MAKALAH
SISTEM INTEGUMEN
HERPES
Disusun oleh Kelas Tutorial VIII :
Rouly Rosdiani N (22011012 Cyntia Gevistara (22011012
Amelia Rienna H (22011012 Eva Fauziyah (22011012
Sammy Lazuardi Ginanjar (22011012 Aisyah Arrasyid M. (22011012
Hanifah Shalihah A (22011012 Zakiah Puteri R (22011012
Dinni Puspasari (22011012 Reggi Prathama (22011012
Santi Mulyasari (22011012 Neng Nopi Varida 22011012
Nita Prawitasari (22011012
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah tentang penyakit herpes sebagai salah satu tugas untuk mata kuliah system integumen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Afif selaku coordinator mata kuliah ini serta kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama proses pembuatan makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Sebagai manusia yang dhaif, apapun yang ada dan tertera pada makalah ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman semua agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman dalam menyelesaikan makalah selanjutnya.
Atas kritik dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih. Semoga ilmu yang tertuang dalam makalah ini bisa mendatangkan manfaat bagi saya terutama sebagai penulis dan bagi teman-teman semua yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa satu dari setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan merusak penyakit alat kelamin atau anus baik laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.
Ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh penularan virus yang disebut Herpes Simplex Virus (HSV). Virus ini akan ditularkan selama hubungan intim atau selama kontak antara kedua alat kelamin pria dan wanita. Genital herpes membuktikan bahwa penyakit ini terutama mulut mempengaruhi organ dan alat kelamin HSV 1 mempengaruhi bibir berupa lepuh dan luka dingin, sedangkan HSV 2 menginfeksi alat kelamin manusia.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari penyakit herpes?
b.apakah tanda dan gejala dari penyakit herpes?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita virus herpes simplex?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk menambah wawasan kita tentang bagaimana proses penyebaran virus, penyakit yang ditimbulkan, dan asuhan keperawatan pada penderita virus herpes simplex.
1.4 Manfaat Penulisan
Untuk menambah pengetahuan tentang virus herpes simplex dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella – Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri khas berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf sensoris.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens
Penyakt infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan menyerang kulit-mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan manifestasi ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner Dermatologie Lehrbuch und atlas, 1995).
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka penderita antara laki-laki dan perempuan, angka penderita meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.
Sedangkan epidemiologi Herpes simpleks virus tipe II ditemukan pada wanita pelacur 10x lebih tinggi daripada wanita normal. Sedangkan HSV tipe I sering dijumpai pada kelompok dengan sosioekonomi rendah.
Klasifikasi
Herpes zoster dapat dibedakan menjadi :
Herpes zoster generalisata
Adalah herpes yang unilateral dan segmental ditambah dengan penyebaran secara generalisata berupa vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
Herpes zoster oftalmikus
Adalah herpes zoster yang didalamnya terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus yang menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.
Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
Virus herpes simpleks tipe 1
Menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
Virus herpes simpleks tipe 2
Hampir secara eksklusif hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan mulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain.
Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
Faktor Resiko Herpes zoster
Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.
Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster
Trauma / luka
Kelelahan
Demam
Alkohol
Gangguan pencernaan
Obat – obatan
Sinar ultraviolet
Haid
Stress
Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai berikut:
Herpes Virus Hominis (HVH).
Herpes Simplex Virus (HSV)
Varicella Zoster Virus (VZV)
Epstein Bar Virus (EBV)
Citamoga lavirus (CMV)
Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa melalui hubungan kelamin seperti : melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk,dll atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginam pada ibu hamil dengan infeksi herpes pada alat kelamin luar.
Perbedaan HSV tipe I dengan tipe II
HSV tipe I
HSV tipe II
Predileksi
Kulit dan mukosa di luar
Kulit dan mukosa daerah genetalia dan perianal
Kultur pada chorioallatoic membran (CAM) dari telur ayam
Membentuk bercak kecil
Membentuk pock besar dan tebal
Serologi
Antibodi terhadap HSV tipe I
Antibodi terhadap HSV tipe II
Sifat lain
Tidak bersifat onkogeni
Bersifat onkogeni
Faktor pencetus replikasi virus penyebab herpes simpleks :
Herpes oro-labial.
