BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
perkebunan adalah kegiatan untuk menanam tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Kopi (Coffea spp. L.) merupakan salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di Indonesia karena masuk dalam kategori komoditi penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia karena perolehan devisa dari kopi menduduki urutan keempat setelah kelapa sawit, kakao dan karet. Spesies tanaman ini berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan dengan batang, cabang dan ranting-ranting. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur sekitar 2 tahun.1 Tanaman kopi terdiri dari berbagai jenis yaitu Coffea Arabica, Coffea Robusta dan Coffea Liberica . Sudah hampir tiga abad kopi diusahakan penanamannya di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri dan luar negeri.
Tujuan
Untuk membandingkan manajemen perkebunan tanaman kopi secara umum dengan studi kasus jurnal
Untuk mengetahui manajemen yang baik dalam perkebunan tanaman kopi
Manfaat
Dapat mengetahui perbandingan manajemen perkebunan tanaman kopi secara umum dengan studi kasus jurnal
Dapat mengetahui manajemen yang baik dalam perkebunan tanaman kopi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkebunan Secara Umum
Menurut Oktasari (2014) menyatakan bahwa perkebunan adalah kegiatan untuk menanam tanaman tertentu pada tanah ata media tumbuh dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Menurut Kurnia (2007) menyatakan bahwa perkebunan adalah usaha penanaman tanaman yang menghasilkan bahan mentah industry dan komoditas ekspor yang dilakukan oleh rakya, pemerintah, maupun pengusaha swasta. Di Indonesia, terdapat dua macam perkebunan, yaitu perkebunan rakyat dan perkebunan besar . Adapun perbedaan dari kedua jenis tersebut adalah pada kebun rakyat luas laha sempit, modal yang dikeluarkan kecil, hasil yang didapat sedikit, kurang memerlukan tenaga ahli, hasip produksi untuk mencukupi kebutuhan sendir. Sedangkan pada perkebunan besar luas lahan yang digunakan luas, memerlukan modal yang besar, jenis perkebunan beraneka ragam, tenaga yang diperlukan merupakan tenaga yang sudah ahli, dan hasil produksi ditujukan sebagai komoditas ekspor.Jenis jenis tanaman perkebunan yang diusahakan rakyat, pemerintah, maupun pihak swasta, antara lain kopi, karet, teh, kelapa sawit, tembakau, cokelat,dll.
2.2 Tanaman Kopi
Menurut Rismayani dan Ibrahim (2013) menyatakan bahwa tanaman kopi merupakan komoditas ekspor yang cukup penting bagi perekonomian Indonesia karena perolehan devisa dari kopi menduduki urutan keempat setelah kelapa sawit, kakao, dan karet. Kopi merupakan komoditas penting karena permintaan konsumsi kopi di dunia semakin hari semakin meningkat.
Kopi arabika merupakan jenis kopi yang memiliki kandungan kafein terbesar, yakni 0,8-1,4 %, tumbuh di daerah ketinggian 700-1.700 m dpl dengan suhu 16-20º C, dan beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut.
Menurut suhartono (2005) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara agraris dimana komoditi pertanian menjadi salah satu tulang punggung perekonomian. Salah satu komoditi perekonomian di Indonesia yang terkenal adalah kopi. Menurut FAO Indonesia pada tahun 1997 merupakan negara ke-4 penghasil kopi terbesar di dunia dengan luas areal tanaman dan hasil produksi yang cukup besar.
Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi ekonomi tinggi karena permintaan biji kopi di pasaran dunia cukup tinggi, yaitu sekitar 5,5 juta ton per tahun. Kopi arabika selain banyak diminati pasaran luar negeri, juga harganya lebih tinggi dari kopi robusta.
2.3 Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi
Menurut Prastowo,dkk (2010) menyatakan bahwa ada beberapa syarat tumbuh tanaman kopi, antara lain :
Ketinggian Tempat
Kopi di Indonesia umumnya dapat tumbuh pada ketinggian di atas 700 m dpl. Namun, dengan adanya beberapa klon dari luar negeri, tanaman kopi dapat ditanam di atas ketinggian 500 m dpl. Pada kopi robusta dapat ditanam pada ketinggian 700 m dpl sedangkan pada kopi arabika sangat baik tumbuh pada ketinggian di ata 1000 mdpl. Namun, lahan di Indonesia hanya berada pada ketinggian 700 sampai 900 m dpl. Hal ini menyebabkan tanaman kopi yang ditanam di Indonesia adalah kopi robusta.
Curah Hujan dan Lahan
Curah hujan yang sesuai dengan tanaman kopi adalah 1500-2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25º C. selain itu, tempat penanaman akan berkaitan juga dengan cita rasa pada kopi.
Bahan Tanam dan Lingkungan Tumbuh
Salah satu penyebab rendahnya kopi di Indonesia adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi. Umumnya petani masih menggunakkan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yangmemiliki buah lebat atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kopi adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode sambung maupun dengan cara stek.
2.4 Agroekosistem Perkebunan Kopi
Agroekosistem perkebunan merupakan ekosistem binaan yang proses pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga campur tangan atau tindakan manusia menjadi unsur yang sangat dominan. Dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, manusia melakukan upaya peningkatan produktivitas ekosistem. Usaha yang dilakukan manusia untuk mencapai produktivitas tersebut maka manusia memberikan masukan yang sangat tinggi ke dalam ekosistem. Masukan tersebut antara lain : benih dan bibit unggul hasil pemuliaan, pupuk sintetis dan pestisida sintetis atau bahan kimia lainnya, dan pengairan (Hidayat, 2001).
Karakteristik dari agroekosistem terdiri atas empat sifat utama yaitu: produktifitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan (suitainability), dan kemerataan (equitability) (Edwards, 1990). Kriteria yang digunakan untuk menentukan karakteristik agroekosistem meliputi faktor-faktor: ekosistem, ekonomi, sosial dan teknologi konservasi yang sesuai dengan daerah setempat (Winata & Agus, 2001).
Menurut Hidayat (2001), ciri-ciri dari agroekosistem adalah sebagai berikut:
Agroekosistem sering mengalami perubahan iklim mikro yang mendadak sebagai akibat tindakan manusia dalam melakukan pengolahan tanah, penggunaanbenih/bibit tanaman yang memerlukan input yang tinggi, pengairan, penyiangan, pembakaran, pemangkasan, penggunaan bahan-bahan kimia, dan lain-lain.
Struktur agroekosistem yang didominasi oleh jenis tanaman tertentu yang dipilih oleh manusia, beberapa di antaranya merupakan tanaman dengan materi genetik yang berasal dari luar (gen asing). Tanaman lain yang tidak mengandung gen asing biasanya diberi perlakuan pemeliharaan untuk perlindungan dari serangan hama sehingga tanaman tersebut sangat menyerupai induknya.
Hampir semua agroekosistem mempunyai diversitas biotik dan spesies tanaman mempunyai diversitas intraspesifik yang rendah karena menusia lebih menyenangi pembudidayaan tanaman/varietas tanaman tertentu. Dengan perkataan lain, secara genetik tanaman cenderung seragam. Biasanya ekosistem hanya didominasi oleh satu spesies tunggal dan pembersihan spesies gulma secara kontiniu mengakibatkan kondisi lingkungan menjadi lebih sederhana.
Fenologi tanaman seragam, karena untuk memudahkan pengolahan manusia menggunakan tanaman yang mempunyai tipe dan umur yang seragam. Contohnya: waktu pembungaan atau pembentukan polong pada semua tanaman terjadi pada waktu yang hampir bersamaan.
Pemasukan unsur hara yang sangat tinggi mengakibatkan menjadi lebih disukai herbivora karena jaringan tanaman kaya unsur hara dan air.
Ekosistem perkebunan merupakan salah satu contoh agroekosistem yang banyak dimanipulasi untuk mendapatkan produk pertanian, yang menerima masukan energi bahan pupuk, dan biosida dari para petani untuk memperoleh hasil yang tinggi dari tanaman yang dibudidayakan. Perkebunan tersebut menggantikan ekosistem alami dengan ekosistem buatan yang lebih sederhana sehingga lebih mudah terguncang oleh serangan hama (MacKinnon et al., 2000).
