas), dimana : xy = fluks perpindahan x momentum ke arah y Vx = kecepatan ke arah x = viskositas d. reaksi kimia : aA + bB cC kecepatan A bereaksi dinyatakan dengan : rA k. CA . CB mol A bereaksi/(volume . waktu), dimana : k = konstanta kecepatan reaksi = orde reaksi terhadap A = orde reaksi terhadap B 3. Hukum kesetimbangan : a. kesetimbangan fasa : uap-cair, cair-cair, gas/uap-padat, cair-padat b. kesetimbangan kimia : c CC aA + bB cC, maka K = C A a . C B b
III. Contoh Soal. A. Hk. Kekekalan Massa. 1. Dua buah tangki (masing-masing 100 l), mula-mula penuh dengan larutan garam berkonsentrasi 20 gr/l. Ke dalam tangki I dialirkan air dengan laju 5 l/min, dan pada saat yang sama dikeluarkan dari tangki I, larutan dengan laju 8 l/min ke tangki II. Dari tangki II dikeluarkan larutan dengan laju 8 l/min, dimana 3 l/min ke tangki I dan 5 l/min dibuang. Tentukan konsentrasi garam (gr/l) di tangki I dan II sebagai fungsi waktu. Asumsi sama diseluruh aliran. Jawab :
air 5 l/min
lar. 3 l/min lar 8 l/min I
V1 dan C1
II V2 dan C2
lar. 5 l/min
Tangki I : neraca massa total : akumulasi = input - output d V1 . dV 5 3 8 1 0 V1 konstan = 100 l dt dt neraca massa garam : akumulasi = input - output MTK-2/3
d V1 . C1 dt
5.0 3C2 8C1
dV1 dC V1 1 3C2 8C1 dt dt dC 100 1 3C2 8C1 dt C1
(1)
Tangki II : neraca massa total :
akumulasi = input - output dV 2 0 V2 konstan = 100 l dt neraca massa garam : akumulasi = input - output d V2 . C2 8C1 8C2 dt dV dC C2 2 V2 2 8C1 8C2 dt dt dC2 dC 100 (2) 8C1 8C2 C1 C2 12.5 2 dt dt dC1 dC2 d 2C Pers. (2) didefferensialkan : (3) 12.5 2 2 dt dt dt Substitusi pers.(2) + (3) ke pers. (1) : dC d 2C dC 100 2 1250 2 2 3C2 8C2 100 2 dt dt dt 2 d C dC 1250 2 2 200 2 5C2 0 dt dt d 2 C2 dC2 C2 0 , diselesaikan dengan P.D. linier tereduksi 250 2 40 dt dt tingkat n 2 250 m + 40 m + 1 = 0, diperoleh m1 = -0.031 dan m2 = -0.129, maka penyelesaiannya adalah : C2 = K1.e-0.031 t + K2.e-0.129 t (4) dC2 (5) 0.031.K1.e 0.031t 0.129.K 2 e 0.129t dt Kondisi awal, t = 0 : - pers. (4) 20 = K1 + K2 - pers. (5) 0 = -0.031 K1 - 0.129 K2 dari kedua persamaan ini didapat harga K1 = 26.33 dan K2 = -6.33, jadi penyelesaian untuk tangki II adalah : C2 = 26.326.e-0.031 t - 6.33.e-0.129 t (6) Substitusi pers. (5) + (6) ke pers. (2) : C1 = 26.33.e-0.031 t - 6.33.e-0.129 t + 12.5(-0.031.26.33.e-0.031 t + 0.129.6.33.e-0.129 t ) = 16.e-0.031 t + 3.875.e-0.129 t Dengan cara Transformasi Laplace : dC 100 1 3C2 8C1 , dilakukan transformasi Laplace : dt MTK-2/4
dC 100. L 1 3. LC2 8. LC1 dt 20 ~ ~ ~ 100s. C1 ( s) C1 (0) 3. C2 ( s) 8. C1 ( s) ~ ~ (100. s 8)C1 ( s) 3. C2 ( s) 2000 100
(1)
dC2 8C1 8C2 , dilakukan transformasi Laplace : dt dC 100. L 2 8. LC1 8. LC2 dt 20 ~ ~ ~ 100s. C2 ( s) C2 (0) 8. C1 ( s) 8. C2 ( s) ~ ~ 8. C1 ( s) (100. s 8)C2 ( s) 2000
(2)
Penyelesaian pers. (1) dan (2) : 2000 3
~ C1 ( s)
2000 (100. s 8) 20. s 2.2 20. s 2.2 2 (100. s 8) 3 . )( s 0.031) s 016 . . s 0.004 ( s 0129 8 (100. s 8)
. 16 3875 -0.031 t + 3.875.e-0.129 t C1 L1 16.e . ) ( s 0.031) ( s 0129 (100. s 8) 2000 ~ C2 ( s)
8 2000 20. s 3.2 20. s 3.2 2 (100. s 8) 3 . )( s 0.031) s 016 . . s 0.004 ( s 0129 8 (100. s 8)
26.33 6.33 -0.031 t C2 L1 - 6.33.K2.e-0.129 t 26.326.K1.e . ) ( s 0.031) ( s 0129 2. 5 m3/jam larutan yang berisi reaktan A dengan konsentrasi 2 kgmol/m3 untuk reaktor alir berpengaduk yang mula-mula berisi pelarut murni 2 m3. Dalam reaktor terjadi reaksi peruraian : A R + S (reaksi order 1 irreversible). Dari reaktor keluar larutan dengan laju alir 5 m 3/jam. a. Tentukan persamaan yang menyatakan konsentrasi A (CA) sebagai fungsi waktu (t), dimana k = 6/jam. b. Tentukan waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi A dalam cairan keluar reaktor mencapai 0.518 kgmol/m3. Pada saat itu tentukan CR dan CS. c. Bila keadaan mantap tercapai, tentukan CA yang keluar reaktor. Jawab : Asumsi : sama diseluruh aliran.
MTK-2/5
A 5 m3/jam 2 kgmol/m3 A R S V 5 m3/jam
1 kgmol A kgmol A CA = -6.CA 3 3 jam m . jam m neraca massa total : akumulasi = input - output dV 5 5 0 , V konstan = 2 m3 dt neraca massa komponen A : akumulasi = input - output d V .C A 5.2 5.C A rA .V dt dC 2 A 10 5. C A ( 6. C A .2) 10 17C A dt 2 dC A dt , diintegralkan : 10 17C A a. rA =- k.
CA
t
2 10 17C A dC A dt 0 0 CA 2 10 17C A ln(10 17C A ) t ln 8.5t 17 10 0 1 1 e 8.5t kgmol/m3 1-1,7CA = e-8.5t C A 17 . 1 1 1 e 8.5t t ln1 17 . . 0.518 = 0.25 jam. b. 0.518 17 . 8.5 d V .CR 5.0 5.CR rA .V 12C A 5CR neraca massa komponen R : dt d V .C R 5.0 5.C R rR .V ; dim ana : rR rA , dt d V .C R 5C R rAV 5C R kCAV 5C R 12C A dt dC 1 2 R 12. (1 e 8.5t ) 5CR dt 17 . dCR 6 2.5CR (1 e 8.5t ) dt 17 . x e 2.5t
MTK-2/6
dCR 6 2.5t e 2.5t 2.5e 2.5t CR e (1 e 8.5t ) dt 17 . d e 2.5t . CR 6 (e 2.5t e 6t ) ,diintegralkan : dt 17 . e 2 .5 t .CR
t
6 2.5t 2.5t 6 t d e . CR 17. (e e )dt 0 0 6 1 1 e 2.5t . CR ( e 2.5t e 6t ) k , t = 0 CR = 0 17 . 2.5 6 6 1 1 0 ( ) k k 2 , maka : 17 . 2.5 6 6 1 1 8.5t CR ( e ) 2. e 2.5t , 17 . 2.5 6 Saat t = 0.25 CR = 0.4115 kgmol/m3, dan dari pers. reaksi CS = CR = 0.4115 kgmol/m3. 1 c. Keadaan mantap tercapai saat t = , maka CA = (1 0) = 0.588 kgmol/m3. 17 .
3. Reaksi peruraian zat A menjadi B, dalam reaktor bertekanan yang ishotermal dirumuskan sebagai 2A B. Reaksi ini irreversibel dan mengikuti kinetika reaksi order 2, dengan konstanta kecepatan reaksi 1000 ft 3/(lbmol.menit). Reaktor beroperasi pada suhu 800 oF dan tekanan 3 atm yang dijaga tetap, dimana gas A murni masuk dengan laju alir 1 lbmol/menit. Karena suhu operasi yang rendah, dianggap tidak ada reaksi didalam sistem perpipaan, dan kedua gas mengikuti sifat gas ideal. a. Pada keadaan steady state, gas keluar reaktor mengandung 1/3 bagian gas B, tentukan volume reaktor tersebut. b. Setelah keadaan steady tercapai, tiba-tiba valve keluar reaktor ditutup dan laju alir gas A diatur agar tekanan di dalam reaktor tetap 3 atm. Tentukan waktu yang diperlukan mulai valve ditutup sampai konsentrasi B di dalam reaktor 9/10 bagian. Jawab : a./
Feed A P = 3 atm T = 800 oF Product A, B
MTK-2/7
rA = -kC
2A awal nAo reaksi nAo.x akhir nAo.(1- x)
B 0 0.5 nAo.x 0.5 nAo.x (x = konversi reaksi) Jumlah mol gas di dalam reaktor = nAo.(1- x) + 0.5 nAo.x = nAo.(1- 0.5 x) Konsentrasi gas A di dalam reaktor = (1 - 1/3) = 2/3 = nAo.(1- x)/(nAo.(1- 0.5 x)) = (1 - x)/(1 - 0.5 x) 3 - 3x = 2 - x 1 = 2x , maka x = 0.5 nA = nAo(1 - x) = 1(1 - 0.5) = 0.5 Neraca massa komponen A di dalam reaktor : dnA/dt = nAo - nA – k(nA/V)2v dnA/dt = nAo - nA - knA2/V (steady state) 0 = 1 - 0.5 - 1000 . 0.52/V ====> V = 500 ft3 b./
P Feed A P = 3 atm T = 800 oF V = 500 ft3
P.V 3 . 500 163034 . lbmol nA = 0.1 x 1.63034 = 0.163 lbmol R. T 0.7302 . 1260 neraca massa komponen A : t 0.163 dn A k . n 2A 1 k . n 2A dn A dn 1 k . n 2A 2.V . . . 2A dt k 0.5 n A dt V 2 V dt 2 V 0 n
0.163
2.V t k
1 2 . 500 1 1 . 4.135 min 1000 0163 . 0.5 n A 0.5
B. Hk. Kekekalan Energi. 1. Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang luasnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu T s terus-menerus. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya. MTK-2/8
Jawab :
X Ts
qx
x x
k . S.
T x
T0
x x
.qx
x x x
k . S.
T x
x x x
x Asumsi : konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan. arah perambatan panas hanya pada arah x. k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal x : akumulasi = input - output Q T T k . S. k . S . t x x x x x x x
m. C p . T
t
k . S. T
. S .x. C p .(T Tref
x
x x
T k . S . x
k . S. T
x x x
T k . S . t x x x x x x x T T T 2T k . S. k . S. k . S .x 2 . S .x. C p t x x x 2 2 2 T T T T k T 2 T k . S .x 2 . S .x. C p t t t . C p x 2 x x 2 Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0 x L T = T0 - t > 0 : x = 0 T = Ts dan x = T = T0.
2. Suatu batang silinder logam yang ke-2 ujungnya terisolasi, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian, dan berjari-jari a. Tiba-tiba silinder ini dimasukkan ke dalam oven pada suhu Ts. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan silinder selalu bersuhu Ts. Jabarkan P.D. yang menggambarkan peristiwa perpindahan panasnya. Jawab : MTK-2/9
a r
L
k .2. .r.L.
T r
k .2. .r.L. r r
T r
r r r
r
Asumsi : konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan. arah perambatan panas hanya pada arah r. k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r : akumulasi = input - output Q T T k.2. .r.L. k.2. .r.L. t r r r r r
m.C p .T T k.2. .r.L. t r
.2. .r.L.r.C p .T Tref t
r r
T k .2. .r.L. r r r r r r T T k .2. .r.L. k.2. .r.L. r r r r r
r r
T T T T r .2. . r. L.x. C p k .2. . r. L. k .2. . r. L. .2. . L.r t r r r T T k . r. k . r. T T 1 r r 2. . L.r . .2. . r. L.r. C p . C p t r t r r 2 2 T 1 T T T k T 1 T k. 2 . . . .C p . t r r t .C p r 2 r r r k . r.
2T 1 T T 2 . 2 . t r r r
Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : MTK-2/10
- t = 0 : 0 r a T = T0 - t > 0 : r = a T = T s. 3. Suatu bola terbuat dari logam dengan jari-jari a, yang mula-mula bersuhu T0. Tiba-tiba bola ini dimasukkan ke dalam cairan pada suhu T s. Dianggap sejak saat itu suhu permukaan bola selalu tetap pada T s. Jabarkan PD yang menyatakan distribusi suhu di dalam bola. Jawab :
r
T k .(4. . r 2 ). r
r r r
k .(4. . r 2 ).
T r
r r r
Asumsi : konveksi di permukaan slab bersuhu Ts diabaikan. arah perambatan panas hanya pada arah r. k dan Cp tak tergantung suhu. Neraca panas pada elemen setebal r : akumulasi = input - output 4. . r 2 .r. . Cp.(T Tref ) T k .4. . r 2 . t r
r r
T k .4. . r 2 . r
r r r
2 T 2 T T 2 . . 2 t r r r
Untuk menyelesaikan diperlukan batasan masalah sbb. : - t = 0 : 0 r a T = T0 - t > 0 : r = a T = T s.
IV. Soal-Soal. MTK-2/11
1. Diinginkan untuk menghasilkan suatu zat B dari bahan baku A didalam reaktor tangki teraduk dengan volume efektif V m 3. Bila Q m3/detik suatu larutan A dengan konsentrasi Co dialirkan ke reaktor yang semula kosong, dan reaksi yang terjadi dalam reaktor : K1 K3 A B C K2 dimana semua reaksi berorder 1. Jabarkan PD yang menunjukkan jumlah mol B didalam reaktor sebelum cairan tumpah. 2. Suatu aliran liquida dengan densitas, , dan panas jenis, Cp, mengalir melalui pipa dengan jari-jari dalam, a m. Kecepatan linier cairan didalam, U m/jam. Dinding pipa dipertahankan pada suhu, T 1 oC, dan suhu liquida masuk, T0 oC, (T1 > T0). Koeffisien perpindahan panas secara konveksi pada dinding pipa, h kcal/(m2.jam.oC). Konduksi didalam cairan diabaikan dan perubahan suhu ke arah radial diabaikan. Pada keadaan steady state : a. Tunjukkan PD yang menggambarkan peristiwa perpindahan panas di dalam cairan. b. Tentukan kondisi batas PD pada soal a). c. Bila diketahui : Cp = 1 kcal/(m2.jam.oC) = 1000 kg/m3 U = 6000 m/jam a = 0.025 m L = panjang pipa = 5 m T0 = 40 oC o T1 = 100 C h = 500 kcal/(m2.jam.oC) tentukan suhu cairan keluar pipa. 3. Turunkan distribusi suhu pada keadaan steady state pada suatu silinder berongga dengan jari-jari dalam, r = a, dan jari-jari luar, r = b. Pada badan silinder yang bersuhu seragam dan selalu tetap, T, terdapat sumber panas, yang mengalir secara radial sebagai fungsi jari-jari dengan kecepatan Q(r) = Q0.r, dan konduktifitas panas bahan silinder berubah menurut fungsi waktu, k = k 0.r, dimana Q0 dan k0 adalah konstanta. Permukaan batas dalam suhunya dijaga 0, pada permukaan batas luar terjadi perpindahan panas secara konveksi ke udara sekitarnya yang bersuhu Ts, dengan koeffisien perpindahan panas, h. 4. Sebuah metal berpenampang segi empat dengan lebar 3 inchi dan tebal 0.2 inchi) dan panjang 4 ft. Pada salah satu ujungnya dipanaskan pada suhu tetap 600 o F. Permukaan samping metal diisolasi. Anggap keadaan steady. Hitung suhu pada ujung-ujung lain dari metal bila diketahui : suhu ruangan : 86 oF, k = 200 Btu/jam.ft2/ft.oF, h = 8 Btu/jam.ft2.oF.