Suhu dingin.
Panas sinar matahari.
Penyakit infeksi (febris).
Kelelahan.
Menstruasi.
Herpes Genetalis
Faktor pencetus pada herpes oro-labial.
Hubungan seksual.
Makanan yang merangsang.
Alcohol.
Keadaan yang menimbulkan penurunan daya tahan tubuh:
Penyakit DM berat.
Kanker.
HIV.
Obat-obatan (Imunosupresi, Kortikosteroid).
Radiasi.
Manifestasi Kliniks
Herpes zoster
Gejala prodomal
Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari.
Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
Timbul erupsi kulit
Kadang terjadi limfadenopati regional
Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang
Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai hari ke 7
Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)
Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
Herpes simpleks
Masa inkubasi berkisar sekitar 3-7 hari. Berdasarkan pernah tidaknya seseorang kontak dengan Virus Herpes Simplex (HSV-2), infeksi Herpes simpleks berlangsung dalam 3 fase, yakni:
Fase Infeksi (lesi) Primer, ditandai dengan:
Dapat terjadi tanpa gejala (asimptomatis)
Diawali dengan rasa panas, rasa terbakar dan gatal pada area yang terserang.
Kemudian timbul vesikula (bintik-bintik) bergerombol, mudah pecah sehingga menimbulkan perlukaan (mirip koreng) di permukaan kulit yang kemerahan (eritematus), dan nyeri.
Selanjutnya dapat diikuti dengan demam, lemas sekujur tubuh (malaise) dan nyeri otot.
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sekitar area yang terserang Herpes genitalis.
Fase Infeksi (lesi) Rekuren (kambuh).
Seseorang yang pernah infeksi primer, dapat mengalami kekambuhan. Adapun kekambuhan terjadi karena berbagai faktor dan dapat dipicu oleh beberapa faktor pencetus, misalnya kelelahan fisik maupun psikis, alkohol, menstruasi dan perlukaan setelah hubungan intim.
Pada infeksi kambuhan (rekuren), gejala dan keluhan pada umumnya lebih ringan. Gambaran penyakit bersifat lokal pada salah satu sisi bagian tubuh (unilateral), berbentuk vesikuloulseratif (bercak koreng) yang biasanya dapat hilang dalam 5 hingga 7 hari.
Sebelum muncul bercak berkoreng, didahului dengan rasa panas, gatal dan nyeri.
Fase Laten
Fase ini berati penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HVS dapat ditemukan dlm keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
F.Komplikasi
Nyeri post herpetik adalah nyeri yang timbul setelah gejala-gejala herpes zoster mulai membaik. Nyeri tersebut dapat merupakan komplikasi yang paling umum terjadi di masyarakat. Neuralgia paost herpetika (NPH) adalah komplikasi yang serius dari Herpes Zoster, nyeri dirasakan di tempat penyembuhan ruam Herpes Zoster, terjadi 9 % hingga 15 % pasien herpes zoster yang tidak diobati, dengan risiko yang lebih tinggi pada usia tua. Data seluruh dunia menunjukkan di antara pasien herpes zoster yang berumur di atas 60 tahun, 6% masih merasakan nyeri saat 1 bulan sejak terkena herpes zoster dan 1% masih merasakan nyeri 3 bulan sesudahnya. Herpes zoster sendiri merupakan suatu reaktivasi virus varicella (cacar air) yang berdiam di dalam jaringan saraf. Gangguan sensorik berupa hiperestesia, hiperalgesia dan alodinia ikut memperberat penderitaan yang dialami. NPH ditandai dengan gangguan fungsi saraf yang menyerang saraf nosiseptif (penghantar rangsang nyeri) dan sensorik. Terbentuknya persambungan sel-sel saraf yang abnormal dan ketidakseimbangan pengaturan otomatis pada sistem penghambatan serta perangsangan saraf juga ditemukan dan berperan terhadap timbulnya nyeri pada kasus ini.