Pada umumnya tanaman kopi selalu didampingi oleh jenis tanaman penaung (polikultur). Tanaman kopi ini sering dikunjungi oleh berbagai jenis serangga termasuk semut dan kupu-kupu sehingga melalui serangga ini proses penyerbukan dapat berlangsung (Monk et al., 2000).
Di dalam agroekositem perkebunan kopi, setiap organisme mempunyai suatu peranan, ada yang berperan sebagai produsen, konsumen ataupun dekomposer. Produsen adalah penghasil makanan untuk makhluk hidup sedangkan konsumen adalah pemakan produsen. Produsen terdiri dari organisme-organisme berklorofil yang mampu memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik (melalui fotosintesis). Zat-zat organik ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme heterotrof yang berperan sebagai konsumen. Peranan makan dan dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring makanan.
Persiapan lahan dan penanaman
Dalam persiapan lahan hal pertama yang perlu diperhatikan adalah jika lahan datar maka dibuat terat individu. Apabila lahan miring, maka dibuat teras mengikuti kontur (sabuk gunung).Kemudian menanam penaung sebelum bibit kopi ditanam, penanaman penaung sementara maupun penaung tetap dilakukan 1 tahun sebelum tanam dengan arah tanam utara-selatan. Penaung tetap dengan jumlah pohon kurang lebih 400 – 800 pohon per hektar. Jangan mencampur kopi dengan kelapa karena akar kelapa akan berkompetisi dengan akar kopi, pisang sumber nematoda, Eucalyptus dan cemara jika akan ditanam tentukan jarak tanam lebih dari 10 m antara Eucalyptus/cemara dengan kopi.
Lubang tanam dibuat 6 bulan sebelum penanaman dengan ukuran panjang x lebar x dalam = 60 x 60 x 60 cm. Jarak tanam: 2 x 2,5 m (tipe katai); 2,5 x 2,5 m (tipe tinggi); 5 x 2,5 m (sistem tanam campur).
Masukkan pupuk kandang/kompos ke dalam lubang tanam
Tutup lubang tanam 1 bulan sebelum penanaman kopi
Apabila bibit tersebut masih berpolybagmaka harus dibuka dan dibuang karena akan menghambat pertumbuhan bibit.
Pemangkasan tanaman kopi
Tujuan dari pemangkasan kopi adalah sebagai berikut:
Untuk membentuk tanaman yang sehat dan mengatur tinggi tanaman sehingga memudahkan perawatan dan pemanenan.
Pada Robusta: membentuk cabang-cabang produksi yang baru secara rutin dalam jumlah yang pas.
Pada Arabika: menghilangkan cabang tua, cabang liar, cabang balik, cabang cacing dan cabang yang tidak dikehendaki.
Memudahkan masuknya cahaya dan memperlanc araliran udara dalam tajuk.
Memudahkan pengendalian hama penyakit.
Mengurangi terjadinya perubahan hasil yang naik turun serta dampak dari pembuahan yang berlebih
Pemangkasan pohon penaung
Tujuan pemangkasan pohon penaung:
Melindungitanamankopi dari kondisi terlalu lembap dan meningkatnya serangan hama penyakit.
Mengurangikehilanganhumus.
Mengurangikejadianmatipucuk akibat kelebihan produksi.
Hasil pangkasan bisa dijadikan sebagai sumber bahan organik (untuk kompos) dan juga sumber kayu bakar.
hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemangkasan penaung:
Dilakukan padaawalmusimhujan.
Untuk umur3–4tahun,pengurangankelebatan tajuk penaung sekitar 50%.
Kelebatan tajukpenaungdipeliharasebanyak 50% setiap tahunnya.
Rempesanataupembuangandaunpenaung dilakukan pada awal kemarau
Pemupukan Tanaman Kopi
Pupuk diberikan setahun 2 kali, pada awal dan akhir musim hujan.
Penaung sebaiknya dipangkas sebelum dilakukan pemupukan.
Pupuk diletakkan/ditaburkan di sekeliling batang kopi, pada jarak 30 – 50 cm dari batang.
