1
GAS 1. Sifa Sifatt-si sifa fatt Gas Gas :
Gas tda : Molekul-molekul : a. Molekul Molekul bergerak bergerak menurut menurut jalan yang yang lurus ke segala segala arah arah dengan dengan kecepata kecepatan n tinggti b. Mol Moleku ekull se selal lalu u bertum bertumbuk bukan, an, baik antar antar mol moleku ekull mau maupun pun dengan dengan bejana bejana (→ tekanan) c. Molekul-molekul gas volumenya <<< V bejana; → rapat gas << rapat rapat cairan
<< rapat zat padat. Karena a*), maka gas yang satu mudah bercampur dengan gas yang lain (asal tidak bereaksi) Misal : N2 dan O2 > CO2 dan H2 Gas ideal Gas dibedakan Gas Non ideal (Nyata)
Gas ideal
: Yakni gas yang mengikuti secara sempurna hokum-hukum Gas (Boyle, Gay LussaC)
Gas Non ideal (Nyata) : yaitu gas yang hanya mengikuti hokum-hukum gas pada P. rendah) Gas ideal sebenarnya tidak ada hanya merupakan gas hipotetis Pada gas ideal dianggap, bahwa : -
molekul-molekulnya tidak tarik menarik
-
volume molekulnya molekulnya dapat diabaikan terhadap volume volume ruangan yang ditempati
Sifat Sifat ide ideal al dap dapat at did didek ekati ati ole oleh h gas sejati sejati berato beratom m 2 ato atom m pa pada da “tekana “tekanan n rendah” dan pada “temperature yang yang relative tinggi” 2. Huku Hukumm-Hu Huku kum m Gas Gas a.
Hukum Boyle (1662).
Dalam batas-batas kesalahan kesalahan percobaan Robert Robert Boyle (1662) mendapatkan mendapatkan “ “Volume dari sejumlah tertentu gas pada temperature tetap,
2
berbanding terbalik dengan tekanannya”
Secara matematis dapat dinyatakan : 1
V
::
p
atau V =
K 1 P
→
PV
= K 1
V = Volume gas
P = Tekanan gas K1 = tetapan yang be besarnya sarnya tergantung : temperature, massa gas, gas, jenis gas dan satuan P dan V Pada T = Tetap : P 1 V 1
=
P 2 V 2
=
K 1
atau P 1 P 2
=
V 2 V 1
P (atm) 10000 K `8000 K 6000 K 4000 K 2000 K V (liter) Grafik Isotermal untuk 1 mole gas
b.
Hukum Charles dan Gay Lussac
Charles (1787)
: dalam percobaan mendapatkan bahwa gas H 2, udara, CO2 dan O2, pada tekanan “(P) tetap”, pemanasan antara 0 – 800 C Volumenya berkembang dengan jumlah yang tetap.
percobaannya mendapatkan bahwa : Gay Lussac (1802) : percobaannya
2
berbanding terbalik dengan tekanannya”
Secara matematis dapat dinyatakan : 1
V
::
p
atau V =
K 1 P
→
PV
= K 1
V = Volume gas
P = Tekanan gas K1 = tetapan yang be besarnya sarnya tergantung : temperature, massa gas, gas, jenis gas dan satuan P dan V Pada T = Tetap : P 1 V 1
=
P 2 V 2
=
K 1
atau P 1 P 2
=
V 2 V 1
P (atm) 10000 K `8000 K 6000 K 4000 K 2000 K V (liter) Grafik Isotermal untuk 1 mole gas
b.
Hukum Charles dan Gay Lussac
Charles (1787)
: dalam percobaan mendapatkan bahwa gas H 2, udara, CO2 dan O2, pada tekanan “(P) tetap”, pemanasan antara 0 – 800 C Volumenya berkembang dengan jumlah yang tetap.
percobaannya mendapatkan bahwa : Gay Lussac (1802) : percobaannya
3
` Semua gas gas yang dipanaska dipanaskan n pada tekanan tekanan tetap, volumenya bertambah sebesar
1 273
X volumenya
1
x V 0 273,15 Oleh karena itu : Jika : V 0 = Volume gas pada O0 C V = Volume gas pada pada t0 C, maka t V = V 0 + x V 0 273,15
pada O0C atau
t = V 0 1 + 273 , 15 273,25 + t = V 0 273,15
maka; V 0 atau :
V 2 V 1
T T 0
=
T 2
→
=
T 1
: jika :273,15 + t = T (0 K)
V
→
V
= T0 (0 K)
273,15 V T = V 0 T 0
= K 2 T
untuk P
=
Coust
Jadi : Volume sejumlah tertentu gas pada tekanan tetap berbanding lurus dengan temperature absolutnya Hubungan V dan T
P = 2 atm
P = 2 atm - 30 V (ℓ)
P = 3 atm - 20 P = 5 atm -10
0
200
400
600
800
T (0 K) Grafik Isobar untuk 1 mole gas.