Tidak semua kasus herpes zoster diikuti dengan NPH. Kasus ini lebih sering ditemukan pada lansia, serangan herpes zoster di wajah bagian atas dan lengan, nyeri hebat pada saat serangan herpes zoster, dan ruam kulit yang sangat banyak pada saat serangan herpes zoster. Pasien yang sudah pernah menderita herpes zoster sebelumnya, dan nyeri dirasakan di tempat yang tadinya terdapat ruam kulit. Nyeri demikian dapat dikategorikan sebagai NPH jika masih dirasakan sampai lebih dari 3 bulan sejak hilangnya ruam kulit. Sifat nyeri umumnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan dapat dicetuskan oleh sentuhan ringan (yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan nyeri). Sejauh ini tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan untuk mendiagnosis NPH.
Selain itu komplikasi-komplikasi lain yang dapat terjadi di beberapa bagian tubuh lainnya, diantaranya :
Pada mata
Diawali dengan mata merah meradang, air mata banyak keluar, penglihatan rangkap, nyeri bola mata, sebagian penglihatan kabur sampai hilang. Komplikasi herpes zoster ke mata bisa menyebabkan macam macam kerusakan dan kemungkinan bisa sampai buta. Biasanya setelah herpes ini sembuh bisa menyisakan cacat pada kornea, atau tekanan bola mata berubah meninggi (glaucoma).
Pada telinga
Bisa menimbulkan rasa nyeri pada telinga, kualitas pendengaran menjadi menurun, baik itu bersifat sementara ataupun juga permanen serta bisa menyebabkan wajah menjadi lumpuh sebelah.
Pada otak
Komplikasi herpes ke saraf otak bisa menyisakan rasa nyeri kepala yang hebat sampai berbulan - bulan lamanya.
G.Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif.(Elizabeth, 2008 hal. 120 – 121)
a. Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat diberikan pada anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan. Efek samping: biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan.
b. Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster Imun Plasma (ZIP). Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah kontak. Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:
1) Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah melahirkan.
2) Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya belum divaksinasi.
3) Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.
4) Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna, lagi pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG) dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang lebih besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insiden varisela dan merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah varisela untuk kedua kalinya.
F.Penatalaksnaan
Farmakologi
1. Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Pada stadium vesicular yang terpenting adalah menjaga gelembung/Plenting cairan agar tidak pecah supaya tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman yang lain, yaitu dengan cara pemberian Acyclovir salep digunakan untuk mengobati luka dingin (lepuh demam, lepuh yang disebabkan oleh virus) pada wajah dan mata. Acyclovir bekerja dengan cara menghentikan penyebaran virus herpes dalam tubuh (MIMS Annual Indonesia 2008).
Acyclovir yang topical terdapat dalam bentuk sedian cream dan salep untuk dioleskan ke kulit. Acyclovir cream biasanya dioleskan lima kali sehari selama selama 4 hari. Sedangkan untuk salep Acyclovir biasanya dioleskan enam kali sehari (biasanya 4 jam terpisah) selama 7 hari. Cara terbaik memulai menggunakan salep Acyclovir sesegera mungkin setelah pasien mengalami gejalah pertama infeksi. Perlu diingat Acyclovir cream dan salep hanya digunakan di kulit jangan sampai cream atau salep masuk ke mata, hidung, dan mulut. Jika gejalah semakin memburuk segera hubungi dokter kembali (MIMS Annual Indonesia 2008)
Efek samping dari Acyclovir topical adalah Kering atau bibir pecah-pecah, Terkelupas, mengelupas atau kulit kering, Terbakar atau kulit menyengat, Kemerahan, pembengkakan, atau iritasi di tempat di mana pasien dioleskan obat, gejala lainnya yaitu Gatal-gatal, Ruam, Rasa gatal, Kesulitan bernapas atau menelan, Pembengkakan wajah, leher, bibir, mata, tangan, kaki, pergelangan kaki, atau kaki yang lebih rendah, Suara serak. Beberapa efek samping dapat serius. Jika pasien mengalami gejala-gejala tersebut, segera hubungi dokter (MIMS Annual Indonesia 2008)
.
2. Pengobatan Sistemik
Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit herpes ditujukan untuk mengurangi keluhan gejala yang ada nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol. Pemberian Acyclovir tablet oral maupun intravena sebagai antiviral yang betujuan untuk mengurangi demam, nyeri, komplikasi serta melindungi penderita dari ketidakmampuan daya tahan tubuh melawan virus herpes. Acyclovir dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral.
a. Acyclovir
Acyclovir, atau yang dikenal dengan nama askiloguanosin adalah obat antiviral yang digunakan secara luas untuk pengobatan herpes. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat.