Sebelum pemupukan, rumput disekeliling batang dibersihkan dulu. Setelah ditabur, pupuk ditutup dengan tanah.
Pemupukan bibit bisa dilakukan secara massal dengan mencairkan pupuk, sehingga pemupukan digabung dengan penyiraman.
Pembuatan korak (lubang angin)
Tujuan : untuk memperlancar aliran udara akar dan memberikan nutrisi pada akar dengan memasukkan bahan organik ke dalam rorak.
Cara membuat rorak:
Menggali tanah sekitar 30 cm dari pangkal batang, dengan ukuran lubang: panjang 60–80cm,lebar30cm,dalam40–50cm.
Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Kopi
Pegendalian nematoda dengan menanam kopi yang berbatang bawah kopi Robusta klon BP 308.
Pengendalian hama penggerek buah kopi dengan Beauveria bassiana Strain 705.
Pengendalian hama penggerek buah kopi dengan pemasangan perangkap Hypotan.
BAB III
PEMBAHASAN
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling penting di Indonesia. Dengan berkembangnya kopi yang cukup pesat ini perlu didukung oleh adanya teknologi dan sarana pascapanen yang cocok agar dapat menghasilkan mutu biji kopi sesuai Standar Nasional Indonesia. Penerapan teknologi pascapanen belum dilakukan secara merata. Sehingga hasil yang didapatkan pada masyarakat pedesaan masih relatif kecil. Dengan adanya teknologi pascapanen dan sarana pascapanen diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi dari petani itu sendiri. Tujuan utama peningkatan penanganan pascapanen sendiri untuk mengurangi kehilangan hasil baik karena secara fisik, peningkatan hasil rendemen, perbaikan mutu dan nilai tambah produksi. Dengan penggunaan teknologi pascapanen diharapkan lebih efisien dan dapat memberikan peningkatan produksi kopi.
Menurut Setyono (2008), pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan sejak proses penanganan hasil perkebunan sampai proses yang menghasilkan produk setengah jadi yang bertujuan untuk menurunkan kehilangan hasil, menekan tingkat kerusakan dan meningkatkan daya simpan untuk memperoleh nilai tambah. Sedangkan menurut Effendi (2011), teknologi pascapanen merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas penanganan yang bertujuan untuk mengurangi penurunan mutu produksi.
Penanganan pascapanen pada kopi
Penangan pasca panen hasil perkebunan dimulai sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir yang mau dikonsumsi. Pada penanganan pascapanen perkebunan bertujuan untuk menyiapakan bahan baku yang dijadikan untuk industri pengolahan. Kegiatan pasca panen terdiri dari 2 tahap yaitu penanganan pascapanen atau biasa disebut pengolahan primer dan pengolahan atau biasa disebut pengolahan sekunder. Pada tahap pertama pengolahan primer dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi atau dapat dijadikan bahan baku pengolahan selanjutnya. Pada tahap keduapengolahan sekunder mengubah bentuk komoditas ke bentuk lain dengan tujuan untuk mencegah perubahan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan cara kerjanya terdapat dua cara pengolahan yaitu pengolahan buah kopi basah dan buah kopi kering. Pada pengolahan buah basah pengupasan buah sewaktu masih basah yang dilakukan oleh perkebunan kopi besar sehingga dapat menghasilkan mutu fisik yang baik, pengolahan kopi basah dapat dilakukan pada biji kopi yang berwarna merah penuh. Sedangkan pengolahan buah kopi kering pengupasan kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering, biasanya dilakukan oleh perkebunan kecil atau masyarakat karena dilakukan dengan alat yang sederhana, dan pada pengolahan kering dapat dilakukan pada sembarang mutu buah kopi.
Penyediaan teknologi pascapanen
Menurut Widjaja (2002), produksi kopi yang tinggi saja tidak cukup dalam perdagangan kopi dunia namun harus juga memnuhi standar yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kopi Internasional (ICO). Teknologi pascapanen kopi dikembangkan oleh Puslit Koka Indonesia (2007) dan digunakan sebagai standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan pasca panen Kopi oleh Ditjen Perkebunan (2011a) untuk memberikan acuan tentang pasca panen kopi yang baik dan benar yaitu:
Pemanenan dilakukan secara manual.