MTK-2/12
Qout 3" 0.2" Qin Qout Qout
4"
5. Oksigen cair produksi PT. Aneka Gas Industri disimpan dalam tangki berbentuk bola, yang berventilasi ke udara atmosfer. Jari-jari dalam tangki, r = r0, bersuhu T0, dan jari-jari luar, r = r1, bersuhu T1. Kondutifitas panas bahan tangki tergantung dari suhu, dengan fungsi sbb. : k = k0 + (k1 - k0).((T - T0)/(T1 - T0)). a. Tentukan laju perpindahan panas yang melalui bahan tangki sebagai fungsi jarijari dan suhu pada keadaan stady state, Q = f(r,T). b. Tentukan laju penguapan oksigen dari dalam tangki yang berdiameter dalam 6 ft dengan tebal 1 ft, dimana kondisi tangki sbb. : - suhu permukaan dalam tangki, T0 = -183 oC - suhu permukaan luar tangki, T1 = 0 oC - titik didih normal O2 = -183 oC - panas penguapan normal oksigen = 1636 cal/mol - k, pada suhu : 0 oC = 0.090 Btu/(hr.ft2/ft.oF) -183 oC = 0.072 Btu/(hr.ft2/ft.oF) (Bird, soal 9.F2) 6. Suatu larutan yang mengandung 20 % reaktan A pada 30 oC dialirkan ke suatu reaktor tangki teraduk dengan laju 10000 kg/jam. Reaktor dilengkapi dengan suatu koil pemanas dengan luas 3 m 2. Koil ini dialiri uap air yang mengembun pada suhu 149 oC. Didalam reaktor terjadi reaksi kimia sangat cepat yang endotermis dengan panas reaksi 20 Kcal/(kg A yang bereaksi). Cairan panas (yang praktis tak mengandung A) keluar dari reaktor dengan laju 10000 kg/jam. Pada saat awal terdapat 2500 kg larutan pada suhu 30 oC didalam tangki. Harga koefisien perpindahan panas total adalah 350 Kcal/(jam.m 2.oC) dan kapasitas panas larutan adalah 1 kcal/(kg.oC). Hitung suhu cairan keluar sesudah : a) 10 menit ,b) 1 jam , c) 2 jam. 7. Suatu tangki berisi N2 (anggap sebagai gas ideal) pada tekanan 780 kPa dan suhu 30 oC, dengan volume tangki adalah 28 m 3. Tiba-tiba terjadi sedikit kebocoran pada tangki. Laju alir gas melalui lubang bocor pada saat itu adalah 0.1 kgmole/jam. Selanjutnya laju alir gas melalui lubang bocor dinyatakan sebagai berikut, F = Cd P Patm kgmole/jam dimana , P = Tekanan pada tangki, Pa MTK-2/13
Patm = Tekanan atmosfir = 1.013 x 105 Pa Cd = suatu konstanta Anggap selama kebocoran tak ada perubahan suhu pada tangki. Tentukan tekanan pada tangki 15 menit setelah kebocoran terjadi. 8. Panas diregenerasi seragam oleh reaksi kimia dalam silinder panjang dengan jari-jari 91.4 mm. Rate generasi konstan pada 46.6 W/m3. Dinding silinder didinginkan dan suhu dinding dijaga pada 311 K. Thermal konduktifity bahan silinder adalah 0.865 W/m.K. Hitung suhu pada sumbu silinder dalam keadaan steady state.
MTK-2/14
BAB II PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA DENGAN DERET Sebagian tipe persamaan-persamaan differensial yang penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam bentuk tertutup telah dibicarakan pada mata kuliah matematika di semester-semester yang terdahulu. Bahkan untuk hal-hal tersebut di atas, banyak penyelesaian-penyelesaian tertutup diperoleh (dinyatakan) sebagai fungsi-fungsi yang sebenarnya menyatakan deret tak berhingga. (Contoh : fungsi-fungsi logaritmik, trigonometri, dan hiperbolic). Penyelesaian sebagian besar persamaan-persamaan differensial biasa diperoleh dalam bentuk deret tak berhingga. Pernyataan berikut : A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... =
An(x - xn)n
(2-1)
n 0
disebut deret Pangkat. Deret ini disebut memusat bila deret ini mendekati suatu harga yang berhingga bila n mendekati tak berhingga. Pengujian yang paling sederhana untuk kondisi memusat adalah rasio test, yaitu bila : A (2-2) lim n 1 x x 0 J L x x 0 1 n A n maka deret ini memusat, namun bila J > 1, deret menjadi tak memusat. Pengujian A 1 ini tak dapat digunakan bila J = 1. Besaran : lim n 1 sering disebut jari-jari L n A n pemusatan. Di dalam selang pemusatan, suatu deret pangkat bisa diperlakukan sebagai fungsi kontinyu dengan turunan-turunannya untuk semua tingkat juga kontinyu. Berikut ini sifat-sifat penting dari deret pangkat : 1. Di dalam selang pemusatan deret pangkat awal, deret yang dibentuk dengan cara differensiasi atau integrasi suku persuku deret awal juga memusat. 2. Hasil kali dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan dari pada kedua deret asal. 3. Perbandingan dua deret pangkat memusat di dalam selang pemusatan yang bersamaan kedua deret asal, asalkan penyebut mempunyai harga yang tidak nol di dalam selang ini. Operasi dengan deret lebih mudah dilaksanakan bila notasinya disingkat. Bila y menyatakan suatu fungsi x [f(x)] yang disajikan dalam selang pemusatan sebagai deret pangkat :
y = f(x) = A0 + A1(x - x0) + ... + An(x - xn)n + ... =
An(x - xn)n (2-3)
n 0
maka, dy = A1 + 2A2(x - x0) + ... + n.An(x - x0)n - 1 + ... = dx
n.An(x - xn)n - 1 (2-4)
n 0
2
d y dx 2
= 2A2 + 6A3(x - x0) + ... + n.(n - 1).An(x - x0)n - 2 + ... MTK-2/15
=
n.(n - 1).An(x - xn)n - 2
(2-5)
n 0 dk y = n.(n - 1)....(n - k + 1).An.(x - xn)n - k (2-6) k dx n 0 Deret pangkat I seperti pada pers. (2-3), bisa diajdikan bentuk yang lebih bermanfaat yang dikenal sebagai "Deret Taylor" sebagai berikut : differensiasikan pers.(2-3) n kali dan tetapkan x = x0. Masing-masing anggota daripada sistem persamaan-persamaan yang dihasilkan akan menentukan satu konstanta : A0 = y0 = f(x0) (2-7) dy A1 = = f '(x0) (2-8) dx x 0
f n (x 0 ) An = (2-9) n! akibatnya, pers.(2-3) menjadi : f n (x 0 ) y = f(x) = (x - x0)n (2-10) n! n0 supaya pers.(2-10) valid, seluruh turunan-turunan f(x) harus ada pada x = x0. Suatu fungsi yang dapat disajikan dengan deret Taylor di sekitar x = x 0 dikatakan sebagai regular pada x = x0. Penyelesaian suatu PD orde dua homogen linier seringkali bisa diperoleh dengan metoda deret pangkat. Dalam bentuk standart, PD ini bisa ditulis sbb. : d2y dy a1 ( x ) a1 ( x ) y 0 (2-11) 2 dx dx Sifat-sifat koeffisien-koeffisien a1(x) dan a2(x) mempunyai arti yang penting pada karakteristik penyelesaian deret pangkatnya. Apabila fungsi a 1(x) dan a2(x) tak dapat dinyatakan dengan deret pangkat yang memusat dalam selang tertentu, maka penyelesaian deret pangkatnya akan sulit dikerjakan. Karakteristik penyelesaian deretnya disekitar x 0 dapat diperkirakan dari sifat-sifat fungsi a1(x) dan a2(x) didekat x0. Titik x0 dapat diklasifikasikan sbb. : 1. x0 disebut titik ordinary PD bila a1(x) dan a2(x) dapat disajikan sebagai deret pangkat yang memusat yang meliputi x = x 0 di dalam selang pemusatannya, artinya a1(x) dan a2(x) regular pada x = x0. 2. x0 disebut titik singular PD bila salah satu a 1(x) atau a2(x) tak regular pada x = x0. 3. x0 disebut titik regular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi hasilkali (x - x0).a1(x) dan (x - x0)2.a2(x) kedua-duanya regular pada x = x0. 4. x0 disebut titik irregular singular PD bila klasifikasi 2 berlaku tetapi 3 tidak berlaku. Contoh :
a(x) = x hanya mempunyai titik-titik ordinary a(x) = 1 +1/x akan tak berhingga pada x = 0, jadi x = 0 adalah titik singular, tetapi x (1 + 1/x) regular pada x = 0 MTK-2/16
a(x) =
1 mempunyai titik singular pada x = 0 dan x = 1 x(1 x)
Contoh : [Mickley, 5-3]
d2y dy 2 x (1 x ) y0 2 dx dx Identifikasikan jenis titik dan lokasinya. Jawab : d2y 2 x (1 x ) dy 1 2 2 y0 2 2 2 dx x (1 x ) dx x (1 x 2 ) 2 d2y 2 x (1 x ) dy 1 2 2 y0 2 2 2 dx x (1 x ) (1 x ) dx x (1 x 2 ) 2 d2y 2 dy 1 2 y0 2 2 dx x (1 x )(1 x ) dx x (1 x 2 ) 2 2 1 maka : a1(x) = dan a2(x) = 2 2 x.(1 x )(1 x ) x (1 x 2 ) 2 x0 = 0 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular 2 - x.a1(x) : : regular 2 .(1 x )(1 x ) 1 - x2.a2(x) : : regular (1 x 2 ) 2 x0 = 0 : titik regular singular x0 = 1 : - a1(x) dan a2(x) : tidak regular 2( x 1) 2(1 x ) - (x-1).a1(x) : = 2 x.(1 x )(1 x ) x.(1 x )(1 x )(1 x ) 2 : regular . x.(1 x ) 2 ( x 1) 2 (1 x ) 2 - (x-1)2.a2(x) : 2 x .(1 x 2 ) 2 x 2 .(1 x ) 2 .(1 x ) 2 1 : regular 2 x .(1 x ) 2 x0 = 1 : titik regular singular x0 = 2 : ordinary ... : ordinary x0 = : ordinary x 2 (1 x 2 ) 2
Penyelesaian secara deret pangkat dengan pers.(2-11) diterangkan sbb. : 1. Bila x0 adalah titik ordinary pers.(2-11), maka akan diperoleh dua penyelesaian deret pangkat yang linier independent yang regular pada x = x 0. Masing-masing penyelesaian mempunyai bentuk :
y=
An(x - x0)n
(2-12)
n 0
MTK-2/17
2. Bila x0 adalah titik regular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkat yang regular pada x = x0 tak dapat dijamin. Tetapi metoda yang akan dijelaskan sesudah ini akan selalu menghasilkan setidak-tidaknya sebuah penyelesaian dengan bentuk :
y = (x - x0)s An(x - x0)n
(2-13)
n 0
dimana s adalah sebuah bilangan yang harganya dapat ditentukan. 3. Bila x0 adalah titik irregular singular pers.(2-11), maka penyelesaian deret pangkatnya mungkin ada atau mungkin tidak ada. Contoh : [Titik Ordinary] Selesaikan PD berikut yang valid disekitar x = 0 : d2y dy x y0 2 dx dx Jawab : Fungsi a1(x) = x dan a2(x) = 1 adalah regular untuk x0 = 0, jadi titik x0 = 0 adalah
ordinary, sehingga penyelesaian deret pangkatnya adalah : Y ( x ) An ( x ) n . n 0
2
dy d y n( n 1) An ( x ) n2 , nAn ( x ) n1 dan 2 dx n 0 dx n 0 yang disubstitusikan ke PD diatas. PD menjadi : Dimana turunannya adalah :
n 0
n 0
n 0
n.( n 1). An . x n2 x n. An . x n1 An . x n 0 [2A2 + 6A3.x + 12A4.x2 + 20A5.x3 + 30A6.x4 + 42A7.x5 + ...] + [A1.x + 2A2.x2 + 3A3.x3 + 4A4.x4 + 5A5.x5 + ...] + [A0 + A1.x + A2.x2 + A3.x3 + A4.x4 + A5.x5 + ...] = 0 identity : 2A2 + A0 = 0 A2 = -1/2 A0 6A3 + 2A1 = 0 A3 = -1/3 A1 12A4 + 3A2 = 0 A4 = -1/4 A2 = 1/8 A0 20A5 + 4A3 = 0 A5 = -1/5 A3 = 1/15 A1 30A6 + 5A4 = 0 A6 = -1/6 A4 = -1/48 A0 42A7 + 6A5 = 0 A7 = -1/7 A5 = -1/105 A1 .... .... ( 1) n A2 n n A0 2 . n! Jadi penyelesaian PD adalah : ( 1) n 2 n 1 1 1 7 Y ( x )` A0 n . x A1 . x x 3 x 5 x ... 3 15 105 n 0 2 . n!
MTK-2/18
I. METODA FROBENIUS. Metoda ini dimulai dengan mencari penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah titik x = 0. Penyelesaian-penyelesaian yang valid di daerah suatu titik x = x0 bisa diperoleh dengan transformasi persamaan differensial itu dengan menggunakan variabel baru z = x - x0. Pembahasan berikut ini menganggap bahwa transformasi ini telah dilaksanakan. Pers.(2-11) ditulis dalam bentuk berikut : dy 1 d2 y 1 Ly R(x) 2 P(x) (2-14) V ( x) y 0 x dx x 2 dx dianggap : 1. R(x) 0 di dalam interval sekitar x = 0. 2. persamaan telah dibagi dengan suatu konstanta yang membuat R(0) = 1. 3. R(x), P(x), dan V(x) adalah regular pada x = 0. maka x.a1(x) P(x)/R(x) dan x2.a2(x) V(x)/R(x) adalah regular pada x = 0, dan titik x = 0 adalah seburuk-buruknya merupakan titik regular singular. Fungsi-fungsi R(x), P(x), dan V(x) disajikan sebagai deret pangkat :
R(x) =
Rk.xk
(2-15)
Pk.xk
(2-16)
Vk.xk
(2-17)
k 0
P(x) =
k 0
V(x) =
k 0
Harga-harga numerik koeffisien Rk, Pk, dan Vk dapat ditentukan dalam setiap persoalan-persoalan praktis. Penyelesaian pers.(2-14) dianggap berbentuk : y = xs .