Tujuan terapi Acyclovir adalah mencegah dan mengobati infeksi Virus varisella zoster, menyembuhkan gejala yang muncul, seperti kemerahan (eritema), gelembung-gelembung berisi cairan, keropeng atau kerak.
Nama dagang adalah Clinovir (Pharos)
Komposis Tiap tablet mengandung Acyclovir 200 mg dan Tiap tablet mengandung Acyclovir 400 mg.
Cara Kerja Obat
Acyclovir adalah analog nukleosida purin asiklik yang aktif terhadap virus Herpes simplex, Varicella zoster, Epstein-Barr dan Cytomegalovirus. Di dalam sel, acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir trifosfat yang bekerja menghambat virus herpes simplex DNA polymerase dan replikasi DNA virus, sehingga mencegah sintesa DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang normal (Gunawan, 2008).
Strategi terapi
Strategi terapi farmakologis (terapi dengan obat) dalam pengobatan penyakit herpes adalah dengan menggunakan obat-obat antivirus. Pengobatan baku untuk herpes adalah dengan acyclovir, valacyclovir, famcyclovir, dan pencyclovir yang dapat diberikan dalam bentuk krim, pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih parah. Semua obat ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah rasa nyeri akibat herpes mulai terasa. Semua antivirus yang digunakan pada infeksi Virus varisella zoster bekerja dengan menghambat polimerase DNA virus. Acyclovir, ganciclovir, famciclovir, dan valacyclovir secara selektif di fosforilasi menjadi bentuk monofosfat pada sel yang terinfeksi virus. Bentuk monofosfat tersebut selanjutnya akan diubah oleh enzym seluler menjadi bentuk trifosfat, yang akan menyatu dengan rantai DNA virus. Acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir terbukti efektif dalam memperpendek durasi dari gejala dan lesi.
Ayclovir : merupakan agen yang paling banyak digunakan pada infeksi Virus varisella zoster, tersedia dalam bentuk sediaan intravena, oral, dan topikal. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat (Gunawan, 2008).
Ganciclovir : mempunyai aktivitas terhadap herpes simplex virus tipe 1 dan 2, tetapi lebih toksik daripada acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir, karena itu tidak direkomendasikan untuk pengobatan herpes.
Famciclovir : merupakan prodrug dari penciclovir yang secara klinis efektif dalam mengobati herpes simplex virus tipe 1 dan 2. famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.
Valacyclovir : merupakan valyl ester dari acyclovir dan memiliki bioavailabilitas yang lebih besar daripada acyclovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Untuk penderita yang resisten terhadap Asiklovir seperti pada penderita herpes zoster dengan immunocompromised dapat diberikan Foscarnet dengan dosis 40 mg / kg BB secara intravena setiap 8 jam hingga membaik(MIMS Annual Indonesia 2008).
Indikasi
Untuk mengobati Virus varisella zoster , herpes zoster, genital Herpes Simplex Virus, herpes labialis, HSV encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah (immunocompromised), Pengobatan infeksi herpes zoster dan varicella (Gunawan, 2008).
Bentuk Sediaan Tablet 200 mg, 400 mg.
Dosis dan Aturan Pakai
Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat.
Peringatan dan perhatian
Acyclovir tidak boleh digunakan selama masa kehamilan kecuali bila manfaat yang didapat jauh lebih besar daripada resikonya baik terhadap ibu maupun janin. Hati-hati pemberian pada wanita yang sedang menyusui.
Efek Samping
Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12% dan sakit kepala (2%). Pada system pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%), muntah (3%) dan diare (2-3%) (MIMS Annual Indonesia 2008).
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari formula.
Cara Penyimpanan Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.
Kemasan Acyclovir 200 mg, kotak 10 blister @ 10 tablet dan Acyclovir 400 mg, kotak 10 blister @ 10 tablet.
b. Analgetik
Paracetamol/Acetamenofen
Tujuan Terapi Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. jadi, tidak perlu heran bila suatu saat diberikan paracetamol oleh dokter untuk mengatasi sakit kepala,nyeri atau sakit gigi (Gunawan, 2008).
Farmakologi Obat asetamenofen/paracetamol ini mempunyai aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik dengan sedikit efek anti inflamasi. Seperti aspirin, asetaminofen berefek menghambat sintesis prostaglandin perifer.
Indikasi
Paracetamol berefek meringankan sementara rasa sakit, nyeri ringan dan perut terasa panas atau gangguan perut lainnya.
Farmakokinetik Asetaminofen yaitu dia cepat diabsorbsi dari saluran cerna. Pada lingkungan normal, asetaminofen dikonjugasi dihati menjadi bentuk glukoronida atau metabolit sulfat yang tidak aktif. Sebagian asetaminofen dihidroksilasi menjadi bentuk N-asetil-benzokuinonefen-reaktif tinggi dan metabolit berpotensi berbahaya yang bereaksi dengan grup sulfhidril. Kemudian membentuk substansi nontoksik, dan akhirnya disekresikan ke dalam urine (Gunawan, 2008).
Nama Dagang Obat yang mempunyai nama generik acetaminofen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain. Namun tidak usah khawatir walaupun dengan nama dagang, harga obat ini termasuk terjangkau bagi semua kalangan.
Dosis dan aturan Pakai
Walaupun sebenarnya obat ini bisa dibeli dengan bebas di warung warung, tetapi dalam penggunaanya tentu saja harus tetap memperhatikan dosis yang dianjurkan. Jangan pernah coba coba minum obat ini melebihi dari dosis yang dianjurkan bila ingin selamat. Jangan pula meminum obat ini selama lebih dari 10 hari berturut turut tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan diberikan pada anak dibawah 3 tahun tanpa terlebih dahulu meminta saran dari dokter. Peringatan diatas saya harap jangan disepelekan sebab walaupun paracetamol kelihatan seperti obat yang jinak, namun dibalik semua itu terdapat banyak efek samping yang perlu diwaspadai. Tetapi hal tersebut tidak usah terlalu dikhawatirkan, asal diminum sesuai dengan anjuran maka efek samping tidak akan pernah muncul dan walaupun muncul, derajatnya sangat ringan (Gunawan, 2008).
Jika tidak ada masalah di organ hati, dosis maksimum paracetamol untuk orang dewasa adalah 500 mg tiga kali sehari selama gejalah demam dan nyeri masih ada, jika tidak ada hentikan pemakaian. Bila karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini melebih dosis maksimum tadi maka jangan heran bila kelak terjadi kerusakan hati yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan harus segera ke dokter antara lain: mual sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, dan rasa lelah dan lemas. Adapun beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain : kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa, bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum paracetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Perhatian dan Peringatan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan teman-teman saat menjalani pengobatan dengan paracetamol. Jadi sebelum minum paracetamol, sampaikan ke dokter anda kalau anda sebelumnya pernah mengalami alergi setelah mengkonsumsi paracetamol atau alergi yang disebabkan oleh sebab lain. Selain itu, informasikan pula ke dokter bila anda mempunyai riwayat penyakit kronis seperti penyakit hati, ketergantungan alkohol, dan lain lain. Paracetamol dapat merusak hati, maka bila ditambah dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan maka akan mempercepat terjadinya kerusakan hati (MIMS Annual Indonesia, 2008).
Tanda tanda yang dapat muncul setelah mengkonsumsi paracetamol antara lain: terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan demam dan nyeri tenggorokan tidak berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan lebih lanjut.
Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar-benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.
c. Vaksin zoster (Zostavax)
Zostavax adalah salah satu vaksin zoster dengan penggunaan satu kali, kuat, dan meningkatkan cell mediated imunity spesifik VZV. Pada sebuah studi, dibuktikan bahwa vaksin zoster mengurangi beratnya kesakitan sebesar 61%, mengurangi angka kejadian herpes zoster sebesar 51%, dan mengurangi angka kejadian neuralgia postherpestik sebesar 67% (Sanford dan Keating, 2010).
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melalui membran plasma dengan cara difusi pasif. Didalam sitoplasma sel membentuk komplek reseptor-steroi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan merangsang transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik, dan pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid (Gunawan, 2009).
Salah satu sediaan kortikosteroid adalah prednison. Prednison tersedia dalam bentuk oral dengan dosis 5 mg per tablet. Dalam kaitan dengan penyakit herpes zoster dosis prednison yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri postherpestic adalah sebesar 3x 20 mg dalam sehari (Handoko, 2011).
Non farmakologi
Perawatan non farmakologi juga sangat penting. Pendidikan pasien dan dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster. Hal tersebut meliputi penjelasan atas jalannya penyakit, rencana pengobatan, dan perlu memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien tentang Herpes zoster harus diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang resiko menular terhadap orang yang belum pernah cacar air. Instruksikan pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan kering untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap perubahan suhu badan, dan menggunakan baju yang bersih dan hidup sehat untuk mengurangi ketidaknyamanan.
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan istirahat dan makan-makanan bergizi karena infeksi virus akan cepat membaik dengan meningkatnya system imun tubuh, serta berkonsultasi ke dokter kulit dan kelamin.
Akupuntur
Fleckenstain et al (2009) menyatakan bahwa, Akupuntur dilaporkan menjanjikan untuk beberapa percobaan pada neuralgia, nyeri neuropatik, atau kondisi postherpestik.
Terapi Psikososial
Manajemen stress dan berbagai tehnik kognitif-perilaku, termasuk latihan relaksasi, biofeedback dan hypnosis dapat bermanfaat sebagai terapi penunjang. Pasien perlu diberi penjelasan mengenai perjalanan penyakitnya, dibuat strategi untuk mengikatkan kepatuhan pasien dan mempercepat kembali ke aktivitas sebelum sakit.
G.Patofisiologi
PENGKAJIAN
IdentitasKlien
Namaklien : Tn. Komarudin Ali
Umur : 23tahun
Jeniskelamin : Laki- laki
Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : ISLAM
Pendidikan : S1
Pekerjaan : KaryawanSwasta
Alamat : JalanKarapitan No. 255 Bandung
MRS : 11 Januari 2014, Jam 09.25 WIB, diantarkeluarga.
Tglpengkajian : 11Januari 2014, Jam 10.35 WIB
RiwayatKesehatan
Keluhanutama
adanyanyeridanadanyalepuhan yang dikelilingiolehdaerahkemerahanmembentuksebuahgelembungcairpadadaerahpunggung
RiwayatKesehatanSekarang
Tuan Komarudin Ali 23tahundatangkerumahsakitdengankeluhanadanyanyeridanadanyalepuhan yang dikelilingiolehdaerahkemerahanmembentuksebuahgelembungcairpadadaerahpunggung.Sebelumnya Tuan Komarudin Alimengalamigatal-gatalselama 2 hari.Tuan Komarudinmengeluhnyeriberskala 4 dari 5.
Riwayatkeperawatan yang lalu
Klienbelumpernahmengalamigangguan integument
Riwayatkesehatankeluarga
Ada anggota yang terinfeksi virus iniyaituadikklien.
Polamanajemenkesehatan
Klienmengatakanjikaadakeluarga yang sakitmakasegeradibawatempatpelayanankesehatanterdekatbaikitupoliklinikmaupundokter.
Polanutrisi
Sebelumsakitkliennmakandenganporsisedang 3 x sehariditambahmakananringansertaminum 4 gelas/ hari.Namunsaatsakitnafsumakanklienberkurang, tetapitidaksampaikehilangannafsumakan.Di rumahsakitklienmasihdapatmenghabiskanporsimakannya.
Polaeliminasi
Untuk BAB dan BAK klientidakmengalamigangguanselamasakitnyayaitu 1x BAB dan 4x BAK.
Polapersepsidankognitif
Klientidakmengalamidisorientasitempatdanwaktu.Semuaalatinderaklienmasihberfungsidalambatas normal.
Polaaktivitas
Klienmengalamisedikitkesulitandalamberaktivitassepertibiasayaitupergikekantoruntukbekerja, danmelakukankegiatan yang lain sesuaidenganrutinitasnya, akibatnyeri.
Polatidurdanistirahat
Sebelumsakitklientidakadakeluhandengankebiasaantidurnyayaitu 6- 8 jam/ hari.Ketikasakitklienkadangmengeluhkesulitanuntuktidurkarenamerasakannyeri.
Polapersepsidiridankonsepdiri
Klientahukondisinyapenyakitnyasaatinidanakanberusahamenerimasegalakondisinyasaatini. Klientidakmerasamaludanrendahdiridengankondisinyasaatini.
Polaperandanhubungan
Klientidakmengalamimasalahdalamhubungansosialnya.Klienmemilikibanyaktemandanstaf yang menghormatinya.
Polaseksualitasdanreproduksi
Klienberjeniskelaminlaki – laki, masihlajang.
Polakopingdantoleransistress
Klienmerasayakinbahwapenyakitnyaakansembuh, tetapiharusmemerlukansuatuusahadantaklupauntukterusberdoa.
Polanilaidankepercayaan/ agama
Klienmasihmenjalankanshalatlimawaktu.
Pemeriksaanfisik
Kesadaran : Composmetis
TekananDarah : 130/ 90 mmHg
Nadi : 112 x/ menit
Pernafasan : 22 x/ menit
Suhutubuh : 38 °C
Kulit : Kulitlembab, bersih, turgor baik, tidakterdapat pitting edema, warnakulit
sawomatang, tidakadahiperpigmentasi.
Kepala : Bentukkepalamesosephal, bersih, tidakberbau, tidakadalesi, rambuthitam
lurus
Mata :Isokor, reflek pupil simetris, diameter pupil ± 4 mm, konjungtivatidakanemis,
scleratidakikteric, tidakada ptosis, koordinasigerakmatasimetrisdanmampumengikutipergerakanbendasecaraterbatasdalam 6 titiksudutpandang yang berbeda.
Hidung :Simetris, bersih, tidakadapoliphidung, cupinghidungtidakada.
Telinga :Simetris, bersih, tidakadatandaperadanganditelinga/ mastoid. Cerumentidak
ada, refleksuarabaikdantelingasedikitberdenging.
Mulut :Bibirtidak cyanosis, mukosabibirlembab, lidahbersih, tidakadapembesaran
tonsil, tidakada stomatitis dangigimasihgenap. Sekitarbibirterdapatbintikbintikkemerahan yang membentukgelembung yang berisicairan.
Leher : Simetris, tidakterdapatpembesarankelenjar thyroid.
Dada :
Jantung
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Palpasi : teraba normal
Perkusi : Konfigurasijantungdalambatas normal
Auskultasi : normal
Paru – paru
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonorseluruhlapangparu
Auskultasi : Suaradasarvesikuler, suaratambahan ( - )
Perut :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, tidakadamassa
Perkusi : timpani
Auskultasi : bisingusus ( + )
Ekstrimitas :
Tidakditemukanlesimaupunudempadaektrimitasatasmaupunbawah.
MASALAH KEPERAWATAN
ETIOLOGI
Gangguan rasa nyaman nyeri
Gangguan integritas kulit
Ansietas
VHS
Nukleus sel
Infeksi primer
Timbul vesikel-vesikel
Edema kulit yang berat
Nyeri
VHS
Infeksi primer
Dermis dan epidermis
Gingivos stomatis
Gangguan integritas kulit
Adanya penyakit
Kurang terpaparnya informasi
Kurang pengetahuan
Stress psikologis
Ansietas
ASKEP Herpes Zooster
NO.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi virus
Rasa nyaman terpenuhi setelah tindakan keperawatan
Kaji kualitas & kuantitas nyeri
Kaji respon klien terhadap nyeri
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Hindari rangsangan nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
2.
Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
Integritas kulit tubuh kembali dalam waktu 7-10 hari
Kaji tingkat kerusakan kulit
Jauhkan lesi dari manipulasi dan kontaminasi
Berikan diet TKTP
3.
Cemas b.d adanya lesi pada wajah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas akan hilang/berkurang
Kaji tingkat kecemasan klien
Jalaskan tentang penyakitnya dan prosedur perawatan
Tingkatkan hubungan terapeutik
Libatkan keluarga untuk memberi dukungan
DAFTAR PUSTAKA
FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Hal:151-152.
Rassner, 1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-43.
Prof. Dr. Marwali H, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. cetakan I. Jakarta
FK UI, 2000. ,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi keempat. Jakarta
http://www.kulitkita.com/2009/03/penatalaksanaan-herpes-simplex.html.