Ukuran kematangan buah ditandai warna kulit buah yaitu ketika masih muda kulit berwarna hijau tua, ketika setengah masak berwarna kuning, dan pada saat masak penuh berwarna merah.
Jika tanaman kopi tidak berbunga bersamaan dalam setahun ada beberapa cara pemetikan:
Pemetikan selektif dilakukan terhadap buah yang masak.
Pemetikan setengah selektif dilakukan terhadap dompolan buah masak.
Secara lelesan dilakukan terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
Secara rampasan yaitu terhadap semua buah kopi yang berwarna hijau.
Buah kopi hasil panen harus segera diproses menjadi bentuk akhir yang lebihstabil agar aman disimpan dalam jangka waktu tertentu.
Setelah pemanenan dilakukan sortasi pada buah yang bertujuan untuk memisahkan buah superior dari buah inferior
Tidak menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama 12 jam karena dapat menyebabkan fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi kurang baik dan berbau busuk.
Masalah pengembangan teknologi pascapanen
Masalah teknis
Untuk meningkatkan efisiensi usaha perkebunan kopi yaitu bagaimana cara kita mengupayakan agar mutu produknya dapat ditingkatkan melalui teknologi pascapanen. Andreg (1998) berpendapat bahwa mutu merupakan salah satu penentu daya saing dari harga ekspor kopi, sehingga perlu pemeliharaan dan perhatian yang serius oleh para petani dan industri pengolah kopi. Menurut Hadi (2002), salah satu permasalahan rendahnya mutu biji kopi petani adalah adanya biji kopi yang dipanen petani belum masak, sehingga menentukan kualitas kopi.
Masalah ekonomi
Kendala utama dalam penanganan pascapanen kopi adalah permodalan. Karena harga alat dan mesin untuk pascapanen relatif mahal dan yang memiliki alat dan mesin tersebut juga tebatas.kurang intensifnya mutu produk pertanian juga menjadi hambatan penerapan teknologi pascapanen. Karena tidak adanya perbedaan harga biji kopi yang difermentasi dengan yang tidak difermentasi. Berbagai langkah harus dilakukan untuk mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu serta daya saing produk perkebunan.
Masalah sosial kelembagaan
Petani diharapkan bisa mengaplikasikan teknologi pascapanen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi usahanya. Rumitnya teknologi menyebabkan kurang mengertinya petani terhadap sistem pengembangan pascapanen, sehingga diperlukan terlibatnya berbagai pihak untuk dilakuakn pembinaan secara intensif, adanya penyuluhan dan sosialisasi yang dapat mendukung percepatan pemberdayaan petani.
Pengelolaan
Adanya perubahan iklim menyebabkan musim dan pola hujan mengalami perubahan, selain itu menyebabkan suhu udara mengalami peningkatan. Dampak dari perubahan iklim terhadap tanaman kopi adalah munurunnya produksi akibat perubahan pola curah hujan dan peningkatan suhu udara. Menurut Camargo (2010), proses fotosintesis menjadi terbatas ketika stress air terjadi, karena penutupan stomata dan berkurangnya kegiatan fisiologis lainnya. Kekeringan diatas 3 bulan berturut-berturut pada tanaman kopi mengakibatkan daun menguning dan berguguran sehingga ranting atau cabang menjadi menegring. Sedangakan pada tanaman kopi yang mendapatkan air yang cukup daunnya berwarna hijau cerah.
Sumirat (2008) berpendapat kemarau panjang diatas 3 bulan berturut-turut menyebabkan kualitas biji kopi menurun sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah biji kosong. Dampak buruk perubahan iklim dapat diatasi melalui penerapan teknologi budidaya melalui 2 pendekatan yaitu pendekatan adaptasi dan mitigasi. Pendekatan adaptasi yaitu upaya mengurangi dampak perubahan iklim melalui penyesuaian teknologi budidaya agar mengurangi resiko kegagalan produksi maupun kematian. Sedangkan pendekatan mitigasi yaitu mencegah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer dengan mengurangai jumlah emisi dan atau meningkatkan penyerapan dan penyimpanan sehingga resiko terjadinya perubahan iklim dapat diminimalisir (Surmaini et al., 2011).
