BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Roseola infantum merupakan penyakit yang sering diderita pada bayi. Penyakit ini disebabkan oleh human herpesvirus 6 (HHV-6). Virus ini telah diisolasi pada tahun 1986. Kebanyakan (70-95%) bayi baru lahir adalah seropositif untuk HHV-6, menggambarkan antibodi transplasenta. Frekuensi seropositif turun antara umur 4 dan 6 bulan (5-50%). Pada umur 1-2 tahun, lebih dari 90% bayi adalah seropositif. Hampir semua orang dewasa adalah seropositif, walaupun titer HHV-6 mungkin lebih rendah daripada pada anak. Infeksi yang terjadi sama pada kedua jenis kelamin dan terjadi di seluruh musim dalam setahun dengan insiden agak lebih tinggi pada akhir musim semi dan awal musim panas. Wabah kecil Roseola diperantarai HHV-6 terdokumentasi pada populasi yang padat, seperti panti asuhan. Masa inkubasi yang tercatat dari wabah kecil dan infeksi eksperimental adalah 5-15 hari. Belum ada profilaksis dan pengobatan bagi penderita yang terkena infeksi HHV-6. Rubella yang sering dikenal dengan istilah campak Jerman atau campak 3 hari adalah sebuah infeksi yang menyerang terutama kulit dan kelenjar getah bening. Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella ( virus yang berbeda dari virus yang menyebabkan campak), yang biasanya ditularkan melalui cairan yang keluar dari hidung atau tenggorokan.
1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja yang kita pelajari tentang Roseola Infantum? 2. Apa saja yang kita pelajari tentang Rubella?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa saja yang harus kita pelajari tentang Roseola Infantum. 2. Untuk mengetahui apa saja yang harus kita pelajari tentang Rubella.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Roseola Infantum 2.1.1 Definisi
Exanthem subitum mempunyai nama lain Roseola infantum, Sixth disease dan Campak bayi merupakan suatu penyakit jinak pada anak-anak yang biasanya terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, yang menyebabkan ruam yang diikuti dengan demam selama 3 hari. Roseola adalah penyakit yang menyerang bayi usia 9-12 bulan yang ditandai dengan demam tinggi selama 3 hari yang diikuti munculnya ruammakulopapuler .Roseola infantum adalah suatu penyakit virus menular pada bayi atau anak-anakyang sangat muda, yang menyebabkan ruam dan demam tinggi. 2.1.2 Penyebab
Roseola biasanya disebabkan oleh virus HHV-6 atau virus herpes tipe 6. HHV-6 adalah
agen
subitum.
etiologi
HHV-6
pada
merupakan
sekurang-kurangnya salah
satu
dari
80-92% tujuh
virus
kasus Exanthema herpes manusia.
Diameter virus ini besar (185-200 nm), berselubung, merupakan virus DNA helai ganda sekitar 170 kilobasa. Pada mulanya diisolasi dari sel darah perifer manusia, bereplikasi pada sel T manusia baik sel CD4 maupun CD8, monosit, megakariosit, sel pembunuh alamiah, sel glia, dan sel epitel serta sel salivarius. HHV-6 ini mempunyai 2 varian, yaitu human herpesvirus varian A yang tidak menyebabkan suatu penyakit, dan human herpes virus varian B yang paling banyak menyebabkan infeksi HHV-6 primer. Virus ini menyebar melalui air ludah (droplet) dan sekret genital.
2
2.1.3
Gejala Klinis
Infeksi HHV-6 mulai dengan gejala mendadak, demam setinggi 39,4- 41,2ºC, fontanella anterior mencembung sehingga dapat timbul kejang. Kejang dapat terjadi pada stadium pra-eruptif Roseola. Mukosa faring mungkin sedikit meradang dan sedikit koryza, biasanya anak tampak relatif baik walaupun demam. Demam turun dengan cepat pada hari ke 3-4, ketika suhu kembali normal, erupsi berbentuk makulopapular tampak diseluruh tubuh, mulai pada badan, menyebar ke lengan dan leher, dan melibatkan muka dan kaki. Ruam menghilang dalam 3 hari. Deskuamasi jarang dan tidak ada pigmentasi. Limfonodi dapat membesar terutama di daerah servikal tetapi tidak meluas seperti pada ruam rubella. Berikut uraian gejala klinis roseola terkait HHV-6:
Demam Tingkat maksimum : 39-40ºC (kisaran 37,5 - 41 ,2ºC) Lamanya : 3-4 hari (kisaran 1-7 hari)
Ruam Hari kemunculan : 3-5 hari sesudah mulai demam Lamanya : 3-4 hari (kisaran 1-6 hari) Tandanya : Makular, menyatu (seperti campak), 40%;Papular (seperti rubella), 55%. Tempat : leher, perut, badan, punggung, tungkai
2.1.4 Pemeriksaan Fisik Umum:Meliputi tingkat kesadaran. Antara lain pemeriksaan yang dilakukan ialah
memeriksa suhu tubuh,nadi,tekanan darah dan frekuensi nafas pasien. Inspeksi : Terlihat ruam makula eritematous di seluruh tubuh, terutama wajah, leher,
punggung dan ekstremitas atas. 3
2.1.5 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukopenia dan leukositosis relatif. Adanya HHV-6 dapat ditemukan dengan kultur darah, tes serologi atau PCR. Pemeriksaan darah rutin seperti jumlah leukosit, dimana dapat dijumpai leukositosis. Selama 24-36 jam pertama panas, jumlah leukosit dapat mencapai 1600020000/mm3 dengan peninggian neutrofil. Pada hari ke-2 dapat timbul leucopenia (30005000/mm3) biasanya pada hari ke 3-4 panas. Dapat terdapat neutropenia absolute dengan limfositosis relative (90%). Kadang-kadang dapat timbul monosit dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan serologis, seperti pemeriksaan terhadap immunoglobulin M terhadap antibodi penderita, dan dapat dilakukan pemeriksaan polymerase. Polymerase Chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA HHV-6 pada saliva dan kelenjar liur. Pemeriksaan secara pasti untuk menentukan infeksi primer dari HHV-6 sangat sulit. Meskipun terdapat berbagai macam tes serologi tetapi tetap tidak akurat. Adanya antibodi maternal pada bayi dengan peningkatan 4 kali pada titer serologi, dapat menandakan reaktivitas atau dapat pula berhubungan dengan infeksi yang lain. Pemeriksaan serologis HHV-6 dan HHV-7 dapat menunjukkan adanya reaksi silang, sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Antibodi IgM terhadap HHV-6 umumnya dapat terdeteksi 5-7 hari pertama setelah infeksi primer. Deteksi DNA HHV-6 pada darah dan saliva, dengan polymerase chain reaction tidak dapat membedakan suatu infeksi persisten pada sel mononuclear darah tepi umumnya terdapat pada anak setelah infeksi primer. 2.1.6 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya penyakit ini, dapat dilakukan dengan menjaga daya tahan tubuh karena penyakit ini disebabkan oleh virus sehingga apabila daya tahan tubuh kita lemah maka virus akan dengan mudah menyerang. Selain itu hendaknya menghindari kontak dengan penderita karena penularan penyakit ini melalui droplet dan dahak yang keluar saat mereka bicara, tertawa, bersin atau batuk sehingga dapat terhirup oleh kita. Untuk mencegah penularan Roseola infantum pada lingkungan, anak yang sakit diberi izin tidak masuk sekolah selama ± 10 hari.
