LAPORAN LENGKAP PEMERIKSAAN MALARIA
DISUSUN OLEH
:
KELOMPOK 6 1. ANI RITA RUMAKEY 2. AYU ANDITA 3. LADY DAYANA OKTAVIA 4. RIZKI AMALIA 5. SYAMSUL ALAM
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEGA REZKY MAKASSAR DIII ANALIS KESEHATAN 2017
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena setiap tahun 500 juta manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal. Kasus terbanyak berada di Afrika namun juga melanda Asia,Amerika Latin,Timur Tengah dan beberapa negara di Eropa. Di duga sekitar 36% penduduk dunia terkena resik malaria (Depkes,2008). Di Indonesia penderita malaria mencapai 1-2 juta orang pertahun, dengan angka kematian sebanyak 100 ribu jiwa. Kasus tertinggi penyakit malaria adalah daerah papua, akan tapi sekitar 107 juta orang Indonesia tinggal di daerah endemis malaria yang tersebar dari Aceh sampai Papua, termasuk di Jawa yang padat penduduknya (Adiputro,2008). Pemeriksaan
malaria
adalah
pemeriksaan
laboratoriaum
yang
dapat
memberikan informasi tentang parasit khususnya genus plasmodium sebagai penyebab
penyakit
malaria.
Diagnosis
malaria
ditegakkan
sesudah
dilakukan anamnesis (wawancara), anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnostik malaria dapat ditegakkan jika sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnosis cepat RDT RDT (Rapid Diagnostic Test). Test). Jenis pemeriksaan untuk penegakan diagnosis malaria ada beberapa, namun hinga saat ini metode yang diangggap sebagai
standar emas (gold standart) adalah menemukan parasit plasmodium dalam darah. Ada dua cara dalam melakukan pemeriksaan malaria yaitu dengan menggunakan RDT (Rapid Diagnostik Test) dan menggunakan sedian darah tebal/darah tipis. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang di duga menderita malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji metode laboratorik yang tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis. Maka dari itu digunakan dengan RDT ( Rapid Diagnostcic Test ) yang memiliki hasil yang akurat dalam mendiagnosis seseorang menderita malaria dan dengan mudah menetukan jenis plasmodium. I.2 Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu mengetahui adanya plasmodium vivax dan plasmodium falciparum menggunakan metode rapid test lateral flow. I.3 Prinsip Kerja
Antigen PF/PV yang berada pada sampel akan berikatan dengan antibodi konjugat PF-PHRP/PV-LDH sehingga membentuk kompleks. Kompleks tersebut akan berikatan dengan antibodi anti PF/PV yang terdapat pada garis test (T1/T2). Konjugat bebas akan berikatan dengan antibodi igG anti antibodi konjugat bebas yang terdapat pada garis control (C).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dari manusia dan hewan lain yang disebabkan oleh protozoa parasit (sekelompok mikroorganisme bersel tunggal) dalam tipePlasmodium. Malaria menyebabkan gejala yang biasanya termasuk demam, kelelahan, muntah, dan sakit kepala. Dalam kasus yang parah dapat menyebabkan kulit kuning, kejang, koma, atau kematian. Gejala biasanya muncul sepuluh sampai lima belas hari setelah digigit. Jika tidak diobati, penyakit mungkin kambuh beberapa bulan kemudian. Pada mereka yang baru selamat dari infeksi, infeksi ulang biasanya menyebabkan gejala ringan. resistensi parsial ini menghilang selama beberapa bulan hingga beberapa tahun jika orang tersebut tidak terpapar terus-menerus dengan malaria (Soedarto, 2011). II.2 Etiologi
Parasit malaria termasuk dalam genus Plasmodium (filum Apicomplexa). Pada manusia, malaria disebabkan oleh P. falciparum, P. malariae, P. ovale, P. vivax dan P. knowlesi. Di antara mereka yang terinfeksi, P. falciparum merupakan spesies yang paling umum diidentifikasi (~75%) diikuti oleh P. vivax (~20%).Meskipun P. falciparum secara tradisional menyumbang mayoritas kematian, bukti terbaru menunjukkan bahwa malaria P. vivaxterkait dengan kondisi yang berpotensi mengancam jiwa sekitar sesering dengan diagnosis
infeksi P. falciparum. P. vivax secara proporsional lebih umum di luar Afrika. Telah didokumentasikan infeksi manusia oleh beberapa spesies Plasmodium dari kera yang lebih tinggi; namun, kecuali untuk P. knowlesi — spesies zoonotik yang menyebabkan malaria pada maka kebanyakan tidak begitu penting bagi kesehatan masyarakat. Pemanasan global kemungkinan akan mempengaruhi penyebaran malaria, namun tingkat keparahan dan distribusi geografis dari efek itu tidak pasti (Soedarto, 2011). II.3 Patofisiologi
Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: satu yang melibatkan hati (fase eksoeritrositik), dan satu yang melibatkan sel-sel darah merah, atau eritrosit (fase eritrositik). Ketika nyamuk yang terinfeksi menembus kulit seseorang untuk mengambil makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk memasuki aliran darah dan bermigrasi ke hati di mana mereka menginfeksi hepatosit, bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk jangka waktu 8-30 hari. Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini berdiferensiasi untuk menghasilkan ribuan merozoit, yang, setelah pecahnya sel inang mereka, melarikan diri ke dalam darah dan menginfeksi sel-sel darah merah untuk memulai tahap eritrositik dari siklus hidup. Parasit lolos dari hati tidak terdeteksi dengan membungkus dirinya dalam membran sel dari sel inang hati yang terinfeksi. Dalam sel darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut, secara aseksual lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk menyerang sel-
sel darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi tersebut terjadi. Dengan demikian, deskripsi klasik gelombang demam timbul dari gelombang simultan merozoit melarikan diri dan menginfeksi sel-sel darah merah. Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi merozoit fase-eksoeritrositik, melainkan menghasilkan hipnozoit yang dorman untuk periode mulai dari beberapa bulan (7-10 bulan khas) sampai beberapa tahun. Setelah masa dormansi, mereka aktif kembali dan menghasilkan merozoit. Hipnozoit bertanggung jawab untuk inkubasi yang panjang dan relapse akhir infeksi P. vivax, meskipun keberadaannya di P. ovale tidak pasti. Parasit ini relatif terlindungi dari serangan sistem kekebalan tubuh karena pada sebagian besar siklus hidup manusia parasit itu berada di dalam sel-sel hati dan darah dan relatif tidak terlihat bagi surveilans kekebalan tubuh. Namun, sel darah yang beredar yang terinfeksi hancur di limpa. Untuk menghindari nasib ini, parasit P. falciparum menampilkan protein perekat pada permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah menempel pada dinding pembuluh darah kecil, sehingga parasit tidak melalui sirkulasi umum dan limpa. Penyumbatan mikrovaskulatur menyebabkan gejala seperti malaria plasenta. Sel darah merah bisa menembus penghalang darah-otak dan menyebabkan malaria serebral (J.M.Gibson, MD, 2010). II.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang yang intermiten, anemia sekunder dan spenomegali. Penyakit ini
cenderung untuk beralih dari keadaan akut ke keadaan menahun. Selama stadium akut terdapat masa demam yang intermiten. Selama stadium menahun berikutnya, terdapat masa laten yang diselingi oleh relaps beberapa kali. Relaps ini sangat mirip dengan serangan pertama. Masa tunas dapat berbeda – beda, antara 9 sampai 40 hari, dan ini menggambarkan waktu antara gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit dan permulaan gejala klinis. Selain itu, masa tunas infeksi P. vivax dapat lebih panjang dari 6 sampai 12 bulan atau lebih. Infeksi P. malariae dan P. ovale sampai bertahun – tahun. Karena itu di daerah beriklim dingin infeksi P. vivax yang didapati pada musim panas atau musim gugur, mungkin tidak menimbulkan penyakit akut sampai musim semi berikutnya. Malaria klinis dapat terjadi berbulan – bulan setelah obat – obatan supresif dihentikan. Serangan pertama pada malaria akut terdiri atas beberapa serangan dalam waktu 2 minggu atau lebih yang diikuti oleh masa laten yang panjang, dan diselingi oleh relaps pada malaria menahun. Serangan demam ini berhubungan dengan penghancuran sel darah merah yang progresif, badan menjadi lemah , dan limpa membesar. Tipe jinak biasanya disebabkan oleh P. vivax, P. malariae atau P. ovale. Tipe ganas terutama disebabkan oleh P. falcifarum. Dalam periode prodromal yang berlangsung satu minggu atau lebih, yaitu bila jumlah parasit di dalam darah sedang bertambah selama permulaan siklus aseksual, tidak tampak manifestasi klinis yang dapat menentukan diagnosis. Gejala dapat berupa perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan
sendi. Demam tiap hari atau tidak teratur, mungkin sudah ada. Di daerah nonendemi diagnosis pertama seringkali ialah influenza. Serangan permulaan atau pertama sangat khas oleh karena adanya serangan demam intermiten yang berulang – ulang pada waktu berlainan : 48 jam untuk P. vivax, P. ovale, P falcifarum dan 72 jam untuk P. malariae. Waktu yang sebenarnya pada berbagai strain P. vivax berbeda – beda dari 43,6 jam sampai 45,1 jam. Serangan mulai dengan stadium dingin atau rigor yang berlangsung selama kurang lebih satu jam. Pada waktu itu penderita menggigil, walaupun suhu badannya lebih tinggi dari normal. Kemudian menyusul stadium panas yang berlangsung lebih lama dan kulit penderita manjadi kering serta panas, muka menjadi merah, suhu mencapai 39o – 41oC, nadi cepat dan penuh, kepala pusing, mual, kadang – kadang muntah, dan pada anak kecil timbul kejang – kejang. Kemudian penderita berkeringat banyak, suhu badan turun, sakit kepala hilang, dan dalam waktu beberapa jam penderita menjadi lelah. Serangan demam biasanya berlangsung 8 sampai 12 jam, dan pada infeksi P. falcifarum berlangsung lebih lama.Serangan ini sering dianggap disebabkan oleh hemolisis sel darah merah atau disebabkan oleh syok karena adanya hemoglobin bebas atau adanya hasil metabolisme. Virulensi sering berhubungan dengan intensitas parasitemia. Periodisitas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni, bilamana skizon matang kemudian pecah, merozoit bersama dengan pigmen dan benda residu keluar dari sel darah merah memasuki aliran darah. Ini sebenarnya merupakan suatu infeksi protein asing. Pada infeksi akut terdapat leukositosis
sedang dangan granulositosis, tetapi dengan turunnya suhu badan maka timbul leukopenia dengan monositosis relatif dan limfositosis. Jumlah sel darah putih sebesar 3000 sampai 45.000 pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi trombositopenia jelas, tetapi hal ini bersifat sementara. Hanya pada beberapa penderita malaria tampak ada ikterus; hemoglobinuria hanya tampak bila kadar hemoglobin dalam plasma melampaui ambang ginjal. Pembesaran limpa akut terdapat pada kurang lebih seperempat jumlah penderita dengan malaria akut. Nyeri di kuadran kiri atas dan epigastrium mungkin disebabkan oleh meregangnya simpai limpa, atau infark kecil yang pecah, atau perdarahan dibawah simpai. Fungsi ginjal biasanya tidak terganggu pada penderita malaria biasa. Sebaliknya nefritis dengan oliguria, albuminuria hebat, torak noktah, sembab pada seluruh tubuh, protein darah berkurang, hipertensi sedang, hematuria yang dapat dilihat dengan mata biasa atau dengan mikroskop dapat terjadi dan dapat menyulitkan diagnosis malaria. Albumin terdapat pada dalam urin pada kurang lebih 2 persen penderita malaria akut. Kelainan pada mata yang hebat jarang ditemukan pada infeksi malaria, tetapi pada serangan akut komplikasi yang sering terjadi ialah sakit kepala dan sakit di sekitar mata, keratitis dendritika atau herpetika dengan gangguan berupa fotofobia dan lakrimasi. Pada infeksi P. falcifarum terdapat perdarahan, uveitis alergik dan sering terjadi herpes labialis (Adam, 2013).
II.5 Pemeriksaan Malaria
Pemeriksaan
malaria
adalah
pemeriksaan
laboraturium
yang
dapat
memberikan informasi tentang parasit khususnya genus plasmodium sebagai penyebab penyakit malaria. Diagnosis malaria di tegakkan sesudah dilakukan wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria baru dapat ditegakkan jika pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT). Jenis pemeriksaan untuk penegakan diagnosis malaria ada beberapa, namun hinga saat ini metode yang diangggap sebagai standar emas (gold standart) adalah menemukan parasit plasmodium dalam darah (Harijanto, 2012). II.6 Pemeriksaan Dengan Rapid Diagnostic Test (RDT)
Pemeriksaan Tes Diagnostik Cepat dilakukan berdasar deteksi antigen parasit malaria dengan imunokromatografi dalam bentuk dipstic. Tes ini digunakan UGD (Unit Gawat Darurat), pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) atau untuk memeriksa malaria di daerah terpencil yang tidak tersedia sarana laboratorium atau untuk melakukan survei tertentu. RDTmenggunakanmetode Immunochromatography
Test (ICT).Metode
ini
menggunakanantibodimonoklonalatau poliklonalyang langsung terhadap antigen parasit.Untuksetiapantigenparasitdigunakandua
setantibodimonoklonalatau
poliklonal,satusebagaiantibodipenangkap,dansatusebagaiantibodideteksi(Arum LI, 2006).
Terdapat 2 jenis Rapid Diagnostic Test yaitu : a. Single Rapid Test : untuk mendeteksi hanya plasmodium Falciparum. b.Combo Rapid Test : untuk mendeteksi infeksi semua spesies plasmodium. Rapid Test yang tersedia di pasaran adalah : a. HRP-2 (Histidine Rich Protein/2) yang dihasilkan oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda plasmodium falciparum. b. p-LDH (Parasite Lactate Dehydrogenase) dan Aldolase yang diproduksi parasite bentuk seksual dan aseksual semua spesies plasmodium (Harijanto, 2012).
BAB III METODELOGI KERJA III.1 Alat yang diperlukan
1) Sarung tangan steril 2) Pipet tetes 3) Rak tabung 4) Tabung 5) Stopwatch III.2 Bahan yang diperlukan
1) Sampel darah 2) Kapas alkohol 3) Spuit 4) Strip malaria III.3 Prosedur kerja
1) Preparasi Sampel - Darah a. Dikumpulkan specimen darah kedalam tabung pemberian lavender biru atau hijau (Hijau EDTA, sitrat atau heparin masing-masing divacum tiner). 2) Dibiarkan alat uji spesimen, penyangga dan control untuk menyeimbangkan kesuhu kamar (15-300 C) sebelum pengujian, dilepas kaset uji dari kantong
kertas dan digunakan sesegera mungkin hasil terbaik akan diperoleh jika tes dilakukan dalam waktu 1 jam. 3) Ditempatkan kaset uji pada permukaan yang bersih dan datar, dan pastikan untuk member label pada perangkat uji dengan nomor spesimen 4) Diisi pipet penetes plastik dengan spesimen darah sebanyak 5 mikro liter, dan diteteskan kedalam kaset uji pada sumur spesimen dengan kode (S). 5) Kemudian ditambahkan 3 tetes atau sekitar 120 mikro liter larutan buffer pada sumur dengan kode (B). 6) Mengatur waktu 20-30 menit, jika diinginkan setelah 5 menit menambahkan spesimen dan penyangga, anda bias menambahkan 1 tetes buffer lagi. 7) Hasil dapat dibaca dalam waktu 20-30 menit, mungkin memerlukan waktu lebih dari 20 menit agar latar belakang menjadi lebih jelas, jangan membaca hasil setelah 30 menit untuk menghindari kebingungan.
BAB IV HASIL PRAKTIKUM Tabel 1. Hasil Praktikum
1
Jenis specimen
Darah
2
Kondisi specimen
Merah
3
Kode spesimen
6
4
Merek KIT
Monotes
5 NO.Lot
1606006
6
Tanggal kadaluwarsa
2018-06-01
7
Metode pemeriksaan
Imunokromatografi sandwich
8
Prinsip pemeriksaan
Antigen PF/PV yang berada pada sampel akan berikatan dengan antibodi konjugat PF-PHRP/PV-LDH sehingga membentuk kompleks. Kompleks tersebut akan berikatan dengan antibodi anti PF/PV yang terdapat pada garis test (T1/T2). Konjugat bebas akan berikatan dengan antibodi igG anti antibodi konjugat bebas yang terdapat pada garis control (C).
9
Interpretasi Hasil
Non reaktif (-)
BAB V PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan pemeriksaan malaria dengan menggunakan metode rapid test (lateral flow). Prinsip pemeriksaan yang digunakan pada pemeriksaan ini yaitu imunokromatografi sandwich, dimana apabila terdapat antigen malaria (PV-LDH/PF-PHRP) pada sampel darah pasien maka antigen tersebut akan berikatan dengan antibodi konjugat (PV-LDH/PF-PHRP) yang terdapat pada strip, sehingga membentuk antigen-antibodi (PV-LDH/PF-PHRP) konjugat kompleks. Kompleks tersebut akan berikatan dengan antibody anti (PV-LDH/PF-PHRP) konjugat kompleks yang terdapat pada garis test dan membentuk kompleks warna. Selanjutnya antibodi kojugat yang bebas akan berikatan dengan antibodi IGG yang terdapat pada garis control sehingga membentuk kompleks IGG anti-antibodi konjugat dan membentuk kompleks warna. Interpretasi hasil dari alat strip yang kami gunakan yaitu apabila terbentuk garis berwarna merah pada daerah test dan daerah control, maka hasil tersebut dikatakan positif. Namun, jika hanya terbentuk satu garis yakni pada daerah control, maka hasil tersebut dikatakan negatif. Pada praktikum ini, hasil yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap sampel darah menunjukkan terbentuknya satu garis berwarna merah pada daerah control. Berdasarkan prinsip imunokromatografi sandwich yang dijelaskan pada paragraf
sebelumnya, hasil ini dikatakan negatif karena tidak terdapat antigen malaria (PVLDH/PF-PHRP) pada sampel darah. Berdasarkan patofisiologi awal dari malaria yaitu, Fase eritrosit (fase seksual) terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, masa ini berlangsung dalam 2-4 minggu setelah terkena gigitan nyamuk (anopheles) yang terinfeksi oleh malaria, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam (Chandra, BudimanDr, 2006). Pada pemeriksaan malaria, spesimen yang digunakan hanya sampel darah karena pada pemeriksaan malaria yang dideteksi adalah antigen malaria, dan antigen hanya terdapat didalam darah. Selain itu, dengan menggunakan darah langsung, kita dapat melihat jenis parasite yang terdapat didalam darah melalui sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Pengambilan spesimen menggunakan darah langsung dapat dilakukan dengan pengambilan darah vena maupun darah kapiler. Apabila sampel tidak segera diuji, sampel sebaiknya didinginkan pada suhu 2-8° C untuk periode penyimpanan lebih dari tiga hari (Entjang, Indandr, 2000).
Pada pemeriksaan malaria, sampel yang digunakan tidak boleh diambil dari pembuluh darah vena yang mengalami kelainan, sampel hemolitik, factor rheumatid dan sampel yang mengandung lipemik dan ikterik karena dapat memberikan hasil negative palsu maupun positif palsu. Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk penegakan diagnosis penyakit malaria, namun hingga saat ini metode yang masih dianggap sebagai gold standart adalah menemukan parasit Plasmodium dalam darah. Beberapa jenis metode pemeriksaan parasit Plasmodium ini diantaranya: (Chandra, Budiman Dr, 2006).
1. Pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium secara visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan (sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis) darah penderita.
2. Pemeriksaan immunoserologis.
Pemeriksaan secara immunoserologis dapatdilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun antibody dari Plasmodium pada darah penderita.
a) Deteksi antigen spesifik.
Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibody spesifik dari parasit Plasmodium yang adalah meritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :
1) Radio immunoassay 2) Enzym immunoassay 3) Immunochromatography
b) Deteksi antibodi.
Teknik deteksi antibody ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibody ini antara lain :
1) Indirect Immunofluoresense Test (IFAT) 2)
Latex Agglutination Test
3) Avidin Biotin Peroxidase Complex Elisa
3. Sidik DNA.
Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium.
BAB VI
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada sampel darah pasien tidak terdapat antigen malaria (PV-LDH/PF-PHRP), karena hanya terbentuk satu garis berwarna merah yakni pada daerah control. sehingga dapat dikatakan bahwa hasil pemeriksaan malaria pada praktikum ini yaitu negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Sry Amnusir. 2013. Mikrobiologi dan Parasitologi. Jakarta: EGC. Arum LI, Mulyanto, Amanukarti, et al. Uji Diagnostik Plasmodium Malaria Menggunakan Metode Imunokromatografi. Journal of Clinical Pathologi and Medical Laboratory 2006; 12: 118-122. Chandra, Budiman Dr. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahandan Komunitas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Entjang, Indan dr. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat . Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Harjanto, 2012. Malaria dari Molekul ke Klinis. Jakarta: EGC. J.M. Gibson, MD, 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi Modern Perawat . Jakarta: EGC. Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta: Sagung Seto.
LAMPIRAN
BAB I
: RIZKI AMALIA DAN AYU ANDITA
BAB II
: SYAMSUL ALAM
BAB III
: RIZKI AMALIA DAN AYU ANDITA
BAB IV
: RIZKI AMALIA DAN AYU ANDITA
BAB V
: LADY DAYANA OKTAVIA DAN ANI RITA
BAB VI
: LADY DAYANA OKTAVIA DAN ANI RITA