Pengelolaan dapat dilakukan menjadi 3 yaitu pengelolaan lahan, tanaman dan air.
Pengelolaan lahan
Pengolahan lahan
Pengolahan lahan untuk tanaman kopi yang ramah lingkungan yaitu dapat mengurangi emisi gas kaca (CO2), dilakukan dengan penerapan metode tanpa olah tanah (TOT) atau pengolahan tanah berbasis konservasi yang dapat menyerap CO2 berkisar 1,10-1,47 ton CO2 e/ha/tahun. Sedangkan tanah berbasis konservasi dapat menyerap CO2 dari udara berkisar 0,37-0,73 ton CO2 e/ha/tahun (Lal et al., 1998; Robertson et al., 2000 Freibauer et al., 2004)
Penggguanaan mulsa
Bahan dari mulsa adalah menggunakan bahan sisa-sisa tanaman yang bermanfaat untuk mempertahankan ketersediaan air dalam tanah, sehingga tanaman kopi tidak mengalami stress akibat kekeringan. Mulsa juga dapat menambah kandungan karbon organik dalam tanah, sehingga meningkatkan ketersediaan stok karbon di dalam tanah. Selain itu mulsa juga dapat mengurangi evaporasi pada musim kemarau yang berkepanjangan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinkevicience et al. (2009) pemberian mulsa dapat meningkatkan kelengasan air tanah hingga 7,3% yang tergantung pada jenis mulsa yang digunakan dan lamanya pemakaian mulsa.
Pembuatan Rorak
Menurut Prihasty (2002), Rorak disini berfungsi untuk menyimpan cadangan air dan biasanya dilakukan dengan cara berpindah-pindah tempat diantara 2 tanaman kopi secara bergiliran. Untuk memperbaiki struktur dan porositas tanah dan meningkatkan kapasitas kemampuan mengikat air rorak, harus diisi dengan mulsa atau seresah.
Pengelolaan tanaman
Bahan tanaman unggul
Untuk mengatasiperubahan iklim penggunaan bahan tanaman unggul merupakan salah satu cara yang paling efektif dan murah. Salah satu contohnya adalah varietas atau klon unggul kopi Arabika tahan terhadap perubahan iklim terutama akibat terjadinya bulan kering atau basah yang berkepanjangan.
Pengembangan dan peremajaan
Tanaman kopi dapat berperan sebagai mitigasi perubahan iklim yaitu melalui penyerapan gas rumah kaca (CO2) dari udara. Besarnya CO2 yang bisa diserap tergantung biomassa yang dihasilkan tanaman kopi. Umumnya semakin meningkatnya umur kopi maka biomasaa akan semakin bertambah.
Penanaman tanaman penaung
Tanaman penanung tetap
Tanaman penaung dapat bermanfaat untuk menghadapi perubahan iklim diantaranya adalah mengurangi tingkat evaporasi dari tanaman kopi, meningkatkan kelembaban udara, mengurangi suhu udara ekstrem 2-3oC, dan dapat mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh hujan lebat dan angin. Menurut Hariah et al., 2006 pola tanaman kopi penaung juga dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim melalui penyerapan CO2 dari udara.
Raharjo (2012), berpendapat bahwa penanaman tanaman penaung tetap dilakukan satu tahun sebelum penanaman tanaman kopi.
Tanaman penaung sementara
Tanaman penaung sementara adalah untuk melindungi tanaman kopi yang baru ditanam dari sinar matahari dan dapat meningkatkan ketersediaan air dan unsur hara dalam tanah. Tanaman penaung yang ditanam didataran rendah adalah Moghania Macrophylla sedangkan yang ditanam didataran tinggi adalah Theprosia candida dan Crotalaria spp (Raharjo,2012)
Pemangkasan
Pemangkasan tanmaan pokok dapat dilakukan untuk meningkatkan cahaya yang masuk pada tajuk tanaman kopi serta melancarkan peredaran udara sehingga dapat merangsang pembentukan bunga dan dapat dilakukannya penyerbukan. Pemangkasan tanaman kopi dapat dilakukan untuk mengurangi kelembaban kebun dan tumbuhnya cabang-cabang buah pada tahun berikutnya agar stabilitas produksi tahunan dapat dipertahankan.
