MANAGEMENT ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST OPERASI BEDAH MUSKULOSKELETAL
DISUSUN OLEH : SEPTIANI RINTI SELISTIYANINGTYAS SELISTIYANINGTYAS (G2A015044)
PRODI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2017
MANAGEMENT ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST OPERASI BEDAH MUSKULOSKELETAL
A. DEFINISI
Amputasi berasal dari kata “amputare“ yang kurang lebih diartikan “pancung“. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan tekhnik lain atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen,
sistem
persarafan,
sistem
muskuloskeletal
dan
sisem
cardiovaskuler. Adapun pengertian amputasi menurut LeMone (2008) Amputasi adalah pemotongan sebagian atau seluruh dari anggota ekstremitas. Amputasi merupakan tidakan dari proses yang akut, seperti kejadian kecelakaan atau kondisi yang kronik, misalnya penyakit pembuluh perifer, diabetes mellitus Hal yang sama diungkapkan juga oleh Lukman dan Ningsih (2009), amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh/gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomeilitis, dan kanker tulang melalui proses pembedahan.
B. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah : 1. Iskemia. Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan
arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer,2002). 2. Trauma. Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka bakar, cedera remuk dan sebagainya. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi : 1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki. 2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki. 3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat. 4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya. 5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif. 6. Deformitas organ. 7. Trauma
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan amputasi. Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami
gangguan sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi (LeMone, 2008). Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif, deformitas organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
D. PENCEGAHAN
1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat 2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan mengajarkan perawatan kaki 3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman 4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3
E. PENATALAKSANAAN
1. Terapi a. Antibiotik b. Analgetik c. Antipiretik (bila diperlukan) 2. Medis a. Balutan rigid tertutup Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, serta mencegah kontraktur. b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila perlu diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. c. Amputasi bertahap Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. d. Protesis Protesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga latihan segera dapat dimulai, keuntungan menggunakan prosthesis sementara yaitu membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin.
F. PENGKAJIAN 1. Pre Operasi
Mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi. a. Pengkajian Riwayat Kesehatan Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adan ya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan. b. Pengkajian Fisik Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan
kondisi
tubuh
sebaik
mungkin
manakala
merupakan trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji:
Sistem Integumen: Kulit secara umum: Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi : Lokasi amputasi mungkin mengalami peradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler : Cardiac reserve : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung. Pembuluh darah : Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi : Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari : Mengkaji jumlah urine 24 jam. Mengkaji adanya perubahan warna, BJ urine. Cairan dan elektrolit : Mengkaji tingkat hidrasi. Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis : Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Muskuloskeletal : Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
c. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang
mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau
persepsi
klien
terhadap
perilaku
yang
telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. d. Laboratorik Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung. e. Pemeriksaan diagnostik
Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang.
CT
Scan
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
lesi
neoplastik,
osteomeilitis, pembentukan hematoma.
Angiografi
dan
pemeriksaan
aliran
untuk
mengevaluasi
perubahan sirkulasi/ perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
Ultrasound Doppler, Flowmetri Doppler, dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah.
Tekanan O2 transkutaneus memberikan peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi, dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk sembuh.
Plestimografi dilakukan untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
LED mengukur peningkatan mengidentifikasi respon inflamasi.
Kultur luka mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
Biopsi mengonfirmasi diagnosis massa benigna/maligna.
Hitung darah lengkap/differensial untuk mengetahui peninggiann dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi .
2. Post Operasi
a. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. yang perlu diperhatikan selain tanda-tanda vital klien adalah, daerah luka, adanya nyeri, dan kondisi yang menimbulkan depresi. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. b. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat, selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah. Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien. c. Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam
kehidupan klien. Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. d. Mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri panthom limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolaholah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pre Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, krisis situasi. b. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan trauma saraf. c. Berduka
antisipasi
(anticipated
grieving)
berhubungan
dengan
kehilangan akibat amputasi. d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi sekunder terhadap amputasi b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi c. Resiko komplikasi : infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi.
d. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan; pembentukan hematoma e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
H. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. Pre Operasi Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi Tujuan : Kecemasan pada klien dapat berkurang. Kriteria Hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai
dengan dapat ditangani, mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang respon yang tepat . Intervensi
Rasional
Memberikan bantuan secara fisik
Secara psikologis meningkatkan rasa
dan
aman dan meningkatkan rasa saling
psikologis,
memberikan
dukungan moral. Menerangkan
percaya. prosedur
operasi
Meningkatkan/memperbaiki
dengan sebaik-baiknya.
pengetahuann/persepsi klien.
Mengatur waktu kusus dengan klien
Meningkatkan
rasa
untuk
memungkinkan
klien
mendiskusikan
tentang
kecemasan klien.
aman
dan
melakukan
komunikasi secara lebih terbuka dan akurat.
Dorong
klien
manajemen dalam,
stress bimbingan
visualisasi.
menggunakan seperti
Membantu memfokuskan kembali
nafas perhatian,
imajinasi,
dan
meningkatan dapat
relaksasi,
meningkatkan
kemampuan koping.
Diagnosa : Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan
trauma saraf. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Menyatakan nyeri hilang, tampak rileks dan mampu
tidur/beristirahat dengan tepat. Intervensi
Rasional
Kaji nyeri sesuai PQRST
Ajarkan
dan
membantu dalam evaluasi kebutuhan
anjurkan
teknik
dan keefektifan
intervensi.
Untuk
nyeri
mengurangi
secara
relaksasi distraksi
mandiri.
Observasi keadaan luka
Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
Kolaborasi
dalam
pemberian Analgetik dapat mengurangi nyeri
analgetik Observasi
keluhan
local/kemajuan
yang
nyeri tak
hilang
dengan analgetik.
Dapat sindrom
mengindikasikan kompartemen
adanya
khususnya
cedera traumatik.
Diagnosa : Ketakutan terantisipasi yang (anticipated grieving) berhubungan
dengan kehilangan akibat amputasi Tujuan : klien dapat mendemonstrasikan kesadaran akan dampak
pembedahan pada citra diri. Kriteria Hasil : Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut, menyatakan
perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru. Intervensi Anjurkan
klien
Rasional untuk
Mengurangi rasa tertekan pada diri
mengungkapkan perasaan tentang
klien,
menghindarkan
depresi,
dampak pembedahan terhadap gaya
meningkatkan dukungan mental.
hidup. Berikan informasi yang adekuat dan
Membantu
rasional tentang alasan pemilihan penerimaan
klien
menggapai
terhadap
kondisinya
tindakan amputasi.
melalui teknik rasionalisasi.
Berikan informasi bahwa amputasi
Meningkatkan dukungan mental.
merupakan
tindakan
memperbaiki merupakan
kondisi langkah
untuk klien
awal
dan untuk
menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah. Fasilitasi
klien
bertemu
dengan
orang dengan amputasi yang telah
strategi
untuk
meningkatkan
adaptasi terhadap perubahan citra
berhasil dalam penerimaan terhadap diri. situasi amputasi.
Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
pengobatan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan mengingat, Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan, melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi
Rasional
Kaji ulang proses penyakit/prosedur
memberikan dasar pengetahuan di
bedah dan harapan klien yang akan
mana klien dapat membuat pilihan
datang.
berdasarkan informasi.
Tunjukkan cara perawatan prostese,
dorong pemasangan yang tepat/pas,
tekankan pentingnya pemeliharaan
mengurangi resiko
secara rutin.
dan
komplikasi
memperpanjang
pengguan
prostese Berikan
penjelasan
mengenai
kondisi, prognosis, dan pengobatan.
memberikan
pengertian
pemahaman keepada klien.
dan
2. Post Operasi Diagnosa : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder amputasi Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria Hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri sesuai PQRST
Ajarkan
dan
membantu dalam evaluasi kebutuhan
anjurkan
teknik
dan keefektifan
intervensi.
Untuk
nyeri
mengurangi
secara
relaksasi distraksi
mandiri.
Observasi keadaan luka
Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
Kolaborasi
dalam
pemberian
Analgetik dapat mengurangi nyeri
analgetik Observasi
keluhan
local/kemajuan
yang
nyeri tak
hilang
dengan analgetik.
dapat sindrom
mengindikasikan kompartemen
adanya khususnya
cedera traumatik.
Diagnosa : Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder amputasi. Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru. Kriteria Hasil : Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, mengenali
dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negatif, membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup. Intervensi
Rasional
Validasi masalah yang dialami klien.
Meninjau perkembangan klien.
Libatkan klien dalam melakukan
Mendorong antisipasi meningkatkan
perawatan diri yang langsung.
adaptasi pada perubahan citra tubuh.
Berikan dukungan moral.
Meningkatkan status mental.
Hadirkan
orang
yang
pernah
Meningkatkan status mental.
amputasi yang telah menerima diri.
Diagnosa : Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan denganamputasi. Tujuan : tidak terjadi komplikasi. Kriteria Hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak
ditemukan adanya emboli. Intervensi
Rasional
Pertahankan teknik antiseptik bila
meminimalkan
mengganti balutan/merawat luka.
introduksi bakteri.
Inpseksi
deteksi
balutan
dan
luka,
perhatikan karakteristik drainase.
kesempatan
dini
memberikan
terjadinya
infeksi
kesempatan
untuk
intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius. Buka
puntung
terhadap
udara,
pencucian dengan sabun ringan dan air
setelah
mempertahankan meminimalkan
pembalutan dan
kebersihan, kontaminasi
meningkatkan
kulit
penyembuhan
dikontraindikasikan.
kulit yang lunak/rapuh.
Awasi tanda-tanda vital.
peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
Diagnosa
:
Resiko
tinggi
perubahan
perfusi
jaringan
perifer
berhubungan dengan penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan; pembentukan hematoma. Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi. Kriteria Hasil : mempertahankan perfusi jaringan adekuat dibuktikan
dengan nadi perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi
indikasi umum status sirkulasi dan
perifer,
perhatikan kekuatan dan keadekuatan perfusi.
kesamaan. Lakukan pengkajian neurovaskuler
edema
jaringan
periodik, contoh sensasi, gerakan,
pembentukan
nadi, warna kulit5 dan suhu.
balutan
pasca
operasi,
hematoma,
terlalu
atau
ketat
dapat
mengganggu sirkulasi pada puttung, mengakibatkan nekrosis jaringan. Inspeksi
alat
balutan/drainase,
kehilangan
darah
terus
menerus
perhatikan jumlah dan karakteristik
mengindikasikan kebutuhan untuk
balutan.
tambahan cairan penggantian cairan dan
evaluasi
koagulasi
untuk
atau
gangguan
intervensi
bedah
untuk ligasi pendarahan.
Diagnosa : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas. Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling mungkin. Kriteria Hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur. Menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit. Intervensi Pertahankan
tirah
baring
Rasional awal
memberikan
dengan sendi yang sakit pada posisi prostese yang dianjurkan dan tubuh dalam
waktu
dan
stabilisasi
pemulihan
efek
anestasi, menurunkan risiko cedera.
kesejajaran. Batasi
penggunaan
semifowler/tinggi, diindikasikan.
posisi
fleksi
panggul
lama
bila meregangkan/dislokasi baru.
dapat prostese
Berikan penguatan posisitif terhadap
meningkatkan perilaku posistif, dan
upaya-upaya.
mendorong keterlibatan terapi.
Lakukan/bantu rentang gerak pada
klien dengan penyakit degenarasi
sendi yang tak sakit.
sendi dapat secara tepat kehilangan fungsi
sendi
selama
pembatasan aktivitas.
periode
DAFTAR PUSTAKA Bararah, T dan Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustakaraya LeMone, P, Burke, Karen, 2008, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking in Client Care(4th Edition), New Jersey: Prentice Hall Health Lukman & Ningsih, Nurna (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika Nanda Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo...(dkk). Jakarta: EGC. Suratun,dkk,
(2008),
Klien
Gangguan
Muskuloskeletal:
Seri
Asuhan
Keperawatan, Jakarta : EGC. Risnanto & Uswatun Isnani, (2014), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Muskuloskeletal, Ed 1, Yogyakarta: Deepublish.