An.xn
(2-18)
n 0
dimana A0 tidak boleh nol. Pers,(2-18) didefferensialkan untuk menentukan deret yang menyajikan dy/dx dan d2y/dx2 dan hasil-hasilnya bersama-sama dengan deret yang menyatakan R(x), P(x), dan V(x) disubstitusikan dalam pers.(2-14). Hasilnya adalah : L(y) = Rk x k (n s).(n s 1) An x n s2 k 0 n0 k n s2 k n s2 P x ( n s ) A x V x k n k An x k 0 n0 k 0 n0
=
(n s).(n s 1) R k 0 n 0
= 0
k
( n s) Pk Vk . An x k n s 2 (2-19)
Pers.(2-19) akan dipenuhi bila koeffisien-koeffisien xl adalah nol (dimana l adalah suatu bilangan). Didefinisikan : k + n = l (2-20)
MTK-2/19
maka koeffisien-koeffisien xl+s-2 diinginkan bila l mempunyai suatu harga
tertentu. Pandanglah suku,
V
k
. An . x k n s 2
k 0 n 0
(2-21) untuk l = 0, harga-harga n = 0 dan k = 0 merupakan satu-satunya pasangan yang memenuhi pers.(2-20). Sehingga koeffisien xs-2 dalah V0.A0. Untuk l = 1, pasangan-pasangan n = 0, k = 1,dan n = 1, k = 0 yang memenuhi pers.(2-20). Koeffisien-koeffisien xs-1 adalah V1.A0 + V0.A1. Bila proses ini dilanjutkan, ternyata koeffisien-koeffisien ini diperoleh dari pernyataan :
l
.V
k
. Al k x l s 2
(2-22)
l 0 k 0
Kondisi yang memenuhi pers.(2-19) adalah :
(l s k ).(l s k 1) R k 0
k
( l s k ). Pk Vk . Al k 0
(2-23)
untuk masing-masing harga l antara 0 dan . Karena Al-k = An, pers.(2-23) menentukan koeffisien-koeffisien di dalam penyelesaian deret pangkat (pers. 218) dari PD (pers.2-14). Hubungan yang timbul dari l = 0 akan menentukan harga s. Jadi, untuk l = 0, pers.(2-23) menjadi, s(s-1)R0 + s.P0 + V0 = 0 (2-24). Pada umumnya, pers.(2-24) akan menentukan dua harga s yaitu s1 dan s2, sehingga diperoleh dua penyelesaian deret (yang berbeda satu sama lain) dari PD (pers.2-14). Suku A0 adalah sembarang dan harganya dapat ditentukan dari kondisi batas untuk persamaan differensial ini. Koeffisien-koeffisien yang lain A1, A2,..., An dapat dinyatakan dalam A0 untuk harga s tertentu. Sehingga, untuk l = 1, pers.(2-23) memberikan : s( s 1). R1 s. P1 V1 A1 . A0 ( s 1) s ( s 1). P0 V0 Kondisi untuk l = 2, akan memberikan A2 dinyatakan dalam A1, dan seterusnya. Dengan notasi : f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 (2-25) qk(s) = Rk(s-k)2 + (Pk - Rk).(s-k) + Vk (2-26) rumus rekurensi yang menghubungkan An dengan koeffisien-koeffisien dengan indeks yang lebih kecil, jadi juga dengan A0 mudah diperoleh dari pers.(2-23) sebagai : n
An
q k ( s n). An k k 1
(2-27) f ( s n) dimana n 1. Pers.(2-27) tak berlaku bila f(s+n) sama dengan nol. Keadaan khusus ini dibicarakan berikut ini.
II. KEADAAN-KEADAAN KHUSUS. Bila s1 - s2 = 0 atau bilangan bulat, maka metoda Frobenius akan memberikan penyelesaian dengan satu konstanta sembarang, jadi tak akan menyajikan penyelesaian sempurna dari PD order dua. Dalam keadaan ini f(s+n) MTK-2/20
pada pers.(2-27) menjadi nol untuk suatu harga n tertentu, katakanlah n = N, dan AN tak dapat ditentukan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bila metoda Frobenius digunakan untuk menentukan penyelesaian deret suatu PD linier homogen, timbul beberapa alternatif berikut : 1. Bila s1 - s2 0 dan juga bukan bilangan bulat, maka metoda Frobenius memberikan dua buah penyelesaian yang independent dalam bentuk pers.(218). 2. Bila s1 - s2 = 0, maka metoda Frobenius hanya memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) 3. Bila s1 - s2 = N, dimana N adalah bilangan bulat real, maka pemakaian harga s yang lebih besar (yaitu s1) akan selalu memberikan sebuah penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18). Bila harga s yang lebih kecil yang digunakan (yaitu s2). maka mungkin tak diperoleh penyelesaian dengan bentuk pers.(2-18) atau mungkin juga diperoleh dua penyelesaian independent dengan bentuk pers.(218), salah satu dari padanya adalah identitas dengan yang diperoleh dari harga s1. Yang terakhir ini terjadi bila x = 0, merupakan ordinary point. 4. Dalam semua keadaan dimana dapat diperoleh hanya sebuah penyelesaian dengan bentuk :
y1 =
A .x n
n s1
A0 . u1 ( x )
(2-28)
n0
Penyelesaian independent kedua adalah dalam bentuk :
y2 = c. u1 ( x).ln( x ) Bn . x n s2
(2-29)
n0
Differensiasi pers.(2-29) dilanjutkan dengan substitusi ke persamaan differensial semula, akan menentukan keffisien Bn dinyatakan dalam suatu konstanta sembarang c. Contoh : [s1 - s2 0 dan juga bukan bilangan bulat, Mickley 5-4a] Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 : d2y dy 2 x 2 (1 2 x ) y0 dx dx Jawab : d2y 1 dy 1 .V ( x ). y 0 , PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R( x ). 2 . P ( x ) x dx x 2 dx yaitu : d 2 y 1 1 2 x dy 1 1 . . . x y 0 dx 2 x 2 dx x 2 2 dimana :
R(x) P(x) V(x)
= 1 R(0) = 1 1 2x 1 x = 2 2 1 = x 2
Identity : MTK-2/21
R(x)
=
R
k
.xk
= R0 + R1.x + R2.x2 + R3.x3 + ...
n 0
R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0
P(x)
=
P .x
k
k
= P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ...
n 0
P0 = 1/2, P1 = -1, P2 = P3 = ... = 0
V(x)
=
V
k
.xk
= V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ...
n 0
V0 = 0, V1 = -1/2, V2 = V3 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya : s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (1/2 - 1)s + 0 = 0 s(s - 1/2) = 0 s1 = 0 dan s2 = 1/2 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2
n 0
n 0
= x s1 . An . x n x s2 . An' . x n n
Pers. rekurensi : An dimana :
q k ( s n). An k k 1
, f ( s n) - qk(s) = Rk.(s-k)2 + (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0
untuk s = s1 = 0 :
[q1 (1). A0 ] f (1) q1(1) = R1.(1 - 1)2 + (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = -1/2 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 1 + (1/2 - 1).1 + 0 = 1/2 [ 1 / 2. A0 ] A1 A0 1/ 2
n = 1
A1
[q1 (2). A1 q 2 (2). A0 ] f ( 2) 2 q1(2) = R1.(2 - 1) + (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = -3/2 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 0 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (1/2 - 1).2 + 0 = 3 [ 3 / 2. A1 ] 1 1 A2 A1 A0 3 2 2
n = 2
A2
n = 3
A3
[q1 (3). A2 q 2 (3). A1 q 3 (3). A0 ] f (3) MTK-2/22
q1(3) q2(3) q3(3) f(3)
= R1.(3 - 1)2 + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = -5/2 = R2.(3 - 2)2 + (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 0 = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0 = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (1/2 - 1).3 + 0 = 15/2 [ 5 / 2. A1 ] 1 1 A3 A2 A0 15 / 2 3 6
n = ....
1 . A0 n!
n = n An
1 1 A0 . x n A0 . x n n 0 n! n 0 n!
Jadi : Y1 x s1 . An . x n = x 0 . n 0
untuk s = s2 = 1/2 : [q1 (1,5). A0' ] n = 1 A f (1,5) q1(1,5) = R1.(1,5 - 1)2 + (P1 - R1).(1,5 - 1) + V1 = -1 f(1,5) = 1,52 + (P0 - 1).1,5 + V0 = 3/2 A' 2 A1' 0 A0' 3/ 2 3 ' 1`
[q1 (2,5). A1' q 2 (2,5). A0' ] f (2,5) 2 q1(2,5) = R1.(2,5 - 1) + (P1 - R1).(2,5 - 1) + V1 = -2 q2(2,5) = R2.(2,5 - 2)2 + (P2 - R2).(2,5 - 2) + V2 = 0 f(2,5) = 2,52 + (P0 - 1).2,5 + V0 = 5 2. A1' 4 ' 22 ' ' A2 A0 A0 5 15 35 .
n = 2
A2'
[q1 (3,5). A2' q 2 (3,5). A1' q 3 (3,5). A0' ] f (3,5) 2 q1(3,5) = R1.(3,5 - 1) + (P1 - R1).(3,5 - 1) + V1 = -3 q2(3,5) = R2.(3,5 - 2)2 + (P2 - R2).(3,5 - 2) + V2 = 0 q3(3,5) = R3.(3,5 - 3)2 + (P3 - R3).(3,5 - 3) + V3 = 0 f(3,5) = 3,52 + (P0 - 1).3,5 + V0 = 21/2 3 21 2 2 ' 23 ' ' ' A3 A2 . A0 A0 21 / 2 7 35 . 35 . .7
n = 3
A3'
Jadi : Y2
= x s2 . An' . x n x 0,5 .[ A0' A1' . x A2' . x 2 ...]
n 0
MTK-2/23
Sehingga :
2 22 2 23 3 = x 0,5 . A0' [1 . x x x ...] 3 35 . 35 . .7 1 2 22 2 23 3 Y(x) = A0 . x n + x 0,5 . A0' [1 . x x x ...] 3 35 . 35 . .7 n 0 n!
MTK-2/24
Contoh : [s1 - s2 0 tetapi bilangan bulat, Mickley 5-4c] Selesaikan PD berikut dengan metode Frobenius yang valid disekitar x = 0 : d2y dy .....(A) x 2 2 xy 0 dx dx Jawab : d2y 1 dy 1 PD diubah ke bentuk PD Frobenius : R( x ). 2 . P ( x ) .V ( x ). y 0 , x dx x 2 dx yaitu : d 2 y 2 dy x 2 y0 dx 2 x dx x 2 dimana : R(x) = 1 R(0) = 1 P(x) = 2 V(x) = x2 Identity :
R(x)
=
R
k
.xk
= R0 + R1.x + R2.x2 + R3.x3 + ...
n 0
R0 = 1, R1 = R2 = R3 = ... = 0
P(x)
=
P .x
k
k
= P0 + P1.x + P2.x2 + P3.x3 + ...
n 0
P0 = 2, P1 = P2 = P3 = ... = 0
V(x)
=
V
k
.xk
= V0 + V1.x + V2.x2 + V3.x3 + ...
n 0
V0 = 0, V1 = 0, V2 = 2, V3 = V4 = ... = 0 Pers. Indicial : R0 = 1, maka pers. indicialnya : s2 + (P0 - 1)s + V0 = 0 s2 + (2 - 1)s + 0 = 0 s(s + 1) = 0 s1 = 0 dan s2 = -1 Penyelesaian secara deret : Y = Y1 + Y2
n0
n0
= x s1 . An . x n c. u1 ( x).ln( x) Bn . x n s2 untuk s = s1 = 0 : n
Pers. rekurensi : An
q k ( s n). An k k 1
, f ( s n) dimana : - qk(s) = Rk.(s-k)2 + (Pk - Rk).(s - k) + Vk - f(s) = s2 + (P0 - 1)s + V0 [q1 (1). A0 ] A1 n = 1 f (1) q1(1) = R1.(1 - 1)2 + (P1 - R1).(1 - 1) + V1 = 0 f(1) = 12 + (P0 - 1).1 + V0 = 12 + (2 - 1).1 + 0 = 2
MTK-2/25
A1
[0. A0 ] 0 2
[q1 (2). A1 q 2 (2). A0 ] f ( 2) 2 q1(2) = R1.(2 - 1) + (P1 - R1).(2 - 1) + V1 = 0 q2(2) = R2.(2 - 2)2 + (P2 - R2).(2 - 2) + V2 = 1 f(2) = 22 + (P0 - 1).2 + V0 = 4 + (2 - 1).2 + 0 = 6 [0.0 1. A0 ] 1 A2 A0 6 6
n = 2
A2
[q1 (3). A2 q 2 (3). A1 q 3 (3). A0 ] f (3) 2 q1(3) = R1.(3 - 1) + (P1 - R1).(3 - 1) + V1 = 0 q2(3) = R2.(3 - 2)2 + (P2 - R2).(3 - 2) + V2 = 1 q3(3) = R3.(3 - 3)2 + (P3 - R3).(3 - 3) + V3 = 0 f(3) = 32 + (P0 - 1).3 + V0 = 9 + (2 - 1).3 + 0 = 12 [0. A2 10 . 0. A0 ] 0 A3 0 12 12
n = 3
n = 4 q1(4) q2(4) q3(4) q4(4) f(4)
A3
[q1 (4). A2 q2 (4). A1 q 3 (4). A1 q 4 (4). A0 ] f ( 4) 2 = R1.(4 - 1) + (P1 - R1).(4 - 1) + V1 = 0 = R2.(4 - 2)2 + (P2 - R2).(4 - 2) + V2 = 1 = R3.(4 - 3)2 + (P3 - R3).(4 - 3) + V3 = 0 = R4.(4 - 4)2 + (P4 - R4).(4 - 4) + V4 = 0 = 42 + (P0 - 1).4 + V0 = 16 + (2 - 1).4 + 0 = 20 [0. A3 1. A2 0. A1 0. A0 ] A A A4 2 0 20 20 120 A4
n = .... n = n generalisasi :
- suku ganjil
: A2n+1 = 0 ( 1) n . A0 - suku genap : A2 n (2n 1)! ( 1) n ( 1) n A0 . x 2 n A0 . x 2n ( 2 n 1 )! ( 2 n 1 )! n0 n0
Jadi : Y1 x s1 . An . x n = x 0 . n 0
( 1) n x 2n n 0 ( 2n 1)!
dimana : u1(x) = . untuk s = s2 = -1 :
y2 c. u1 ( x ).ln( x ) Bn . x n s2 n0 n
( 1) x 2 n Bn . x n 1 n 0 ( 2n 1)! n0
y2 c.ln( x).
.....(B) MTK-2/26
dy2 ( 1) n .2n 2 n 1 ( 1) n c.ln( x). .x c. . x 2 n 1 Bn .(n 1). x n 2 dx n 0 (2n 1)! n 0 ( 2n 1)! n0 .....(C) d 2 y2 ( 1) n .2n.(2n 1) 2 n 2 ( 1) n .2n 2 n 2 c .ln( x ). . x c . .x (2n 1)! dx 2 n0 n 0 ( 2n 1)! ( 1) n .(2n 1) 2 n 2 c. .x Bn .(n 1).(n 2). x n 3 (2n 1)! n0 n0 .....(D) Pers.(B), (C), dan (D) (A) : ( 1) n .2n.(2n 1) 2 n 1 ( 1) n .2n 2 n 1 c.ln( x). .x c. .x (2n 1)! n0 n 0 ( 2n 1)!
( 1) n .(2n 1) 2 n 1 .x Bn .(n 1).(n 2). x n 2 (2n 1)! n0 n0
c.
( 1) n .4n 2 n 1 ( 1) n .2 2 n 1 .x c. .x Bn .2.(n 1). x n 2 ( 2 n 1 )! ( 2 n 1 )! n0 n0 n0
c.ln( x).
( 1) n x 2 n 1 Bn . x n 0 n 0 ( 2n 1)! n0
c.ln( x).
( 1) n .(4n 2 2n) 2 n 1 ( 1) n .(4n 1) 2 n 1 .x c. .x (2n 1)! (2n 1)! n0 n0
c.ln( x).
( 1) n x 2 n 1 Bn .(n 1). n. x n 2 Bn . x n 0 n 0 (2n 1)! n0 n0
c.ln( x).
16 . . x.ln( x ) 120 . . x 3 .ln( x ) 142 . . x 5 .ln( x) c ... 3! 5! 7! 3 5 15 . . x 9. x 13. x c x 1 ... 3! 5! 7! x 3 .ln( x) . x 5 .ln( x) x 7 .ln( x) c x.ln( x) ... 3! 5! 7! 2 3 + [2B2 + 6B3.x + 12B4.x + 20B5.x + 30B6.x4 + 42B7.x5 + ...] + [B0 + B1.x + B2.x2 + B3.x3 + B4.x4 + B5.x5 + ...] = 0
identity :
- suku : x-1 c = 0 - suku : x.ln(x) c{-6/3! + 1] = 0 c = 0 3 - suku : x .ln(x) c(20/5! - 1/3!] = 0 c = 0 jadi c = 0 - suku : x0 2B2 + B0 = 0 B2 = -B0/2 - suku : x1 6B3 + B1 = 0 B3 = -B1/6 - suku : x2 12B4 + B2 = 0 B4 = -B2/12 = B0/24 MTK-2/27
- suku : x3 20B5 + B3 = 0 B5 = -B3/20 = B1/120 generalisasi : - suku ganjil
( 1) n . B1 (2n 1)! ( 1) n . B0 (2n)!