4
2.1.7 Penularan
Penularan virus ini sama seperti kasus-kasus pilek pada umumnya, yaitu secara langsung ketika anak anda turut menghirup butiran-butiran liur yang dikeluarkan oleh anak penderita roseola yang sedang berada di dekatnya melalui batuk atau bersin dan secara tidak langsung ketika anak anda memegang benda yang telah terkontaminasi virus HHV-6 atau berbagi penggunaan sesuatu dengan anak penderita roseola, misalnya piring, gelas, dan sendok. 2.1.8 Pengobatan
Tidak ada terapi antivirus yang tersedia untuk infeksi HHV-6. Akan tetapi pada tahun 2002 Rapaport et al, melaporkan bahwa terapi profilaksis menggunakan Gansiklovir dapat digunakan untuk mencegah reaktivasi HHV-6 pada pasien yang mendapat transplantasi sumsum tulang. Terapi yang direkomendasikan
adalah
terapi suportif. Antipiretik dapat
membantu dalam mengurangi demam. Dapat menggunakan asetaminofen atau ibuprofen. Pada bayi dan anak muda yang cenderung untuk konvulsi, pemberian sedatif ketika mulai muncul demam mungkin efektif sebagai profilaksis terhadap kejang. Setelah demam turun, sebaiknya anak dikompres dengan menggunakan handuk atau lap yang telah dibasahi dengan air hangat (suam-suam kuku) guna menjaga tidak terjadinya demam kembali. Jangan menggunakan es batu, air dingin, alkohol maupun kipas angin. Untuk pencegahan terjadinya dehidrasi akibat demam, anjurkan anak untuk minum banyak air putih dengan potongan es gula, larutan elektrolit, air jahe dengan soda, air jeruk limun atau air kaldu
5
2.2 Rubella 2.2.1 Definisi
Rubella yang berarti “merah kecil” pertama kali dibedakan dari campak dan eksantema lainnya oleh seorang dokter jerman pada abad ke 18, sehingga rubella kadangkala disebut juga dengan campak jerman (German measles). Rubella yang sering dikenal dengan istilah campak Jerman atau campak 3 hari adalah sebuah infeksi yang menyerang terutama kulit dan kelenjar getah bening. Penyakit ini disebabkan oleh virus rubella ( virus yang berbeda dari virus yang menyebabkan campak), yang biasanya ditularkan melalui cairan yang keluar dari hidung atau tenggorokan. Pada tahun 1941 Norman Mc Alister Gregg menemukan bahwa infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan katarak kongenital. Sejak saat itu virus rubella seringkali dihubungkan dengan kelainan kongenital. 2.2.2 Penyebab
Penyebab Virus Rubella adalah virus RNA dari Famili Togaviridae. Virus ini merupakan virus RNA untai tunggal berpolaritas positif, berbentuk sferik yang besarnya 65-70 nm dengan kapsid berbentuk ikosahedral, yang terdiri dari 240 kapsomer. Partikel virion mempunyai selubung yang terdiri dari 2 lapis lipoprotein yang didapat dari membran sel hospes. Pada selubung ini terdapat tonjolan glikoprotein virus yang disebut E1 dan E2. 2.2.3
Gejala Klinis
Penyakit rubella bisa terjadi pada bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Umumnya gejala bersifat ringan berupa demam pada bayi dan anak-anak, nyeri sendi pada orang dewasa. Tanda yang paling khas adalah pembesaran kelenjar getah bening di 6
daerah belakang kepala, belakang telinga dan leher bagian belakang yang disertai rasa nyeri. Keadaan ini diikuti dengan ruam pada kulit di daerah muka dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dalam waktu sekitar 1-2 hari. Gejala ruam dan demam biasanya menghilang setelah 3 hari. Gejala klinik lainnya dari infeksi virus rubella konjungtivitis, gangguan tenggorokan, limfadenopati, ruam makulopapular dan rasa nyeri. Gejala klinik yang paling menonjol adalah munculnya bintik-bintik kemerahan pada kulit yang biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari. Pada orang dewasa biasanya gejala penyakit lebih berat antara lain (i). Poliartralgia, yaitu radang sendi akut. Gejala ini biasanya hilang dalam beberapa minggu, tetapi terkadang sampai beberapa tahun, (ii). Trombositopenia, yaitu kadar trombosit dalam darah menurun. Gejala ini sering terjadi tetapi dapat sembuh sendiri, (iii). Enselopati, yaitu peradangan pada otak. Kasus enselopati yang merupakan komplikasi infeksi rubella ini jarang sekali terjadi yaitu hanya 1 dalam 6000 kasus, gejalanya mirip dengan enselopati yang disebabkan oleh infeksi virus lainnya, yaitu sakit kepala, leher kaku dan kejang. Enselopati ini diduga terjadi karena reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen virus rubella pada susunan saraf pusat.