Tanaman penutup tanah
Penanaman Arachis pintoi di bawah tegakan kopi bermanfaat untuk mengurangi erosi, menambah nitrogen tanah dan menekan pertumbuhan gulma. Penanaman Arachis pintoi diantara tanaman kopi dapat untuk meningkatkan produksi kopi dan mempunyai peran dalam mitigasi perubahan iklim karena dapat menyerap CO2.
Pengelolaan Air
Pembuatan embung
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak yang merugikan tanaman kopi akibat perubahan iklim adalah pembuatan embung yang bermanfaat untuk menampung air pada musim hujan yang dapat digunakan untuk irigasi pada tanaman kopi di musim kemarau yang berkepanjangan.
Irigasi dan sistem drainase
Irigasi dapat meningkatkan produksi tanaman kopi. Jika pada musim hujan berkepanjangan dibuat parit drainase sehingga air tergenang tidak lebih dari 6 jam. Parit drainase dibuat cukup pada area kebun yang drainasenya kurang baik (RPN,2011)
DAFTAR PUSTAKA
Camargo, M.B.P. 2010. The impact of climatic variability and climate charge on arabic coffee crop in Brazil. Bragantia, Campinas 69 (1): 239-247
Effendi, M. 2011. Konsep Dasar Pentingnya Penanganan dan pengolahan Hasil Pertanian. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Hadi, PU.,dkk. 2002. Kajian Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian Indonesia. 2011. Puslitbang. Sosek Pertanian bekerja ARMP II. Badan Litbang Pertanian Bogor.
Hidayat, A. 2001. Metode Pengendalian Hama. Deptan. Jakarta.
Kurnia, anwar. 2007. IPS Terpadu Untuk Kelas VII. Jakarta:Yudistira
Oktasari, Indah Ningtyas. 2014. Perkebunan Kopi Rakyat di Jawa Timur.AVATARA,E-Journal Pendidikan Sejarah. Volume 2, No.1
Prastowo, Bambang.2010.Budidaya dan Pasca Panen Kopi.Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Prihasty, E. 2002. Pengelolaan Permanenan Tanaman Kopi Robusta di Kebun Sukamangli, PT Perkebunan IX, Kendal, Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.57hlm
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Depok.212hlm.
Rismayani & Ibrahim, Meynarti Sari Dewi. 2013.Dinamika Populasi Kutu Tempurung (Coccus viridis) dan Kutu Daun (Aphis gossypil) Pada Tiga Varietas Kopi Arabika (Coffe Arabica).Jurnal Littri. Vol. 19 (4), Hlm 159-166.
Robertson, G.P., E.A Paul and R.R. Harwood. 2002. Greenhouse gases in intensive agriculture: contributions of individual gases to the radiative forcing of the atmosphere science 289:1922-1925
RPN (Riset Perkebunan Nusantara). 2011. Prediksi Anomali Iklim El Nino/La Nina di Indonesia dan Antisipasinya pada tanaman perkebunan.
Setyono, A., S. Nugraha, dan Sutrisno. 2008. Prinsip Penanganan Pascapanen Padi. Dalam Padi: Introduksi Teknologi dan Ketahanan pangan Nuku I. Balai Besar Penelitian padi. Sukamandi.
Sinkeviciene, A., D. Jodaugiene, R. Pupaliene and M. Urboniene. 2009. The Influence of Organic Mulches on soil properties and crop yield. Agronomy Research 7(Special issue I):485-491
Suhartono,Jono.dkk. 2005.Penentuan Koefisien Perpindahan Massa pasa Dekafeinasi Kopo dengan Pelarut Methylene Chloride.Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses.hlm 1411-42116.
Widaja, H. 2002. Standarisasi Mutu Kopi Dalam: Majalah Kopi Indonesia, Jendela Informasi Perkopian. Edisi 104/Th IX/Februari-Maret 2002. Badan Pengurus Pusat Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia.