BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan
keuangan
di
gunakan
sebagai
sumber
informasi
dalam
pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh investor, karyawan, pemerintah, kreditur, maupun masyarakat. Dalam praktiknya, akuntan harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda yakni akuntan harus menyajikan laporan keuangan kepada investor sesuai dengan PSAK dan akuntan juga harus menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang telah ditetapkan pemerintah. Perbedaan inilah yang menyebabkan permasalahan dalam penyusunan laporan keuangan. Perbedaan tersebut terdiri dari perbedaan sementara (temporary (temporary different ) dan perbedaan tetap ( permanent different ). ). Perbedaan tetap tidak boleh dimasukkan ke dalam laporan laba rugi karena berdasar aturan perpajakan bukan merupakan penghasilan. Sedangkan perbedaan sementara boleh diakui, sehingga harus dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui laba fiskal perusahan. Perbedaan pengakuan Pajak Penghasilan menurut standar akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan di atas itulah yang menjadi fokus diterapkannya PSAK 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. 1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara akuntansi dan pajak penghasilan dalam PSAK 46? 1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara akuntansi dan pajak penghasilan salam PSAK 46. 1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan ini adalah : 1.
Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan penulis mengenai akuntansi pajak penghasilan sebagaimana yang diatur dalam PSAK No. 46.
2.
Sebagai pelengkap perbendaharaan perpustakaan untuk bahan bacaan dan perbandingan bagi mahasiswa yang memerlukan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi dan Pajak Penghasilan
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis (badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. UndangUndang Pajak menyebutkan atas penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas, penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba. Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut. Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang telah dipotong, harus disetorkan ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan dan kas negara sebagai penerima pajak. Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib memotong PPN (pajak pertambahan nilai). Untuk produksi dan import
barang mewah akan dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam laporan posisi keuangan. PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya. Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak. Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya dibagi dua belas atau dengan
cara
perhitungan
tersendiri
jika
penghasilan
tahun
sebelumnya
diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28). Pajak kurang bayar akan disajikan dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak penghasilan (kurang bayar) atau piutang restitusi pajak (lebih bayar). Dalam standar disebut sebagai utang pajak kini. PSAK 46 adalah PSAK yang mengatur bagaimana entitas melaporan pajak penghasilan dalam laporan keuangan baik dalam laporan posisi keuangan maupun dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain. Seringkali praktisi akuntan meremehkan keberadaan informasi pajak dalam laporan keuangan. Atau seringkali beranggapan antara administrasi perpajakan dan akuntansi tidak memiliki kaitan. PSAK 46 menggunakan konsep akrual dalam mengakui beban, aset dan kewajiban perpajakan. Sehingga setiap penghasilan menurut akuntansi harus tetap diperhitungkan dampak pajak yang harus dibayarkan di masa
mendatang atau telah dibayarkan pada masa sekarang. Untuk itulah timbul istilah aset dan pajak tangguhan. PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak penghasilan entitas. Sebagai salah satu beban entitas, pajak penghasilan dikenakan dan dihitung berdasarkan penghasilan yang telah diakui entitas. Konsep matching principles, tetap dipertahankan dalam pengakuan ini, sehigga jika penghasilan tersebut diterima pada suatu periode maka konsekuensi pajaknya harus diperhitungkan pada periode tersebut. Walaupun menurut peraturan, pajaknya akan dibayarkan pada periode yang lain. PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan merupakan revisi atas PSAK 46 : Akuntansi Pajak Penghasilan tahun 1998. Revisi dilakukan dengan menyesuaikan PSAK dengan IAS 21: Income taxes. Beberapa ketentuan dalam IAS 21 yang tidak diadopsi dalam PSAK 46 revisi 1998, ditambahkan. Namun ada beberapa ketentuan pajak dalam regulasi Indonesia seperti pajak finak dan surat ketetapan pajak masih dipertahankan, sehinga masih terdapat perbedaan antara IAS 12 dan PSAK revisi (2010). Ketentuan dalam PSAK 46 secara umum mengikuti praktik umum yang berlaku secara internasional. Beban pajak dalam laporan keuangan tidak dihitung berdasarkan jumlah pajak terhutang menurut fiskal namun juga tidak dihitung berdasarkan laba sebelum pajak sebelum tarif yang berlaku. Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan. Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban pajak dalam laporan keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan fiskal. Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa depan. Ketentuan dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun hampir di seluruh Negara cenderung terdapat
perbedaan antara pajak dan akuntansi. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan permanen dan perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Informasi dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam catatan atas laporan keuangan, sebagai informasi pendukung untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban pajak tangguhan dan aset / liabilitas pajak tangguhan yang terkait. 2.2 Perbedaan Permanen dan Perbedaan Temporer
Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah, sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purna karya. Atas perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan. Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang, perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak umum. Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda. Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya.
Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat bukti obyektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan. Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan. Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak, maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.
2.3 Pajak Kini dan Pajak Tangguhan
Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tariff pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba bersih sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi). Koreksi fiskal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan
standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities) adalah Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang untuk periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences). Perbedaan temporer timbul sebagai konsekuensi logis dari adanya perbedaan standar atau ketentuan yang berkaitan dengan pengakuan (kriteria dan periode), dan pengukuran atau penilaian elemen-elemen laporan keuangan yang berlaku dalam disiplin akuntansi perpajakan (ketentuan perpajakan) disatu pihak dengan standar atau ketentuan yang berlaku dalam disiplin akuntansi keuangan dipihak yang lain. Penyajian Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabiliies) dalam neraca harus disajikan terpisah dari kewajiban pajak kini, disajikan dalam kewajiban tidak lancar. Pengukuran Kewajiban pajak tangguhan (Deferred Tax Assets) didasarkan pajak peraturan yang berlaku, efek perubahan peraturan perpajakan yang terjadi di kemudian hari tidak boleh diantisipasi atau diestimasikan.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://keuanganlsm.com/mengenai-psak-46-tentang-pajak-penangguhan/ http://jagalan.blog.uns.ac.id/pajak-kini-dan-pajaktangguhan/BimoSatrioWicaksono http://www.astomoservices.com/akuntansi-pajak-penghasilan/ www.scribd.com, Prinsip Akuntansi dalam PSAK 46, Bambang Agus Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia