BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut.Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajamantara dua atau lebih komunitas . Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan digantioleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana
seringkali
kelimpahannya
lebih
besar
dari
dari
komunitas yang mengapitnya. Sebagai salah salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem Ek osistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fun gsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biotaperairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain, sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervens iekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai b erbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan menganggu keseimbangan ekosistem ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
ini tidak
dimaksudkan untuk menjelaskan semua ekosistem pesisir.Bahasan lebih kepada ekosistem mangrove, kaitannya dengan strategi dan pengelolaan mangrove. Hubungan antar ekosistem pesisir dibahas secara singkat manakala diperlukan untuk memperjelas keberadaan ekosistem mangrove. Perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat ini melahirkan konsep pengembangan
pariwisata
alternatif
yang
tepat
dan
secara
aktif
membantu menjaga
keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan
segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu; ekonomi masyarakat, lingkungan, dan sosial budaya. Pengembangan pariwisata alternative berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika dan d an sosial terhadap masyarakat. Ekowisata merupakan salah satu produk p roduk pariwisata alternatif yang mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang secara ekologis memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika, memberikan manfaat sosial terhadap masyarakat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangkannya.2 Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata yang mendukung dan memungkinkan
keterlibatan
penuh
oleh
masyarakat setempat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata ek owisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi men gurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari d ari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri.
Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari
perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level
komunitas,
masyarakat,
pemerintah,
dunia
usaha
dan
organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing. Ekowisata Mangrove adalah
suatu kawasan wisata alam yang lokasinya berada di wilayah hutan produksi. Pembangunan Hutan Bakau (Mangrove) menjadi obyek wisata alam dimaksudkan untuk mendayagunakan potensi sumber daya alam untuk mendukung usaha industri kepariwisataan. Selain sebagai tempat rekreasi, pembangunan Ekowisata Mangrove dimaksudkan untuk dapat menjadi sarana pendidikan dan ilmu pengetahuan sekaligus menumbuhkan rasa cinta alam lingkungan.
I.2 Tujuan
a. Mengetahui fungsi Bozem Wonorejo sebagai ekowisata b. Mengetahui peranan Hutan Mangrove pada Bozem Wonorejo
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata atau ecoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan. Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri. Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat. (Wikipedia, 2013) Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini (Ceballos, et al, 1987) Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya dengan pengelolaan kelestarian ekologis. (Black, 1999) Ekowisata adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata. (Eplerwood, 1999). Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. (The International Union for Conservntion of Nature and N atural Resources, 1980)
Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan ko nservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut: 1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan. 2. Melindungi keanekaragaman hayati. 3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan pendekatan pelestarian pele starian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan ini jangan justru dibalik. Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. (UNEP, 1980) Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut (Peraturan Menteri Kehutanan, 2004)
BAB II PEMBAHASAN
III.1 Informasi Bozem Wonorejo
Ekowisata mangrove mang rove wonorejo Rungkut diprakarsai oleh Camat Rungkut, Lurah Wonorejo berserta FKPM Nirwana eksekutif
serta di sahkan dengan Keputusan Lurah
Wonorejo Nomor : 556/157/436.11.15.5/2009 tanggal 1 Juli 2009, dan dikukuhkan oleh
walikota Surabaya Drs. Bambang DH pada DH pada tgl 9 Agusutus 2009 bersamaan dengan peresmian gazebo mangrove, serta pengelolaan diserahkan ke masyarakat Wonorejo dan sekitarnya. Ekowisata mangrove di Wonorejo, Kota Surabaya, menjadi salah satu di antara dua kawasan mangrove di Indonesia yang akan dijadikan percontohan dalam proyek dalam proyek “ Mangrove Ecosystem Conservation and Sustainable Use Use”” (MECS). Proyek ini hasil kerjasama antara Kementrian Kehutanan (Kemenhut) RI dengan “ Japan International Cooperation Agency Agency”” (JICA). Secara geografis maupun ekologis, kawasan Pamurbaya memiliki fungsi yang sangat penting bagi Kota Pahlawan. Salah satunya adalah mencegah ancaman intrusi air laut. Keberadaan hutan mangrove di Pamurbaya juga memiliki fungsi menetralisir limbah terutama logam berat yang masuk ke laut. Dengan misi pada awalnya untuk mengembalikan hutan mangrove akibat penebangan liar. Selama perjalanan, misi ini berkembang menjadi ekowisata. Konsep ekowisata hutan mangrove wonorejo, disamping menjaga dan mengembalikan hutan mangrove, juga juga ada pendidikan, pelatihan dan pengelolaan hutan mangrove yang berkesinambungan. Lembaga Ekowisata Hutan Mangrove melakukan usaha-usaha usaha -usaha konservasi terhadap hutan hu tan mangrove, bekerja sama dengan kepolisian dalam hal mencegah penebangan liar dan pengerusakan di kawasan konservasi serta membangun fasilitas-fasilitas untuk kegiatan wisata. Selain itu Lembaga Ekowisata juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai ekosistem hutan mangrove.