: B2 n 1
- suku genap : B2 n
( 1) n 2 n 1 ( 1) n .x B1 . x 2n n 0 ( 2n)! n 0 ( 2n 1)!
y2 B0
( 1) n ( 1) n 2 n 1 ( 1) n 2n y A0 . x B0 .x B1 . x 2n n 0 ( 2n 1)! n 0 (2n)! n 0 ( 2n 1)!
Jadi :
( 1) n 2 n 1 ( 1) n .x ( A0 B1 ) . x 2n n 0 (2n)! n 0 ( 2n 1)!
y B0
III. PERSAMAAN BESSEL. Persamaan differensial linier orde dua berikut : d2y dy (2-30) x 2 2 x (x 2 p2 ) y 0 dx dx dikenal sebagai pers. Bessel dan penyelesaiannya disebut fungsi Bessel. Penyelesaian pers.(2-30) dengan bentuk :
y x s An . x n
(2-18)
n0
bisa diperoleh dengan menggunakan metoda Frobenius. Mula-mula pers.(2-30) ditulis dalam bentuk : d 2 y 1 dy 1 2 2 (x p2 ) y 0 (2-31) 2 x dx x dx Bila dibandingkan dengan pers.(2-14) maka : R(x) = 1 P(x) = 1 V(x) = x2 - p2 (2-32) Ekspansi deret pers.(2-32) yang sesuai dengan pers.(2-15) s/d pers.(2-17) memberikan harga koeffisien-koeffisiennya sbb. : R0 = 1, R1 = R2 = ....= Rn = 0 P0 = 1, P1 = P2 = ...= Pn = 0 V0 = -p2, V1 = 0, V2 = 1, V3 = V4 = ...=Vn = 0 (2-33) Persamaan indicial (2-24), memberikan : s2 = p2, sehingga s1 = p dan s2 = -p (2-34) Penyelesaian-penyelesaian pers.(2-31) dicari dengan menggunakan persamaan rekurensi (2-27) dan diperoleh :
MTK-2/28
( 1) k x 2 k (2-35) y1 ( x ) A0 . x 1 2k k 1 (1 p)(2 p)...( k p).2 . k ! yang sesuai dengan s = p, dan ( 1) k x 2 k (2-36) y2 ( x ) B0 . x p 1 2k k 1 (1 p)(2 p)...( k p).2 . k ! yang sesuai untuk s = -p. Pers.(2-35) dan (2-36) bisa ditulis dalam bentuk yang lebih sering digunakan dengan memperkenalkan suatu fungsi khusus yang disebut fungsi Gamma. Untuk p
harga-harga p yang positif, integral : (p) =
e
x
. x p 1dx ; p > 0
(2-37)
0
disebut fungsi Gamma. Harga-harga fungsi Gamma diberikan didalam banyak tabel-tabel di literatur-literatur. Sifat-sifat penting fungsi ini adalah : (p+1) = p.(p) ; p > 0 (2-38) Bila N adalah bilangan bulat positif, maka : (p+N) = (p+N-1)(P+N-2...(p+1)(p) (p) ; p > 0 (2-39) 1 (p-1) = (p) ; p > 1 (2-40) ( p 1) Bila p adalah bilangan bulat positif n, maka : (n+1) = n! (2-41) (1) = 0! = 1 (2-42) Biasanya pers.(2-41) dikembangkan untuk harga-harga p yang bukan bulat dan mendefinisikan faktorial suatu bilangan positif dengan hubungan : (p+1) = p! (2-43) Untuk harga p yang negatif, (p) tak didefinisikan dengan pers.(2-37), karena integralnya tak ada. Biasanya definisi fungsi Gamma dikembangkan untuk hargaharga p negatif dengan hubungan : ( p n) (p) = (2-44) ( p N 1)( p N 2)...( p 1)( p) Bila N adalah bilangan bulat positif dan 1 < p + N <2. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa penyebut pers.(2-44) menjadi nol bila p = 0 atau bilangan bulat negatif, sehingga (p) tak didefinisikan bila p = 0 atau bilangan bulat negatif. Bila fungsi Gamma dimasukkan, pers.(2-35) menjadi : 2k p k x ( 1) 2 p y1(x) = 2 (1 p). A0 . (2-45) k !( k p)! k 0 atau dengan notasi : 2k p x ( 1 ) 2 J p ( x) (2-46) k 0 k !( k p)! y1(x) = c1.Jp(x) (2-47)
MTK-2/29
Fungsi yang dinyatakan dengan Jp(x) disebut “Fungsi Bessel jenis pertama order p”. Bila p tak nol dan bukan bilangan bulat positif, pnyelesaian kedua bisa diperoleh dari pers.(2-36) sbb. : y2(x) = c2.J-p(x) (2-48) 2k p x ( 1) 2 (2-49) J p ( x) k 0 k !( k p)! Akibatnya, bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, penyelesaian lengkap persamaan Bessel (2-30) adalah : y = c1.Jp(x) + c2.J-p(x) (2-50) Bila p mempunyai harga nol atau bilangan bulat positif n, kedua penyelesaian menjadi tidak independent, yaitu ada hubungan antara J -n(x) dan Jn(x) sbb. : J-n(x) = (-1)n.Jn(x) (2-51) Dalam hal ini, metoda Frobenius tak memberikan penyelesaian lengkap. Tetapi metoda yang telah diterangkan dimuka (yaitu alternatif ke-4) bisa digunakan untuk menentukan penyelesaian kedua sbb. : y2(x) = c2Yn(x) (2-52) dimana Yn(x) disebut fungsi Bessel jenis kedua order n atau bentuk Weber dan didefinisikan sebagai berikut : 2 k n x ( n k 1 )! n 1 2 ln x J ( x ) 1 n 2 k 0 k! 2 2 Yn ( x ) 2 k n x 1 2 ( 1) k 1 ( k ) ( k n) k !(n k )! 2 k 0 (2-53) dimana adalah konstanta Euler yaitu : = 0.5772157 (2-54) k 1 dan (k) = =1 + 1/2 + ... + 1/k ; k 1 (2-55) m 1 m (0) = 0 (2-56) Akibatnya, bila p = 0 atau bilangan bulat, penyelesaian lengkap persamaan Bessel (pers.2-30) adalah : y = c1.Jn(x) + c2.Yn(x) (2-57) Contoh :
d2y dy x x ( x 2 4) y 0 , 2 dx dx dimana : x = 1 y = 5 dan x = 2 y = 8, selesaikan PD ini. Jawab : p = 2, maka penyelesaian : y = c1.J2(x) + c2.Y2(x) -x=1 : 5 = c1.J2(1) + c2.Y2(1) = c1.0.1149 + c2.-1.65068 5 = 0.1149.c1 - 1.65068.c2 -x=2 : 8 = c1.J2(2) + c2.Y2(2) 2
MTK-2/30
8 = 0.35283.c1 - 0.6174.c2 maka c1 = dan c2 = , sehingga : y = J2(x) + Y2(x) PD linier order 2 : d2y dy (2-58) x 2 2 x (x 2 p2 ) y 0 dx dx bisa diubah ke pers. Bessel (pers.2-30) dengan cara substitusi ix = z. Sehingga, penyelesaian pers.(2-58) adalah : y = c1.Jp(ix) + c2.J-p(ix) (2-59) bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, maka : y = c1.Jn(ix) + c2.Yn(ix) (2-60) bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n. Tetapi biasanya pers.(2-59) dan (260) ditulis dengan bentuk yang lebih baik. Maka bila p tidak nol dan bukan bilangan bulat positif, penyelesaian pers.(2-58) ditulis sbb. : y = c1.Ip(x) + c2.I-p(x) (2-61) dan bila p adalah nol atau bilangan bulat positif n, penyelesaian pers.(2-58) menjadi y = c1.In(x) + c2.Kn(x) (2-62) Ip(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis pertama order p dan didefinisikan sebagai berikut : 2k p x 2 -p Ip(x) = i .Jp(ix) = (2-63) k 0 k !( k p)! Kn(x) disebut modifikasi fungsi Bessel jenis kedua order n dan didefinisikan sbb. : Kn(x) =
2
i n 1 J n (ix ) i.Yn (ix )
(2-64)
III.1. BENTUK UMUM PERSAMAAN BESSEL. PD. berikut : d2y dy x 2 2 x (a 2bx r ) (c dx 2 s b(1 a r ). x r b 2 . x 2 r ) y 0 (2-65) dx dx bisa direduksi menjadi bentuk persamaan Bessel (pers.2-30) dengan melakukan transformasi variabel-variabel. Kemudian penyelesaian pers.(2-65) bisa dinyatakan dalam fungsi Bessel. Penyelesaian umum pers.(2-65) menjadi sbb. : d d r y x (1a )/ 2 e (b.x / r ) c1 Z p . x s c2 Z p .xs (2-66) s s 1 1 a dimana : p (2-67) c s 2 Zp menyatakan salah satu dari fungsi Bessel, yaitu : d i. bila real dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka : Z p = Jp, dan s Z-p = J-p. 2
MTK-2/31
d real dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka : Z p = Jn, dan s Z-p = Yn. d iii. bila imaginer dan p tidak nol atau bukan bilangan bulat, maka Z p = Ip, s dan Z-p = I-p. d iv. bila imaginer dan p sama dengan nol atau bilangan bulat, maka Z p = In, s dan Z-p = Kn. ii. bila
III.2. SIFAT-SIFAT FUNGSI BESEL. Fungsi-fungsi Bessel sangat bermanfaat, karena harga-harga numerik fungsi ini telah dihitung dan ditabelkan sebagai fungsi variabel bebas. Tabel-tabel ini banyak ditemukan di literatur-literatur, antara lain Nilton Abramowitz and Irene A. Stegun,”Handbook of Mathematical Functions”. Sifat-sifat fungsi Bessel orde nol ditunjukkan pada Gbr. 2.1. K0(x)
I0(x)
1.0
1.0
2.0
3.0
-1.0 J0(x) Y0(x)
Gambar 2.1. Fungsi-fungsi Bessel orde nol. Batas yang didekati berbagai fungsi Bessel bila x mendekati nol atau bila x mendekati tak berhingga adalah sangat penting dalam penyelesaian problemaproblema praktis. Untuk harga-harga yang kecil, pendekatan berikut bermanfaat : 1 1 .xp Jp(x) p . x p dan J-p(x) (2-70) ( p)! 2 p! Yn(x)
2 n (n 1)!
. x n ; n 0 dan Y0(x)
2
ln x
(2-71)
1 2p p .xp . x dan I (x) (2-72) -p ( p)! 2 p p! Kn(x) 2n-1(n-1)!.x-n; n 0 dan K0(x) -ln x (2-73) Peninjauan hubungan-hubungan diatas menunjukkan bahwa hanya J p(x) dan Ip(x) yang berhingga pada x = 0. Tetapi deret pangkat dalam semua fungsi-fungsi Bessel memusat untuk seluruh harga-harga x yang berhingga, terjadinya divergensi fungsi-fungsi Bessel tertentu pada x = 0 diakibatkan karena deret Ip(x)
MTK-2/32
pangkatnya dikalikan dengan x yang berpangkat negatif atau dengan suku yang mengandung logaritma x. Untuk harga-harga x yang besar (x ), pendekatan berikut berguna : 2 p Jp(x) (2-74) cos x . x 4 2 Yn(x) Ip(x)
Kn(x)
2 p sin x . x 4 2
(2-75)
ex 2x
(2-76)
.e x
(2-77) 2x Jp dan Yn berosilasi seperti fungsi sinusoidal yang teredam dan mendekati nol bila x . Amplitudo osilasi menurun bila x makin besar, dan jarak antara dua titik nol yang berturutan makin kecil sampai mendekati batas bila x naik. Titik nol Jp+1(x) memisahkan titik-titik nol Jp(x), artinya dua harga x yang membuat J p=1(x) = 0 terdapat satu dan hanya satu harga x yang membuat J p(x) = 0. Pernyataan ini berlaku juga untuk Yn+1(x) dan Yn(x). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 menunjukkan harga=harga x yang membuat J0(x) dan J1(x) = 0. Tabel 2.1. Harga-harga x untuk J0(x) = 0 dan harga-harga J1(x) yang bersesuaian. Harga x untuk Beda harga-harga Harga J1(x) yang J0(x) = 0 x bersesuaian 2.4048 +0.5191 3.1153 5.5201 -0.3403 3.1336 8.6537 +0.2715 3.1378 11.7915 -0.2325 3.1394 14.9390 +0.2065 Tabel 2.2. Harga-harga x untuk J1(x) = 0 dan harga-harga J0(x) yang bersesuaian. Harga x untuk Beda harga-harga Harga J0(x) yang J1(x) = 0 x bersesuaian 3.8317 -0.4028 3.1834 7.0156 +0.3001 3.1379 10.1735 -0.2497 3.1502 13.3237 +0.2184 3.1469 16.4706 -0.1965 MTK-2/33
Bertolak belakang dengan sifat-sifat Jp(x) dan Yn(x), Ip(x) naik secara kontinyu dengan x, dan Kn turun secara kontinyu. Fungsi-fungsi Bessel dengan ode sama dengan setengah dari bilangan ganjil dapat dinyatakan dalam fungsi-fungsi elementer : 2 2 J1/2(x) = (2-78) sin x dan J-1/2(x) = cos x x x 2 2 (2-79) sinh x dan I-1/2(x) = cosh x x x Fungsi-fungsi Bessel dengan orde setengah dari bilangan ganjil dapat dihitung dengan rumus rekurensi berikut : 2n 1 Jn+1/2(x) = J n 1/ 2 ( x) J n 3/ 2 ( x ) x (2-80) 2n 1 In+1/2(x) = (2-81) I n 1/ 2 ( x) I n 3/ 2 ( x) x dan persamaan-persamaan (2-78) dan (2-79) diatas. Selanjutnya, hubungan-hubungan berikut sangat berguna dalam penyelesaian problema-problema praktis : p d p x Z p 1 (x ); Z J , Y , I (2-82) x Z p (x ) p dx x Z ( x ); Z K p 1 p d p x Z p 1 (x ); Z J , Y , K (2-83) x Z p (x ) p dx x Z ( x ); Z I p 1 p Z p 1 (x ) Z p (x ); Z J , Y , I d x (2-84) Z p (x ) dx Z p 1 (x ) p Z p (x ); Z K x p Z p 1 (x ) Z p (x ); Z J , Y , K d x Z p (x ) (2-85) p dx Z p 1 (x ) Z p (x ); Z I x d 2 I p (x) I p 1 (x) I p 1 (x) (2-86) dx d 2 Kn (x) Kn1 (x) Kn1 (x) (2-87) dx x Z p (x ) Z p 1 (x) Z p 1 (x ) ; Z J , Y (2-88) 2p x I p (x ) I p 1 (x) I p 1 (x) (2-89) 2p x Kn (x ) (2-90) Kn1 (x) Kn1 (x) 2p
I1/2(x) =
MTK-2/34
J n (x ) ( 1) n J n (x ) I n (x ) I n (x ) bila n = 0 atau bil. bulat K n (x ) Kn (x )
(2-91)
IV. PERSAMAAN-PERSAMAAN ORDE 2 YANG PENTING. Selain persamaan Bessel, terdapat persamaan-persamaan differensial orde 2 lain yang sering dijumpai dalam problema-problema teknik, yang penyelesaian secara deret untuk PD ini telah dipelajari dan harga-harga numerik penyelesaian ini telah ditabelkan di literatur-literatur. Beberapa PD ini dibicarakan berikut ini walaupun tak secara detail : IV.1. FUNGSI LEGENDRE. Keempat persamaan differensial berikut mempunyai penyelesaian dalam bentuk polinomial Legendre. Dalam persamaan-persamaan ini, p adalah real dan tidak negatif. Bila p = -n, penyelesaiannya sama seperti untuk p = n+1, sehingga dimungkinkan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan untuk harga p negatif. d2y dy (1 x 2 ) 2 2 x p( p 1) y 0 dx dx d dy 1 x2 p( p 1) y 0 dx dx 1 d dy sin . p( p 1) y 0 sin d dx d y dy cot p( p 1) y 0 (2-92) d 2 d Persamaan-persamaan ini timbul dalam problema distribusi suhu atau tegangan, dll yang mempunyai bidang batas berbentuk bola. Dengan metoda Frobenius, diperoleh penyelesaian dengan bentuk : y = c1up(x) + c2vp(x) (2-93) dimana : p( p 1) 2 p( p 2)( p 1)( p 3) 4 x x up(x) = 1 2! 4! p( p 2)( p 1)( p 1)( p 3)( p 5) 6 x ... 6! ( p 1)( p 2) 3 ( p 1)( p 3)( p 2)( p 4) 5 x x ... Vp(x) = x 3! 5! Perhatikan bahwa bila p merupakan bilangan bulat genap atau nol, u p(x) akan merupakan suatu polinomial dengan jumlah suku yang berhingga, bila p merupakan bilangan bulat ganjil, vp(x) mempunyai suku-suku yang jumlahnya berhingga. Jadi bila p merupakan bilangan bulat, maka salah satu penyelesaian merupakan deret tak berhingga, dan bila p bukan bilangan bulat, kedua penyelesaian merupakan deret tak berhingga.
