makalah tentang Diabetes melitus tipe 2
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis. Tipe Penyakit Diabetes Mellitus : 1. Tipe 1 Diabetes Militus Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit. 2. Diabetes mellitus tipe 2 Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan. Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal. B. TUJUAN C. RUMUSAN MASALAH
BAB 2 PEMBAHASAN A. Diabetes mellitus Tipe 2 Diabetes karena insulin tidak berfungsi dengan baik. Pada penderita DMtipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah.Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah danmenimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain.Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitasterhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di
dalam darah.Hiperglisemia
dapat
diatasi
denganobat
anti
diabetesyang dapat
meningkatkansensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa darihepar , namunsemakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi denganinsulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti danmekanisme terjadinya resistensi ini, namunobesitas sentraldiketahui sebagai faktor predisposisi
terjadinya
resistensi
terhadap
insulin,
dalam
kaitan
dengan
pengeluarandariadipokines(suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitasditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun didekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remajadan anakanak.Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis.Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupankarbohidrat) dan lewat pengurangan berat badan.Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketikakerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkahyang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisanantidiabetic drugs.Produksihormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yangdigunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksihormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan yang tidak sesuaitentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g.,metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin(e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadidiperlukan
untuk memelihara tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yangtertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, palingterutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebutsitagliptin, baru- baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker. B. Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2 Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus dijelaskan oleh keberadaan hormon insulin. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vascular microangiophaty dan neurophaty. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya telah bertahuntahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vascularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi sesungguhnya diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1-2% jika hiperglikemia puasa merupakan criteria diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh komplikasi metabolic dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja insulin, sedangkan in sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat. Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baker. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar
> 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4). Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin terdiri atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003). Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit. Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada pada permukaan luar membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2007). Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami autofosforilasi pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk, membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin. Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami hiperglikemia.
C. Penyabab dan Gejala dari DM Tipe 2 Penyebab yang ditemukan pada Diabetes Melitus type 2 DM tipe 2 ditandai dengan 3 patofisiologi utama, meliputi gangguan sekresi insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepatik berlebih. Obesitas sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. Adiposit mensekresi sejumlah hormon seperti leptin, TNF-alfa, asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang memodulasi sekresi insulin, kerja insulin, berat badan, dan berkontribusi terhadap resistensi insulin. Awalnya, toleransi glukosa pada pasien DM tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin karena sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan meningkatnya resistensi insulin, sel beta pankreas tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. IGT (Impaired Glucose Tolerance) ditandai dengan peningkatan kadar glukosa postprandial. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan pasien mengalami diabetes disertai peningkatan kadar glukosa darah puasa. Penanda inflamasi seperti IL-6 dan CRP umumnya meningkat pada diabetes tipe 2.
Resistensi Insulin Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Resistensi insulin bersifat relatif. Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan kadar glukosa plasma menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor insulin. Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum diketahui dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia. Gangguan Sekresi Insulin Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas. Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin yang memicu kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh liver pada fase postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal sindrom diabetes.
D. FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS TIPE 2 o Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus (orang tua atau saudara kandung dengan DM tipe 2) o Obesitas (BMI ³ 25 kg/m2) o
Memiliki kebiasaan fisik yang tidak aktif
o Ras/etnis (African American, latin, native American, asian american, pacific islander) o Sebelumnya telah diidentifikasikan IGT atau IFG o Riwayat Gestational Diabetes Mellitus (GDM) atau melahirkan bayi dengan berat >4 kg o Hipertensi (³140/90 mmHg) o Level kolesterol HDL <35 mg/dL (0.90 mmol/L) dan atau level trigliserida >250 mg/dL (2.82 mmol/L) o Sindrom polikistik ovarium atau nigrikan akantotik o Riwayat penyakit vaskuler (* jurnal American Diabetes Association, 2007) Orang-orang yang paling beresiko terkena Diabetes Melitus type 2 adalah : 1. Kelebihan berat badan. 2. Berumur diatas 45 tahun. 3. Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas normal. 4. Tekanan darah > 130 / 85 mm Hg.
5. Kolesterol tinggi ( kolesterol LDL > 130 mg/dl atau kolesterol total > 200 mg/dl). 6. Pernah mengalami DM gestasional (glukosa darah tinggi selama hamil). 7. Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg. Gejala klinis apa yang ditemukan pada Diabetes Melitus type 2 1. Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi (sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai. 2.
Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.
3. Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren). E. Cara memastikan seseorang terkena Diabetes Melitus type 2 1. Dilakukan wawancara oleh dokter untuk pola hidup dan gejala klinis. 2. Pemeriksaan fisik oleh dokter (berat badan dan tekanan darah). 3. Pemeriksaan laboratorium, dengan tiga cara : - Pemeriksaan gula darah sewaktu (tanpa puasa) - Pemeriksaan kadar gula darah puasa (puasa 8 jam) dan gula darah 2 jam setelah makan. - Pemeriksaan HbA1c digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa jangka panjang (dapat mendeteksi pengendalian glukosa darah 100 hari kebelakang).
F. Gambaran penyakit DM tipe 2 G. Penanggulangan atau pengobatan DM tipe 2 Ada 8 langkah yang sebaiknya dilakukan penderita Diabetes Melitus type 2 yaitu : 1. Edukasi : Edukasi diri sendiri (self learning) Penyakit DM relatif tidak bisa sembuh, tetapi komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari. Kunci dalam keberhasilan pengendalian penyakit DM adalah disiplin terhadap diri sendiri. 2.
Kontrol kadar glukosa darah : Dengan pengecekan glukosa darah secara rutin di laboratorium.
3. Olah raga teratur : Olah raga sangat penting bagi penderita DM. Olah raga dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara meningkatkan pembakaran glukosa dan peningkatan kadar insulin.
4.
Periksa kaki setiap hari : Penderita diabetes harus memeriksa tanda-tanda kerusakan kulit, bisul, atau lecet pada kaki. Area kulit diantara jari kaki juga harus diperhatikan. Penderita diabetes sebaiknya menghindari kegiatan yang bisa merusak khaki.