Virus rubella dapat menyebabkan infeksi rubella postnatal dan sindrom rubella kongenital. Postnatal Rubella o
Patogenitas dan Patologi Infeksi neonatus, anak, dan orang dewasa terjadi melalui mukosa saluran napas atas. Rubella memiliki periode inkubasi sekitar 12 hari atau lebih lama. Replikasi virus awalnya kemungkinan terjadi di saluran napas, diikuti oleh multiplikasi di kelenjar getah bening leher. Viremia timbul setelah 7-9 hari dan bertahan sampai muncul antibodi di hari ke-13 sampai ke-15. Munculnya antibodi terjadi bersamaan dengan munculnya ruam, menunjukkan ada dasar imunologis terhadap munculnya ruam. Setelah ruam muncul, virus hanya terdeteksi di nasofaring dan bertahan di tempat ini selama beberapa minggu. Infeksi primer bersifat subklinis. 7
o
Gambaran Klinis Rubella biasanya dimulai dengan malaise, demam derajat rendah, dan ruam morbiliform yang muncul di hari yang sama. Ruam muncul di wajah, meluas ke batang tubuh dan ekstremitas, dan jarang bertahan lebih dari 3 hari. Tidak ada gambaran ruam yang patognomonik untuk rubella. Kecuali ada epidemi, penyakit ini sulit didiagnosis secara klinis, karena ruam yang disebabkan oleh virus lain (contoh, enterovirus) serupa gambarannya.
o
Imunitas Antibodi rubella dijumpai di dalam serum pasien begitu ruam menghilang dan titer antibody meningkat dengan cepat selama 1-3 minggu selanjutnya. Kebanyakan antibodi yang muncul di awal fase penyakit terdiri atas antibodi IgM, yang umumnya tidak bertahan melebihi 6 minggu pasca penyakit. Antibodi IgM rubella yang dijumpai dalam satu sampel serum yang diperoleh dalam 2 minggu setelah ruam muncul menjadi bukti adanya infeksi rubella. Antibodi IgG rubella biasanya bertahan seumur hidup. Satu kali serangan penyakit memunculkan imunitas seumur hidup, karena hanya ada satu tipe antigenic virus. Karena ruam tidak khas, riwayat pernah menderita “rubella” tidak dapat dijadikan sebagai petanda imunitas yang terpercaya. Ibu yang kebal mentransfer antibodi ke anaknya, yang kemudian terlindung selama 4-6 bulan.
o
Diagnosis Laboratorium Diagnosis klinis rubella tidak dapat dipercaya karena banyak infeksi virus menghasilkan gejala yang serupa dengan rubella. Diagnosis yang terpercaya berpegang kepada pemeriksaan laboratorium spesifik (isolasi virus, deteksi RNA virus, atau bukti adanya serokonversi). a. Isolasi dan Identifikasi Virus Apus nasofaring atau tenggorok yang diambil 6 hari sebelum dan setelah muncul ruam merupakan sumber yang baik untuk mengisolasi virus rubella. Berbagai macam lini sel yang berasal dari kera atau 8
kelinci dapat dipergunakan. Rubella menghasilkan efek sitopatik yang kurang terlihat dalam kebanyakan lini sel. Dengan menggunakan sel yang dikultur dalam vial kerangka, antigen virus dapat dideteksi melalui imunofluoresensi 3-4 hari pascainokulasi. b. Deteksi Asam Nukleat RT-PCR dapat dipergunakan untuk mendeteksi asam nukleat virus rubella secara langsung di dalam sampel klinis atau dalam kultur sel yang dipergunakan untuk mengisolasi virus. Penentuan tipe molekular dapat menentukan subtipe virus dan genotypenya sehingga bermanfaat dalam penelitian surveilans. Apus tenggorok merupakan sampel yang tepat guna penentuan tipe molekular. c. Serologi Uji HI merupakan uji serologi standar untuk rubella. Akan tetapi, serum harus diolah terlebih dulu untuk menyingkirkan penghambat nonspesifik sebelum uji dimulai. Uji ELISA lebih disukai karena tidak diperlukan serum olahan dan ELISA dapat disesuaikan untuk mendeteksi IgM yang spesifik. Deteksi IgG merupakan bukti adanya imunitas tubuh, karena hanya ada satu serotipe virus rubella. Agar kita dapat memastikan adanya infeksi rubella secara akurat (sangat penting dalam kasus ibu hamil), harus terlihat ada peningkatan titer antibodi di antara dua sampel serum yang diambil setidaknya selang 10 hari atau IgM spesifik rubella harus dideteksi dalam specimen tunggal. Uji serologi yang akurat guna mendeteksi antibodi rubella sedemikian pentingnya sehingga tersedia berbagai macam perangkat diagnostik dalam berbagai sediaan di pasaran. Kebanyakan orang tidak mampu menilai status imunitas rubella mereka dengan pasti, karena sering terjadi infeksi subklinis dan ruam akibat virus lain dapat disalahartikan sebagai rubella. o
Terapi, Pencegahan dan Pengendalian
9
Rubella merupakan penyakit ringan yang hilang sendiri, dan tidak ada terapi khusus untuknya. Rubella yang dibuktikan melalui laboratorium dalam 3-4 bulan pertama kehamilan hampir selalu berkaitan dengan infeksi janin. Immunoglobulin intravena (IGIV) yang disuntikan ke ibu tidak melindungi janin terhadap infeksi rubella karena immunoglobulin biasanya tidak diberikan cukup dini untuk mencegah viremia. Vaksin rubella hidup (dilemahkan) telah tersedia sejak 1969. Vaksin tersedia dalam bentuk antigen tunggal atau kombinasi dengan vaksin campak dan gondongan. Tujuan utama dari vaksinasi rubella adalah mencegah infeksi rubella kongenital. Virus vaksin berkembang biak di dalam tubuh dan dilepaskan sedikit-sedikit, tetapi tidak menyebar dengan kontak. Anak yang mendapat vaksinasi tidak membahayakan bagi ibu yang rentan dan sedang mengandung. Sebaliknya, anak yang tidak diimunisasi dapat membawa pulang virus liar dan menyebarkannya ke kontak keluarga yang rentan. Vaksin memicu timbulnya imunitas seumur hidup pada setidaknya 95% penerima. Vaksin ini aman dan hanya memunculkan sedikit efek samping bagi anak. Pada orang dewasa, satu-satunya efek samping yang signifikan adalah artralgia dan arthritis transien pada sekitar seperempat perempuan yang di vaksinasi. Sindrom Rubella Kongenital o
Patogenesis dan Patologi Viremia maternal terkait infeksi rubella selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi di plasenta dan janin. Hanya ada sejumlah sel janin yang terinfeksi. Angka pertumbuhan dari sel terinfeksi lebih sedikit dari biasanya saat lahir. Infeksi ini dapat membuat perkembangan organ terganggu dan hipoplastik sehingga timbul anomali struktural pada neonates. Waktu terjadinya infeksi janin menentukan besarnya efek teratogenik. Umumnya, semakin dini infeksi kehamilan muncul, semakin 10
besar kerusakan pada janin. Infeksi selama trimester pertama kehamilan menyebabkan kelainan janin pada sekitar 85% kasus, sementara cacat terdeteksi pada sekitar 16% bayi yang terjangkit infeksi selama trimester kedua. Cacat lahir jarang terjadi jika infeksi maternal terjadi setelah minggu gestasi ke-20. Infeksi maternal yang tidak jelas juga dapat menghasilkan anomaly serupa. Infeksi rubella juga dapat menyebabkan kematian janin dan aborsi spontan. Infesksi intrauterus oleh rubella terkait dengan resistensi virus secara kronik dalam tubuh neonates. Pada waktu lahir, virus dengan mudah
terdeteksi
dalam
sekresi
faring,
berbagai
organ,
cairan
serebrospinal, urine dan apus rectal. Ekskresi virus dapat bertahan selama 12-18 setelah kelahiran, tetapi kelepasan virusnya menurun secara bertahap seiring usia. o
Gambaran Klinis Virus rubella berhasil di isolasi dari berbagai macam organ dan sel dari bayi yang terinfeksi in utero, dan perluasan akibat rubella juga dijumpai dalam pola yang sama. Gambaran klinis sindrom rubella congenital dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori besar : 1) Efek sementara yang timbul pada bayi 2) Manifestasi permanen yang tampak jelas pada waktu lahir atau muncul selama tahun pertama 3) Kelainan perkembangan yang muncul dan memburuk selam masa kanak-kanak dan remaja. Triasklasik rubella congenital terdiri atas katarak, kelainan jantung dan kulit.
Bayi
juga
dapat
memperlihatkan
gejala
singkat
retardasi
pertumbuhan, ruam, hepatosplenomegali, ikterus, dan meningoensefalitis. Gangguan system syaraf pusat terjadi lebih luas. Manifestasi rubella kongenital terhadap perkembangan yang umum dijumpai berupa retardasi 11
mental sedang hingga nyata. Gangguan keseimbangan dan keterampilan motorik terjadi pada anak usia prasekolah. Bayi yang menderita gangguan berat perlu dirawat inap. Panensefalitis rubella progresif, suatu komplikasi langka yang muncul dalam dekade kedua kehidupan pada anak yang menderita rubella congenital, adalah suatau perburukan neurologic berat yang nantinya akan berakhir dengan kematian. o
Imunitas Normalnya, antibody rubella maternal dalam bentuk IgG ditransfer ke bayi dan perlahan menghilang dalam waktu 6 bulan,. Adanya antibodi rubella jenis IgM pada bayi menegakkan diagnosis rubella kongenital. Karena antibodi IgM tidak melintas plasenta, keberadaannya menandakan bahwa antibody ini pasti dibentuk oleh janin in utero. Anak penderita rubella kongenital menunjukkan gangguan imunitas berperantara sel yang khas untuk virus rubella.
o
Terapi, Pencegahan dan Pengendalian Tidak ada terapi khusus untuk rubella kongenital. Penyakit ini dapat di cegah melalui imunisasi masa kanak-kanak dengan vaksin rubella untuk memastikan bahwa perempuan dalam usia reproduktif telah memiliki imunitas.
2.2.4 Pemeriksaan Fisik ( H ead to Toe)
1) Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital. 2) Kepala dan leher
Inspeksi Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, kulit kepala, konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. 12
Palpasi Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan didaerah leher belakang.
3) Mulut
Inspeksi Adakah bercak koplik dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole, perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
4) Toraks
Inspeksi Bentuk dada anak, adakah batuk, sekret pada nasofaring, perdarahan pada hidung. Pada penyakit campak, gambaran penyakit secara klinis menyerupai influenza.