MTK-2/35
Dari persamaan asal, dapat dilihat bahwa u p dan vp akan memusat bila -1< x < 1. Untuk harga p yang bulat (p = n), maka diberikan notasi lain : u ( x) - bila n genap atau nol : Pn(x) = n un (1) v ( x) - bila n ganjil : Pn(x) = n (2-94) v n (1) - bila n genap : u1(1) = 1 2.4.6.... n un(1) = (-1)n/2 . 135 . . ...(n 1) - bila n ganjil : v1(1) = 1 2.4.6....(n 1) vn(1) = (-1)9n-1)/2 (2-95) 135 . . ... n sehingga : - P0(x) = 1 - P1(x) = x - P2(x) = (3x2 - 1)/2 - P3(x) = (5x3 - 3x)/2 - P4(x) = (35x4 - 30x2 + 3)/8 Fungsi Pn(x) merupakan salah satu penyelesaian persamaan Legendre untuk suatu bilangan bulat n. Penyelesaian kedua, yang disebut fungsi Legendre jenis kedua, dinyatakan dengan Qn(x), dimana [ v n (1)]. un ( x ); n ganjil Qn(x) = (2-96) un (1). vn ( x ); n genap tetapi didefinisikan hanya untuk -1 < x < 1, karena un(x) merupakan deret tak berhingga bila n gajil dan vn(x) merupakan deret tak berhingga bila n genap, dan tak satupun dari kedua deret ini memusat di luar interval -1 < x < 1. Walaupun Qn(x) merupakan deret tak berhingga, namun Qn(x) dapat dinyatakan dalam bentuk : 1 1 x Q0(x) = ln = tanh-1 x 2 1 x Q1(x) = x.Q0(x) - 1 Q2(x) = P2(x).Q0(x) - 3x/2 Q3(x) = P3(x).Q0(x) - 5x2/2 + 2/3; dst. Pada umumnya, Pn(x) dan Qn(x) memenuhi rumus rekurensi : nSn(x) = (2n-1).x.Sn-1(x)-(n-1).Sn-2(x) (2-97) sehingga Sn(x) bisa diperoleh dari Sn-1(x) dan Sn-2. Penyelesaian formal persamaan Legendre untuk n bulat adalah : y = A.Pn(x) + B.Qn(x) (2-98) dimana hanya Pn(x) yang berhingga di luar interval -1 < x < 1. IV.2. FUNGSI HYPERGEOMETRIC. Penyelesaian pers. Gauss : MTK-2/36
d2y dy (2-99) [v ( 1) x ] y 0 2 dx dx dinyatakan dalam bentuk : y = A0.F(,;v;x) + B0x1-yF(-v+1,-v+1;2-v;x) (2-100) F(,;v;x) menyatakan deret hypergeometric : ( 1) ( 1) 2 F(,;v;x) = 1 x x ... 1. v 12 . . v.(v 1) [ ( 1)...( k 1)][ ( 1)...( k 1) k x ... [12 . ... k ]v.(v 1)...(v k 1) (2-101) Deret dikalikan A0 pada pers.(2-100) tak ada (pada umumnya) bila v nol atau bilangan bulat negatif, dan deret dikalikan B0 tak ada bila v bilangan bulat positif yang lebih besar dari satu. x(1 x)
IV.3. LAQUERRE POLYNOMIAL.
d2y dy Persamaan : x 2 (c x ) ay 0 (2-102) dx dx dipenuhi oleh confluent hypergeometric function dari Kummer, M(a,c;x), nila c adalah bukan bilangan bulat. y = AM(a,b;x) + x1-cM(1+a-c,2-c;x) (2-103) bila c = 1 dan a= -n, dimana n merupakan bilangan bulat positif atau nol, satu penyelesaian adalah Laquerre Polynomial ke-n : y = Ln(x) (2-104) bila c = k+1 dan a = k-n, dimana k dan n adalah bilangan bulat, satu penyelesaian berhubungan dengan Laquerre Polynomial : dk y = ALkn ( x ) A k Ln ( x ); bila k n (2-105) dx IV.4. HERMITE POLYNOMIAL.
d2y dy 2 x 2ny 0 Persamaan : 2 dx dx dipenuhi oleh Hermite Polynomial derajat n, y = Ah n(x) bila n adalah bilangan bulat positif atau nol.
(2-106) (2-107)
IV.5. TSCHEBYSCHEFF POLYNOMIAL.
d2y dy Persamaan : (1 x ) 2 x n 2 y 0 dx dx dipenuhi oleh Tschebyscheff Polynomial ke-n : y = A.Tn(x) bila n adalah bilangan bulat positif atau nol. 2
(2-108) (2-109)
IV.6. JACOBI POLYNOMIAL.
MTK-2/37
d2y dy [a (1 b) x ] n(a n) y 0 2 dx dx dipenuhi oleh Jacobi Polynomial ke-n : y = A.Jn(a,b,x) Persamaan : x(1 x)
(2-109) (2-110)
MTK-2/38
V. SOAL - SOAL. 1. Suatu proses yang melibatkan perpindahan massa dan reaksi kimia dinyatakan dengan persamaan differensial berikut : d 2 y dy x 2 9 xy 0 dx dx disyaratkan bahwa pada X = 2 harga Y adalah 10. a. Tentukan Y sebagai fungsi X 2
b. Tentukan
yx dx . 0
2. Suatu reaksi katalitik terjadi di dalam katalis bentuk bola dengan diameter 1 cm. Reaksi yang terjadi di dalam katalis adalah 2 A k B yang berorder satu, dengan konstanta kecepatan reaksi, k = 0.18/menit. Koeffisien diffusi A didalam katalis, D = 3.10-5 cm2/dt, dan konsentrasi A pada permukaan katalis 8.5 mol/lt. a. Tentukan distribusi konsentrasi A didalam katalis. b. Tentukan laju molar B yang terbentuk di dalam katalis. c. Tentukan efektifness faktor katalis, . laju reaksi A di dalam katalis sesungguhnya laju reaksi A di dalam katalis andaikan kons. A didalam katalis seragam 8.5 mol / lt -----------------------@TN Co. 280996-----------------------
MTK-2/39
BAB III FUNGSI-FUNGSI KHUSUS III.1. Fungsi Gamma.
g( t ). e
Bentuk khusus integral Laplace :
pt
dt , dimana g(t) = tn-1 dan p =1
0
didefinisikan oleh Euler sebagai fungsi Gamma.
( n) t n1 e t dt , n 0
(3-1)
0
( n 1) n ( n) berlaku untuk semua n >0, dengan bukti :
( n 1) t e dt t n
t
n t
e
0
(3-2)
n t e dt 0 n t n e t dt n ( n) n
0
t
0
0
Bila diketahui harga-harga (n) untuk 0 < n 1, maka dengan pers.(3-2) dapat dihitung semua harga (n) untuk n > 0,misalnya : (3.5) = 2.5(2.5) = 2.5 x 1.5(1.5) = 2.5 x 1.5 x 0.5(0.5); (0.5) = = 1.76 = 2.5 x 1.5 x 0.5 x 1.76 = 3.30; (0.5) = = 1.76 dan ; (1) = 1 Untuk n = bil. bulat positif, berlaku : (n) = n! (3-3) dan pers.(3-2) bisa ditulis : (n) = (n+1)/n (3-4) misalnya : (-0.5) = (0.5)/-0.5 = -3.5222. Untuk n = 0 atau bil. bulat negatif, maka harga (n) sama dengan tak berhingga, (n) = , dimana n = bil genap neagif : (n) = dan n = bil. ganjil. negatif : (n) = - . n (n)
0.1 9.51
0.2 4.59
0.3 2.99
0.4 2.22
0.5 1.76
0.6 1.49
0.7 1.30
0.8 0.9 1 1.16 1.07 1.00
III.2. Fungsi Beta. Fungsi Beta didefinisikan, 1
(m,n) =
x
m 1
(1 x ) n1 dx ; m > 0 dan n > 0
(3-5)
0
Hubungan antara fungsi Beta dan fungsi Gamma : ( m). ( n) (m,n) = ( m n) Bentuk-bentuk lain fungsi Beta : 1. y = ax.
(3-6)
a
(m,n) = a
1- m - n
y
m 1
( a y ) n1 dy
(3-7)
0
2. y / y + 1 = x.
MTK-2/38
y
(1 y ) m n dy
(3-8)
3. (m,n) = 2 cos 2 m1 .sin 2 n1 d
(3-9)
(m,n) =
n1
0 /2
0
III.3. Fungsi Kesalahan. Definisi fungsi kesalahan : Er. f(x) = x 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4
Er. f(x) 0.0000 0.2227 0.4284 0.6039 0.7421 0.8427 0.9103 0.9523
2 x 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8
/2
n e dn 2
0
Er. f(x) 0.9763 0.9891 0.9953 0.9981 0.9993 0.9998 0.9999
untuk x > 2.8, Er. f(x) dapat dihitung dengan deret : 2 e x 1 13 . 135 .. Er. f(x) = 1 2 2 2 2x ( 2x ) ( 2x 2 ) 3 Kesalahan didefinisikan sebagai penyimpangan antara harga pengukuran dan harga benar : zi = xi - x, dimana : xi = harga pengukuran x = harga benar = x zi = kesalahan Didefinisikan : zi 1 0.5642 1. Kesalahan rata-rata : Dr = n h h zi2 D 1 0.7071 2. Kesalahan standart : Ds = r n 2 h h 2 3. Probable error : Probable error r didefinisikan sebagai kesalahan sedemikian rupa sehingga setengah kesalahan dari n pengukuran lebih besar dari r dan setengah lagi lebih kecil daripada r. hr 2 z2 e dz 0.5 0 dan harga h.r yang bersesuaian dengan Erf(h.r) = 0.5 di atas adalah : h.r = 0.4769 r = 0.4769/h, dengan Ds > Dr > r.
MTK-2/39
Prob.[-a z a] = Contoh : jumlah pengukuran, n 2 6 12 15 20 13 15 10 5 2
Dr =
z n
i
2
ha
e
t2
dt , dimana h = indeks ketelitian.
0
panjang batang, x 1.01 1.02 1.03 1.04 1.05 1.06 1.07 1.08 1.09 1.11
kesalahan, z 0.044 0.034 0.024 0.014 0.004 -0.006 -0.016 -0.026 -0.036 -0.056 nz =
n.z 0.088 0.204 0.288 0.210 0.080 0.078 0.240 0.260 0.180 0.112 1.74
174 . 0.0174 , dengan indeks ketelitian : h = 0.5642/Dr = 32.42. 100
MTK-2/40
BAB IV DERET FOURIER IV.1. HIMPUNAN FUNGSI ORTHOGONAL DAN ORTHONORMAL. Sebuah himpunan fungsi-fungsi kontinyu f1(x), f2(x),...,fk(x),... dalam interval (a,b) dikatakan ortogonal dalam interval itu apabila, b 0; i k (4-1) f ( x ). f ( x ). dx i k a Ck ; i k Bila tiap fungsi fk(x) dalam himpunan diatas dibagi dengan Ck maka diperoleh himpunan : f ( x) f ( x) f ( x) F1 ( x ) 1 , F2 ( x ) 2 ,..., Fk ( x) k C1 C2 Ck dan himpunan fungsi-fungsi F1(x), ...Fk(x),... memenuhi syarat : b 0; i k a Fi ( x). Fk ( x)dx 1; i k dan disebut orthonormal dalam interval (a,b).
(4-2)
Contoh : 1. Fungsi-fungsi a, cos x, sin x,..., cos kx, sin kx,... adalah himpunan fungsifungsi orthogonal dalam interval (-,) karena : 0; k m cos ( kx).cos (mx) dx ; k m 0 2 ; k m 0
0; k m
sin ( kx).sin (mx) dx ; k m 0
cos ( kx).sin (mx) dx 0 untuk sembarang k, m sama atau tidak sama
Sedang himpunan fungsi-fungsi :
1 cos x sin x sin kx , , ,..., ,... adalah 2 ,
orthonormal dalam interval (-,). 2. Himpunan fungsi-fungsi sin x, sin 2x, ...,sin kx,... dan himpunan fungsi-fungsi 1, cos x, cos 2x,...,cos kx, masing-masing adalah himpunan orthogonal dalam interval (0, ), karena :
MTK-2/41
0; k m sin ( kx ).sin ( mx ) dx 2 ; k m 0 0; k m cos ( kx).cos (mx) dx 2 ; k m 0 ; k m 0
maka himpunan fungsi-fungsi :
1
sin
, 2
,
sin 2x
, 2
,...,
sin kx
cos x cos 2x sin kx , ,..., ,... masing-masing , , , , 2 2 2 2 interval (0, ). ,
, 2
,... dan
orthonormal
dalam
IV.2. HIMPUNAN ORTHOGONAL FUNGSI-FUNGSI BESSEL. d2y dy x (2 x 2 n 2 ) y 0 , dimana 2 dx dx y= Jn(x), dan Jn(a) = 0 dalam interval (0,a) merupakan pernyelesaian persamaan diatas. Bila Jn(x) adalah penyelesaian persamaan differensial yang memenuhi syarat batas Ditinjau pers. Bessel berikut x 2
a
x. J
n
( i . x ). J n .( k . x )dx 0 , bila i k, dan
0 a
x. J n ( i . x) dx 2
0
a2 J n1 ( i . x) 2 2
IV.3. Deret Fourier. Diketahui f(x) dalam interval (-,), diandaikan bahwa integral fungsi tersebut konvergen dalam interval (-,) dan dalam interval itu f(x) dapat diuraikan dalam deret trigonometri yang konvergen yaiu : a f(x) = 0 a n cos(nx ) bn sin(nx) 2 n 1 Diandaikan deret ini dapat diintegral suku demi suku, yaitu integral dari jumlah deret f(x) sama dengan jumlah integral suku-suku deret tsb. : a0 1 f ( x)dx 2 dx a0 . , sehingga a0 f ( x)dx
MTK-2/42
f ( x ).cos( kx )dx
a0 2
cos( kx)dx
a cos( kx ).cos( nx ) dx b n n cos( kx ).cos( nx ) dx n 1
f ( x).cos( kx)dx a (cos( kx))
2
k
dx a k . , sehingga
ak
a0
1
f ( x).cos( kx)dx; k 0,1,2,...
f ( x).sin( kx)dx 2 sin( kx)dx
a n cos(nx ).sin( kx )dx bn sin(nx ).sin( kx )dx n 1
f ( x ).sin( kx)dx bk (sin( kx )) 2 dx bk . , sehingga
bk
1
f ( x).sin( kx)dx; k 0,1,2,...