1000
4
c.Hukum Boyle
- Gay Lussac
Keadaan I
Keadaan II
Gas
Gas
V 1 : P 1 , T 1
V 2 , P 2 , T 2
A (Isoterm)
B
(isobar)
Keadaan Peralihan Vx , P 2 , T 1
Pada perubahan A, menurut hokum Boyle :
P 2 . V χ
=
P 1 . V 1
V χ
=
P 1 . V 1 P 2
Pada perubahan B, menurut hokum Gay Lussac : V V 2 T P V = x → V 2 = V x . 2 ← V x = 1 1 T 2 T 1 T 1 P 2 maka : P 1 V 1 T V 2 = . 2 P 2 T 1 V 2 P 2 T 2
=
P 1 V 1 T 1
→
V 2 P 2 T 2
=
V 1 P 1 T 1
=
K
atau :
PV T
=
K 3
K = tetapan merupakan rumus umum, yang menyataka hubungan antara P, V, dan T suatu gas.
Hukum Boyle dan Gay Lussac, hanya menyatakan pada keadaan-keadaan Yang khusus. Pada T tetap PV = K 1 (Boyle)
5
V
Pada P tetap
=
T
K 2 (Gay Lussac)
Tetapan Gas Umum
PV = KT → K ditentukan oleh : - Jumlah mole gas - Satuan P dan T, Hp tidak tergantung jenis gas Pada P dan T tertentu, K :: V atau Jumlah mole gas Tiap mole = R, maka K=nR → R = tetapan gas umum (untuk 1 mole gas) Atau PV = n RT
---
per. Gas ideal
gaya
R =
= =
x luas x panjang luas mole x derajat Kelvin
gaya x panjang mole x Usaha mole o K
= liter → P = atm V = cc P = atm PV R = n T
K
atau
Bila V
Bila
o
R
=
=
tenaga mole o K 1 x 22,415 1 x 273,15
1 x 22415 1 x 273,15
=
=
0,08206 atm mole o K
82,06 cc . atm mole 0 K
Biasanya R dinyatakan dalam erg, joule, atau kalori. 8,315 x 10 7 erg R = mole 0 K = 8, ,315 joule mole 0 K 8,315 = 1,987 kal R = mole 0 K 4,184 Kal = 4,184 joule
2.5.
Hukum Dalton
6
Pada temperature tetap, tekanan total suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsialnya. Ptotal = P1 + P2 + P3 + ………… Pn P1, P2, P3 dan seterusnya = tekanan parsiil Tekanan Parsiil gas = tekanan dari gas tersebut bila sendirian di Dalam ruangan. Bila untuk masing-masing gas dalam campuran dikenakan hokum gas ideal, maka : n1 RT
Ptotak
V
=
n2 RT
+
+
V
n3 RT V
( n1 + n 2 + n3 ) RT
=
V n1
+
n2
P total
+
=
=
n3
nt
nt RT V
Masing-masing tekanan parsial gas mempunyai hubungan dengan tekanan tptal sebagai berikut : P 1 P tot
=
n1 RT
→ V nt RT = V
n1 RT P 1
V nt RT
=
P tot
V P 1 P tot P 1
n1 RT
=
V
=
n1
.
V nt RT
. P tot
nt
Dengan cara yang sama; maka :
P 2 n1 nt
=
=
n2 nt
. P tot
P 3
=
n3 nt
. P ttot
mole fraksi gas pertama dalam campuran (N)
Dst
7
n1
=
nt
n2
N 1 ;
=
nt
n3
N 2 ;
=
nt
N 3
dst .
Jumlah mole fraksi dalam campuran = 1
2.6.
Hukum Amagat
Di dalam tiap-tiap campuran gas, Volume total gas sama dengan jumlah volume parsialnya
=
V total
V 1
+
V 2
+
+
V 3
............... V n
V 1 , V 2 , V 3 dst .
=
Vol . parsial
Volume parsial gas di dalam campuran ialah volume gas tersebut, bila sendiran dalam ruang, pada temperature dan tekanan campuran. Sesuai dengan H. Dalton, di sini juga dapat dinyatakan bahwa : V 1
=
V ttotal
2.7.
N 1 ;
V 2 V tot
=
N 2
dst .
Hukum Graham
Pada temperatur dan tekanan tetap, kecepatan diffusi berbagai-bagai gas berbanding terbalik dengan akar rapatnya atau berat molekulnya. V 1 V 2
=
d 2
V 1 , V 2
d 1
d 1 , d 2
= =
kecepa tan diffusi rapat gas
Pada P dan T sama, dua gas mempunyaivolume moler sama V 1 V 2
=
d 2 . V m d 1 . V m
=
M 2 M 1
M1, M2
= berat molekul gas
Vm
= Volume molar gas
NB
M ( berat molekul) = Jumlah berat atom
3. Teori Kinetik Gas
Sifat gas berdasarkan Teori Kinetik Gas
(oleh Bernawi 1738, Clausius,
Boltzmann, Vander Waals dan Jeans) Teori tersebut berdasarkan anggapan sebagai berikut :
8
3.5.
Gas tda partikel-partikel sangat kecil (= molekul) massa dan besanrya
sama untuk tiap-tiap jenis gas 3.6.
Molekul-molekul selalu bergerak ka segala arah & selalu bertumbukan,
baik antar molekul maupun dengan dinding. 3.7.
Tumbukan molekul >< dinding → Tekanan (F/A)
3.8.
Tumbukan lenting sempurna, tidak ada Tenaga yang hilang
3.9.
Pada P relatif rendah, jarak antar molekul >>> Ø molekul itu sendiri →
gaya tarik antar molekul diabaikan 3.10. Karena molekul sangat kecil <<< jarak antar molekul, → V molekul dapat diabaikan dan molekul-molekul dianggap sebagai 3.11.
Temperatur absolut
titik-titik bermassa.
Tenaga Konetik rata-rata dari semua m,olekul
dalam sistem. Rumus gas yang diturunkan secara matematis atas dasar anggapamn di atas, sesuai dengan hasil-hasil percobaan. Kita ambil suatu Kubus yang berisi n 1 melekul gas m = massa masing-masing molekul
µ
= Kecepatan molekul, yang diuraikan menjadi 3 komponen µx > µy dan µz, pada sumbu x, sumbu y dan sumbu z
µ2
= µ2x +
µ2x
µ
= kecepatan akar rata-rata kuadrat
+
µ2x
“CAIRAN” Cairan mempunyai volume tetap dan hanya sedikit dipengaruhi oleh tekanan. Rapat dan Viscousitasnya > gas
9
bercampur sempurna Cairan-cairan
bercampur sebagian tidak bercampur
Dari Teori Kinetik Gas : -
Cairan adalah kelanjutan dari fase gas
-
Cairan mempunyaai gaya tarik antar molekul (kohesi) yang kuat, sehingga
dapat menahan volumenya untuk tetap. -
Namun demikian molekul-molekulnya masih dapaat bergerak bebas, hanya
gerakannya tidak sebebas Gas. -
Cairan merupakan bagian darri Zat alir (fluid), kemampuan alirnya
tergantung besar kecilnya Kohesi dan adhesi. -
Kohesi
Viscousitas
kemampuan alir
-
Gaya yang bekerja antara molekul-molekul cairan berupaa “gaya Vander
Waals” -
Gaya Vander waals
assosiasi molekul
1. Keadaan Kritis Cairan
Bila air diletakkan dalam bejana tertutup, akan mempunyai tekanan uap tertentu.
↑↓↑↓↑↓↑↓ Cairan
Tekanan uap air dalam bejana tergantung “suhu “ misal :
P pada t = 25 0C = 23, 76 mm Hg P pada t = 100 0C = 760 mm Hg
Jika suhu dinaikkan terus, tekanan uapjuga bertambah, tetapi selalu ada dalam kesetimbangan antara air dan uap.
10
Air
Uap
H 2 O( )
H 2 O( v )
Pada suhu 374,4 0C, batas antara air dan uang hilang Air dalam keadaan ini disebut pada titik Kritis dan Volume molarnya disebut “Volume Kritis”. Untuk air : tc = 374,4 0C pc = 219,5 atm Vc = 58,7 CC/mole
Hubungan P-V-T Cairan dan Gas Andreas :mengatur variasi volume CO2 dengan tekanan pada temperatur tetap Didapat hasil
: CO2 mempunyai temperatur kritis 20,98 0C dan tekanan
Kritis 73 atm. Pada : 48,1 0C gas CO2 tidak mungkin dicairkan 30,980C dan tekanan 7333 atm, mulai terdapat CO2 cair Sehingga : 30,98 0C, Misal :
21,5 0C, bila CO2 ditekan akan mencair Selama pencairan tekanan tetap Selama ini ada keseimbangan : CO2(
)
CO2( V )
V = Vapour = gas Setelah semua CO2
mencair, penambahan tekanan hanya menambah
tekanan dari CO2 dan grafik naik dengan tegak.
11
) mC t a (
D
n 12 a 0 n a k e 11 T
Grafik 1 sothermol CO2
0
0
48,1 C 35,5 0C
10 0 32,5 0C 90 31,1 0C
30,98
80
C
21,5 0C
A
70
0
B
60 13,1 0C 50 40 0
80
120
160
200
240
280
Volume
CC
Prinsip Kontinuitas Keadaan Menurut prinsip ini, fase cair merupakan kelanjutan dari fase gas. (lihat grafik P – V – T CO2). Kalau kita mengubah cairan CO 2 dari A ke B pada temperatur sama, akan melalui perubahan fase yang jelas. Tetapi kalau perubahan itu melalui C, D kemudian B, maka perubahan fase cair ke gas pada saat melalui garis isoternal kritis, tidak dapat diikuti. Atas dasar ini, persamaan keadaan untuk gas berlaku pula untuk keadaan kritis atau bahkan keadaan cair.
Persamaan Van der Waals untuk Isotermal CO 2 Persamaan Van der Waals :
n 2 a V − nb P + 2 = V bola : n = 1
RT
12
a → P + 2 (V − b ) = RT V
Menurut prinsip kontinouitas keadaan, pers
tersebut dikenakan pada
temperatur. - di atas - pada
Temperatur kritis
- di bawah
Untuk temperatur : di atas dan pada temperatur kritis, hasil hitungan sama dengan percobaan
Unruk temperatur : di bawah temperatur kritis terdapat sedikit perbedaan.