5.
Pengaturan pola makan : Makanan bagi penderita DM harus mengandung unsur yang lengkap seperti; karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral serta kecukupan air. Agar kebutuhan diet terpenuhi tanpa harus memberikan pembebanan glukosa secara berlebihan disarankan Anda untuk mengunjungi ahli gizi.
6. Melakukan pemeriksaan mata : Penderita diabetes harus memeriksakan mata secara teratur untuk mendeteksi lebih dini adanya retinopati diabetes. 7. Melakukan pemeriksaan urin : Penderita diabetes harus melakukan pemeriksaan urin secara rutin untuk memeriksa apakah kadar protein (albumin) dalam urin masih normal atau tidak sebagai deteksi dini nefropati diabetes. 8. Terapi pengobatan DM : Sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter Anda.
BAB 3 PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA A.Kusumawardhani.2006. Food Addiction in Obesity. Buku kedokteran Indonesia. Volume:56, hal.205-208 Yanovski, susan Z.,dan Yanovski, Jack A. 2002. Obesity. NEJM. Volume: 346 hal.591-602 JOP. Journal of the Pancreas – http://www.joplink.net – Vol. 6, No. 4 – July 2005. [ISSN 1590-8577]
Diabetes Spectrum (journal) Volume 13 Number 2, 2000, Page 95 Volume 13 Nomor 2, 2000, halaman 95
Mistra. 2004. Jurus melawan Diabetes Melliyus Type 2. Jakarta. Puspa Swara Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM tipe 2 Terhadapa penyakit dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Medan. Posted by rahmatika at 3:19 AM Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest No comments: Post a Comment Home Subscribe to: Post Comments (Atom)
Blog Archive
▼ 2013 (1) o ▼ January (1)
makalah tentang Diabetes melitus tipe 2
About Me rahmatika View my complete profile Watermark template. Powered by Blogger.
KEPERAWATAN Woensdag 17 April 2013 ASKEP DIABETES MILITUS TIPE 2
LAPOORAN PENDAHULUAN PADA Ny”M” DENGAN DIAGNOSA DIABETES MILITUS TYPE II DI RUANGAN PENYAKIT DALAM A RS.MUHAMMADIYAH PALEMBANG
DISUSUN Oleh:
NAMA : HUSNI TAMRIN NIM
: 11.01.023
KETUA RUANGAN PDL A : SITI RENUH
AKADEMI KEPERAWATAN SAPTA KARYA PALEMBANG TAHUN AJARAN 2013-2014
LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny”M” DENGAN DIABETES MILITUS TIPE II DI RUANGAN PDL A RS.MUHAMMADIYAH PALEMBANG
A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ). Diabetes Melitus (DM) adalah
keadaan
hiperglikemi kronik
disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580) Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111) Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah. Anatomi dan Fisiologi a. Anatomi Pankreas Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : 1)
Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)
Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini
mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000) Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini : Corpus pankreatikus Canalis Pylorica
Ductus pankreaticus Ductus
Coledukus
Cauda Pankreatis
Duodenum Pars asendens Caput pankreatis Duodenum pars horisontal Processus uricinatus b.
Fisiologi Pankreas Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormonhormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)
2. Etiologi A. Keturunan Orang yang bertalian darah dengan orang yang mengidap diabetes lebih cenderung mengidap penyakit ini ketimbang mereka yang tidak
didalam
keluarga. Risiko bergantung pada jumlah anggota keluark jumlah yang memiliki diabetes. Semakin banyak jumlah sanak saudika orang
yang menigidap
diabetes, semakin tinggi riskonya. Ada 5% bagi anda untuk mengidap diabetes jika orang tua atau saudara kandung anda mengidap dia bêtes. Risikonya bisa meningkat meniadi 50% jika anda kelebihan berat badan. (Ramaiah Savitri, 2007) Diabetes tipe 2 lebih banyak terkait dengan faktor riwayat keluarga atau keturunan ketimbang diabetes tipe 1. Pada diabtes tipe, kemungkinan orang terkena diabetes hanya 3-5 persen bila orang tua dan saudaranya adalah pengidap diabetes. Namun, bila penderita penderita diabetes mempunyai
saudara kembar satu telur (identical twins), kemungkinan saudaranya terkena diabetes tipe1 adalah 35-40 persen. Banyak penelitian dilakukan untuk mencari petanda genetik pada kromosom penderita diabetes tipe 1 dan 2, dan ditemukan pada penderita diabetes tipe 1 memang ada gen yang terkait dengan terjadinya diabetes. Hal ini penting untuk melakukan screening dalam keluarga guna mendeteksi diabetes sedini mungkin. (Tandra Hans, 2007) b.
Obesitas Mungkin kegenmukan ini adalah factor resiko yang paling penting untuk diperhatikan. Sebab, melojaknya angka kejadian diabetes tipe 2 sangat terkait dengan obesitas. Menurunkan berat badan bukan sekedar soal berdiet, tetapi juga menyangkut perubahan gaya hidup, olahraga, meninggalkan sedentary life atau hidup santai. Semua ini harus dilakukan dengan penuh disiplin, kesabaran, dan ketekunan. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah meraka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan resisten terhadap kerja insulin (insulin resistence), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. (Tandra Hans, 2007) Hampir 80% orang yang terjangkit diabetes pada usia lanjut biasanya kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa yang kegemukan memiliki sel-sel lemak lebih besar pada tubuh mereka. Diyakini bahwa sel-sel lemak akn lebih besar tidak merespon insulin dengan baik.gejl-gejal diabetes mungkin bisa menghilang seiring menurunya berat badan. (Ramaiah Savitri, 2007)
c.