IV.3.1. Definisi. 1. Fungsi f(x) dinamakan “smooth function” dalam interval (a,b) bila dalam interval (a,b), f(x) kontinyu bersama-sama dengan turunan pertamanya. 2. F(x) dinamakan “piece wise smooth” dalam interval (a,b) bila interval tsb. dapat dibagi menjadi sejumlah tertentu sub interval dan dalam tiap sub interval itu f(x) merupakan smooth function. 3. Titik diskontinuitas order pertama fungsi f(x) adalah suatu titik dimana f(x) mempunyai limit kanan dan limit kiri yang tak sama. IV.3.2. Teorema Bila f(x) adalah piece wise smooth dalam interval (-,), maka deret Fourier fungsi tsb. konvergen ke f(x) disemua titik dimana f(x) kontinyu. Dititik diskontinuitas deret konvergen ke harga rata-rata limit kiri dan limit kanan. Contoh :
1; x 0 f ( x) 1;0 x deret Fourier dalam sembarang interval : a nx nx f ( x) 0 a n .cos bn .sin , dimana : L L L n 1
MTK-2/43
1 1 nx nx f ( x ).cos . dx dan bn f ( x ).sin . dx L L L L L L L
an
L
IV.3.3. Deret Fourier Sinus dan Cosinus. Bila : - f(x) = -f(x) f(x) = fungsi ganjil - f(-x) = f(x) f(x) = fungsi genap Contoh :
f ( x)dx 0; f ( x) : fungsi ganjil
f ( x )dx 2 f ( x )dx; f ( x ) : fungsi genap 0
Bila f(x) = fungsi ganjil : 1 a n f ( x ).cos(nx ). dx 0
bn
1
f ( x ).sin(nx ). dx
2
f ( x).sin(nx). dx 0
f ( x ) bn .sin(nx ) deret Fourier Sinus n 1
Bila f(x) = fungsi genap : a 2 nx , dimana : f ( x ) 0 a n .cos a f ( x ).cos(nx ). dx n L L n 1 0 Contoh : 1. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval - < x < .Uraikan f(x) Fourier untuk - x . 2. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 x 2.Uraikan f(x) Fourier untuk 0 x 2. 3. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x .Uraikan f(x) Fourier cosinus untuk 0 < x . 4. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 < x .Uraikan f(x) Fourier sinus untuk 0 < x . 5. Diketahui f(x) = 2x+1 dalam interval 0 x .Uraikan f(x) Fourier cosinus untuk 0 x .
dalam deret dalam deret dalam deret dalam deret dalam deret
---------------@TNT/141096---------------
MTK-2/44
BAB V PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL P.D. Parsial : Persamaan differensial yang mengandung sebuah fungsi tak diketahui dan beberapa (dua atau lebih) variabel-variabel bebas. P.D. parsial ini banyak timbul pada penyelesaian problem teknik. Order (tingkat) suatu P.D. Parsial adalah tingkat daripada turunan tertinggi P.D. ini. P.D. parsial disebut linier bila variabel bergantung (fungsi yang tak diketahui) dan turunan-turunannya daripada P.D. ini mempunyai derajat satu. Bila suku-suku pada P.D. parsial ini mempunyai derajat yang sama maka P.D. ini disebut homogen. Selain itu disebut tak homogen. Dipelajari P.D. parsial linier order dua dengan koeffisien konstan, dengan bentuk PD Parsial orde dua linier tak homogen : 2u 2u 2u u u (1) A 2 2B Cx 2 D E Fu f ( x, y) xy x y x y dan bentuk PD Parsial orde dua linier homogen : 2u 2u 2u u u A 2 2B Cx 2 D E Fu 0 xy x y x y
(2)
dimana u = u(x,y). Klasifikasi PD Parsial : - pers. eliptik, bila B2-AC < 0 - pers. hiperbolik, bila B2 - AC > 0 - pers. parabolik, bila B2 - AC = 0 Contoh : 2u 2u 0 : pers. laplace dua dimensi atau pers. potensial, adalah pers. x 2 y 2 eliptik, dimana A = 1, B = 0, dan C = 1, sehingga B2 - AC = 0 - 1.1 = -1 < 0. u 2u C 2 2 : pers. panas satu dimensi, adalah pers. parabolik, dimana A = t x C2, B = 0, dan C = 0, sehingga B2 - AC = 0 - C2.0 = 0. 2 2u 2 u C : pers. gelombang satu dimensi, adalah pers. hiperbolik, 2t x 2 dimana A = C2, B = 0, dan C = -1, sehingga B2 - AC = 0 - C2.-1 = C2 > 0. Penyelesaian suatu P.D. Parsial di dalam daerah R daripada variabel-variabel bebas adalah suatu fungsi yang mempunyai seluruh turunan-turunan parsial yang ada di P.D. ini pada domain R dan memenuhi persamaan di setiap tempat di dalam R. Fungsi ini harus kontinyu pada boundary daripada R. Fungsi yang memenuhi P.D. Parsial ini banyak sekali. Suatu penyelesaian yang unik dibatasi
MTK-2/45
oleh kondisi-kondisi batas dan kondisi awal. Ada dua jenis problema, yaitu problema nilai awal untuk kondisi-kondisi diketahui di suatu titik dan problema nilai batas untuk kondisi-kondisi diketahui tidak hanya di satu titik, tetapi domainnya terbatas. Teorema 1 : Bila u1, u2, ..., uk merupakan penyelesaian pers. (2) maka u = c 1u1 + c2u2 + ... + ckuk, dimana c1, c2,..., ck adalah konstanta-konstanta, juga merupakan penyelesaian. Teorema 2 : Bila u1, u2, ..., un, ... merupakan penyelesaian pers. (2) maka u =
C .u n
n
, juga merupakan penyelesaian.
n 1
Ada beberapa metode penyelesaian, yaitu metode : 1. Transformasi Laplace. 2. Pemisahan Variabel. 3. Kombinasi Variabel.
V.1. Transformasi Laplace. Umumnya digunakan untuk problema-problema nilai awal. Tahapantahapan penyelesaiannya : 1. Mengoperasikan Transformasi Laplace pada P.D. dan kondisi-kondisi batas dengan menggunakan kondisi awalnya. Akan diperoleh suatu P.D. biasa dengan variabel dependent dalam domain Laplace. 2. Menyelesaikan P.D. ini untuk memperoleh variabel dependent dalam domain Laplace. 3. Melakukan kebalikan transformasi pada variabel dependent yang diperoleh pada tahap 2. Contoh 1: Perpindahan panas ke suatu dinding semi infinite. Suatu slab yang tebalnya tak berhingga, mula-mula pada suhu T0 di semua bagian. Tiba-tiba salah satu permukaan slab dikontakkan pada cairan panas bersuhu T s terus-menerus. Tentukan distribusi suhu di dalam dinding. Penyelesaian : Problema perpindahan panas ini dinyatakan dengan P.D. sbb. : 2 T T k 2T 2 T t t . C p x 2 x 2 kondisi awal : T(x,0) = T0 kondisi batas : 1. T(0,t) = Ts 2. T(,t) = T0
(1-1) (1-2) (1-3) (1-4)
Tahap 1 : MTK-2/46
Transformasi Laplace pada pers. (1) : 2 T T L 2 . L 2 t x s. T T ( x,0) 2
d 2T dx 2
d 2T s. T T0 dx 2 T d 2T s 2 . T 02 2 dx 2
Transformasi Laplace pada kondisi batas (pers. (3) dan pers. (4)) : 1. L{T(0,t)} = L{Ts} T T (0, s) s s 2. L{T(,t)} = L{T0} T T (, s) 0 s
(1-5)
(1-6)
(1-7)
Tahap 2 : Penyelesaian umum pers. (5) adalah : s s .x .x T (1-8) T K1 . e K2 . e 0 s Dari kondisi batas ke-2 (pers. (7)) dan pers. (8) diperoleh K1 = 0. Sehingga pers. (8) menjadi : s .x T (1-9) T K2 . e 0 s Dari kondisi batas ke-1 (pers. (6)) dan pers. (9) diperoleh : Ts T T T0 K2 0 K2 s (1-10) s s s Substitusi pers.(10) ke pers. (9), diperoleh : Ts T0 s .x T0 (1-11) T .e s s Tahap 3 : T(x,t) = L-1 T ( x, s) s 1 x 1 = (Ts-T0).L-1 . e +T0.L-1 s s x = (Ts-T0). Erf + T0 2. . t
(1-12)
dengan kondisi batas x = 0 erf(0) = 0 dan x = erf() = 1, sehingga pers. (12) menjadi :
MTK-2/47
x T(x,t) = = (Ts-T0). 1 Erf + T0 2. . t
(1-13)
V.2. Pemisahan Variabel. Persyaratan pemakaian metode ini adalah : 1. P.D.nya homogen. 2. Kondisi batasnya homogen. Tahapan-tahapan penyelesaian : 1. Melakukan pemisahan variabel sehingga diperoleh dua P.D. biasa. 2. Menyelesaikan kedua P.D. ini yang memenuhi kondisi-kondisi batas. 3. Mendapatkan penyelesaian total yang memenuhi kondisi awal. Bila kondisi batas atau P.D. tidak homogen, maka sebelum digunakan metode ini perlu dilakukan transformasi variabel, agar kondisi batas dan P.D. menjadi homogen. Untuk kondisi batas tak homogen, misalnya U(0,t) = U 0 dan U(L,t) = UL, lebih dulu dilakukan substitusi variabel : V = U + a + bx V(0,t) = U(0,t) + a 0 = U0 + a a = -U0, dan V(L,t) = U)L,t) + a + bL 0 = UL + a + bL 0
= UL - U0 + bL b
Jadi V = U - U0 -
U0 U L L
U0 U L U UL .x atau U = V + U0 + 0 .x. L L
Contoh 2 : Suatu batang yang kedua permukaan sisinya terisolasi, dengan suhu mulamula di dalam batang tersebut terdistribusi dengan persamaan : T(x,0) = f(x). Tiba-tiba (pada t = 0), kedua ujungnya dikontakkan dengan air es sehingga suhunya dipertahankan tetap pada 0 oC.
X 0 oC
0 oC
L
MTK-2/48
Tentukan suhu batang sebagai fungsi x dan t atau T(x,t). Penyelesaian : Proses perambatan panas pada batang ini dapat digambarkan sebagai P.D. : 2 T 2 T (2-1) t t 2 Kondisi awal : T(x,0) = f(x) (2-2) Kondisi batas :T(0,t) = 0 dan T(L,t) = 0 (2-3) Pers. (1), merupakan P.D. Parsial homogen dan kondisi-kondisi batasnya (pers. (3)) juga homogen. Maka metode pemisahan variabel dapat diterapkan. Tahap 1 : T(x,t) = F(x).G(t)
(2-4) G ' F ' Substitusi pers.(4) ke pers. (1) : F . G' 2 F ". G atau 2 (2-5) .G F Dapat disimpulkan bahwa kedua sisi pada pers. (5) merupakan konstanta yaitu : G' F' (2-6) C 2 .G F Pers. (6) bisa dipecah menjadi 2 persamaan, yaitu : G’ = C.2G (2-7) dan F” - C.F = 0 (2-8) Kemungkinan-kemungkinan harga C : a. C > 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F ( x) K1 . e C .x K2 . e C .x Dari kondisi batas : 0 = K1 + K2 0 = K1 . e C Lx K2 . e C . L maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian nontrivial. b. C = 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F ( x) K1 K2 . x Dari kondisi batas : 0 = K1 0 = K1 + K2.L maka diperoleh K1 = 0 dan K2 = 0, sehingga tidak merupakan penyelesaian nontrivial. c. C < 0 : penyelesaian pers. (8) adalah : F ( x) K1 .cos( C . x) K2 .sin( C . x) Dari kondisi batas : 0 = K1 0 = K1 .cos( C . L) K2 .sin( C L) maka diperoleh K1 = 0 dan K2 0, sehingga merupakan penyelesaian non-trivial. Maka dipilih C yang berharga negatif, misalnya C = -p2. Maka pers. (8) menjadi : F” + p2.F = 0 (2-9) dan pers. (7) menjadi :
MTK-2/49
G’ = -p2.2G (2-10) Tahap 2 : Penyelesaian pers. (9) : Dari kondisi batas : F(0) = 0 dan F(L) = 0, maka penyelesaian umum pers. (9) : F(x) = K1.cos (px) + K2.sin (px) Untuk kondisi batas pertama : 0 = K1 + 0 atau K1 = 0, maka F(x) = K2.sin (px), dan untuk kondisi batas kedua : 0 = K2.sin (pL), maka sin (pL) = 0, jadi pL = n. atau p = n./L, dimana : n = 1,2,3, ... . n. . x Sehingga penyelesaian pers.(10) : Fn ( x ) K2 n .sin L Penyelesaian pers. (10) : n. 2 . .t L 2
Ge
p 2 . 2 .t
atau Gn (t ) e
Jadi :
T(x,t) =
Tn ( x, t ) = n 1
F ( x). G (t ) n
n
n 1
n. 2 . .t L
n. . x = K2 n .sin .e L n1
2
Tahap 3 :
Dari kondisi awal : T(x,0) = f(x) =
n. 2 . .t L
n. . x atau An .sin .e L n1
A .sin n
2
(2-11)
n. . x , nampak bahwa f(x) adalah L
n1 L 2 n. . x deret Fourier Sinus, dimana : An f ( x ).sin dx L0 L
(2-12)
Jadi penyelesaian umum problema ini adalah pers. (2-11) dengan harga-harga An diperoleh dari pers. (2-12). Contoh 3 : Ditinjau sebuah silinder tak berhingga panjang (atau sebuah silinder yang ujung-ujungnya terisolir). Jari-jari silinder adalah R. Mula-mula distribusi suhu di dalam silinder adalah f(r). Tiba-tiba pada t = 0, permukaan silinder dipertahankan tetap pada suhu 0 oC. Tentukan suhu silinder sebagai fungsi r dan t, yaitu T(r,t). Penyelesaian : Persoalan perpindahan panas pada silinder ini dapat dinyatakan dengan P.D. sbb. : 2 T 1 T 2 T . 2 . (3-1) t r r r Kondisi awal : T(r,o) = f(r) Kondisi batas : T(R,t) = 0 oC
(3-2) (3-3)
Tahap 1 : T(r,t) = F(r).G(t)
(3-4)
MTK-2/50
Substitusi pers.(4) ke pers. (1) :
1 F " . F ' 1 G' r (3-5) F . G' 2 F ". G . F '. G atau 2 C F r .G seperti pada contoh-contoh yang lalu C harus negatif : C = -p2. Sehingga pers. (35) menjadi : 1 F " . F ' G' r (3-6) p2 2 F .G pers. (6) ini terpecah jadi dua persamaan : 1 (3-7) F " . F ' p 2 . F 0 r dan G’ + 2.p2.G = 0 (3-8) Tahap 2 : Penyelesaian pers. (7) : Pers. (7) bisa ditulis : r2.F” + r.F’ + p2.r2.F = 0, pers. ini merupakan pers. Bessel yang penyelesaian umumnya adalah : F(r) = K1.J0(pr) + K2.Y0(pr) (3-9) Pada r = 0 : Y0 (0) = , agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka K2 = 0, sehingga pers. (9) menjadi : F(r) = K1.J0(pr). Dari kondisi batas : r = R T(R,t) = 0 F(R) = 0, jadi F(R) = 0 = K1.J0(pR), dimana K1 0 dan pR = akar-akar fungsi Bessel order nol. Jadi pR = 2.4, 5.52, 8.65, 11.79, 14.93, ... atau p n = 2.4/R, 5.52/R, 8.65/R, 11.79/R, 14.93/R, ... . Maka pers. (9) dapat ditulis : Fn(r) = K1n.J0(pn.r) (3-10)
Penyelesaian pers. (8) : 2 2 G(t ) e . p .t atau 2 2 Gn (t ) e . pn .t
(3-11) (3-12)
Tahap 3: Sesuai dengan teorema 2, maka :
T(r,t) =
T ( x, t ) = F ( x). G (t ) = K n
n
n
n 1
n 1
1n
. J 0 (r , t ). e
2
. pn2 .t
n 1
atau
T(r,t) =
A .J n
0
(r , t ). e
2
. pn2 .t
(3-13)
n 1
juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal :
T(r,o) = f(r) =
A J n
0
( pn . r )
(3-14)
n 1
MTK-2/51
Konstanta An dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi Bessel, yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r.J 0(pn.r) dan diintegralkan dari 0 R, sehingga menjadi : R R = r . f ( r ). J ( p . r ) dr An . r. J 0 ( pn . r ). J 0 ( pn . r )dr 0 n 0 n 1 0 R
= An r. J 02 ( pn . r )dr = An . 0
jadi :
An
2
R
2
R2 J1 ( pn . R) 2 2
R
. r. f (r ). J 0 ( pn . r )dr J1 ( pn . R) 2 0
(3-15)
Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (3-13) dimana An diperoleh dari pers. (3-15). Untuk P.D. tak homogen maka dependent variabel dinyatakan sebagai penjumlahan penyelesaian steady state yang hanya merupakan fungsi ruang dan variabel deviasi yang merupakan fungsi ruang dan waktu. Contoh 4 : Suatu bola logam dengan radius R yang mula-mula bersuhu 30 oC disemua bagian, tiba-tiba dimasukkan ke dalam oven yang diatur pada suhu 400 oC, ynag dijaga konstan. Dianggap tahanan perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan logam diabaikan. Tentukan suhu dalam bola sebagai fungsi waktu dan radius dari pusat bola, T(r,t). Penyelesaian : PD. yang menggambarkan problema ini : 2 T 2 T T 2 . . 2 t r r r dengan :
- kondisi awal : T(r,0) = 30 oC - kondisi batas : T(R,t) = 400 oC
(4-1)
(homogen) (belum homogen)
(4-2) (4-3)
Tahap - 1 : Substitusi : V = T - 400, sehingga : - kondisi awal : V(r,0) = 30 - 400 = -370 oC (homogen) (4-4) o - kondisi batas : T(R,t) = 400 - 400 = 0 C (homogen) (4-5) Pemisahan variabel, didfenisikan : V(r,t) = F(r).G(t), yang disubstituikan ke pers. (1) : 2 . F F "' G' 2 2 r F . G' . F '. G F ". G atau 2 C (4-6) F .G r harga C harus negatif, C = -p2, sehingga diperoleh dua persamaan terpisah : 2 F " . F ' p 2 . F 0 (4-7) r
MTK-2/52
dan G’ + 2.p2.G = 0
(4-8)
Tahap 2 : Penyelesaian pers. (7) : Substitusi : H = r.F, sehingga :
- F
H r
(a)
1 1 (b) . H . H' 2 r r 2 1 1 1 - F " 3 . H 2 . H ' . H" 2 . H ' (c) r r r r - F'
yang disubstitusikan ke pers. (7) : H" H 2 2 1 2 1 1 H p2 . 0 . H 2 . H ' . H" 2 . H . H ' p 2 . 0 3 r r r r r r r r r Persamaan ini diselesaikan :
A B (4-8) .cos( pr ) .sin( pr ) r r Pada r = 0, agar F(r) berhingga untuk r = 0, maka A = 0, sehingga pers. (8) menjadi : B (4-9) F .sin( pr ) r B Dari kondisi batas : r = R V(R,t) = 0 F(R) = 0, jadi : 0 .sin( pR) , R n. diperoleh bila pR = n, maka p . Sehingga pers. (9), menjadi : R B n. Fn (r ) n .sin( r) (4-10) r R H = A.cos (pr) + B.sin (pr) F
Penyelesaian pers. (8) : 2 2 G(t ) e . p .t atau
(4-11)
n. 2 . .t R 2
Gn (t ) e
(4-12)
Tahap 3: Sesuai dengan teorema 2, maka : n. .t R
2 B n. . . r . e V(r,t) = Vn (r , t ) = Fn (r ). Gn (t ) = n .sin R n 1 r n 1 n 1
2
atau
MTK-2/53
n.