Namun demikian bila penekanan dilakukan perlahan-lahan keadaan akan cocok dengan percobaan, hanya keadaan ini tidak stabil.
Penetapan tetapan Vaan Deer Waals
Bila peersamaan Vander Waals berlaku pada temperatur kritis, maka tetapan Van der Waals, a dan b dapat dihitung : P+
a V 2
V–b
= RT
PV3 - V2 (Rt + Pb) + aV – ab = 0 V3 -
Rt + Pb 2 V + P
a V p
ab p
=0
Persamaan ini akan menghasilkan 3 harga V = untuk tiap harga P dan T Pada 25 0C, harga V ialah b, c dan d Pada 50 0C, harga V nyata satu, sedangkan pada temperatur kritis ketiga harga tersebut sama, yaitu sama dengan Vc V = Vc → V – Vc = 0 hingga : (V − V c )
3
=0
V3 - (3 Vc) V2 + (3 Vc 2) V – Vc 3 = 0
13
Persamaan ini identik dengan persamaan di atas, hingga :
P c
3 Vc 2 =
V
3 c
+ P c ⋅ b
R T c
3 Vc =
a P c ab
=
→
P c
a
→
= 3 V c 2 ⋅ P c =
b
V c
⋅ P c
3
a
= V c
3
⋅ P c ×
1 3V c
2
⋅ P c
V c
b =
3
Harga : Vc paling tidak tepat dibandingkan dengan P c dan Tc, sehingga lebih baik a dan b dicari dari P c dan Tc. b =
b =
V c 3
, 3 Vc =
+ b. P c
R T c
P c
R T c 8 P c
a = 3V c
2
⋅ P c ;
V c
b =
3
;
b=
R T c 8 P c
2
2
a = 3 (3b)
Pc =
R T c 3 ( 9) ⋅ 8 P c
P c
=
27 R 2T c2 64 Pc
Harga R juga dapat diperoleh dari pers : 3Vc
R
=
=
R Tc + b Pc Pc
8 Pc Vc 3
Tc
;b =
= 2,67
Vc 3
Pc Vc
Τc
14
1.6. Tetapan Kritis Gas Dalam tabel berikut diberikan tetapan Gas pada temperatur kritis, yaitu tc, Pc dan dc (rapat kritis). Rapat Kritis ialah massaa zat tiap cc pada “titik Kritis”. Mathias & Cailletet mendapatkan, bahwa : harga rata-rata
hitung rapat dalam keadaan cair dan uapnya yang
setimbang merupakan fungsi linier dari temperaturnya dalam 0C. t = A+B
d l + d v 2
dl = rapat cairan
dv = rapat vaper (uap)
Pada temperatur kritis tc, maka dv = dl = dc sehingga persamaan menjadi :
2 d c 2
tc = A + B
= A + Bdc
Bila tc diketahui, maka dc dapat ditentukan lebih tepat dari pada mengukur d c secara langusng.
Tc = 157,5
Tem p
160
v d
0
C
Gambar : Variasi rapat rata-rata SO2 terhadap
120
0
C
Yemperatur 80
l d
40
0
0,4
0,8
1,2
1,6
(gr/cc)
Tabel. 4.1. Tetapan Kritis Gas Tc (0C)
Pc (atm)
Dc (gr/cc)
NH3
132,4
111,5
0,235
Ar
- 122
48
0,531
Gas
rapat
15
CO2
30,98
73,0
0,460
Cl2
144,0
76,1
0,573
Ho
- 267,9
2.26
0,0692
374,4
219,5
0,307
H2 O
Persamaan Keadaan Tereduksi Persamaan Van der Waals :
P + a ( v − b ) = 2 V
RT
a = 3 Vc2 . Pc
3V c 2 ⋅ P c V c V − = → P + 2 3 V b=
P 3V c 2 V 1 + 2 − = P c V V c 3
V c 3
P r + 3 ( 3V r − 1) = V r
a P c V c T 3T c
8 T 3 E
8 T r
berlaku untuk semua zat cair dan gas.
P P c V V c T T c
= Pr = tekanan tereduksi
= Vr = volume tereduksi
= Tr = temperatur tereduksi
Pencairan Gas Cara pencairan suatu gas tergantung dari jenisnya. Untuk gas-gas yang mempunyai titik caair di sekitar suhu kamar dan tekanan atm, mudah dicairkan hanya dengan penekanan. Contoh : -
Gas Cl2 Gas SO2
-
Gas NH3 Gas CH4Cl
16
-
Gas H2S
-
Gas freon (CF2 Cl 2)
Gas-gas tersebut di atas : -
mempunyai temperatur Kritis yang tinggi
-
mudah dicairkan sehingga banyak digunakan untuk refregenerator rumah tangga
Untuk gas dengan temperatur kritis rebndah, sebelum dapat dicairkan, temperaturnya harus diturunkan di bawah temperatur kritis. Untuk memperoleh temperatur rendapat dilakukan : -
pengembangan adiabatis (joule – Thomson – effect : Linde Proses)
-
pengembangan adiabatis dengan melakukan kerja (ClaudeProses)
(Dibahas lebih lanjut pada Thermodinamika). 2. Tekanan Uap Cairan 2.1. Arti Tekanan Uap Penguapan cairan terjadi karena molekul;-molekul cairan di permukaan cairan meninggalkan cairan. Molekul-molekul ini mempunyaai tenaga lebih besar daripada tenaga rata-rata dalam cairan :
Penguapan tidak terjadi terus menerus, sebab sebagian dari uap kembali ke dalam cairan
Bila kecepatan penguapan dan pengembunan sama maka terjadi kesetimbangan. Tekanan uap pada kondisi setimbang disebut “tekanan uap jenuh” atau tekanan uap.
Banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan cairan tergantung dari : -
jenis cairan
-
banyaknya cairan
-
temperatur
Untuk suatu temperatur tertentu, banyaknya panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mole cairan disebut “panas penguapan molar” ( • Δ Hv) Δ Hv = Hv - Hl Hv = entalpi Uap
17
Hl = entalpi Cairan Karena : Δ H = Δ E + PΔ V maka :
Δ
Hv = Δ E + PΔ v Δ Hv
= berharga positif
Δ V
= Vv - Vl
P
= tekanan Uap cairan
2.2. Variasi Tekanan Tekanan Uap = fungsi dari temperatur Makin tinggi temperatur, makin besar tekanan uapnya dan mencapai “harga maksimal” pada “temperatur Kritis” Menurut Teori Kinetik, bilai temperatur diperbesar maka : Molekul-molekul cairan dengan tenaga tinggi bertambah, hingga lebih banyak yang meninggalkan cairan
Pada Tc Tidak ada Fase Cair
Tekanan Uap lebih besar
Kenaikan tekanan Uap : -
lambat pada temperatur rendah
-
sangat cepat pada temperatur tinggi
perubahan tekanan uap terhadap temperatur dapat dinyatakan deeengan persamaan Clausius – Clapeyron : dP dT
=
∆ H T (V 2 − V 1 )
P
= tekanan uap pada temperatur T
V2
= Volume Uap (Vv)
V1
= Volume Cairan (Vl)
Δ
dP dT
=
H
= panas penguapan ( Δ Hv)
∆ H v T (V v − V l )
Pada temperatur jauh dari temperatur Kritis Vl <<< Vv dan bila Uap dianggap ideal, maka :
18
dP
∆ H v
=
dT
T .V v
dP
d ln P
=
P dT
∆ H v . P
=
R T 2
=
d T
∆ H R T 2
P Vv = RT Vv
RT
=
Bila
P
∆ H ≠
ln P
∆ H v
=
d ln P
=
= −
∆ H v 2,303 R
1
⋅
+
T
•
R
∆ H v
= log P
f ( T )
R
-
d T T 2
dT
∫ T
2
+
1
C
∆ H v 1 + R T
C 1
C
C dan C1 = tetapan Ini berarti bahwa grafik Log P terhadap
1 T
linier dengan tg
titik potong terhadap sumbu log P = C. Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara lain : d ln P p2
∫
∆ H v
=
d ln P
R
=
p1
ln
P 2 P 1
log
P 2 P 1
⋅
∆ H v R
dT T 2 T 2
dT
∫ T
2
T 1
∆ H v T 2 − T 1 R T 1 T 2
= =
∆ H v T 2 − T 1 2,303 R T 1 T 2
Billa Δ Hv dan T, baru persamaan : d ln P d T
=
∆ H v R T 2
diintegrasikan
Bila data ini tidak ada, P dapat dicari dari persamaan :
α= -
∆ H v 2,303 R
dan
19
log P
=
A
−
B T
+
C log T
+
DT
+
.........
Contoh Soal : Untuk benzena tekanan Uap pada 0 0C = 26,5 mm Hg dan pada 60 0C = 388,6 mm Hg. Berapa Δ Hv benzena?.
TEGANGAN MUKA CAIRAN
Gaya tarik antara molekul-molekul yang sejenis disebut : “KOHESI”, sedang gaya tarik antara molekul tidak sejenis disebut “ADHESI”. Molekul-molekul air dan gelas mempunyai adhesi yang besar, hingga air dapat membasahi gelas. Sebaliknya antara air raksa dan gelas adhesinya kecil sekali, hingga air raksa tidak membasahi gelas. Molekul-molekul cairan bagian dalam ditarik oleh molekul-molekul lain ke segala arah, tetapi molekul-molekul pada permukaan cairan hanya ditarrik ke arah dalam. Akibat hal ini, cairan selalu ingin memiliki permukaan terkeccil atau cairan selalu ingin mengkerut. Misalnya tetesan cairan selalu berbentuk bulat. Berhubungan dengan hal ini, bila permukaan cairan diperluas, ada gaya yang melawan/ menahan, seakan-akaan permukaan cairan diperluas, ada gaya yang melawan/menahan, seakan akan permukaan cairan mempunyai tegangan. Tenaga yang diperlukan untuk memperluas permukaan sebesar 1 cm 2 disebut tegangan muka (erg/cm 2). Tegangan muka juga didefinisikan sebagai : Gaya yang bekerja pada permukaan cairan sepanjang 1 cm, sejajar dengan permukaan cairan (dyne/cm).
← ← ← ← ←
F
20
Permukaan cairan dapat diperluas dengan gaya tetapi bila gaya ini hilang, cairan kembali ke keadaan semula. Ini disebabkan adanya gaya tarik antar molekul cairan pada permukaan. Kala tegangan muka besarnya ∂ , gaya ke kiri akibat tegangan muka : 2
∂
lebar kawat L cm Angka 2 menunjukkan dua sisi permukaan cairan (dua film). Maka dalam kesetimbangan : F=2
∂ → ∂=
F 2
Penetapan Tegangan Muka a. Cara Kenaikan Kapiler F1
h
F2
F1 F2 r d g
∂ H2O
h
: 2 πr ∂ Cos θ : πr 2h d g : Jari-jari Kapiler : Rapat cairan : Percepatan grafitasi : Tegangan muka cairan : Tinggi cairan dalam kapiler
Keadaan Setimbang :
∑ Fy = 0 →
F1 – F2 = 0
2 πr ∂ Cos θ = πr 2h d g
∂
=
r h d g 2 Cos θ
θ = sangat kecil, hingga dianggap Cos θ
=
1 maka =
∂=
r h d g 2
Contoh : Etand pada 20 0C dalam kapiler naik 5,76 Cm. Bila radius Kapiler = 0,010 Cm rapat etanol pada 20 0C = 0,769. Berapakah ∂ etanol?
Jawab :
21
∂ =
r h d g 2
=
0,01 x 5,76 x 0,769 x 980,7 2
= 22,3 dyne/cm
b. Cara dua Pouy Cincin platina dimasukkan dalam Cairan. F1
Gaya yang diperlukan untuk melepaskan cincin dari cairan diteliti dengan kesetimbangan. Gaya
karena tegangan muka = 2
∂
= panjang cincin (lingkaran)
Gaya beban : F = mg
→ 2 ∂ = mg ∂
= mg -----------2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan muka ( ∂ ) : 1. Kecuali dipengaruhi oleh jenis cairan,
temperatur makin tinggi,
∂
∂
juga dipengaruhi oleh temperatur. Bila
makin turun. Untuk air antara 20 – 30 0C perubahan
rata-rata 0,16 dyne/cm/0C. -
Adanya elektrolyt pada air menaikkan
-
Adanya : sabun
∂
zat surface activeagans alkohol dan asam atau surfactance, menurunkan
2. Viscousitas Cairan
∂ air
∂
22
Cepat Cairan dapat mengalir lambat Cairan yang mengalir cepat
: air, bensin, alkohol, dll
Cairan yang mengalir lambat : oil, ter, pelumas dll. Cepat/lambat aliran liquid dipengaruhi oleh besar kecilnya kohesi/adhesi. Viscousitas Viscousitas
Kecepatan aliran cairan = gaya tahan lapisan cairan dengan lapisan lainnya.
Satuan Viscousitas = “poise” Satu poise = Viscousitas cairan bila gaya ldyne dipergunakan untuk menggerakkan lapisan yang luasnya 1 cm2, yang jaraknya 1 cm dari lapisan lain, sebesar 1 cm/detik lebih cepat.
V1 V2
Cairan mempunyai gaya gesek
lebih besar untuk mengalir dari pada gas
→
Viscousitas Cairan > Viscousitas gas Viscousitas gas bertambah dengan naiknya suhu. Viscousitas Cairan berkurang dengan naiknya suhu.
-
Koefisien Viscousitas gas pada tekanan tidak terlalu besar tidak tergantung tekanan
-
Koefisien Viscousitas Cairan naik dengan naiknya tekanan
Penetapan Viscousitas Cairan. Menurut Poiscuille :
η=
π P r 4 t 8 l v
V = Volume cairan (cm3) P = tekanan (dyne/cm2) r = jari-jari pipa kapiler (cm)
= panjang pipa (cm)
t = Waktu mengalir (detik)
23
Viscousitas Cairan biasanya dinyatakan sebagai Viscousitas relatif terhadap air. Karena p α d maka untuk dua zat caair dengan tabung kapiler sama sehingga : η 1 η 2 η 1 η 2
= =
π P 1 r 4 t 1
⋅
8 v P 1 t 1
=
π P 2 r 4 t 2
P 1 t 1 P 2 t 2
d 1 t 1
=
P 2 t 2
8 v
d 2 t 2
Contoh : Waktu untuk mengalirnya air dan benzena dalam viscousimeter adalah 120,0 dan 88,0 detik. Rapat Benzena : 0,879 gram/cm 3 dan rapat air = 1 gram/cm 3
η
air = 10,05 x 10-3 poise
Tentukan viscousitas benzena : Jawab : η 1 η 2 η 2
= =
d 1 t 1
→
d 2 t 2 10,05
⋅
10 −3
η 2
=
0,879 1
d 2 t 2
η 1
⋅
d 1 t 1
−
88,0
120
= 6,48 x 10-3 poise Viscoisitas relatif =
⋅ 10 −3 = 10,05 ⋅ 10 −3 6,48
0,644
LARUTAN Campuran homogen antara dua zat atau lebih
pada 20 0C
24
Sedikit gula Sedikit air gula + Larutan
gula
air
= Zat terlarut
=
Solute
= Zat pelarut
=
Solvent
Gul a air
Perbedaan antara zat terlarut dengan pelarut adalah relatif (tergantung kuantitasnya) Contoh : Alkohol 15%
alkohol zat terlarut air zat pelarut
Alkohol 95%
alkohol pelarut air zat terlarut
Kemungkinan Jenis larutan : Pelarut Gas Gas Gas Cair Cair Cair Padat Padat Padat
Terlarut
Contoh
Gas Cair Padat Gas Cair Padat Gas Cair Padat
O2 dalam H2 Uap air di udara J2 dalam udara *) CO2 dalam air *) Alkohol dalam air *) Garam dalam air H2O dalam Pd H2O dalam Cu SP4 C dalam Fc