Kurang gerak badan Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi enegi. Sel-sel tubuh menjadi lenih sensitive terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50 persen. (Tandra Hans, 2007) Beberapa penelitian dewasa ini telah menujukkan bahwa orang yang memiliki gaya hidup kurang aktif mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahawa olahraga dan aktivitas fisik
meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel. (Ramaiah Savitri, 2007) d. Usia
Risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama diatas 40 tahun, serta mereka yang kurang gerak badan, massa ototnya berkurang, dan berat badanya makin bertambah. Namun, belakangan ini, dengan makin banyknya anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe 2 pada anak dan remaja pun meningkat. (Tandra Hans, 2007) Risiko diabtes meningkat sejalan bertambahnya usia, terutama setelah usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta didalam pancreas memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur. (Ramaiah Savitri, 2007) e. Jenis kelamin Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes sampai usia40 tahun, karena jumlah sel-sel beta didalam pancreas yang memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur. (Ramaiah Savitri, 2007) f. Infeksi Pada kasus diabtes tipe 1 yang terjadi pada anak, sering kali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang. Penyebanya adalah infeksi oleh virus, seperti mumps dan coxsackie, yang dapat merusak sel pancreas dan menimbulkan diabetes. Seringkali keadaan ini tidak diwaspadai. Tanpa disadari, si anak tiba-tiba kondisinya merosot, kejang, atau koma karena glukosa darah tinggi, anak ini harus segera diobati dengan insulin. (Tandra Hans, 2007) g. Stres Sukar bagi kita untuk memghubungkan pengaruh stress dengan timbulnya diabetes. Namun, yang pasti adalah bahwa stress yang hebat, seperti halnya infeksi hebat, trauma hebat, operasi besar, atau penykit berat lainnya, menyebabkan hormone counter-insulin (yang kerjamya berlawanan dengan insulin) lebih aktif. Akibatnya, glukosa darah pun meningkat.diabtes ini kadang ditemukan
secara
kebetulan
pada
waktu
pasien
memeriksakan
glukosa
darahnya. (Tandra Hans, 2007) h. Pemakaian obat-obatan. Bebrapa obat dapat meningkatkan kadar glukosa darah, dan bahkan bisa menyebabkan diabetes. Bila anda mempunyai resiko terkena diabetes, anda harus memakai obat-obatan ini dengan sangat hati-hati. Tanyakan kepada dokter anda tentang kemungkinan mengganti obat. Obat –obatan yang dapat menaikan glukosa darah antara lain adalah hormon steroid, beberapa obat anti hipertensi, dan obat untuk menurunkan kolesterol. (Tandra Hans, 2007) 3. Patofisiologi
Diabetes Tipe II ini adalah jenis yang paling sering dijumpai. Biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun. Sekitar 90-95 persen penderita diabetes adalah penderita diabetes tipe 2. Pada diabetes tipe ini, pancreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukan glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glikosa dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak pelu tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin itu, memlin erlikan glukosa, memperbaiki pengolahan gula di hat, dan lain-lain. Kemungkinan lainnya terjadi diabetes tipe 2 adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot si pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin (dinamakan resistensi insulin atau insuresistence) sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah.keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas. (Tandra Hans, 2007) DM Tipe II adalah hasil interaksi faktor genetik dan keterpaparan lingkungan. Faktor genetik akan menentukan individu yang suseptibel atau rentan ke DM. Faktor lingkungan disini berkaitan dengan 2 faktor utama kegemukan (obesitas) dan kurang aktivitas fisik. Dalam masyarakat, mereka yang berkelompok risiko DM : 1. Usia > 45 tahun 2. Obesitas 3. Hipertensi (> 140/90 mmHg) 4. Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram 5. Pernah diabetes sewaktu hamil 6. Riwayat keturunan DM 7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl atau tuigliserida > 250 mg/dl
4. Pathway
Defisiensi Insulin
glukagon↑
pemakaian
glukosa oleh sel
Kelelahan glukoneogenesis
hiperglikemia
lemak
protein
ketogenesis
glycosuria
BUN↑
Osmotic
Diuresis
Kekurangan volume cairan
ketonemia
Nitrogen urine ↑
Dehidrasi
Mual muntah
↓ pH
Hemokonsentrasi
Ggn Nutrisi Kurang dari kebutuhan Asidosis
Trombosis
Koma Kematian
Aterosklerosis
Mikrovaskuler
Makrovaskuler
5. Manifestasi klinis Pada klien dengan DM Tipe II sering ditemukan gejala-gejala :
a.
Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh
b.
Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan
c.
Kesemutan dan baal-baal
d.
Lemah tubuh atau cepat lelah
e.
Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan
BB Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM
6. Komplikasi Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. A.
Komplikasi Metabolik Akut 1)
Ketoasidosis Diabetik Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi
dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal 2)
Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia
jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin,
akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma. B.
Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
1.Mikroangiopaty Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2. Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa : a)
Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
b)
Hiperlipoproteinemia
c)
Kelainan pembekun darah Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai
arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.
7. Penegakkan Diagnostik Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM. 8. Pemeriksaan penunjan Data Penunjang a)
Laboratorium Jenis pemeriksaa n
Hasil
Nilai Norma l
Satua n
Interpreta si
HEMATOLOGI Haemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit
9,0
12-16
gr/dl
Rendah
6,600
3,8-10,6 rb
mm3
Rendah
25
35-47
%
Rendah
385,000
150-440 rb
mm3
Rendah
33,0(05,0 8)
60-120
mg/dl
Rendah
KIMIA KLINIK Karbonhidrat
b) Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
1. 2. 3.
Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
8. Pentalaksanaan
Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu : a. Diet Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam dibatasi apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya. b.
Pengaturan Aktifitas Fisik Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah
penderita DM. Latihan fisik membantu mempermudah transport glukosa ke dalam sel. Agar penderita dalam melakukan pengaturan kadar glukosa yang lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan latihan fisik.. c.
Agen Hipoglikemi
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan pemakaian obat berkhasiat hipoglikemi (oral/suntikan
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien
at
at
han utama
Nama
: Ny”M”
No.Register
: 951299
No.Medis
: 06.69.59
Diagnosa Medik
: Diabetes Melitus type II
Tanggal Lahir
: 15/11/1952
: LR.Samarinda / LR.Asli No.521 RT 12/03 Kelurahan Sentosa
2. Identitas penanggung jawab pasien Nama
: Ny”I”
Tanggal Lahir
: 25/08/1960
Hub Keluarga
: Adik Kandung
: LR.Samarinda / LR.Asli No.521 RT 12/03 Kelurahan Sentosa
: Klien mengatakan badannya selalu terasa lemas meskipun ia selalu menghabiskan porsi makanya
4. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan dalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular seperti TBC Paru dan Hepatitis.
5. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Klien mengatakan pernah mengalami banyak kencing 8-10 kali/hari dan selalu haus + 3 tahun yang lalu. Klien tidak memiliki kebiasaan suka merokok, minum minuman beralkohol, makan makanan yang manis-manis dan minum kopi.
Klien
tidak
memiliki
riwayat
Hipertensi
dan
penyakit
pankreatitis
kronis.Menurut penuturan klien dan keluarga, 8 tahun yang lalu klien pernah mengalami peningkatan berat badan sampai 60 kg dengan tinggi badan saat itu 145 cm. Dari tahun 1997 sampai tahun 2000 klien menggunakan alat kontrasepsi oral (pil KB) namun karena merasa tidak cocok yaitu rambut menjadi rontok sehingga klien menghentikan pemakaiannya sampai saat ini.
B.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Aktivitas / istirahat Gejala
:
-
Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan
-
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur
Tanda
:
-
Takikardia dan takipnea pada keadaan isitrahat atau dengan aktivitas
-
Letargi / disorientasi, koma
-
Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi Gejala
:
-
Adanya riwayat hipertensi
-
Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
-
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
Tanda
:
-
Takikardia
-
Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
-
Nadi yang menurun / tidak ada
-
Disritmia
-
Krekels
-
Kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas Ego Gejala
:
-
Stress, tergantung pada orang lain
-
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda -
:
Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi Gejala
:
-
Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
-
Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
-
Nyeri tekan abdomen
-
Diare
Tanda -
:
Urine encer, pucat, kuning : poliuri
5. Makanan / cairan Gejala -
:
-
Hilang nafsu makan
Mual / muntah
-
Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
-
Penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu
-
Haus
-
Penggunaan diuretic (tiazid)
Tanda -
:
Disorientasi : mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Ganguan
memori (baru, masa lalu) kacau mental. 6. Nyeri / kenyamanan Gejala -
Abdomen yang tegang / nyeri (sedang/berat)
Tanda -
:
:
Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati
7. Pernafasan Gejala -
:
Merasa kekurangan oksigen : batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung ada tidaknya infeksi) Tanda
:
-
Lapar udara
-
Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi)
-
Frekuensi pernafasan
8. Keamanan Gejala -
Kulit kering, gatal; ulkus kulit
Tanda -
:
:
Demam, diaphoresis
-
Kulit rusak, lesi / ilserasi
-
Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak
D. DIANGNOSA KEPERAWTAN
1)
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
2)
Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan.
3)
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan.
4)
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5)
Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi.
C. PERENCANAAN Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan keperawatan sebagai berikut: 1.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal. Kriteria evaluasi: -
Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis.
-
Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program.
-
Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan.
-
Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Rencana: Intervensi Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual, dan muntah.
Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki.
Libatkan keluarga klien pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing dan sempoyongan.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
Meningkatkan rasa keterlibatan dan memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan berkurang) dan sementara insulin tetap diberikan maka hipoglikemia dapat terjadi.
Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan therapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Ketika hal ini terjdi kadar aseton dapat menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
2.
Berikan pengobatan insulin secara teratur.
Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan. Tujuan: Hidrasi adekuat. Kriteria evaluasi:
- Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70-80 x/menit, Suhu 36,5-37.50C - Nadi perifer dapat diraba. - Turgor kulit dan pengisian kapiler baik. - Intake dan output seimbang. - Kadar elektrolit dalam batas normal
Rencana:
Intervensi Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik. Kaji pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau berbau keton.
Pantau frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas dan periode apneu serta muncul sianosis.
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, torgor kulit dan membran mukosa. Pantau intake dan output
Rasional Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernafasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto asetat dan harus berkurang bila ketosis telah terkoreksi. Peningkatan kerja pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal serta munculnya sianosis mungkin indikasi dari kelelahan pernafasan atau mungkin klien kehilangan kemampuannya untuk mengkompensasi asidosis. Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari therapi yang diberikan. Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi dengan adekuat.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan sudah dapat diberikan. Tingkatkan lingkungan yang dapat memberikan rasa nyaman. Selimuti klien dengan selimut tipis.
Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien yang lebih lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan
Perubahan mental dapat berhubungan
Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
Berikan terapi cairan sesuai dengan indikasi.
dengan hipoglikemi atau hiperglikemi, elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral, dan berkembangnya hipoksia.
Tipe dan jumlah cairan tergantung dari derajat kekurangan cairan dan respon klien secara individual. Memberikan pengukuran yang tepat dan akurat terhadap urin output.
Pasang dan pertahankan kateter urin.
3.
Mengkaji tingkat hidrasi.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan. Tujuan: Intake nutrisi adekuat Kriteria evaluasi: - Kadar glukosa darah dalam tingkat yang optimal. - Berat badan ideal dapat dicapai dan dipertahankan. - Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
- Klien dapat memilih makanan berdasarkan pada panduan penurunan kalori Rencana:
Intervensi Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang faktor penyebab. Kaji psikososial pasien yang berhubungan dengan
Rasional Pengertian dapat memotivasi untuk menghindari faktor penyebab.
Psikologis dapat mempengaruhi perilaku
makan berlebih Jelaskan hubungan obesitas dengan diabetes.
makan yang berlebih.
Obesitas dapat menyebabkan DM tipe II
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk program diet. Motivasi klien untuk mengkonsumsi cukup makanan yang mengandung kompleks karbohidrat yang tinggi. Bantu memilih menu harian berdasarkan rencana rendah kalori dan rendah lemak.
Untuk menetapkan dan menghitung diet sesuai dengan kebutuhan klien. Dapat membantu dalam penurunan berat badan.
Menghindari kebosanan akan menu pada diet yang telah ditentukan.
Timbang berat badan setiap hari. Diskusikan kebutuhan diet dan tingkatkan latihan sesuai program diet.
Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai program diet dan indikasi. §
Kolaborasi pemeriksaan gula darah, pH, HCO3
Menunjukkan intake nutrisi yang adekuat.
Latihan memudahkan ambilan glukosa sehingga menurunkan kadar gula darah, memudahkan penurunan berat badan, dan menurunkan resiko aterosklerosis. Memberikan rasa keterlibatan, memberikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi klien. Gula darah akan menurun secara perlahan-lahan pada insulin yang terkontrol. Pemberian insulin dosis optimal menyebabkan glukosa masuk kedalam sel yang digunakan untuk energi.
4.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit. Tujuan: Integritas kulit dapat dipertahankan Kriteria evaluasi:
- Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut: · Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperlihatkan tanda- tanda penyembuhan. · Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawatan kulit yang tepat. - Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal berikut: · Tidak mengalami kerusakan kulit · Tidak terdapat daerah kemerahan · Mempertahankan sirkulasi adekuat.
Rencana: Intervensi Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Jaga kulit tetap bersih dan kering.
Berikan perawatan kulit dengan salep atau krim.
Rasional Menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan dekubitus/infeksi.
Kulit kotor dan basah merupakan media yang baik untuk tumbuhnya mikroorganisme.
Salep dan krim berfungsi untuk melembabkan kulit sehingga mencegah terjadinya robekan kulit
Pertahankan linen kering.
Lakukan perawatan luka dengan larutan NaCl dan debridement sesuai order.
Menurunkan iritasi pada kulit dan resiko kerusakan kulit.
Membersihkan luka sehingga mempercepat tumbuhnya jaringan baru.
Berikan obat-obatan luka. Membunuh mikroorganisme dan mempercepat penyembuhan luka.
Awasi dengan ketat terhadap tanda dan gejala infeksi. Berikan tindakan untuk memaksimalkan sirkulasi darah.
Deteksi dini sebagai upaya preventif dan menentukan intervensi yang tepat. Sirkulasi adekuat penting untuk aktivitas sel.
Sebagai indikator pertukaran nutrisi. Awasi hasil pemeriksaan laboratorium seperti albumin
5.
Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi. Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi Kriteria evaluasi: - Kelemahan klien berkurang - Mengungkapkan peningkatan energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.
Rencana: Intervensi
Rasional
Diskusikan dengan klien
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
kebutuhan akan aktivitas, buat
meningkatkan tingkat aktifitas meskipun
jadwal perencanaan dengan
mungkin klien sangat lemah.
klien dan identifikasi aktifitas yang menimbulkan kelelahan.
Berikan aktifitas alternatif dengan periode istirahat yang
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
cukup.
Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah beraktifitas. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditolerir secara fisiologis. Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditolelir klien
Libatkan keluarga dalam pelaksanaan aktivitas klien. Meningkatkan peran aktif keluarga dalam perawatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Paradigma Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. 1999
Doenges, Marylinne. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995
Effendi, Nasrul. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC. 1995
Ganong, WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. 1992
Greenspan, Francis S. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC. 2000
Guyton, Arthur C dan Hall John. E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997
Long, Barbara C. Perawatan Medikal bedah. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawtaan Bandung. 1996 Http//google.com
Geplaas deur Husni Tamrin om 7:06 nm. E-pos hierdieBlogDit!Deel op TwitterDeel op FacebookDeel op Pinterest Geen opmerkings nie: Plaas 'n opmerking Nuwer plasing Tuis Teken in op: Plaas opmerkings (Atom) Blogargief
▼ 2013 (6) o
▼ April (6)
HERNIA INGUIRALIS
diabetes tipe 2
ASKEP DIABETES MILITUS TIPE 2
ASKEP DIABETES MILITUS TIPE 2
ASKEP DIABETES MILITUS TIPE 2
ASKEP DIABETES MILITUS TIPE 2
Meer oor my
Husni Tamrin Bekyk my hele profiel
Travel-sjabloon. Aangedryf deur Blogger.
MEDICAL BLOG Just for Sharing to Others...
Kamis, 06 September 2012 DIABETES MELLITUS TIPE 2 Definisi Menurut
American
merupakan
suatu
Diabetes
Association
kelompok
penyakit
(ADA)
2005,
metabolik
diabetes
dengan
melitus
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Etiologi Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Insufisiensi insulin yang pada diabetes melitus tipe 1 dikaitkan dengan genetik yang pada akhirnya menuju proses perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa. 6
Faktor Resiko
Orang-orang Asia Selatan, Afrika, Afrika-Karibia, Polinesia, dan Timur Tengah keturunan Amerika-India yang lebih besar beresiko diabetes melitus tipe 2, dibandingkan dengan penduduk kulit putih. Orang yang gemuk, tidak aktif atau mempunyai riwayat keluarga juga mengalami peningkatan risiko diabetes melitus tipe 2.
Sindrom metabolik dianggap sebagai awal diabetes melitus tipe 2. Hal ini kurang jelas dan merupakan koleksi heterogen untuk berbagai kecenderungan diabetes melitus. Ia
telah
memperlakukan
mengemukakan manifestasi
bahwa
metabolik
intervensi
negara
ini
gaya
hidup
pra-diabetes
dan dapat
mengurangi kemungkinan perkembangan diabetes murni dan risiko komplikasi faktor genetik yang kompleks dan berinteraksi dengan faktor lingkungan dengan cara yang kurang dipahami.8,9
Klasifikasi10 Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional. Pembagian ini berdasarkan etiologi diabetes melitus.
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati, merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula. Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes melitus sangat besar sekali.
Jika pada diabetes melitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi kalenjar pankreas, pada diabetes melitus tipe 2, gangguan utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan (olahraga), dan juga faktor keturunan (herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM) melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Maturity onset diabetes of the young (MODY) meliputi beberapa bentuk diabetes dengan cacat monogenetik fungsi β-sel (sekresi insulin terganggu); biasanya mewujudkan sebagai hiperglikemia ringan di usia muda, dan biasanya diwariskan secara dominan autosom.11,12
Terdapat juga diabetes mellitus tipe lain yang penyebabnya adalah defek genetic fungsi sel beta, defek genetik sel kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi, diabetes mellitus yang terjadi karena obat atau zat kimia dan juga sindroma genetik lain yang berkaitan dengannya.
Manisfestasi klinis6,13 Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Patofisiologi1,3 Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang penting dalam munculnya diabetes melitus tipe 2 ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktorfaktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas, dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu; 1.
Resistensi terhadap insulin Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot dan hati), ini sangat menyolok pada diabetes melitus tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah
30 - 60 % daripada orang normal.
Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan
pengeluaran
glukosa hati. Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes.
Peningkatan
pengeluaran
glukosa
hati
digambarkan
dengan
peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada
otot
terjadi
gangguan
pada
penggunaan
glukosa
secara
non
oksidatif
(pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat) mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam
molekul
post
reseptor
diduga
berkombinasi
dalam
menyebabkan keadaan resistensi insulin.16,18
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase
(Phosphatidyl
Inocytol)
yang
menyebabkan
terjadinya
reduktasi
translokasi dari GLUT-4 (Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan terjadinya hiperglikemi.16,18
Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2. Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak
bebas
yg
mengganggu
penggunaan
glukosa
pada
jaringan
otot,
merangsang produksi dan gangguan fungsi sel β pankreas.16,19 2.
Defek sekresi insulin Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes melitus tipe 2. Pada hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi
sesuai dengan derajat kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2 sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.
Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun telah terjadi
kompensasi,
tetapi
kadar
insulin
tetap
tidak
mampu
mengatasi
hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.18 3.
Produksi glukosa hati Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa darah
puasa
(BSN).
sepenuhnya jelas.
Mekanisme
gangguan
produksi
glukosa
hati
belum
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 μU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan
produksi
glukosa hati
juga berkaitan
dengan
meningkatnya
glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon.16,18
Patogenesis14 Insulin, suatu peptida yang disekresi oleh sel beta pankreas pulau dalam menanggapi postprandial kenaikan tingkat glukosa serum, berfungsi untuk meningkatkan penyerapan glukosa oleh jaringan perifer dan glukoneogenesis menekan hati. Ada kenaikan bolak dan jatuh di tingkat insulin dan glukagon yang terjadi
untuk
mempertahankan
homeostasis
glukosa.
Glukosa
toleransi,
kemampuan untuk mempertahankan euglycemia, tergantung pada tiga peristiwa yang harus terjadi dengan cara yang ketat terkoordinasi, yaitu: 1. 2.
Stimulasi sekresi insulin Penindasan yang dimediasi insulin endogen (terutama hati) produksi glukosa, dan
3.
Insulin-mediated stimulasi serapan glukosa oleh jaringan perifer. Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang disebabkan oleh resistensi insulin dan sekresi insulin cacat. Ada penurunan serapan postprandial glukosa oleh otot dengan insulin endogen dikeluarkan. Pada pasien dengan hiperglikemia puasa, tingkat insulin telah ditemukan dua kali lipat ke empat kali lipat lebih tinggi daripada di nondiabetiks. Pada jaringan otot, ada cacat dalam fungsi reseptor, jalur reseptor insulin-sinyal transduksi, transportasi dan fosforilasi glukosa, sintesis glikogen, dan oksidasi glukosa yang berkontribusi pada resistensi insulin. Tingkat basal dari glukoneogenesis hepatik juga berlebihan, meskipun kadar insulin tinggi. Kedua cacat sama berkontribusi untuk berlebihan kadar glukosa postprandial serum.
Diagnosis3,15 Anamnesis 1.
pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
2.
riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
3.
pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan diabetes mellitus secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
4.
pengobatan
yang
sedang
dijalani,
termasuk
obat
yang
digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani 5. 6.
riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia) riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktus
urogenitalis 7.
gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)
8.
gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu
9.
termasuk HbA1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait diabetes melitus
10.
pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
11.
faktor resiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit diabetes melitus dan endokrin lain)
12. 13.
riwayat penyakit dan pengobatan di luar diabetes mellitus pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik 1. 2.
pengukuran tinggi dan berat badan pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
3.
pemeriksaan funduskopi
4.
pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
5.
pemeriksaan jantung
6.
evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
7.
pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
8.
pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
9.
tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan diabetes melitus tipe-lain
Pemeriksaan Penunjang 1.
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
2.
A1C
3.
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
4.
kreatinin serum
5.
albuminuria
6.
keton, sedimen dan protein dalam urin
7.
elektrokardiogram
8.
foto sinar-x dada
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis diabetes melitus tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L). GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
Gejala diabetes melitus ditambah gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) atau glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) atau glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa (GD 2 jam PP) ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) dicairkan dalam air TTGO tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin. Kriteria tersebut harus dikonfirmasi pada hari berikutnya.
Kategori yang berhubungan dengan nilai GDP: 1.
GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal
2.
GDP ≥ 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = Glukosa Puasa Terganggu (Impaired Fasting Glucose/IFG)
3.
GDP ≥ 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM
Kategori yang berkaitan dengan TTGO: 1.
Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa < 140 mg/dl (7,8 mmol/l) = normal
2.
toleransi glukosa.
3.
Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa ≥ 140 mg/dl (7,8 mmol/l) dan < 200 mg/dl
(11,1
mmol/l)
=
Glukosa
Toleransi
Terganggu
(Impaired
Glucose
Tolerance/IGT) 4.
Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/l) = DM Penatalaksanaan3 Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan secara khusus dibagi kepada dua yaitu:
1.
Jangka
pendek:
hilangnya
keluhan
dan
tanda
diabetes
melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. 2.
Jangka
panjang:
tercegah
dan
terhambatnya
progresivitas
penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik. Pengelolaan diabetes melitus dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku,
peningkatan motivasi.
Terapi Gizi Medis
dibutuhkan
edukasi
yang
komprehensif
dan
upaya
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat · ·
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan
karbohidrat
total
<130
dianjurkan.="dianjurkan."
g="g"
hari="hari" tidak="tidak"> · ·
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
· ·
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
·
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
·
Asupan
lemak
dianjurkan
sekitar
20-25%
kebutuhan
kalori.
Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. ·
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
·
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
·
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
·
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein ·
Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
·
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
·
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium ·
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
·
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
·
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
·
Seperti
halnya
masyarakat
umum
penyandang
diabetes
dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. ·
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif ·
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
·
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
·
Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
·
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah.
·
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
·
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI)
Kebutuhan kalori Ada
beberapa
cara
untuk
menentukan
jumlah
kalori
yang
dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB
Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus : < BBI - 10 % Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m 2) Klasifikasi IMT* ·
BB Kurang <18 span="span">
·
BB Normal 18,5-22,9
·
BB Lebih >23,0
§
Dengan risiko 23,0-24,9
§
Obes I 25,0-29,9
§
Obes II >30 *: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : ·
Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.
·
Umur: Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
·
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik dan penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
·
Berat Badan: Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan malah bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Latihan jasmani Olahaga: C: Continyu : 30 menit 3-4 kali seminggu R: Ritmik : jogging, jalan kaki, bersepeda I : Intensitas P: Progresif : dinaikkan bertahap E: Endurance
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Disamping kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan
juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan seperti dansa, jogging, berenang, atau dengan cara melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi social ekonomi, budaya dan status kesegaran jasmaninya.
Intervensi farmakologis 1.
Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
·
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
·
Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
·
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
·
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Pemicu Sekresi Insulin ·
Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
·
Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Penambah sensitivitas terhadap insulin ·
Tiazolidindion Tiazolidindion
(rosiglitazon
dan
pioglitazon)
berikatan
pada
Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan
jumlah
protein
pengangkut
glukosa,
sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Penghambat glukoneogenesis ·
Metformin Obat
ini
mempunyai
efek
utama
mengurangi
produksi
glukosa
hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas,
walaupun
asam
amino,
keton,
peptida
gastrointestinal
dan
neurotransmitter juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sekresi insulin. 1,2 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
timbulnya
hiperglikemia
pada
keadaan
puasa,
sedangkan
defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin). Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati dan stimulasi pemanfaatan glukosa.
Insulin diperlukan pada keadaan: ·
Penurunan berat badan yang cepat
·
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
·
Ketoasidosis diabetik
·
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
·
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
·
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
·
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
·
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
·
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
·
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
3.
Terapi kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara
seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
Komplikasi Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut
dan
komplikasi
kronik.
Komplikasi
akut
berupa
koma
hipoglikemi,
ketoasidosis diabetik, koma hiperosmolar nonketotik. Komplikasi kronik dapat berupa makroangiopati, mikroangiopati, neuropati diabetik, infeksi, kaki diabetik, dan disfungsi ereksi.
Komplikasi Akut Koma Hipoglikemia19 Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Hipoglikemi secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah harga normal. Faktor utama mengapa hipoglikemi perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan diabetes melitus adalah karena adanya ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemi yang disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif.
Ketoasidosis Diabetik20 Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator sehingga keadaan
tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat tetapi utilasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Kombinasi keadaan ini mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak sehingga lipolisis meningkat terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik asidosis. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang dapat menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik21 Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HNNK) merupakan salah satu komplikasi akut atau emergensi pada penyakit diabetes melitus. Sindroma hiperosmolar
hiperglikemik
nonketotik
ditandai
dengan
hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu; infeksi, pengobatan, noncompliance, diabetes melitus tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi dan compliance yang buruk merupakan penyebab tersering dari komplikasi ini.
Kompliksasi Kronik Makroangiopati3,22,23 Pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah yang terus menerus tinggi dapat merusak pembuluh darah. Zat kompleks yang terdiridari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak
dalam
darah
meningkat,
sehingga
mempercepat
terjadinya
aterosklerosis. Penyebab aterosklerosis pada penderita diabetes melitus tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stres oksidatif, penuaan dini, hiperinsulinemi dan atau hiperproinsulinemi serta perubahan-perubahan dalam proses koagulasi
dan fibrinolisis. Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan-perubahan fungsi sel endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik pada penderita diabetes melitus tipe 2 dan juga penderita diabetes melitus tipe 1 terutama bila telah terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungi endotel juga dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien obese) atau yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita diabetes melitus tipe 2 (toleransi glukosa terganggu) dan penderita diabetes gestasi.
Plak ateroskleorotik yang terbentuk dapat menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di pembuluh darah teri, jantung, dan otak. Penyumbatan pembuluh darah tepi sering terjadi pada penyandang diabetes melitus. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang muncul pertama. Sedangkan penyumbatan pembuluh darah di jantung menyebabkan penyakit jantung koroner, dan penyumbatan di otak menyebabkan stroke.
Mikroangiopati Retinopati Diabetik24 Pasien diabetes melitus memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding pasien nondiabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes melitus meningkat sejalan dengan lamanya diabetes melitus. Penyebab dari retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang diduga berkaitan erat dengan terjadinya retinopati pada pasien diabetes yaitu jalur poliol, glikasi nonenzimatik dan pembentukkan protein kinase C.
Nefropati Diabetik25 Nefropatik diabetik adalah sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau >200ig/menit) pada
minimal
2
kali
pemeriksaan
dalam
kurun
waktu
3
sampai
6
bulan.