Auskultasi Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
5) Abdomen
Inspeksi Bentuk dari perut anak, ruam pada kulit.
Auskultasi Bising usus
Perkusi Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
6) Kulit
Inspeksi Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
Palpasi Turgor kulit menurun.
13
2.2.5 Penularan Rubella
Cara penularan rubella melalui sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi. Penularan juga terjadi melalui kontak dengan cairan yang berasal dari nasofaring penderita. Virus ini juga menular melalui partikel udara. Rubella biasanya ditularkan oleh ibu kepada bayinya, makanya di sarankan untuk melakukan tes rubella sebelum hamil. Penularan virus rubella dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin atau menular melalui kontak langsung dengan sekret pernafasan (seperti lendir) orang yang terinfeksi. Rubella juga dapat ditularkan dari wanita hamil ke janinnya melalui aliran darah. Orang yang terinfeksi rubella juga dapat menularkan penyakitnya bahkan sebelum gejalannya muncul. Rubella ditularkan dari orang ke orang. 2.2.6 Pengobatan dan Pencegahan Rubella
Belum ada terapi spesifik untuk infeksi virus rubella. Terapi suportif bisa dilakukan terutama jika ada komplikasi untuk mengurangi dan mengatasi gejala penyakit. Cara pencegahan yang terbaik adalah dengan imunisasi. Vaksin rubella yang tersedia dipasaran adalah vaksin MMR (Meales, Mumps, Rubella). Pemberian imunisasi pada wanita usia produktif yang belum mempunyai antibodi terhadap virus rubella penting untuk dilakukan untuk mencegah sindrom rubella kongenital. Efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin MMR umumnya berupa demam ringan, ruam pada kulit yang tidak menular pada orang lain. Reaksi komplikasi akibat vaksin sangat jarang ditemui. Bagi ibu yang baru mendapatkan vaksinasi kehamilannya harus ditunda selama 3 bulan untuk menghindari kemungkinan adanya efek samping vaksin pada janin.
14
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan
Penyakit roseola infantum disebabkan oleh herpes virus tipe 6, dan umumnya merupakan penyakit yang ringan.
Penyakit khas diawali dengan timbulnya demam, lalu muncul kemerahan di seluruh tubuh ketika demam sudah turun.
Komplikasi
mungkin
terjadi
adalah
kejang
demam,
radang
selaput
otak
(meningitidis), radang otak (ensefalitis), atau hepatitis.
Diagnosis ditegakkan dari gejala dan pemeriksaan fisik.
Pengobatan Roseola infantum dengan pemberian antipiretik, kompres
hangat, asupan cairan yang manis, cairan elektrolit dan obat antivirus.
Pencegahan penyakit ini adalah dengan menjaga daya tahan tubuh dan
menghindari kontak dengan penderita. Rubella adalah penyakit sejenis campak yang berbahaya bila terkena pada ibu hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada janin yang dikandungnya (Congenital Rubella Syndrome/CRS). 1. Agen penyakit : virus rubella (famili togaviridae; genus rubivirus) 2. Reservoir penyakit : manusia 3. Faktor host : risiko tinggi pada wanita hamil dapat menyebabkan congenital rubella syndrome 4. Periode masa waktu penularan : sekitar 1 minggu sebelum atau 4 hari setelah terjadi rash pada kulit. 5. Faktor lingkungan : tidak ada hal yang spesifik.
15
DAFTAR PUSTAKA http://www.moryz.com/genital-herpes/herpes-tests.html https://www.scribd.com/mobile/doc/176360983/Rubella https://www.scribd.com/mobile/document/360659462/Makalah-ASKEP-RUBELLA-PADAANAK-docx https://www.scribd.com/mobile/document/21338522/Referat-Roseola-Infantum https://www.scribd.com/mobile/doc/248180118/Roseola-infantum adelberg, Melnick, Jawetz. 2012. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta
16