1. Larutan Gas Dalam Cair Daya larut gas dalam cair tergantung jenis gas dan pelarutnya Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan gas Untuk gas yang dapat larut secara fisika dalam cair dipengaruhi : -
jenis gas
-
tekanan gas
H. Henry : Konsentrasi gas yang larut dalam suatu pelarut cair berbanding lurus dengan tekanan gas di atas pelarut. C = kP
C
: Konsentrasi
25
P
: tekanan
k
: tetapan
Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang larut dalam zat cair dan bereaksi dengan pelarutnya. Contoh NH3 dan Hcl dalam air
Cara Menentukan Konsentrasi Gas a. Mole fraksi : Menurut Henry, c = k P, maka bila mole fraksi gas pada
tekanan tertentu diketahui, berarti pada tekanan lain dapat dihitung. Kelarutan gas juga dapat dinyatakan sebagai mole presen, yaitu : mole fraksi x 100 % Contoh : Hitung mole fraksi CO2 dalam air pada O 0C dan tekanan 2 atm. Dalam keadaan ini 6,72 gram gas larut dalam 1 liter air. Jawab :
CO2 = 6,722 gram =
6,72
H2O = 1.000 gram = Mole fraksi CO2 =
0,153 0,153
+
55,5
= 0,153 mole
44 1000 18
=
=
55,5 mole
0,00274
Mole presen CO2 = 0,00274 x 100% = 0,274%
b. Koefisien Kelarutan ”S” Menurut Henry : S tidak tergantung tekanan tetapi tergantung temperatur.
2. Larutan Cairan dalam cairan
bercampur sempurna Dua Cairan
bercampur sebagian tidak bercampur
Cara-cara menyatakaan Konsentrasi Larutan Cara Pertama :
a. Susunan berat : Konsentrasi dinyatakan sebagai jumlah gram zat terlarut tiap 1.000 gram pelarut
26
b. Persen Berat : adalah jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan Larutan 25% asam cuka artinya larutan 25 gram asam cuka dalam 100 gram larutan atau 75 gram air. c. Molalitas : adalah jumlah mole zat terlarut tiap 1.000 gram pelarut Larutan 0,1 m glukosa artinya 0,1 mole glukosa tiap 1.000 gram air d. Mole fraksi (N) : adalah jumlah mole zat terlarut dibagi jumlah mole zat terlarut dan pelarut N Zat terlarut
=
n Zat terlarut n Zat terlarut
+
n pelarut
n = jumlah mole e. Persen Mole : adalah mole fraksi x 100
= N x 100
; N = mole fraksi
Cara Kedua :
a. Berat Persatuan Volume Konsentrasi dinyatakan dalam jumlah gram per liter larutan b. Molaritas (M) = adalah jumlah mole zat terlarut tiap liter larutan Larutan 0,1 M H2 O artinya 0,1 mole H2 O per liter larutan. Untuk Larutan encer dallam air (0,1 mole atau kurang), perbedaan antara molaritas dan molalitas sangat kecil. Untuk larutan pekat atau larutan bukan air, molaritas dapat dicari dari molalitas dan sebaliknya, bila rapat larutan diketahui. c. Persen milligram Konsentrasi larutan biologis biasanya dalam persen milligram, yaitu jumlah milligram zat terlarut tiap `00 ml larutan. d. Normalitas: adalah jumlah gram ekivalen zat terlarut tiap liter larutan.
Larutan O, I, N, H2SO4 aritnya 0,1 grat H2SO4 per liter larutan.
Contoh : Larutan asam asetat dibuat dengan melarutkan 164,2 gram asam ke dalam air dan volumenya dibuat 800 ml pada 20 0C. Rapaat larutan pada temperatur tersebut = 1,026 gram/ml
27
Hitunglah : a. molaritas b. molalitas c. mole fraksi zat terlarut d. molefraksi pelarut e. mole presen zat terlarut dan pelarut f. persen berat asam cuka
Jawab : 164,2
Mole asam asetat = 2,737
a. Molaritas = M =
=
60,0
=
0,8
2,737
3,421 mole / l
b. Molalitas : m Berat larutan = 800 x 1,026 = 820,8 gram Berat asam asetat = = 164,2 gram Berat pelarut (air) = 656,6 gram 2,737 = 4,168 mole / 1000 gram air m= 0,6566 c. Molle fraksi :
mole air =
656,6 18,02
=
36,44 2,737
mole fraksi asam asetat = mole fraksi air =
2,737
36,44 2,737
+
36,44
+ =
36,44
=
0,0699
0,9301
d. Mole persen : mole persen asam = 0,0699 x 100 = 6,99
mole persen air = 0,9301 x 100 = 93,01 e. Mole berat :
persen berat asam =
164,2 820,8
x 100%
=
20%
LARUTAN IDEAL DAN HUKUM ROULT
(-)
28
Larutan Ideal : adalah suatu larutan yang tekanan uap parsiil komponen-
komponennya
sama dengan mole fraksi dikalikan tekanan uap murni dari masing-
masing komponen. Definisi tersebut = hukum Roult Untuk larutan dengan komponen A dan B, maka P A
=
P A0
P B
=
P B0
n A
.
n A
+
n B
n B n A
+
= =
n B
P A0
= = =
Tekanan Uap parsiil A Tekanan Uap parsiil B Tekanan Uap murni A
P B0
=
Tekanan Uap murni B
N A
= =
Molefraksi Zat A Molefraksi Zat B
P A P B
N B
P total
=
P A
+
P B
=
P A0 N A
P A0 . N A
P B0 . N B
+
+ +N BN =B 1= 1 P B0 N B ; N A N A
= P A0 (1 − N B ) + P B0 =
P total P A
P A0
−
= ( P B0 − = P A0 N A
P Ao N A
+
P B0 . N B
P A0 ) N B
+
P A0
=
P B0 . N B
dan
P B
N B
Dan
masing-masing merupakan persamaan garis lurus
P
74,7
mmhg
Pt = PA + PB
P*B
A = toluena
29
22
B = benzena
PB P0A 0 A
0,2
PA 0,4
0,6
0,8
1,0 B
Mole fraksi Hub. tekanan uap pasangan cairan ideal pada t = 200
Misal : Mole fraksi benzena = 0,6, maka : tekanan totalnya = P t = P A + PB Pt = P0 A . N A + P0B NB
= [ 22 (1 − 0,6) + 74,7 . 0,6] = 22 . 0,4 + 74 . 0,6 = 8,8 + 44,2 Pt = 53,62 mm Hg
Hukum Romt :
===========================
PP A = P0 A N A PoA (1 – NB) P A = Po A – PoA . NB Po A . NB = Po A – P A ←
Po A - P A = ∆ P A
Po A . NB = ∆P A Jika A = Zat pelarut maka : Penurunan tekanan Uap dari pelarut ( ∆ P A) sama dengan tekanan Uap pelarut kali mole fraksi zat terlarut.
Pada contoh di atas dan juga pada pasangan cairan yang lain,
karena
mudahnya menguap kedua cairan berbeda, maka mole fraksi dalam cairan berbeda dengan mole fraksi dalaam keadaaaan uap. Dalam keadaan uap selalu terdapat lebih banyak uap yang tekanan uapnya tinggi atau yang lebih mudah menguap. 74,7
30
Pmm Hg
Garis susunan cairan Grs susunan uap
22
x 0
0,2
Y 0,4
0,6
0,8
toluena
1,0
benzena
Gbr : Hubungan susunan cairan dan uap Campuran Zat cair dengan susunan x mempunyai uap dengan susunan y Contoh : Tekanan uap air pada 200 C = 17,4 mm Hg Berapa tekanan uap larutan bila 2 mole Zat yang sukar menguap dilarutkan dalam 1000 gram air?
2. Tekanan Uap dan Titik Didih Pasangan Cairan 2.1.Pasangan dua cairan yang tidak bercampur Bila dua cairan yang tidak bercampur ditempatkan dalam suatu bejana, maka masing-masing cairan akan menguap seperti cairan murni. Tekanan uap campuran demikian adalah jumlah tekananuap murninya.
31
Untuk campuran air dan beomobenzena pada 100 0 C. P
H 2 O (1000)
P
= 760 mm Hg
Bromobenzena
(1000 C )
= 141 mm Hg ------------------
Ptotal
= 901 mm Hg
Karena hal tersebut di atas, bila uap dialirkan kepada cairan bromobenzena, zat ini akan mendidih di bawah 100 0 C. Pengaliran uap demikian disebut “destilasi uap”, yang berguna untuk memurnikan zat-zat organic yang pada titik didihnya mudah mengurai. Bromobenzena dapat didestiler dengan uap air pada 61 0 C dan klorobenzena pada 40 0 C, dei bawah tekanan armosfer. Bila kita melakukan destilasi uap, maka kita dapat menentukan perbandingan berat air dan zat yang didestiler. P
H 2 O = mole fraksi x P total
= n H 2 O x Ptotal Pzat x
= mole fraksi zat x x P total
Pzat x
= Nx x Ptotal
Sifat-sifat Koligatif Larutan. Sifat-sifat Koligatif larutan
adalah sifat-sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah
partikel dalam larutan dan tidak tergantung jenis partikelny. Dalam bagian ini dibicarakan sifat koligatif larutan yang berisi zat terlarut yang sukar menguap atau non valatif. Termasuk di dalamnya adalah : a. penurunan tekanan uap pelarut b. penurunan titik beku larutan
c. Kenaikan titik didih larutan d. tekanan osmase larutan non elektrolit larutan