III.2 Potensi Bozem Wonorejo sebagai Ekowisata
Keberadaan hutan mangrove ini mampu menyedot kedatangan 147 spesies burung. Dari 84 spesies burung yang diketahui menetap di Pamurbaya, 12 spesies termasuk jenis yang dilindungi. Jenis burung tersebut tidak hanya burung air seperti kuntul perak, pecuk hitam, mandar padi, mandar batu, dan kowak malam. Di sana juga sebagai tempat persingahan ribuan burung migran setiap tahun. Diketahui ada ad a 44 jenis burung migran yang singgah di Pamurbaya. Pamurba ya. Burung tersebut kebanyakan asal Benua Australia menuju ke Eropa. Selain burung di hutan mangrove juga terdapat populasi monyet jenis laut atau monyet berekor panjang, menurut survey diketahui terdapat 7 spesies primata yang hidup di hutan mangrove ini. Tapi populasinya sedikit, sehingga tidak terlihat wisatawan yang sedang mengunjungi kawasan ini. Diketahui terdapat 18 spesies mangrove yang ada di hutan ini. Dengan berbagai jenis mangrove dan fauna yang menghuninya, akan sangat menarik untuk kegiatan penelitian atau hanya sekedar berjalan-jalan menikmati suasana hutan mangrove. Dengan berwisata di hutan mangrove, selain dapat merasakan suasana hutan mangrove. Kita juga akan mendapatkan pengetahuan tentang ekosistem hutan mangrove, tentang flora dan fauna yang menghuninya dan manfaatnya bagi kehidupan manusia.
III.3 Permasalahan di Bozem Wonorejo
Ekowisata yang ditawarkan oleh Bozem Wonorejo ini memang baik, tetapi akan lebih baik jika diimbangi dengan pelayanan yang baik pula. Fasilitas yang ada di kawasan Bozem ini memang lengkap seperti adanya kamar mandi, mushola, gazebo, tempat makan, dll, tetapi perawatan fasilitas-fasilitas ini kurang baik. Aspek lingkungan seperti kebersihan area hutan dan kamar mandi khususnya kurang diperhatikan, sehingga dapat membuat pengunjung hutan mangrove ini merasa kurang nyaman. Akses jalan menuju hutan mangrove juga dirasa kurang adanya perawatan, banyak jalan yang tidak baik kondisinya, terlebih lagi banyak jalan yang becek di area menuju tempat makan.
BAB IV SARAN DAN KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan
Hutan Mangrove di Bozem Wonorejo merupakan ekowisata yang menarik. Terdapat banyak edukasi yang ditawarkan oleh ekowisata ini. Pada P ada Bozem Wonorejo Wono rejo ini terdapat banyak spesies tanaman mangrove, serangga, burung dan primata yang dapat dijadikan sarana edukasi. Fasilitas penunjang kawasan ekowisata ini cukup baik tetapi perawatan terhadap infrastruktur di Bozem Wonorejo ini kurang diperhatikan.
III.2 Saran
1. Dilakukan perbaikan fasilitas yang terdapat di kawasan ekowisata ini, terutama kamar mandi dan mushola. 2. Dilakukan perbaikan jalan menuju ekowisata ini agar mebuat pengunjung lebih nyaman. 3. Lebih diperhatikan aspek lingkungan yang ada di kawasan hutan mangrove, seperti perawatan tempat sampah dan pembersihan sampah-sampah sampah -sampah yang berserakan di kawasan hutan mangrove.
LAPORAN KULIAH LAPANGAN “MANGROVE DI BOZEM WONOREJO SEBAGAI EKOWISATA SURABAYA”
KELAS A Anggota Kelompok:
Dewi Qurrotu A’yun
3311100001
Eko Pamungkas
3311100013
Hana Puspitasari
3311100033
Suciaty Faisal
3311100060
Mia Ayudis
3310100083
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2013