Mikroalbuminuria pada umumnya didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari
30
mg
per
hari.
Lebih
spesifik
lagi
suatu
keadaan
dikatakan
mikroalbuminuria apabila laju ekskresi albumin urin dalam 24 jam 30 - 300 mg dan laju ekskresi albumin urin sewaktunya 20 - 200 µg/menit serta perbandingan albumin urin kreatininnya 30 - 300µg/menit. Mikroalbumin dianggap sebagai predikator penting untuk timbulnya nefropati diabetik. Kelainannya yang terjadi pada
ginjal
penyandang
diabetes
melitus
dimulai
dengan
adanya
mikroalbuminuria kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal.
Neuropati Diabetik26 Definisi neuropati diabetik menurut konfrensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988 di San Antonio adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan nuropati ini termasuk manifestasik somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer. Proses kejadian neuropati dtabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs), pembentukkan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Akivasi berbagai jalur ini berujung pada kurangnya vasodilatasi sehingga alran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik.
Infeksi3 Adanya
infeksi
pada
penderita
diabetes
sangat
berpengaruh
terhadap
pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan
kadar
glukosa
darah
yang
tinggi
meningkatkan
kemudahan
atau
memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara lain adalah infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi rongga mulut, dan infeksi telinga.
Kaki diabetik27 Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling ditakuti. Kaki diabetik sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Patofisiologi dari kaki diabetik diawali adanya hiperglikemi pada pasien diabetes melitus yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pada pembuluh darah. Kelainan neuropati menyebabkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus. Infeksi yang luas mudah terjadi karena adanya kerentanan terhadap infeksi.
Disfungsi Ereksi3 Prevalensi disfungsi ereksi pada diabetes melitus tipe 2 cukup tinggi. Disfungsi ereksi pada penyandang diabetes tipe 2 merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati, dan problema psikis. Komplikasi ini menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan kepada dokter, oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
Prognosis28 Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%.
Diposkan oleh lanugo di Kamis, September 06, 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Label: Ilmu Penyakit Dalam 3 komentar:
1. Erianto Simalango9 September 2012 14.09
wow, penjelasannya cukup komplit, tetapi saran saya, ada baiknya dibagi, soalnya kepanjangan bacanya, he.. he... tapi terimakasih sudah di uraikan secara lengkap. salam Mr.Eric Balas
2. Anonim10 Desember 2013 21.34
boleh minta daftar pustakanya gak? Balas
3. Anonim29 Juni 2014 16.08
boleh minta daftar pustaka nomer 19 ga? Balas Muat yang lain... Link ke posting ini
Buat sebuah Link Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Translate To
Translate Widget by Google
About Me
lanugo Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia Lihat profil lengkapku Yahoo Messenger
Discuss via Twitter Medical Blog's Fan Box Medical Blog on Facebook
Followers Popular Entries
Keratitis Anatomi Kornea Kornea adalah jaringan transparan avaskuler sebagai membran pelindung yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea ...
Bagan Denver Developmental Screening Test Setelah mumet kesana-kesini akhirnya menemukan juga bagan ini. Bagi yang mau mendownloadnya, silahkan klik di sini.
DIABETES MELLITUS TIPE 2 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakt...
Mesin Anestesi - Sirkuit Pernafasan Sistem pernafasan yang paling sering digunakan di mesin anestesi adalah sistem lingkar. Sirkuit Bain kadang-kadang digunakan. Penting untuk...
Herpes Zoster Oftalmikus Latar Belakang Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian ganglion gasseri yang menerima sera...
Glaukoma Akut
Glaukoma dapat terjadi secara primer ataupun sekunder. Glaukoma primer umumnya bilateral sedangkan glaukoma sekunder umumnya unilateral dan ...
Mesin Anestesi - Prinsip Dasar 1. Penyalahgunaan alat gas anesthesia tiga kali lebih sering dibandingkan kegagalan alat dalam menyebabkan efek yang tidak diinginkan. ...
Defisiensi Vitamin A 1. Batasan Kekurangan vitamin A dengan retinol plasma <10 mikrogram %. 2. Eti...
Diare Kronik Definisi Diare kronik ada1ah diare berlangsung 14 hari atau lebih, dapat berupa diare cair atau disentri. Insiden Pada Indonesian Demographi...
Atlas of Human Anatomy Sobotta Link downloadnya: klik di part 1 , part 2 , part 3 , part 4 , dan part 5 Recent Posts Labels
Artikel Anestesi (21)
Artikel Oftalmologi (16)
Artikel Pediatrik (35)
Ceramah Agama Islam (1)
Ebook Andrologi (1)
Ebook At A Glance (10)
Ebook Atlas Kedokteran (20)
Ebook Bedah (1)
Ebook EKG (Elektrokardiogram) (2)
Ebook Embriologi (1)
Ebook Emergency Medicine (6)
Ebook Farmakologi (2)
Ebook Fisiologi (7)
Ebook Ilmu Penyakit Dalam (3)
Ebook Kardiologi (7)
Ebook Kedokteran Berbahasa Indonesia (8)
Ebook Lange Current Series (6)
Ebook Medical Cases (1)
Ebook Ortopedi (2)
Ebook Pediatrik (3)
Ebook Physical Examinations (1)
Ebook Urologi (1)
Farmakologi (1)
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas (3)
Ilmu Penyakit Dalam (1)
Info (1)
Komputer (2)
Medical Video (1)
Murotal Al Qur'an (2)
Novel (3)
Software Kedokteran (6)
THT (2)
Tukaran Link Yuk...!!!
Subscribe To Pos Komentar About Visitors
Beranda
Blog Archive
Maret (77)
April (19)
Juni (1)
Juli (25)
Agustus (44)
September (3)
Maret (1)
Mei (1)
September (8)
Total Visitors Visitors FeedBurner FeedCount
Blogger news
London
Ada kesalahan di dalam gadget ini Diberdayakan oleh Blogger.