BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Istilah stroke stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah Ist ilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). Namun, istilah ini sulit dipertahankan secara ilmiah karena patologi yang mendasari biasanya sudah ada sejak lama dan/ atau mudah diidentifikasi. Karena itu, proses bagaimana berbagai gangguan patologik (misalnya, hipertensi)
menyebabkan
stroke
merupakan
hal
yang
dapat
diduga,
reproducible,dan reproducible,dan bahkan dapat dimodifikasi. Dengan demikian, timbulnya stroke sama sekali bukanlah suatu “kecelakaan”. Istilah lain yang digunakan dalam usaha penerangan masyarakat adalah serangan adalah serangan otak . Tujuannya adalah mendidik masyarakat bahwa morbiditas dan mortalitas pada stroke merupakan hal serius sama seperti serangan jantung, dan intervensi segera apabila hal tersebut terjadi merupakan hal penting. “stroke” masih merupakan kata yang paling luas digunakan di antara para petugas kesehatan kesehatan dan masyarakat. Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa beberapa tahun
terakhir, stroke adalah peringkat peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37 % untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; darri angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. B. Tujuan penulisan
1. Mengetahui Definisi dan Klasifikasi Cerebrovaskular accident (CVA) 2. Mengetahui Etiologi Cerebrovaskular accident (CVA) 3. Mengetahui Manifestasi klinis Cerebrovaskular accident (CVA)
1
4. Mengetahui Patolofisiologi Cerebrovaskular accident (CVA) 5. Mengetahui Pemeriksaan penunjang Cerebrovaskular accident (CVA) 6. Menjelaskan Asuhan keperawatan dengan pasien Cerebrovaskular accident (CVA)
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi dan Klasifikasi
Stroke, atau cedera serebrovaskuler (CVA), adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi : 1. Stroke hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. Stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. B. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian: 1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
3
Arteriosklerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang adalah penyebab paling umum dari stroke. 2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif, penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat di asal emboli. 3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak) Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak. 4. Hemoragi serebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak) Hemoragi dapat terjadi di luar dura mater (hemoragi ekstradural atau epidural), di bawah dura mater (hemoragi subdural), di ruang sub arakhnoid (hemoragi subrakhnoid), atau di dalam substansi ota k (hemoragi intraserebral). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara atau sensasi. C. Manifestasi klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Kehilangan Motorik, Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia
4
(paralisi pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Diawali tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam. Apabila refleks tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstermitas yang terkena dapat dilihat. Kehilangan komunikasi. Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal beerikut: 1. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisi otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. 2. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. 3. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. Afasia dan penatalaksanaan ke keperawatannya didiskusikan secara detail setelah proses keperawatan: pasien stroke. Gangguan
Persepsi.
Persepsi
adalah
ketidakmampuan
untuk
menginterprestasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensori primer di antara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebu; ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak mampu melihat makanan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan yang terlihat. Penting untuk
5
perawat secara konstan mengingatkan pasien tentang sisi lain tubuhnya, mempertahankan ekstermitas di mana pasien mampu melihatnya. Untuk mengkaji hemianopsia, pasien diminta untuk melihat pada wajah pemeriksa. Jari pemeriksa ditempatkan kira-kira 30 cm dari telinga pasien pada sisi tubuh yang tidak sakit dan digerakkan ke arah dalam dan ke arah lapang pandangnya. Pasien diminta menunjukkan ketika pertama kali mendeteksi gerakan jari pemeriksa. Ketidakmampuan untuk mendeteksi satu atau kedua sisi menunjukkan pengabaian visual dan hemianopsia. Penrunan lapang pandang ini harus diingat selama semua prosedur rehabilitas. Personel harus mendekati pasien pda sisi di mana persepsi visual utuh. Semua rangsang visual (jam, kalender, televise) harus ditempatkan pada sisi ini. Pasien dapat diajarkan untuk memalingkan kepalanya dalam arah lapang pandang defektif untuk mengkompensasi kehilangan ini. Perawat harus membuat kontak mata dengan pasien dan menarik perhatiannya pada sisi yang sakit dengan mendorong pasien untuk menggerakkan kepala. Perawat juga harus berdiri pada posisi yang mendorong pasien bergerak atau berpaling dalam upaya untuk melihat siapa yang ada di ruangan. Peningkatan pencahayaan alamiah atau buatan dalam ruagan dan memberikan kaca mata penting dalam meningkatkan penglihatan. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spaial) sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Untuk membantu pasien ini, perawat dapat megambil langkah untuk mengatur lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah persepsi
mudah
terdistraksi.