2
2 B n. . R .t V(r,t) = n .sin (4-13) . r . e R n 1 r juga merupakan penyelesaian. Dan dari kondisi awal : B n. V(r,o) = -370 = n .sin (4-14) . r R n 1 r Konstanta Bn dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi sinus, m. yang dalam hal ini, pers. (14) dikalikan dengan r.sin( r ) dan diintegralkan R dari 0 - R, sehingga menjadi :
m. 0 370. r.sin R . r dr
n. m. Bn . sin . r .sin . r dr R R n 1 0
R
=
R
m. = B1 . sin . r .sin . r dr + R R 0 R
2. m. B2 . sin . r .sin . r dr + . . . + R R 0 R
2
m. Bm . sin . r dr + . . . R 0 R
dimana untuk n m, hasil integrasi adalah 0., maka : R R Bm R m. 2m. = 370. r . d cos . r . 1 cos . r dr R m. 0 R 2 0 370.
R m. . r.cos . r R m.
R
0
R m. cos . r dr R 0 R
Bm R 2m. . r .sin . r R 2 2. m. 0
R
B R R m. m. 370. . r.cos . r .sin . r m . R R m. R m. 2 0
370.
1 m. Bm . R.cos . R R m. 2
740. R.( 1) m 740. R.( 1) n Bm atau Bn m. n. Penyelesaian umum problema ini adalah : T(r,t) = 400 + V(r,t) atau n. .t R
2 B n. . T (r , t ) 400 n .sin . r . e R n 1 r dengan Bn dari pers. (15).
(4-15)
2
(4-16)
Contoh 5 : Pendinginan Transient butiran bahan bakar nuklir MTK-2/54
Terjadi generasi panas di dalam butiran-butiran uranium berbentuk bola dengan kecepatan per unit volume sebesar Q. pada permukaan batasnya diadakan pendinginan dengan heat transfer koeffisien, h, dan suhu fluida pendingin, Tf konstan. Pada saat awal, suhu didalam butiran seragam, T 0. Tentukan distribusi suhu didalam butiran, T(r,t) Penyelesaian : Phenomena proses tsb. dapat dirumuskan : T 1 2 T Q 2 r t r C p r r
(1)
kondisi awal dan batas : T r = R ; k (2) h T Tf r t = 0 ; T (0,r) = T0 (3) Jelas bahwa PD yang dihasilkan tidak homogen, sehingga metode separation variabel tidak langsung digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi berikut, untuk membuat PD menjadi homogen. Dalam hal ini variabel suhu diuraikan menjadi dua bagian : penyelesaian steady state (future steady state) dan simpanagn terhadap steady state, yaitu : T(r,t) = T (r ) y(r , t ) (4) PD pada steady state dinyatakan : 1 d 2 dT Q (5) 2 0 r dr C p r dr
dan diintegralkan : dT Q dr2 r 2 dr k dr
dT Q r3 C1 dr k 3 pada pusat : C1 = 0, maka : dT Q r C1 dr k 3 r2 diintegralkan : Q r2 T (r ) C2 k 6 Q R2 R Q h C2 Tf 3 k 6 r2
QR QR 2 Tf , pada keadaan steady state, t = : 3h 6k 2 QR QR 2 r T (r ) Tf 1 3h 6k R
(6) (7)
(8)
(9) (10)
dimana : C2
(11)
Jika persamaan ini disubstitusikan ke persamaan awal dan kondisi batasnya :
MTK-2/55
y 1 2 y 2 r t r r r
(12)
r = 0;
y 0 r
(13)
r = R;
k
(14)
y hy r
t = 0; y(r,0) = T0 - T (r ) (15) dimana bagian steady menghilangkan Q dari pers. (5), pada batasan t , digunakan variabel bebas tak berdimensi : r t ; dan 2 R R maka pers. (12) menjadi : y 1 2 y (16) 2 y (17) 0 0;
y Bi y
1;
(18)
hR k Sekarang persamaan untuk y dan kondisi batasnya, telah homogen, maka metode pemisahan variabel dapat digunakan : (19) y( , t ) ( ) ( ) 1 d d ( 2 ) 2 d d kita dapatkan : (20) 2 dimana : Bi
=
maka ada dua variabel yang harus diselesaikan : 1 d 2 d 2 0 2 d d dan d 2 0 d Pers. (21) diselesaikan dengan bantuan = u()/, maka : d 2u 2 u 0 2 d penyelesaiannya : u( ) A0 sin( ) B0 cos( ) atau sin( ) cos( ) ( ) A0 B0
(21)
(22)
(23)
(24) (25)
Pers. (22) diselesaikan dengan :
MTK-2/56
K exp( 2 )
(26) jika = 0, penyelesaian menjadi sederhana dengan C/ + D, maka penyelesaian akhir adalah : sin( ) cos( ) C (27) y A B exp( 2 ) D Pada pusat : B = C = 0 dan karena y 0 sebagaimana , sehingga D = 0, maka : sin( ) (28) y ( , ) A exp( 2 )
dengan , diterapkan = 1, menghasilkan : sin () - cos () = Bi sin() atau n cot ( n ) - 1 = - Bi untuk Bi yang besar, menjadi sin (n) = 0, jadi n = n; (n = 0,1,2, ...). Penyelesaian umumnya menjadi : sin( n ) y ( , ) An exp( 2n )
n 1
(29) (30)
(31)
dengan menggunakan sifat orthogonal : sin( n ) R QR 2 2 1 (32) T0 Tf QR An 3h 6k 6k n 1 konstanta An adalah : 1 1 QR 1 R QR 2 2 An sin( n )d sin( n ) x (T0 Tf ) 3 h 2k 6k 0 0 diintegralkan : 1 1 sin( n ) cos( n ) An n 2 2
QR 1 R sin( n ) n cos( n ) = T0 Tf 3 h 2 k 2n 2 3 QR 2 3 n 6 sin( n ) ( n 6 n ) cos( n ) + 4 6k n Jadi penyelesaian umumnya adalah : Nk 1 2n cos n sin( n ) y ( , ) 2 Bi exp 2n 2 T0 T f n 1 Bi 1 cos n n
dimana :
Nk
QR 2 ; k (T0 Tf )
Bi =
hR . k
MTK-2/57
Contoh 6 : Perpindahan panas dua dimensi dalam keadaan steady : y Qy=y+y C T = f(x) lebar = w b
R T=0
T=0
0 Qx=x
a Qy=y
x
Qx=x+x
Penyelesaian : P.D. yang menggambarkan fenomena perpindahan panas ini adalah : T T Qx x k . . w. y dan Qy y k . . w. x y x x x y y 0 = Qx=x + Qy=y - Qx=x+x - Qy=y+y
k.
T T k . . w. x . w. y y x . x . y x y
Qy Qx . x . y = x y T 2T 0 = k . w. x. y. 2 k . w. x. y. 2 x y 2 T T 2 2 0 x y 0=
Ada tiga jenis problema untuk penyelesaian P.D. ini : 1. Problema Dirichlet : Bila T ditetapkan pada C 2. Problema Neuman : Bila turunan normal Tn ditetapkan pada C 3. Problema Campuran : Bila T ditetapkan pada sebagian dari C, sebagian yang lain harga Tn ditetapkan. Sebagai contoh untuk problema Dirichlet adalah : T 2T 0 x 2 y 2 Kondisi batas : T(x,0) = 0 dimana 0 < x < a
(5-1) (5-2)
MTK-2/58
T(a,y) = 0 dimana 0 < y < b T(x,b) = f(x) dimana 0 < x < a T(0,y) = 0 dimana 0 < y < b Tahap 1 : T(x,y) = F(x).G(y) (5-3) Substitusi pers. (3) ke pers. (1) didapat : F”.G + F.G” = 0 atau F" G" (5-4) p2 F G Pers. (4) dapat dipecah menjadi : F” + p2.F = 0 (5-5) 2 dan G” - p .G = 0 (5-6) Tahap 2 : Penyelesaian pers. (5) : F(x) = K1. cos (px) + K2.sin (px) (5-7) Kondisi batas : F(0) = 0, F(a) = 0, dengan kondisi batas ini dan pers. (7) diperoleh : 0 = K1 + 0 K1 = 0 dan 0 = K2.sin (pa) pa = n. atau p = n./a, dimana : n = 1,2,3, ... . n. . x Jadi penyelesaian pers. (5) : Fn ( x ) K2 n .sin (5-8) a Penyelesaian pers. (6) : 2 n. pers. (6) menjadi : G" (5-9) .G 0 a n . .y a
n . .y a
penyelesaiannya adalah : Gn ( y) K3n . e (5-10) K4 n . e Dari kondisi batas : Gn(0) = 0 dan pers. (10) : 0 = K3n + K4n K4n = -K3n n . .y n . . y n. . y Sehingga, pers. (10) menjadi : Gn ( y ) K3n . e a e a = 2 K3n .sinh a n. . x n. . y Maka : Tn(x,y) = Fn(x).Gn(y) = K2 n .sin .2 K3n .sinh a a n. . x n. . y = An .sin .sinh a a Tahap 3 : n. . x n. . y .sinh T(x,y) = An .sin (5-11) a a n1 pers. ini harus memenuhi kondisi batas : n. .b n. . x T(x,b) = f(x) = An .sinh .sin a a n1 Deret ini adalah deret Fourier Sinus, sehingga : a n. .b 2 n. . x An .sinh f ( x).sin dx a a0 a
MTK-2/59
2 n. . x (5-12) f ( x ).sin dx n. .b 0 a a.sinh a Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (11) dimana An diperoleh dari pers. (5-12). a
An
Contoh 6 : Sebuah paralel epipedum, kelima sisinya bersuhu T 0 dan hanya pada sisi bagian atas bersuhu T1 yang dipertahankan konstan (z = H). Dalam keadaan steady state, distribusi suhu didalam benda ini, dirumuskan : 2T 2T 2T (6-1) 2T 2 2 2 0 x y z Tentukan distribusi suhu dalam paralel epipedum tsb. T(x,y,z). Penyelesaian :
H z x
y L
D
Tahap 1 :
T T0 T1 T0 ke pers. (1), sehingga menjadi : Substitusi :
2 2 2 0 x 2 y 2 z 2 dengan kondisi batas : = 0 : x = 0, y 0, z 0 = 0 : x = L, y 0, z 0 = 0 : y = 0, x 0, z 0 = 0 : y = D, x 0, z 0 = 0 : z = 0, x 0, y 0 = 1 : z = L, x 0, y 0 Pemisahan variabel : = X(x). Y(y). Z(z) Sehingga pers. (3) menjadi :
(6-2)
(6-3)
(6-4a) (6-4b) (6-4c) (6-4d) (6-4e) (6-4f) (5)
MTK-2/60
X " Y" Z" 0 X Y Z
(6)
atau
X " Y" Z" a 2 X Y Z X" Y" maka : a2 b2 X Y sehingga terdapat 3 pemisahan variabel : X” + b2X = 0 Y” + (a2 - b2)Y = 0 Z” - a2Z = 0
(7) (8) (9a) (9b) (9c)
Tahap 2 : Kemungkinan-kemungkinan penyelesaian, bila : a b 0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx)
Y c3 .cos( a 2 b 2 . y) c4 .sin( a 2 b 2 . y) Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) . . . . . (10)
a = b 0, maka : X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx) Y = c7 + c8.y Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az) a = 0, b = 0, maka :
a = 0, b 0, maka :
a 0, b = 0, maka :
. . . . . (11)
X = c9 + c10.x Y = c7 + c8.y Z = c11 + c12.z
. . . . . (12)
X = c1.cos (bx) + c2.sin (bx) Y = c13.cosh (by) + c14.sinh (by) Z = c11 + c12.z
. . . . . (13)
X = c9 + c10.x Y = c15.cos (ay) + c16.sin (ay) Z = c5.cosh (az) + c6.sinh (az)
. . . . . (14)
Dari kondisi batas : pers. (4a), dimana : = 0, x = 0 X(0) = 0, maka : c1 = 0 c9 = 0 pers. (4b), dimana : = 0, x = L X(L) = 0, maka : c10 = 0 n. b L pers. (4c), dimana : = 0, y = 0 Y(0) = 0, maka : c3 = 0 c7 = 0
MTK-2/61
c13 = 0 c15 = 0 pers. (4d), dimana : = 0, y = D Y(D) = 0, maka : c14 = 0
m. n 2 m2 sehingga : a 2 2 D L D pers. (4e), dimana : = 0, z = 0 Z(0) = 0, maka : c5 = 0 c11 = 0 a2 b2
Jadi penyelesaian umumnya :
n 2 m2 n. n. . x .sin . y .sinh . 2 2 . z L D L D
Amn .sin n 1 m1
(15)
Tahap 3 : dari pers. (4f) : n 2 m2 n. n. 1 Amn .sin . x .sin . y .sinh . 2 2 . H L D L D n 1 m1
(16)
lalu konstanta Amn dicari dari sifat-sifat orthogonal, dengan mengalikan dengan faktor : L D L D p. q. p. q. = sin . x .sin . y dy dx sin . x dx . 0 0 L D 0 L 0 .sin D . ydy (17) sehingga ruas kanan pers. (16) menjadi : L D p. q. 0 0 sin L . x .sin D . ydy dx .
n 2 m2 n. n. A .sin . x .sin . y .sinh . mn L D L2 D 2 . H n 1 m1
n 2 m2 A .sinh . mn L2 D 2 . H . n 1 m1
n. p. m. q. 0 sin L . x .sin L . x dx. 0 D . y .sin D . ydy L
D
(18)
dimana untuk n p, dan m q, suku-suku tersebut berharga 0, maka saat n = p dan m = q, pers. (18) menjadi : n 2 m2 L. D Amn .sinh . 2 2 . H . (19) L D 4
MTK-2/62
jadi :
Amn
atau
Amn
n. m. . sin . x dx. sin . y dy L D 0 0 L
4
D
n 2 m2 sinh . 2 2 . H . L. D L D 16 n 2 m2 sinh . 2 2 . H . m. n. 2 L D
(20)
Jadi penyelesaian problema ini adalah pers. (15) dengan Amn dari pers. (20).
V.3. Kombinasi Variabel. Sebagai contoh dari metode ini adalah untuk problema perpindahan panas x pada dinding semi infinite. Didefinisikan variabel baru : (1) 2. . t P.D. yang menggambarkan proses perpindahan panasnya : T 2T (2) 2 2 t x Penyelesaian : T T t x T (3) . . t t t 4. . t . t T T 1 T (4) . . x x 2. . t 1 T T 2 x 2. . t T 1 2T (5) . . x x 4. 2 .. t 2 x 2 Substitusi pers. (3) dan pers. (5) ke pers. (2) : x T 1 2T 2T 2. x T . . . (6) . = 2. atau 2 2 2 2 4. .. t 4. . t . t 2. . t T 2 T R Substitusi : R , sehingga pers. (6) menjadi : 2
R 2.. R T K1 . e
R
R
2.. R K1 . e atau 2
T K1 . e
2
T K1 . . e K2 2
(7)
0
Kondisi-kondisi batas dalam variabel adalah : = 0 : T = Ts = : T = T0 dari kondisi batas pers. (8) dan pers. (7) :
(8) (9)
MTK-2/63
2
Ts = 0 + K2 K2 = Ts, sehingga : T K1 . . e Ts 2
(10)
0
Erf () Ts 2 dari kondisi batas pers. (9) dan pers. (11) : atau : T K1 .
T0 K1 .
.(1) Ts K1 .
(11)
T0 Ts 2 2 Dengan kondisi batas x = 0 erf(0) = 0 dan x = erf() = 1, sehingga pers. (11) menjadi : x T(x,t) = = (Ts-T0). 1 Erf (12). + T0 2. . t Contoh : Laminar Flow CVD Reactor Chemical vapor deposition (CVD) menjadi teknik penting untuk menumbuhkan lapisan elektronik aktif pada segala macam keadaan padat. Uap organik metal (MO) terpisah dalam dua dimensi di dalam reaktor, dan deposition terjadi di bagian atas dan bawah, seperti tampak pada gambar. Reaksi di permukaan lapisan dituliskan : MO M + O
y CA0
B
x z vz(x)
Bentuklah persamaan yang menyatakan penurunan MO untuk diffusi terbatas, pada aliran laminar. Penyelesaian : Pada keadaan laminar profil kecepatan merupakan fluida fully develop : x2 v z v max 1 (1) B dimana pB 2 3 vo 2 L 2 = panjang reaktor = setengah lebar reaktor = viskositas gas vz
dan
L B
MTK-2/64
p = presure drop vo = kecepatan rata-rata Neraca massa komponen A, dengan mengabaikan diffusi arah axial : 1 2 C 2CA v max 1 A D A x 2 B z
(2)
dengan DA = diffusi molekuler A, dan kondisi batasnya : C A pada x = 0 (3) 0 x C A pada x = B (4) DA kC A x 0 pada z = 0 (5) CA CA kondisi batas kedua menunjukkan fluks difusi yang setara dengan laju dekomposisi pada dinding. Pada kondisi diffusi terbatas, k , sehingga : D C A (6) lim A 0 C A pada x = B k x k Pada reaktor yang pendek, maka waktu kontak kecil, sehingga dekomposisi utama terjadi di dekat dinding. Untuk setengah reaktor, kita mempunyai : x+y=B (7) dan kecepatan pada arah y : y y 2 (8) v z v max 2 B b pada daerah dekat dinding y/B << 1, maka : y v z 2v max B Substitusi pers. (7) ke pers. (2) : 2CA y C A 2v max DA B x y 2 dengan kondisi batas : CA 0 pada y = 0, z > 0 CA = CAO pada z = 0 , y >0 CA CAO pada y CA 0 pada z
(9)
(10) (11) (12) (13) (14)
Pers. (10) setara dengan persamaan berikut : 2v max y 3 ~ BD A z maka variabel untuk transformasi adalah : y 0 (15) 1/ 3 BD A z 2v max sebelum dibawa ke bentuk = y/(z), maka variabel transformasi diubah ke bentuk :
MTK-2/65
y
=
1/ 3
9 BD A z 2v max Pernyataan kondisi batas diubah ke fungsi CA = f() : f = CA0 pada = (z = 0 atau y = ) f=0 pada = 0 (z = atau y = 0) dan
C A f 1 1 f ' () z z z 3 C A y
f 1 f ' 1/ 3 y 9 BD A z 2v max 1 f ' ( ) 1/ 3 9 BDA z y 2v max 1 f " () 2/3 9 BD A z 2v max
2CA y 2 2CA y 2
1 1 1 y 2v max f ' () D A f " () 2/3 B 3 z 9 BD A z 2v max atau
f "() 3 2 f '() 0
diintegrasi :
f '() A exp( 3 )
(17) (18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
df d
f () A exp( 3 )d B
diintegrasi lagi :
(16)
(25) (26)
f () D exp( 3 )d B
(27)
0
B 0, D
C AO
(28)
exp(
3
) d
0
dinyatakan dengan fungsi gamma : x
( x )
t
x 1
e 1dt
(29)
0
dan menyatakan 3 = t, 3 2 d = dt, sehingga : MTK-2/66
exp(
3
0
1 1 4 )d 3 3 3
CA C AO
exp(
3
(30)
) d
0
(31) 4 3 untuk waktu kontak kecil sampai ~ 1. Fluks massa pada dinding dapat dihitung dari : C A df (32) N 0 ( z) D A DA d 0 y y y 0 dan lokal fluks : D A C AO 2v max N 0 ( z) 4 9 BD A z 3 fluks rata-rata : L 1 N0 N 0 ( z ) dz L 0
1/ 3
(33)
(34)
pada akhirnya untuk satu permukaan : 3 1/ 3 DA 2v max 2 (35) N0 C AO 9 BD A L 4 3 untuk dua permukaan dengan lebar W, total luas permukaan = 2(WL), maka laju penurunan organik metal adalah : R = 2 ( W L ) N0 (35) 1/ 3
2 v max L2 DA2 3 R WC AO B 4 9 3 pada umumnya kecepatan rata-rata dinyatakan : vo = 2vmax/3, maka : v L2 D A2 3 3/ 2 R WC AO 0 4 B 3
(36)
1/ 3
(37).
V.4. Soal-soal. 1. Seorang koki berpengalaman dapat mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan untuk memasak ketela pohon. Dianggap ketela pohon berbentuk silinder yang panjang. Mula-mula ketela pohon bersuhu kamar, 30 oC. Kemudian ketela ini direbus dalam air mendidih, 100 oC. Dianggap tahanan
MTK-2/67
perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan luar ketela diabaikan, sehingga suhu dipermukaan luar ketela konstan, 100 oC selama direbus. Menurut koki ini, ketela akan masak bila suhu di sumbu ketela 80 oC. Tentukan waktu yang dibutuhkan untuk memasak ketela tsb. Diketahui : Cp = 0.2 cal/(gr.oC), = 3 gr/cc, dan k = 2.4 cal/(cm.oC.jam). 2. Suatu kawat dengan diameter 1 cm dan panjang 5 cm, permukaannya diisolasi. Kawat ini mula-mula bersuhu seragam 30 oC, tiba-tiba kawat ini dialiri listrik dan ujung-ujungnya dipertahankan pada suhu konstan 0 oC. Panas yang ditimbulkan arus listrik adalah 238 cal/(cm 3.dt). Dianggap arah perpindahan panas hanya ke arah axial. Diketahui : Cp = 0.15 cal/(gr.oC), = 7.2 gr/cc, dan k = 0.918 cal/(cm.oC.dt). Tentukan a). T(x,t), b). suhu ditengahtengah kawat setelah 5 menit, c). laju panas yang harus dihilangkan pada kedua ujung kawat pada waktu 5 menit. 3. Bola logam berjari-jari b, yang dalamnya berrongga dengan jari-jari a, mulamula bersuhu seragam T0. Tiba-tiba pada t 0, permukaan rongga bersuhu konstan T1 dan permukaan luar bola bersuhu konstan T 2, dimana thermal diffusivity bahan logam adalah . Tentukan suhu di dalam bola logam sebagai fungsi waktu dan jari-jari, T(r,t).
------------@TNT101196------------
MTK-2/68
Contoh : Suatu bola logam berongga dengan radius rongga dalam, a, dan radius luar, b, yang mula-mula bersuhu T0 disemua bagian, tiba-tiba bagian rongga diatur pada suhu T1 dan permukaan luar pada T2, yang dijaga konstan. Dianggap tahanan perpindahan panas secara konveksi dan radiasi pada permukaan logam diabaikan. Tentukan suhu dalam bola sebagai fungsi waktu dan radius dari pusat bola, T(r,t). Penyelesaian : PD. yang menggambarkan problema ini : 2 T 2 T T 2 . . 2 t r r r dengan :
- kondisi awal : T(r,0) = T0 - kondisi batas : T(a,t) = T1 T(b,t) = T2
(1)
(homogen) (belum homogen) (belum homogen)
Tahap - 1 : Substitusi : V(r,t) = T(r,t) + A + B/r atau T = V - A - B/r, sehingga : T V t t T V B r r r 2 2 T 2V 2 B 2 3 r 2 r r Substitusi pers. (I), (ii), dan (iii) ke pers. (1) : 2V 2 B V 2 V B 2 3 atau t r r r 2 r rr
(i) (ii) (iii)
V 2 V 2V t r r rr 2 dari pers. (3) : V(a,t) 0 dari pers. (4) : V(b,t) 0
(5)
= T(a,t) + A + B/a = T1 + A + B/a
(6)
= T(b,t) + A + B/b = T2 + A + B/a
(7)
Penyelesaian pers. (6) dan (7) adalah : (T T1 ) (T T1 ) A T1 2 .b dan B 2 . ab ba ba sehingga diperoleh persamaan, hasil dari substitusi : (T T1 ) ab (T T1 ) V (r , t ) T (r , t ) T1 2 . .b 2 ba r ba atau
(2) (3) (4)
V (r , t ) T (r , t ) T1
T2 T1 .b. 1 a
ba r Dari substitusi, maka didapat batasan yang homogen : T T1 .b. 1 a - kondisi awal : V (r ,0) T0 T1 2 ba r - kondisi batas : V(a,t) = 0 V(b,t) = 0
(8)
(9) (10) (11)
Pemisahan variabel dari pers. (5) : V(r,t) = F(r).G(t). 2 . F F "' G' 2 2 r (12) F . G' . F '. G F ". G atau 2 C F .G r harga C harus negatif, C = -p2, sehingga diperoleh dua persamaan terpisah : 2 (13) F " . F ' p 2 . F 0 r dan G’ + 2.p2.G = 0 (14) Tahap 2 : Penyelesaian pers. (13) : Persamaan ini diselesaikan : A B F .cos( pr ) .sin( pr ) r r Pada r = a : F(a) = 0, maka
(15) : A B.
sin( pa ) , cos( pa )
dan pada r = b : F(b) = 0, maka : sin( pa ) 0 B. .cos( pb) B sin( pb) cos( pa ) 0 B. sin( pa).cos( pb) sin( pb).cos( pa) 0 B.sin( pb pa) 0 B.sin( p(b a)) , jadi p(b-a) = n., atau pn
n. ba
Pers. (15), menjadi : B sin( pn a ) B Fn n . .cos( pr ) n .sin( pn r ) r cos( pn a ) r
Bn sin( pn a ).cos( pr ) sin( pn r ).cos( pn a ) . r cos( pn a ) B sin( pn (r a )) Fn n . r cos( pn a ) Fn
(16)
Penyelesaian pers. (14) : 2 2 G(t ) e . p .t atau
(17)
n. 2 . .t ba 2
Gn (t ) e
(18)
Tahap 3: Sesuai dengan teorema 2, maka : n .
B sin( pn (r a )) 2 . ba V(r,t) = Vn (r , t ) = Fn (r ). Gn (t ) = n . .e cos( pn a ) n 1 r n 1 n 1
2
.t
atau n .
Bn sin( pn (r a )) 2 . ba V(r,t) = . .e cos( pn a ) n 1 r juga merupakan penyelesaian. Dari pers. (8) :
T (r , t ) T1
T T1 .b. 1 a 2
r
2
.t
(19) n .
Bn sin( pn (r a )) 2 . ba . .e cos( pn a ) n 1 r
ba Dan dari kondisi awal : T T1 .b. 1 a T0 T1 2 ba r
substitusi : z = r-a, sehingga menjadi : T T1 .b. z T0 T1 2 z a ba
z a . cos( p a)
n 1
Bn sin( pn (r a )) . r cos( pn a ) Bn
sin( pn z)
n 1
2
.t
(20)
(21)
(22)
n
Konstanta Bn dicari dengan menggunakan sifat-sifat ortogonalitet fungsi sinus, yang dalam hal ini, pers. (22) dikalikan dengan (z+a).sin(pm.z) dan diintegralkan dari 0 - (b-a), sehingga menjadi : ba T2 T1 T0 T1 .( z a).sin( pm z) b a .b. z.sin( pm z)dz 0 ba Bn . sin( pn z).sin( pm z)dz = n 1 cos( pn a ) 0 ba
=
B1 . sin( p1 z).sin( pm z)dz + cos( p1a ) 0 ba
B2 . sin( p2 z).sin( pm z)dz + . . . + cos( p2 a ) 0 Bm . cos( pm a )
ba
sin( p z) dz 2
m
+...
0
dimana untuk n m, hasil integrasi adalah 0., maka :
Bm 1 . T1 T0 r T2 T1 = . pm cos( pm a )
ba
1 cos2 p . zdz m
0 ba
Bm 1 1 . T1 T0 r T2 T1 = . z .sin2 pm . z pm cos( pm a ) 2 pm 0
Bm 1 . T1 T0 r T2 T1 = .(b a ) pm cos( pm a ) cos( pm a ) Bm . T0 T1 r T1 T2 m
atau
cos( pn a ) (23) . T0 T1 r T1 T2 n Penyelesaian umum problema ini adalah pers. (20) dengan Bn dari pers. (23). Bn