Akan
bermanfaat
menganjurkan
pasien
memperlambat dan memberikan pengingat lembut tentang di mana objek di tempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
6
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimul visual, taktil dan auditorius. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik. Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditujukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien menghadapi masalah frustasi dalam program rahabilitas mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. Disfungsi Kandung Kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkiontinensia urinarius sementar karena konfusi, ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/ bedpan karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang
setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan
kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadangkadang control sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Ketika tonus otot meningkat dan refleks tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi. Karena indera kesadaran pasien kabur, inkotinensia urinarius menetap atau retensi urinarius mungkin simtomatik karena kerusakan otak bilateral. Inkontinensia dan urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologik luas. D. Patofisiologi
Trombosis serebral merupakan penyebab utama dari cerebrovaskuler accident proses terjadinya berhubungan dengan skleorosis pada arteri carotis dan percabangannya. Namun kadang-kadang dapat disebabkan oleh reaksi peradangan dingding pembuluh darah yang selanjutnya menyebabkan terhambatnya supplay darah dan iskemik jaringan otak, yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan nekrosis (infark) jaringan otak, DM, usia dan merokok merupakan faktor resiko aterosklerosis.
7
Ateroskerosis merupakan kombinasi dari perubahan tumka intim dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun defisit Ca dan disertai pula oleh perubahan pada tumka media dipembuluh darah besar yang mengakibatkan permukaan menjadi tidak rata. Pada aliran darah lambat atau saat tidur makan terjadi penyumbatan untuk pembuluh darah kecil dan arterior terjadi penumpukan lipohyalinosis yang dapat menyebabkan miokard infark. Emobli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal dalam arteri carotis dan arteri vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium yang akhirnya mengakibatkan iskemik otak yang bila berlangsung lama akan menyebabkan nekrosis (infark) jaringan otak dan akan menyebabkan kematian. E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara lain adalah: 1. Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah. 2. Angiografi Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. 3.
CT-Scan CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
4. EEG (Elektro Encephalogram) Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan. 5. Pungsi Lumbal - Menunjukan adanya tekanan normal - ekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan 6.
MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
7.
Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian
Lembar alir nerulogik dipertahankan untuk menunjukkan parameter pengkajian keperawatan di bawah ini : 1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responsivitas yang dibuktikan oleh gerakan, menolak terhadap perubahan posisi, dan respons terhadap stimulasi; beroientasi terhadap tempat, waktu, dan orang. 2. Adanya atau tidak adanya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas; tonus otot; postur tubuh; dan posisi kepala. 3. Kekakuan atau flaksiditas leher. 4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif dan reaksi pupil terhadap cahaya, dan posisi kepala. 5. Warna wajah dan ekstremitas; suhu dan kelembaban kulit. 6. Kualitas dan frekuensi nadi dan pernapasan; gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh, dan tekanan arteri. 7. Kemampuan untuk bicara. 8. Volume cairan yang diminum atau diberikan dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam. Ketika pasien mulai sadar, tanda keletihan dan konfusi ekstrem tampik sebagai akibat edema serebral yang mengikuti stroke. Untuk mengurangi adanya ansietas, upaya-upaya harus dilakukan pada interval sering untuk mengorientasikan pasien pada waktu dan tempat serta memberikan keyakinan. Bila terjadi lesi pada hemister dominan, pasien juga mungkin mengalami afasia.
Lesi
hemisfer
non-dominan
dapat
mengakibatkan
apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang dipelajari sebelumnya). Setelah fase akut, perawat mengkaji fungsi-fungsi berikut: status mental (memori , lapang perhatian, persepsi, orientasi, afek, bicara/bahasa), sensasi/persepsi (biasanya pasien mengalami penurunan kesadaran terhadap
9
nyeri dan suhu); Kontrol motorik (gerakan ekstremitas atas dan bawah); dan fungsi kandung kemih. Pengkajian keperawatan berlanjut untuk memfokuskan pada kerusakan fungsi pada aktivitas sehari-hari pasien karena kualitas hidup setelah stroke sangat berkaitan dengan status fungsi pasien. B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan utama untuk psaien stroke meliputi hal berikut: 1.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan kesimbangan dan kordinasi, spastisitas, dan cedera otak.
2.
Kurang Perawatan diri (hygiene, toileting, berpindah dan makan) yang berhubungan dengan gejala sisa stroke.
3.
Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan kandung kemih flaksid, ketidakstabilan detrusor, kesulitan dalam berkomunikasi .
4.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama karena ketidakmapuan bergerak.
5.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan otak.
6.
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat.
C. Rencana Keperawatan 1.
M asalah Keper awatan
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan kesimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak. Kemun gki nan di sebabkan oleh
hemiparesis,
kehilangan kesimbangan
dan koordinasi, spastisitas, dan
cedera otak. Di tandai dengan
Pasien hemiplegik mengalami paralisis unilateral (paralisis pada satu sisi).
10
Intervensi
Rasional
1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Mengidentifikasi kelemahan/ melakukan aktifitas.
kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
2. Ubah posisi minimal setiap 2 2. menurunkan resiko terjadinya jam (terlentang, miring). 3. Mulailah
melakukan
trauma/ iskemia jaringan latihan 3. Meminimalkan atrofi otot,
rentang gerak aktif dan pasif
meningkatkan sirkulasi, membantu
pada semua ekstremitas.
mencegah kontraktur.
4. Anjurkan
pasien
membantu latihan
untuk 4. Dapat berespons dengan baik jika
pergerakan
dengan
dan
menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit
daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu 5. program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
5. Konsultasikan
dengan
ahli
berarti/ menjaga kekurangan
fisioterapi secara aktif, latihan
tersebut dalam keseimbangan,
resistif, dan ambulasi pasien.
koordinasi, dan kekuatan.
2. M asalah k eper awatan Kurang Perawatan diri (hygiene, toileting, berpindah, makan) yang berhubungan dengan gejala sisa stroke. Kemun gki nan disebakan ol eh
Gejala dari sisa stroke. Di tandai dengan
Penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot. Intervensi
1. Kaji kemampuan klien dan
Rasional
1. Jika klien tidak mampu perawatan
11
keluarga dalam perawatan diri.
diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri
2. Jika klien dapat duduk maka
2. Walaupun pasien merasakan hal yang
anjurkan klien untuk melakukan
aneh pada saat pertama melakukan
kegiatan perawatan diri sedikit
aktivitas, berbagai keterampilan
demi sedikit seperti menyisir
motorik dapat dipelajari dengan
rambut, gosok gigi, mandi dan
pengulangan dan sisi yang tidak sakit
makan dengan satu tangan dan
akan menjadi lebih kuat karena
perawatan diri yang sesuai.
sering digunakan.
3. Anjurkan pasien melakukan
3. Moral pasien akan meningkat jika
aktivitas berpakaian.
aktivitas berjalan dapat dilakukan dan dapat menggunakan pakaian.
3. M asalah K eper awatan
Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan kandung kemih flaksid, ketidakstabilan detrusor, kesulitan dalam berkomunikasi . Kemun gki nan di sebabkan oleh
kandung kemih flaksid, ketidakstabilan detrusor, kesulitan dalam berkomunikasi Di tandai dengan
Gelisah, dan sulit menahan untuk berkemih. Intervensi
Rasional
1. Kaji pola eliminasi urin.
1.Untuk mengetahui masalah dalam pola berkemih
1. Kaji
multifaktoral
yang
menyebabkan inkontensia
2.Untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan
2. Membatasi intake cairan 2-3 jam
12
sebelum tidur
3.Mengatur
supaya
tidak
terjadi
kepenuhan pada kandung kemih 3. Batasi intake makanan yang menyebabkan
iritasi
kandung
kemih.
4. untuk menghindari terjadinya infeksi
4. kaji kemampuan berkemih.
pada kandung kemih
5. untuk menentukan penata laksanaan 5. Modifikasi
pakaian
dan
lingkungan. 6. Kolaborasi pemasangan kateter .
tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih. . untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
7. mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
4. M asalah K eper awatan
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama karena ketidakmapuan bergerak. Kemun gki nan di sebabkan oleh
Tirah baring yang lama karena ketidakmampuan bergerak. Di tandai dengan
Kerusakan kulit dan jaringan. Intervensi
Rasional
1. Anjurkan klien untuk melakukan 1. Meningkatkan aliran darah ke semua latihan ROM dan mobilisasi
daerah
jika munkin. 2. Ubah posisi setiap 2 jam. 2. Menghindari 1. Gunakan bantal air atau bantal
tekanan
dan
meningkatkan aliran darah.
13
yang lunak di bawah area yang menonjol.
. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.
2. Lakukan masase pada daerah yang
menonjol
yang
baru
. Mengindari kerusakan kapiler.
mengalami tekanan pada waktu berubah posisis. 3. Observasi terhadap eritema dan kepucatan
dan
palpasi
area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan
tiap
mengubah posisi. 4. kebersihan
kulit
5. Kehangtan dan pelunakan merupakan dan
hidari
tanda kerusakan jaringan.
seminimal mungkin terauma, panas terhadap kulit
. untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. M asalah k eper awatan Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan otak Kemun gki nan disebakan ol eh
Afasia merusak kemampuan pasien untuk berkomunikasi. Di tandai dengan
Ketidak mampuan dalam berespon dan berbicara. Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan klien 1. Perubahan dalam isi kognitif dan dalam berkomunikasi
bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebra.
14
2. Minta klien untuk mengikuti 2. melakukan penilaian terhadap perintah sederhana
adanya kerusakan sensorik 3. Melakukan penilaian terhadap
3. Tunjukkan pasien
objek
dan
minta
menyebutkan
adanya kerusakan motorik
nama
benda tersebut 4. Bahasa isyarat dapat membantu 4. Ajarkan
klien
berkomunikasi
tekhnik
non
verbal
(bahasa isyarat)
untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud. 5. untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
5. Konsultasikan
dengan/
rujuk
kepada ahli terapi wicara.
6. M asalah keper awatan Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat. Kemun gki nan disebakan ol eh
Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, dan kurang mengingat. Di tandai dengan
Tidak mengerti dan paham tentang penyakitnya. Intervensi
1. Kaji
tingkat
Rasional
pengetahuan 1. untuk mengetahui tingkat
keluarga klien. 2. Berikan
informasi
pengetahuan klien terhadap 2. untuk mendorong kepatuhan
pencegahan, faktor penyebab,
terhadap program teraupetik dan
serta perawatan
meningkatkan pengetahuan keluarga klien
15
3. Beri kesempatan kepada klien 3. memberi kesempatan kepada orang dan keluarga untuk menanyakan
tua dalam perawatan anaknya
hal- hal yang belum jelas.
4. Mengetahui tingkat pengetahuan dan 4. Beri feed back/ umpan balik terhadap diajukan
pertanyaan oleh
yang
keluarga
atau
klien
5. stimulasi yang beragam dapat
5. Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama
pemahaman klien atau keluarga.
selama
memperbesar gangguan proses berfikir.
kegiatan
berfikir
16
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak . Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic. Stroke adalah peringkat ketiga penyebab kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37 % untuk stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; dari angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penting dilakukan penyuluhan yang terprogram dan terus menerus tentang cerebrovaskuar accident atau lebih dikenal dengan stroke agar masyarakat lebih mengetehaui dan memahami gejala dan penyebab penyakit stroke sgehingga apabila ada keluarga yang mengalami gejala tersebut, kiranya segera dibawa secepat mungkin ke rumah sakit agar menemukan penyebab dan penanganannya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner, Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal- Bedah.(Edisi 8) Vol. 3. Jakarta: EGC 2. Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. (Edisi 8). Jakarta:Penerbit Erlangga . 3. Doenges, M.E. (2002). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien . (Edisi 3). Jakarta: EGC. 4. Price, Siylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit . (Edisi 6). Vol.2. Jakarta: EGC.
18